Anda di halaman 1dari 26

ASKEP GANGGUAN SISTEM SENSORI PERSEPSI PADA DEWASA DENGAN

GANGGUAN TULI

OLEH:

FIKRAH SUCI ALNUR

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketidaksempurnaan kadang membuat seseorang minder dalam pergaulannya
sehari-hari. Kehilangan pendengaran, termasuk salah satu kekurangan yang membuat
anak-anak sulit tumbuh normal dikalangan masyarakat.
Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes,
dan Sipilis. Terkadang kedua orang tua tidak menyadari bahwa dirinya telah
mengidap virus tersebut sehingga menyebabkan ketulian pada anaknya kelak.
Pada orang dewasa/lansia penderita tuli disebabkan oleh penurunan fungsi
yang berhubungan dengan usia. Sebagai tambahan, bertambahnya umur menyebabkan
gangguan konsentrasi untuk mengingat memori sehingga terjadi kesulitan dalam
memahami pembicaraan khususnya pada suasana yang bising. Akhirnya, penurunan
fungsi pendengaran ini akan mengakibatkan isolasi dari sejumlah orang tua/lansia
dengan cara membatasi penggunaan telepon, menyebabkan mereka melepaskan
kesempatan bersosialisasi seperti menghadiri konser musik, kegiatan-kegiatan sosial,
dan lain sebagainya.
Yang paling mungkin terjadi pada usia lanjut, sehingga disebut tuli karena
usia, adalah hilangnya pendengaran akibat faktor ekstrinsik seperti bising atau
ototoksisitas atau faktor intrinsik seperti predisposisi genetik terhadap hilangnya
pendengaran. Tuli pada pasien usia lanjut dapat juga disebabkan oleh kombinasi
faktor kausatif. Meskipun keadaan ini memperlihatkan tuli derajat ringan, terutama
terhadap nada tinggi ketika kita bertambah tua, adakalanya seseorang yang berusia 75
tahun dapat mempunyai pendengaran yang lebih baik daripada seseorang yang berusia
45 tahun, yang telah mempunyai tuli sensorineural karena etiologi yang tidak
ditentukan. Oleh karena itu, faktor-faktor intrinsik atau genetik dapat terjadi pada
awal kehidupan dan cukup menimbulkan kesukaran pendengaran ketika pasien
tersebut bertambah usia. Ini merupakan masalah biasa dan memerlukan diagnosis
otologi yang teliti dengan penilaian audiologi.
Oleh karena itu, mahasiswa membuat asuhan keperawatan kepada pasien
dengan gangguan sistem pendengaran tuli agar mahasiswa mampu melakukan asuhan
keperawatan secara komprehensif kepada pasien dengan gangguan tuli.

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar Mahasiswa memahami tentang penyakit tuli pada dewasa/lansia dan mampu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada dewasa/lansia
dengan penyakit tuli.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengkajian pada pasien tuli
b. Mahasiswa mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit
tuli
c. Mahasiswa mengetahui intervensi pada pasien dengan penyakit tuli
d. Mahasiswa mengetahui implementasi pada pasien dengan penyakit tuli
e. Mahasiswa mengetahui evaluasi pada pasien dengan penyakit tuli
f. Mahasiswa mengetahui dan mampu melaksanakan dokumentasi pada pasien
dengan penyakit tuli

3
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFENISI
Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat  mendengar sama sekali (total
deafness), suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang
sekarang lebih sering digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing-loss)
(Louis,1993).
Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang dapat
mendengar dan mengerti perkataan yang didengarnya. Pendengaran normal ialah
keadaan dimana orang tidak hanya dapat mendengar, tetapi juga dapat mengerti apa
yang didengarnya.(Anderson,1874)
Gangguan Pendengaran dibedakan 2 kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang
dengar (low of hearing), dimana deaf adalah mereka yang indera pendengarannya
mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi.
Dan low of hearing adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan
tetapi masih berfungsi untuk mendengar, baik menggunakan maupun tanpa
menggunakan alat bantu dengar (hearing-aids),(Dwijosumarto 2006)

B. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA


Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu : telinga luar (auris eksterna), telinga tengah
(auris media) dan telinga dalam (auris interna)

4
Gb. 1. Anatomi Telinga

1. Telinga luar (auris ekterna)


Terdiri dari :
 Aurikel (pinna) terbuat dari kartilago yang dibungkus oleh kulit.
 Saluran (canal) terowongan yang masuk ke dalam tulang temporal.
Terdapat kelenjar cerumen (yg berfungsi untuk menjaga gendang telinga lentur
dan menangkap debu.
2. Telinga tengah (auris media)
Terdiri dari :
 Terdapat rongga udara dalam tulang temporal.
 Gendang telinga, bergetar saat adanya gelombang udara.
 Tuba eustachian atau saluran auditory merupakan sambungan dari telinga
tengah ke nasopharing
Gelombang udara disalurkan melalui 3 tulang auditory; malleus, incus, stapes.
Stapes menyalurkan transmisi getar ke telinga dalam yang berisi cairan pada oval
window.
3. Telinga dalam (auris interna)
Terdiri dari :
 Telinga dalam merupakan rongga di dalam tulang temporal dikenal dengan
tulang labirint.
 Cairan antara tulang dan membran disebut cairan perilimph dan yang terdapat
di dalam membran disebut cairan endolimph
 Struktur membran disebut cochlea yang berkaitan dengan pendengaran dan
utricle, saccule, semi circural canal berkaitan dengan keseimbangan
 Cochlea berbentuk seperti rumah siput yang terdiri dari 3 saluran.
 Saluran tengah berisi organ reseptor untuk pendengaran yaitu organ corti
(organ spiral) reseptor ini dikenal sebagai sel rambut yang berisi akhir saraf
kranial 8.

5
C. KLASIFIKASI
1) TULI KONDUKTIF
a. Defenisi
Tuli kondutif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga
menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. Kelainan telinga
luar yang menyebabkan tuli kondusif adalah otalgia, atresia liang telinga,
sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, otitis eksterna maligna, dan
osteoma liang teliga. Kelainan telinga tengah yang menyebabkan tuli kondusif
ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanisklerosia,
hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran. (Indro Soetirto: 2003)
b. Etiologi
Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan
perubahan atau kelainan diantaranya sebagai berikut :
1. Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun telinga (pinna)
2. Atropi dan bertambah kakunya liang telinga
3. Penumpukan serumen
4. Membrane tympani bertambah tebal dan kaku
5. Kekuatan sendi tulang-tulang pendengaran
6. Kelainan bawaan (Kongenital)Atresia liang telinga, hipoplasia telinga tengah,
kelainan posisi tulang-tulang pendengaran dan otosklerosis.Penyakit
otosklerosis banyak ditemukan pada bangsa kulit putih
7. Gangguan pendengaran yang didapat, misal otitis media
c. Manifestasi klinis
1. Rasa penuh pada telinga
2. Pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar
3. Rasa gatal
4. Trauma
5. Tinnitus 
d. Patofisologi
Gangguan hantaran bunyi dari telinga tengah ke tempat pertemuan (junction)
antara stapes dan foramen ovale akibat adanya serumen atau otitis media atau
eksterna(kowalak;2014;604)
Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bisa saja menimbulkan

6
luka, nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea. Penumpukan
serumen yang terjadi dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara yang
terganggu sehingga penderita tidak dapat mempersepsikan bunyi atau suara yang
di dengarnya.
e. Pemeriksaan diagnostik
1. Audiometri
2. X-ray
f. Penatalaksanaan
Karena penyumbatan serumen lakukan irigasi pada telinga. Liang telinga di
bersihkan secara teratur. dapat diberikan larutan asam asetat 2-5 % dalam alcohol
yang di teteskan ke liang teling atau salep anti jamur. Tes suara bisikan, Tes
garputala.
Jika terjadi karena OMA/ otitis media akut yang bersifat peradangan secara tiba-
tiba maka lakukan terapi obat untuk mengurangi nyeri atau peradangan yang
dilakukan dengan kolaborasi bersama tenaga kesehatan lain.
g. Komplikasi
 Faringitis
 meningitis

2) KONSEP TULI SENSORINEURAL


a. Defenisi
Tuli sensorineural adalah kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan saraf otak
yang terbagi atas tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural retrokoklea.Tuli
sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirinitis, intoksikasi obat ototaksik atau
alkohol.Dapat juga disebabkan tuli mendadak, tauma kapitis, trauma akustik dan
pemaparan bising tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuoroma akustik,
tumor sudut pons serebellum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan
kelainan otak lainnya. (Indro Soetirto: 2003)
b. Etiologi
Disebabkan oleh kerusakan organ-organ dan kerusakan nervus VIII. Faktor-faktor
resiko tinggi yang penyebab tuli sensorineural yaitu:
1. Tuli Bawaan (Genetik).
2. Tuli Rubella.

7
3. Tuli dan Kelahiran Prematur
4. Tuli Ototosik.
c. Manifestasi klinis
Rasa tidak enak di telinga, tersumbat, dan pendengaran terganggu. Rasa nyeri
akan timbul bila benda asing tersebut adalah serangga yang masuk dan bergerak
serta melukai dinding liang telinga. Pada inspeksi telinga dengan atau tanpa
corong telingaakan tampak benda asing tersebut.

d. Patofisiologi
Gangguan pada koklea atau disfungsi nervus akustikus (nervus kranialis
kedelapan) yang menyebabkan kegagalan transmisi impuls bunyi di dalam telinga
dalam atau otak. (kowalak;2014;604)
e. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan
menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara
harus melewati udara agar sampai ke telinga.Penurunan fungsi pendengaran
atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada
saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur
saraf pendengaran di otak.Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang
dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan
pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga).
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang
koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah
getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang
saraf pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan
jalur saraf pendengaran di otak. Jika pendengaran melalui hantaran udara
menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi
tuli konduktif.Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun,
maka terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif
dan sensorineural terjadi secara bersamaan

8
2. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara
tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang
menghasilkan suara dengan ketinggian dan volume tertentu. Ambang
pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan mengurangi volume
dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.Telinga kiri
dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.Untuk mengukur pendengaran
melalui hantaran udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur
pendengaran melalui hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan,
yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur
impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah.Timpanometri
digunakan untuk membantu menentukan penyebab dari tuli
konduktif.Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan
biasanya digunakan padaanak-anak.Timpanometer terdiri dari sebuah
mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara
dan dipasang di saluran telinga.Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak
suara yang melalui telinga tengah dan berapabanyak suara yang dipantulkan
kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.Hasil pemeriksaan
menunjukkan apakah masalahnya berupa:
 penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga
tengah dengan hidung bagian belakang)
 cairan di dalam telinga tengah
 kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan
suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada
kontraksi otot stapedius, yangmelekat pada tulang stapes (salah satu tulang
pendengaran di telinga tengah).Dalam keadaan normal, otot ini memberikan
respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh(refleks akustik) sehingga
mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.Jika terjadi
penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah
ataumenjadi lambat. Denganrefleks yang lambat,

9
ototstapediustidakdapattetapberkontraksiselamatelingamenerimasuara yang
gaduh.
4. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat
rangsangan pada saraf pendengaran.Respon auditoris batang otak juga dapat
digunakan untuk memantau fungsi otak tertentu pada penderita koma atau
penderita yang menjalani pembedahan otak.
5. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan
saraf pendengaran.Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan
penyebab dari penurunan fungsipendengaran sensorineural.Elektrokokleografi
dan respon auditoris batang otak bisa digunakan untuk menilaipendengaran
pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memberikan respon bawah
sadarterhadap suara.Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan
bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura
tuli).Beberapa pemeriksaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan
pada daerah yang mengolah pendengaran di otak.
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
 mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
 memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri
menerima pesan yang lain
  menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua
telinga menjadi pesan yang bermakna
 menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga
pada waktu yang bersamaan.
f. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada
penyebabnya.Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh
adanya cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan
pembuangan cairan dan kotoran tersebut.Jika penyebabnya tidak dapat diatasi,
maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.

3) KONSEP GANGGUAN MEMBRAN TIMPANY (PERFORASI MEMBRAN

10
TIMPANI)
a. Defenisi
Perforasi membran timpani adalah robekan pada membran tipis yang
memisahkan telinga bagian luar dan telinga bagian dalam Anda. Membran
tersebut, disebut membran timpani atau gendang telinga, terbuat dari jaringan
yang menyerupai kulit.
Gendang telinga memiliki dua fungsi penting. Pertama, gendang telinga
merasakan getaran gelombang suara dan mengubahnya menjadi impuls saraf yang
menyampaikan suara ke otak Anda. Kedua, menjaga bagian tengah telinga dari
bakteri, air, dan benda asing. Normalnya, telinga bagian tengah adalah bagian
yang steril. Namun, ketika perforasi membran timpani, bakteri dapat masuk ke
dalam bagian tersebut dan menyebabkan infeksi yang disebut otitis media.
b. Etiologi
 infeksi telinga bagian tengah (otitis media)
Infeksi telinga bagian tengah biasanya ditimbulkan oleh akumulasi cairan
pada telinga bagian tengah Anda. Tekanan dari cairan dapat menyebabkan
gendang telinga tersobek.
 Barotrauma
 Barotrauma adalah tekanan pada gendang telinga Anda saat tekanan dalam
telinga bagian tengah Anda  dan tekanan di lingkungan sekitar tidak
seimbang. Apabila tekanan terlalu berat, gendang telinga Anda dapat
tersobek. Barotrauma biasanya terjadi akibat perubahan tekanan udara saat
penerbangan.
Peristiwa lain yang dapat menyebabkan perforasi membran timpani:
 Suara keras atau ledakan (trauma akustik)
Suara keras atau ledakan, seperti yang berasal dari eksplosi atau tembakan
senjata—pada dasarnya merupakan gelombang suara yang sangat kuat—
dapat menyebabkan sobekan pada gendang telinga Anda.
 Benda asing dalam telinga
Benda kecil, seperti kapas atau pin rambut, dapat menusuk atau merobek
gendang telinga.
 Cedera berat pada kepala
Cedera berat, seperti fraktur tempurung kepala, dapat menyebabkan

11
dislokasi atau kerusakan pada struktur telinga bagian tengah dan telinga
bagian dalam, termasuk gendang telinga Anda.
c. Tanda dan gejala

 Sakit telinga yang cepat reda


 Cairan bening, bernanah, atau berdarah dari telinga Anda
 Hilangnya pendengaran
 Bunyi di dalam telinga (tinitus)
 Sensasi berputar (vertigo)
 Mual atau muntah yang dapat disebabkan oleh vertigon

4) KONSEP GANGGUAN TULANG MASTOID


a. Defenisi
Mastoiditis adalah infeksi pada tonjolan tulang di belakang telinga yang dikenal
dengan istilah tulang mastoid. Penyakit ini dapat menghancurkan tulang dan
menyebabkan gangguan pendengaran. Kondisi ini adalah penyakit telinga-hidung-
mulut yang biasa terjadi dan jika tidak diobati pada tepat waktu, dapat
menyebabkan kematian.
b. Etiologi
 Mengalami infeksi oleh bakteri seperti Haemophilus influenzae,
Staphylococcus atau Streptococcus.
 Mengalami otitis atau peradangan telinga tapi tidak segera diobati dengan
benar
c. Tanda dan gejala

 Telinga mengandung nanah;


 Telinga terasa nyeri atau tidak nyaman;
 Tiba-tiba memiliki demam tinggi;
 Sakit kepala;
 Kemampuan pendengaran menurun atau kehilangan pendengaran;
 Terjadi pembengkakan dan kemerahan pada telinga.

d. Pemeriksaan

12
 pemeriksaan sel darah putih untuk melihat adanya infeksi bila kadarnya
meningkat.
 pemeriksaan CTscan telinga dan kepala
 Pemeriksaan X-ray tengkorak dengan berbagai posisi.
 Pemeriksaan MRI pada telinga dan kepala penderita.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. identitas pasien
Umur : biasanya tuli pada dewasa/lansia terjadi pada umur 65-75
Jenis kelamin : biasanya antara wanita dan pria penderita tuli tidak ada perbedaan,
keduanya sama-sama beresiko
Lingkungan : biasanya orang yang tinggal di daerah bising mengalami resiko yang
tinggi untuk menderita tuli
Pekerjaan : biasanya penderita gangguan pendengaran seperti banyak dari
pekerja-pekerja pabrik yang setiap hari mendengar bising mesin,
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluhkan pendengaran berkurang baik ringan maupun
berat, bisa pada satu sisi telinga atau keduanya. Kadang disertai suara
berdenging. Rasa nyeri yang timbul dari dalam telinga.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien biasanya pernah menderita penyakit rubella dengan penanganan yang
kurang adekuat, pernah mendapatkan trauma kepala, pernah menderita infeksi
telinga dengan penanganan yang kurang adekuat, terjadi kelainan kongenital
seperti atresia liang telinga.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga

13
Gangguan pendengaran juga bisa diturunkan oleh gen yang dominan dan
resesif. Kelainan yang diturunkan dapt berupa gangguan pendengaran yang
ringan hingga sampai yang berat.
Pada seorang ibu yang mempunyai kebiasaan minum minuman yang
mengandung alkohol, perokok bisa menimbulkan efek otositoksik pada
janinnya. Riwayat keluarga dengan karsinomagenik.
3. Pemeriksaan fisik
 B1(breathing)                          : infeksi saluran pernafasan atas yang berulang
 B2(blood)                                : tidak ada kelainan pada sistem kardiovaskuler
 B3(brain)                                 : pusing, vertigo,nyeri, rasa penuh pada telingga
 B4(bladder)                             : tidak ada kelainan
 B5(bowel)                               : tidak ada kelainan
 B6(bone&muskuluskeletal)     : malaise, aktivitas terbatas, suhu meningkat
4. Pemeriksaan Penunjang

a. Test Weber :
Pada tuli konduksi di dapatkan hasil garputala akan mengalami lateralisasi pada
telinga yang lebih sehat sedangkan pada tuli sensorineural, telinga yang sakit akan
lebih jelas dalam menerima rangsangan.
a. Test Rinne :
Pada tuli konduksi didapatkan hasil negatif (-) BC > AC. Sedangkan pada tuli
sensorineural didaptkan hasil positif (+) AC > BC.
b. Uji audiometri :
Uji ini untuk menentukan derajat keparahan tuli dari skala frekwensi 250 Hz
hingga 8000 Hz.
c. Radiologi (MRI/CT) :
Biasanya didapati kelainan pada koklea seperti hipoplasia atau aplasia.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agens cidera fisik, agens cidera biologis


2. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan persepsi
3. Hambatan interaksi sosial b.d kendala komunikasi

14
4. Gangguan citra tubuh b.d penyakit, perubahan fungsi tubuh, cedera

C. INTERVENSI
N DIAGNOSA NOC NIC
O
1 Nyeri akut b.d 1) Kontrol Nyeri 1. Pemberian
agens cidera Indicator : Analgesik
fisik, agens 1. Mengenali kapan nyeri terjadi (3-4) Aktivitas-aktivitas :
cidera 2. Menggambarkan factor penyebab  Tentukan lokasi,
biologis nyeri (3-4) karakteristik,
3. Menggunakan jurnal harian untuk kualitas dan
memonitor gejala dan waktu ke waktu keparahan nyeri
(3-4)  Cek perintah
4. Menggunakan tindakan pencegahan pengobatan
(3-4) meliputi obat,
5. Menggunakan tindakan pengurangan dosis dan
tanpa analgesic (3-4) frekuensi obat
6. Mengenali apa yang terkait dengan analgesic yang
gejala nyeri (3-4) diresepkan
7. Melaporkan nyeri yang terkontrol (3-  Cek adanya
4) riwayat alergi
2) Tingkat nyeri obat
Indikator :  Tentukan pilihan
1. Nyeri yang dilaporkan (2-3) obat analgesic
2. Panjangnya episode nyeri (2-3) berdasarkan tipe
3. Ekspresi nyeri wajah (2-3) dan keparahan
4. Mengerinyit (2-3) nyeri
5. Ketengangan otot (2-3)  Tentukan
6. Frekuensi nafas (2-3) analgesic
7. Denyut jantung apical (2-3) sebelumnya, rute
8. Denyut nadi radial (2-3) pemberian dan
9. Tekanan darah (2-3) dosis untuk
mencapai hasil
pengurangan

15
nyeri yang
optimal
 Monitor tanda
vital sebelum
dan setelah
memberikan
analgesic
narkotik pada
pemberian dosis
pertama kali atau
jika ditemukan
tanda- tanda
yang tak
biasanya
 Berikan
kebutuhan
kenyamanan dan
aktivitas lain
yang dapat
membantu
relaksasi untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
 Berikan
analgesic sesuai
waktu paruhnya
terutama pada
nyeri yang berat
 Lakukan
tindakan-
tindakan untuk
menurunkan
efek samping

16
analgesic
 Ajarkan tentang
penggunaan
analgesic,
strategi untuk
menurunkan
efek samping
dan harapan
terkait dengan
keterlibatan
dalam keputusan
pengurangan
nyeri
2. Manajemen nyeri
Aktivitas-aktivitas
 Lakukan
pengkajian nyeri
komprehensif
yang meliputi
lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi,
kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri
dan factor
pencetus
 Pastikan
perawatan
analgesic bagi
pasien dilakukan
dengan

17
pemantauan
yang ketat
 Gunakan strategi
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri dan
sampaikan
penerimaan
pasien terhadap
nyeri
 Gali
pengetahuan dan
kepercayaan
pasien mengenai
nyeri
 Gali bersama
pasien factor-
faktor yang
dapat
menurunkan atau
memperberat
2 Hambatanko 1. Komunikasi 1. Lathanasertif
munikas Indicator: Aktivitas–aktivitas:
verbal b.d  Menggunakanbahasatertulis  Tentukanapaham
gangguan  Menggunakanbahasalisan batanuntuk bias
persepsi  Menggunakanfotodangambar asertif ( misalnya,

 Menggunakanbahasaisyarat tahapperkembang

 Menggunakanbahasa non verbal an,

2. Komunikasimengekspresikan kondisimedisatau

Indicator: kejiwaankronis,
dannilai social
 Menggunakanbahasa yang tertulis
bagiperempuan)

18
 Menggunakanbahasalisan: vocal  Bantu
 Menggunakanbahasalisan: esophagus pasienmengenalid
 Kejelasanberbicara anmengurangidist

 Menggunakanfotodangambar orikognitif yang

 Menggunakanbahasaisyarat memblokirkema
mpuan yang
 Menggunakanbahasa non verbal
menunjukanperila
3. Komunikasipenerimaan
kuasertif.
Indicator:
 Bedakanantaraper
 Interpretasibahasatertulis
ilakuasertif,
 Interpretasibahasalisan
agresif,
 Interpretasifotodangambar
danpasifagresif.
 Interpretasibahasaisyarat
 Bantu
 Interpretasibahasa non verbal
pasienmengenalih
ak,
tanggungjawabda
nnorma-norma
yang
bertentangan.
 Bantu
memperjelas area
masalahterkaitde
nganhubungan
interpersonal
 Bantu
mengenaliekspres
ipikirandanperasa
an,
baikppositifmaup
un negative.
 Bantu
mengenalipikiran
- pikirn yang bias

19
mengagalkan( ase
rifitas ) pasien.
 Fasilitasikesempa
tanberlatihmengg
unakandiskusi,
pemodelan,
danbermainperan.
 Bantu
praktekketerampi
lanberbicaradank
eterampilan
social ( misalnya,
penggunaanperta
nyaan “ saya”,
perilaku
nonverbal,
keterbukaan,
danmenerimapuji
an)
 Pujiupayauntume
ngekpresikanpera
saandan ide.
2. Peningkatan
social
Aktivitas-
aktivitas:
 Anjurkankesabar
andalampengemb
anganhubungan.
 Tingkatkanhubun
gandengan orang-
orang
ynangmemilikimi

20
natdantujuan
yang sama.
 Anjurkankegiatan
n social
danmasyarakat
 Tingkatkanketerli
batandalamminat
yang
samasekalibaru
 Anjurkanpenghor
matanterhadapha
k- hak orang lain
 Fasilitasipenggun
aanalat bantu
deficit
sensoriksepertika
camatadanalat
bantu dengar
 Berianumpanbali
kmengenaiperbai
kandalamperawat
anpenampilanprib
adiataukegiatan
lain-lainnya
 Lakukanpermaina
nperandalamrang
kaberlatihmening
katkanketerampil
andanteknikkomu
nikasi
 Mintadanharapka
nkomunikasi
verbal

21
4 Gangguan 1. Citra tubuh 1. Peningkatan harga
citra tubuh b.d Indikator : diri
penyakit,  Gambaran internal diri (3-4) Aktivitas :
perubahan  Kesesuaian antara realitas tubuh dan  Monitor
fungsi tubuh, ideal tubuh dengan penampilan tubuh pernyataan
cedera (3-4) pasien
 Deskripsi bagian tubuh yang terkena mengenai harga
(3-4) diri
 Sikap terhadap penggunaan strategi  Tentukan
untuk meningkatkan penampilan (3-4) kepercayaan diri
 Kepuasan dengan fungsi tubuh (3-4) pasien dalam

 Penyesuaian terhadap perubahan hal penilaian

tampilan fisik (2-3) diri

 Penyesuaian terhadap perubahan  Dukung pasien

fungsi tubuh (3-4) untuk bisa

 Penyesuaian terhadap perubahan status mengidentifikas

kesehatan (3-4) i kekuatan

 Penyesuaian terhadap perubahan tubuh  Berikan

akibat pembedahan (3-4) pengalaman


yang akan
meningkatkan
otonomi pasien,
dengan tepat
 Bantu pasien
untuk
memeriksa
persepsi negatif
terhadap diri
 Eksplorasi
pencapaian
keberhasilan
 Dukung pasien
untuk
22
mengevaluasi
perilakunya
sendiri
2. Peningkatan citra
tubuh
Aktivitas :
 Tentukan
harapan citra
diri pasien
didasarkan pada
tahap
perkembangan
 Gunakan
bimbingan
antisipatif
menyiapkan
paien terkait
dengan
perubahan-
perubahan citra
tubuh
 Tentukan jika
terdapat
perasaan tidak
suka terhadap
karakteristik
fisik
 Bantu pasien
untukmendiskus
ikan perubahan-
perubahan
bagian tubuh
 Ajarkan pada

23
pasien
mengenai
perubahan-
perubahan
normal yang
terjadi dalam
tubuhnya
 Monitor apakah
pasien bisa
melihat bagian
tubuh mana
yang berobah
 Fasilitasi kontak
dengan pasien
yang mengalami
perubahan yang
sama dalam hal
citra tubuh

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
  Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes, dan
Sipilis. tuli pada orang tua diartikan sebagai gangguan pendengaran sensorineural pada

24
individu yang lebih tua. Yang khas daripadanya, presbikusis menyebabkan gangguan
pendengaran bilateral terhadap frekuensi tinggi yang diasosiasikan dengan kesulitan
mendiskriminasikan kata-kata, dan juga gangguan terhadap pusat pengolah informasi pada
saraf auditorik.
Bertambahnya umur menyebabkan gangguan konsentrasi untuk mengingat memori
sehingga terjadi kesulitan dalam memahami pembicaraan khususnya pada suasana yang
bising. Akhirnya, penurunan fungsi pendengaran ini akan mengakibatkan isolasi dari
sejumlah orang tua/lansia dengan cara membatasi penggunaan telepon, menyebabkan mereka
melepaskan kesempatan bersosialisasi seperti menghadiri konser musik, kegiatan-kegiatan
sosial, dan lain sebagainya.
Yang paling mungkin terjadi pada usia lanjut, sehingga disebut tuli karena usia,
adalah hilangnya pendengaran akibat faktor ekstrinsik seperti bising atau ototoksisitas atau
faktor intrinsik seperti predisposisi genetik terhadap hilangnya pendengaran. Tuli pada pasien
usia lanjut dapat juga disebabkan oleh kombinasi faktor kausatif

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002),keperawatan medical bedah.Edisi 8.EGC.Jakarta


Drs.H.Syaifuddin, AMK.Anatomi Fisiologi.Edisi 3.EGC.Jakarta.
www.Asuhan keperawatan pada gangguan pendengaran pendengaran.com

25
26

Anda mungkin juga menyukai