Terdapat tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat terjadi yaitu gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensorineural, dan gangguan pendengaran campuran (Lahdji & Primasari, 2017). Berikut merupakan uraian ketiga jenis gangguan pendengaran a. Gangguan pendengaran konduktif Gangguan pendengaran konduktif dapat terjadi ketika telinga luar atau tengah memiliki lesi yang dapat mengganggu konduksi/konduksi gelombang suara dan menyebabkan gendang telinga bergetar. Beberapa contoh kelainan telinga luar yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran konduktif adalah obstruksi saluran telinga, obstruksi kotoran telinga, otitis eksterna lokal, dan osteoma saluran telinga. Contoh kelainan telinga tengah yang dapat menyebabkan tuli konduktif adalah katarsis/obstruksi tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran (Lahdji & Primasari, 2017). Katarsis/Obstruksi Tuba Eustachius Obstruksi tuba biasanya disebabkan oleh otitis media berupa barotrauma, otitis media purulen, atau otitis media non-supuratif. Salah satu bentuk otitis media non purulen adalah otitis media serosa. Kondisi ini umum terjadi pada orang dengan rinitis alergika dan sering pilek. Gangguan ini terjadi pada berbagai penyakit, termasuk peradangan nasofaring, peradangan adenoid, dan tumor nasofaring. Gejala klinis pertama yang terjadi ketika tuba tersumbat oleh tumor adalah terbentuknya cairan di telinga tengah (otitis media serosa). Oleh karena itu, semua pasien dewasa dengan otitis media serosa kronis dengan penyakit unilateral harus mempertimbangkan kemungkinan adanya cairan pada rongga nasofaring. Oklusi saluran nasofaring juga dapat terjadi akibat tampon hidung posterior (tampon Belloq) atau bekas luka (adenoidektomi) akibat trauma bedah. Obstruksi tuba Eustachius dapat bersifat reaksi inflamasi (intraluminal, periluminal) sebagai respon infeksi atau alergi. Pada gangguan pendengaran ini dapat juga terjadi obstruksi eksogen (peritumor), atau pembesaran polip (Dhingra, 2007). Otitis Media Otitis media akut (OMA), otitis media akut adalah peradangan akut atau mendadak pada telinga tengah. Telinga tengah adalah organ penghalang yang biasanya steril. Namun, dalam situasi di mana ada infeksi bakteri di nasofaring dan tenggorokan, terdapat enzim pelindung dan mekanisme yang mencegah penyebaran bakteri ke telinga tengah melalui rambut halus tuba Eustachius sehingga menyebabkan reaksi inflamasi. Otitis media non purulen atau nama lain: otitis media serosa, otitis media musinosa, otitis media, otitis media sekretori, otitis media mukosa. Otitis media non-supuratif adalah kondisi telinga tengah yang ditandai dengan adanya sekret non-purulen dengan gendang telinga yang utuh tanpa gejala inflamasi. Jika eksudatnya encer disebut otitis media serosa, dan jika eksudatnya kental disebut otitis media mukosa (Dhingra, 2007). Otosklerosis Otosklerosis adalah penyakit kantung tulang labirin, yang mengalami spongiosis pada kaki stapes dan mengeras serta telah menuju pada stadium lanjut . Akibatnya, stapes menjadi kaku dan suara tidak menyebar dengan baik ke dalam labirin. Patofisiologi otosklerosis tidak diketahui secara pasti. Proses otospongiosis sampai sklerosis terjadi pada foramen ovale , namun dapat juga mengenai ligamentum anulare dan menyebabkan fiksasi stapes serta proses tersebut dapat juga mengenai koklea dan labirin. Suara dihantarkan dari meatus akustikus eksterna ke membran timpani berupa gelombang- gelombang suara yang menggetarkan membran timpani dan secara simultan menggerakkan rantai osikule (maleus, inkus, stapes) menuju ke telinga dalam. Jika tulang-tulang dalam telinga tengah tidak bervibrasi secara normal maka telinga dalam tidak bisa menerima keseluruhan getaran suara dan terjadilah penurunan pendengaran. Hal inilah yang terjadi pada otosklerosis.Jika tulang telinga tengah tidak bergetar secara normal, telinga bagian dalam tidak akan dapat menerima semua getaran suara, yang mengakibatkan tuli. Inilah yang terjadi dengan otosklerosis (Dhingra, 2007). Timpanosklerosis Tympanosklerosis adalah kondisi umum dari telinga tengah dan gendang telinga, yang merupakan komplikasi dari otitis media. Peradangan menyebabkan penebalan di membran timpani yang melalui tiga fase berturut-turut, yaitu cedera awal fibril kolagen (hialinisasi), invasi fibroblastik, dan kalsifikasi atau bisa saja osifikasi. Sebagian besar kasus timpanosklerosis terjadi di lapisan fibrosa tengah drum (Darmawan, 2013). Hemotimpanum Hemotympanum dapat didefinisikan sebagai akumulaszi darah dalam cavum timpani dengan membrane timpani berwarna merah atau biru. Warna yang tidak biasa ini disebabkan oleh cairan steril dengan darah di telinga tengah. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran konduktif, biasanya merasa penuh atau tertekan. Hemotympanum bukanlah penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit yang sering disebabkan oleh trauma. Hemotimpanum umumnya disebabkan oleh epistaksis, kelainan darah, dan trauma kepala tumpul (Darmawan, 2013). Dislokasi Tulang Pendengaran Dislokasi adalah kondisi ketika tulang keluar atau bergeser dari posisi normalnya pada sendi. Dislokasi tulang pendengaran dapat menimbulkan gangguan fisiologi organ auditorius. Kejadian dislokasi tulang pendengaran terbesar terjadi pada kasus cedera hebat di kepala (Lahdji & Primasari, 2017). b. Gangguan pendengaran sensorineural Gangguan pendengaran sensorineural adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh gangguan di sepanjang telinga bagian dalam atau disfungsi saraf pendengaran (Junianto & Moningka, 2014). Gangguan pendengaran sensorineural dapat dibagi menjadi gangguan pendengaran sensorineural koklea anterior dan gangguan pendengaran sensorineural koklea posterior. Gangguan pendengaran sensorineural di koklea dapat disebabkan terutama oleh displasia kongenital, labirinitis yang dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, keracunan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salinisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol (Marlina dkk, 2016). Berbagai penyebab terjadinya gangguan pendengaran ini adalah karena adanya infeksi, gangguan vaskular, dan gangguan imunologis, namun dalam kebanyakan kasus penyebabnya belum diidentifikasi. Sekitar setengah dari pasien biasanya sembuh total dalam waktu sekitar dua minggu. Terapi yang digunakan antara lain kortikosteroid, antivirus, terapi berbasis oksigen dan vasoaktif (Marlina dkk, 2016). c. Gangguan campuran Gangguan telingan campuran merupakan gabungan dari gangguan telinga konduktif dan gangguan telinga bagian sensorineural. Klasifikasi gangguan telinga jenis ini berdasarkan waktu onset dibagi menjadi dua jenis (Dhingra, 2007). 1. Prelingual Gangguan pendengaran prelingual terjadi sebelum perkembangan kemampuan bahasa seseorang. Gangguan pendengaran kongenital biasanya diklasifikasikan sebagai gangguan pendengaran prelingual. Orang dengan gangguan pendengaran prelingual cenderung secara fungsional lebih terbatas daripada orang gangguan pendengaran yang telah mengalami proses dalam berbahasa (Azwar, 2013). 2. Postlingual Gangguan pendengaran ini terjadi setelah seseorang mengembangkan keterampilan bahasa. Gangguan pendengaran ini terjadi setelah usia enam tahun (Dhingra, 2007). Tingkat kejadian gangguan pendengaran jenis ini jauh lebih jarang daripada gangguan pendengaran prelingual. Gangguan postlingual yang mendadak biasanya disebabkan oleh meningitis atau penggunaan dalam jangka lama terhadap obat ototoksik seperti gentamisin. Terlepas dari jenis dan timbulnya gangguan pendengaran, American National Standards Institute mengklasifikasikan gangguan pendengaran berdasarkan ambang pendengaran seseorang sebagai berikut: Gangguan pendengaran ringan : 1625 dB Gangguan pendengaran ringan: 2640 dB Gangguan pendengaran rata-rata: 4155 dB Gangguan pendengaran sedang: 5670 dB Gangguan pendengaran parah: 7190 dB (Dhingra, 2007) DAFTAR PUSTAKA Azwar, A. 2013. Deteksi Dini Gangguan Pendengaran pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 13(1), 59-64. Darmawan, A. B. 2013. Miringoplasti transkanal dengan tandur mukoperikondrium tragus. Pengalaman di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 43(2), 171-178. Dhingra. Disorder of middle ear. 2007. In:Diseases of ear, nose and throat. 4th Edition. Reed Elsevier; India.p. 59-65. Junianto, H., & Moningka, M. 2014. Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Di Tempat Hiburan Malam Di Kota Manado. eBiomedik, 2(1). Lahdji, A., & Primasari, A. 2017. Buku Ajar Sistem Telinga, Hidung dan Tenggorokkan. Marlina, S., Suwondo, A., & Jayanti, S. 2016. Analisis Faktor Risiko Gangguan Pendengaran Sensorineural pada Pekerja PT. X Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 4(1), 359-366. Waskito, H. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran sensorineural pekerja perusahaan minyak. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 2(5), 215-219.
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis