KELOMPOK VI
MAKASSAR
2019
1
KATA PENGANTAR
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Palumbo menyatakan bahwa pendengaran adalah suatu kecacatan
yang tetap dan sering diabaikan yang dapat secara dramatis
memengaruhi kualitas hidup seseorang. Penurunan pendengaran
adalah masalah kesehatan kedua yang memengaruhi lansia. Beberapa
orang yang menyatakan bahwa hal tersebut memiliki efek yang
bergerak seperti gelombang yang dapat memengaruhi area dasar
tertentu dari penampilan manusia, menurunkan kenikmatan hidup dan
menurunkan interaksi dengan orang lain dan rekreasi di luar rumah.
Pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun, antara 28 dan 55%
mengalami gangguan pendengaran dalam derajat yang berbeda.
Diantara mereka yang berusia lebih dari 80 tahun, 66% mengalami
gangguan pendengaran. Diperkirakan 90% orang yang berada dalam
institusi mengalami masalah pendengaran.
Lebih kurang 40% dari populasi lansia mengalami gangguan
pendengaran (presbiskusis). Gangguan pendengaran mulai dari derajat
ringan sampai berat dapat di pantau dengan menggunakan alat
audiometer. Pada umunya laki-laki lebih sering menderita gangguan
pendengaran di bandingkan perempuan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi gangguan pendengaran pada lansia.
2. Untuk mengetahui etiologi gangguan pendengaran pada lansia.
3. Untuk mengetahui klasifikasi gangguan pendengaran pada lansia.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis gangguan pendengaran pada
lansia.
5. Untuk mengetahui patofisiologi gangguan pendengaran pada lansia.
3
6. Untuk mengetahui pemeriksaan pada gangguan pendengaran pada
lansia.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan pendengaran pada
lansia.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan
gangguan pendengaran.
4
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
A. Defenisi
Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang menyertai
lanjutnya usia. Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer
di organ corti berupa hilangnya sel epitel syaraf yang di mulai pada usia
pertengahan (Brockle-hurst and Allen, 1987, Mills, 1985, Rees and
Deekert, 1990, Vander Cammen, 1991).
B. Etiologi
1. Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh:
a. Suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di dalam
telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan
fungsi pendengaran konduktif)
b. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf
pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran
sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan lagi
menjadi:
a. Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak
pada
telinga dalam).
b. Penurunan fungsi pendengaran neural (jika kelainannya terletak
pada saraf pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit
keturunan, tetapi mungkin juga disebabkan oleh:
a. Trauma akustik (suara yang sangat keras)
b. Infeksi virus pada telinga dalam
c. Obat-obatan tertentu
d. Penyakit Meniere
5
4. Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh:
a. Tumor otak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf
di sekitarnya dan infeksi batang otak.
b. Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke). Beberapa
penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).
C. Klasifikasi
1. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis
auditorius, membrana timpani atau tulang-tulang pendengaran.
Salah satu penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif yang
terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru
sering dilupakan pada pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan
lobang telinga dari serumen ini pendengaran bisa menjadi lebih baik.
2. Gangguan Pendengaran Tipe Sensori-Neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat
bising, prebiakusis, obat yang oto-toksik, hereditas, reaksi pasca
radang dan komplikasi aterosklerosis.
3. Prebiakusis
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi,
yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan
lanjutnya usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif
lambat. Terdapat beberapa tipe presbiakusis, yaitu :
a. Presbiakusis Sensorik
Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neuronal di
ganglion spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neuronal
akan menentukan apakah gangguan pendengaran yang timbul
berupa gangguan atas frekwensi pembicaraan atau pengertian
kata-kata.
b. Prebiakusis Strial
6
Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan
tengah dari kohlea. Prebiakusis jenis ini biasanya terjadi pada
usia yang lebih muda disbanding jenis lain.
c. Prebiakusis Konduktif Koklear
Diakibatkan oleh terjadinya perubahan mekanik pada
membrane basalis kohlea sebagai akibat proses dari
sensitivitas diseluruh daerah tes.
4. Tinitus
Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau
rendah, bisa terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih
keras di waktu malam atau ditempat yang sunyi. Apabila bising itu
begitu keras hingga bisa didengar oleh dokter saat auskkultasi
disebut sebagai tinnitus obyektif.
5. Persepsi Pendengaran Abnormal
Sering terdapat pada sekitar 50% lansia yang menderita
presbiakusis, yang berupa suatu peningkatan sensitivitas terhadap
suara bicara yang keras. Tingkat suara bicara yang pada orang
normal terdengar biasa, pada penderita tersebut menjadi sangat
mengganggu.
6. Gangguan Terhadap Lokalisasi Suara
Pada lansia seringkali sudah terdapat gangguan dalam
membedakan arah suara, terutama dalam lingkungan yang agak
bising.
D. Manifestasi Klinis
1. Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif perlahan
pada kedua telinga dan tidak didasari oleh penderita.
2. Suara-suara terdengar seperti bergumam, sehingga mereka sulit
untuk mengerti pembicaraan.
3. Sulit mendengar pembicaraan di sekitar, terutama jika berada di
tempat dengan latar belakang suara yang ramai.
7
4. Suara berfrekuensi rendah, seperti suara laki-laki, lebih mudah di
dengar daripada suara berfrekuensi tinggi.
5. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga.
Telinga terdengar berdenging (tinnitus).
E. Patofisiologi
Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrium terbagi
dalam 3 bagian yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga berisi
reseptor-reseptor yang menghantarkan gelombang suara kedalam
impuls-impuls saraf dan reseptor yang berespons pada gerakan
kepala.
Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan proses
penuaan adalah kulit telinga berkurang elastisitasnya. Daerah lobus
yang merupakan satu-satunya bagian yang tidak di sokong oleh
kartilago mengalami pengeriputan, aurikel tampak lebih besar, dan
tragus sering di tutupi oleh rumbai-rumbai rambut yang kasar.
Saluran auditorial menjadi dangkal akibat lipatan ke dalam. Pada
dindingnya silia menjadi lebih kaku dan kasar juga produksi serumen
agak berkurang dan cenderung menjadi lebih keringPerubahan atrofi
telinga tengah khususnya membran timpani karena proses penuan
tidak mempunyai pengaruh jelas pada pendengaran.
Perubahan yang tampak pada telinga tampak pada telinga
dalam adalah koklea yang berisi organ corti sebagai unit fungsional
pendengaran mengalami penurunan sehingga mengakibatkan
presbiskusis. Presbiskusis merupakan akibat dari proses degenaratif
pada satu / beberapa bagian koklea (strias vaskularis, sel rambut,
dan membran basilaris) maupun serabut saraf auditori. Presbiskusis
ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu
8
dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus menerus
, obat ototoksik, dan penyakit sistemik.
F. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan
menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga
sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga.
Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran
subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga,
telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf
pendengaran di otak.
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai
dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah
digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di
belakang telinga). Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang
tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea
mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi
gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf
pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam saraf pendengaran
dan jalur saraf pendengaran di otak. Jika pendengaran melalui
hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran
tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif. Jika pendengaran
melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli
sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan
sensorineural terjadi secara bersamaan.
2. Audometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran
secara tepat, yaitu dengan menggunakan suatu alat elektronik
(audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian dan
9
volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada
ditentukan dengan mengurangi volume dari setiap nada sehingga
penderita tidak lagi dapat mendengarnya.
Telinga kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.
Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran udara digunakan
earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui
hantaran tulang digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang
kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
3. Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus
diucapkan supaya bisa dimengerti. Kepada penderita
diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang memiliki
aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan perekaman
terhadap volume dimana penderita dapat mengulang separuh kata-
kata yang diucapkan dengan benar.
4. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan
untuk membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama.
Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang bunyinya
hampir sama.
Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang
diulang dengan benar) biasanya berada dalam batas normal. Pada
tuli sensori, nilai diskriminasi berada di bawah normal. Pada tuli
neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
5. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur
impedansi (tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah.
Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan penyebab
dari tuli konduktif.
Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber
suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di
10
saluran telinga. Dengan alat ini bisa diketahui berapa banyak suara
yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara yang
dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.
Hasil pemeriksaan menunjukkan apakah masalahnya berupa:
a. Penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan
telinga tengah dengan hidung bagian belakang)
b. Cairan di dalam telinga tengah
c. Kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang
menghantarkan suara melalui telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada
kontraksi otot stapedius, yang melekat pada tulang stapes (salah
satu tulang pendengaran di telinga tengah). Dalam keadaan normal,
otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh
(refleks akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan
melindungi telinga tengah.
Jika terjadi penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks
akustik akan berubah atau menjadi lambat. Dengan refleks yang
lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksi selama telinga
menerima suara yang gaduh.
6. Respon Auditoris Batang Otak
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul
akibat rangsangan pada saraf pendengaran. Respon auditoris
batang otak juga dapat digunakan untuk memantau fungsi otak
tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani
pembedahan otak.
7. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan
saraf pendengaran. Kadang pemeriksaan ini bisa membantu
menentukan penyebab dari penurunan fungsi pendengaran
sensorineural.
11
Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa
digunakan untuk menilai pendengaran pada penderita yang tidak
dapat atau tidak mau memberikan respon bawah sadar terhadap
suara. Misalnya untuk mengetahui ketulian pada anak-anak dan bayi
atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-
pura tuli).
G. Penatalaksanaan
Asuhan keperawatan gangguan sistem pendengaran lansia :
1. Bersihkan telinga, pertahankan komunikasi.
2. Berbicara pada telinga yang masih baik dengan suara yang tidak
terlalu keras.
3. Berbicara secara perlahan-lahan, jelas, dan tidak terlalu panjang.
4. Beri kesempatan klien untuk menjawab pertanyaan.
5. Gunakan sikap dan gerakan atau objek untuk memudahkan
persepsi klien.
6. Beri sentuhan untuk menarik perhatian sebelum memulai
pembicaraan.
7. Beri motivasi dan reinforcement.
8. Kolaborasi untuk menggunakan alat bantu pendengaran.
9. Lakukan pemeriksaan secara berkala.
12
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
- Keluhan utama
1. Pusing dirasakan terutama saat bergerak
2. nyeri seperti ditusuk jarum, pada pasien vertigo biasanya nyeri
kepala seperti berputar-putar
- Pemeriksaan fisik
1. Adanya dizziness terutama saat bergerak, nistagmus, unstable.
2. Gerakan mata yang abnormal menunjukkan adanya kelainan
fungsi di telinga bagian dalam atau saraf
3. Aktivitas /istirahat
Letih, lemah,malaise, keterbatasan gerak
4. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, denyutan vaskuler, pucat wajah tampak
kemerahan
5. Integritas Ego
Faktor-faktor strees / lingkungan tertentu
6. Makanan dan cairan
Mual muntah anoreksia, penurunan berat badan
7. Interaksi sosial
Perubahan tanggung jawab / peran interaksi yang berhubungan
dengan penyakit
13
Penyimpangan KDM
Degenerasi tulang-tulang
pendengaran bagian dalam
Atrofi koklea,
Hilangnya sel-sel rambut
pada basal kokhlea
HDR
kurang informasi
tentang penyakit
14
B. Diagnosa Keperawatan
C. Perencanaan Keperawatan
15
kekamar mandi dari berat
kognitif, defisit
indikator (2) menjadi
hipotensi ortostatik,
(5)
gangguan
keseimbangan,
gangguan
penglihatan,
neuropati)
4. Untuk
4. Monitor
mengetahui pasien
kemampuan
mampu berpindah
berpindah dari
dari tempat tidur ke
tempat tidur ke kursi
kursi roda.
roda dan sebaliknya.
Terapeutik :
1. Agar pasien
1. Orientasikan merasa nyaman
ruangan pada pasien
dan keluarga
2. Agar pasien
2. Pastikan roda
terlindungi
tempat tidur dan kursi
roda selalu dalam
kondisi terkunci
16
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh
2. Anjurkan
2. Agar pasien tidak
menggunakan alas
terjatuh
kaki yang tidak licin
3. Anjurkan
memanggil perawat 3. Agar pasien
jika membutuhkan terbantu.
bantuan untuk
berpindah
2 Dukungan mobilisasi
Setelah dilakukan
tindakan
Observasi
keperawatan selama
1x24 jam diharapkan 1. Identifikasi adanya 1. Agar diketahui
mobilitas fisik pasien nyeri atau keluhan letak nyeri
dapat teratasi dari fisik lainnya.
kriteria hasil : 2. Monitor kondisi
17
terganggu menjadi Pagar tempat tidur)
(5) tidak terganggu 2. Libatkan keluarga 2. Agar pasien
3). Berjalan menaiki untuk membantu terbantu
tangga dari indikator pasien dalam
(1) sangat terganggu meningkatkan
menjadi (5) sedikit pergerakan
terganggu
3. Agar pasien
3. Ajarkan mobilisasi terbiasa
sederhana yang
harus dilakukan (mis.
Duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur kekursi)
18
3 Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi 1. Untuk
tindakan mengetahui sirkulasi
Observasi :
keperawatan selama perifer
1. Periksa sirkulasi
1x24 jam diharapkan
perifer (mis. Nadi
Ketidakefektifan
perifer, edema,
perfusi perifer dapat
pengisian kapiler,
dikurangi dengan
warna, suhu, ankle-
kriteri hasil :
brachial index)
1). Pengisian kapiler 2. Agar diketahui
jari dari indikator (2) faktor apa saja yang
deviasi yang cukup 2. Identifikasi faktor mengganggu
besar dari kisaran resiko gangguan
normal menjadi (4) sirkulasi (mis.
deviasi ringan dari diabetes, perokok,
kisaran normal orang tua, hipertensi
dan kadar kolestrol
2). Pengisian kapiler 3. Untuk
tinggi)
jari kaki dari indikator mengetahui
(2) deviasi yang 3. Monitor panas, keadaan tubuh
cukup besar dari kemerahan, nyeri, pasien
kisaran normal atau bengkak pada
menjadi (4) deviasi eksteremitas.
ringan dari kisaran
normal 1. Agar tidak terjadi
Terapeutik :
tekanan pada
3). Tekanan darah
1. Hindari eksteremitas
sistolik dari indikator
pengukuran tekanan
(2) deviasi yang
darah pada
cukup besar dari
eksteremitas dengan
kisaran normal
keterbatasan perfusi 2. Untuk membantu
menjadi (5) tidak ada
19
deviasi dari kisaran menstabilkan ion-
normal ion
2. Lakukan hidrasi
4). Tekanan darah
diastolik dari
indikator (2) deviasi
1. Agar pasien
yang cukup besar Edukasi :
terhindar dari
dari kisaran normal 1. Anjurkan berhenti
penyakit
menjadi (5) tidak ada merokok.
deviasi dari kisaran
normal 2. Agar pasien
5) Nilai rata-rata merasa tubuhnya
tekanan darah dari 2. Anjurkan sehat dan kuat
20
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Gangguan pendengaran merupakan suatu keadaan yang
menyertai lanjutnya usia.
2. Dengan makin lanjutnya usia terjadi degenerasi primer di organ
corti berupa hilangnya sel epitel syaraf yang di mulai pada usia
pertengahan.
3. Beberapa dari tanda dan gejala yang paling umum dari penurunan
pendengaran yaitu Kesulitan mengerti pembicaraan,
Ketidakmampuan untuk mendengarkan bunyi-bunyi dengan nada
tinggi, Kesulitan membedakan pembicaraan; bunyi bicara lain yang
parau atau bergumam, Masalah pendengaran pada kumpulan
yang besar, terutama dengan latar belakang yang bising.
4. Perubahan atrofi telinga tengah khususnya membran timpani
karena proses penuan tidak mempunyai pengaruh jelas pada
pendengaran. Perubahan yang tampak pada telinga tampak pada
telinga dalam adalah koklea yang berisi organ corti sebagai unit
fungsional pendengaran mengalami penurunan sehingga
mengakibatkan presbiskusis
B. Saran
Perawat harus memberikan asuhan keperawatan dengan benar
dan bertanggung jawab
Keluarga harus memberi dukungan dan motivasi pada klien
untuk mengembangkan kemampuan berhubungan dengan orang
lain.
Keluarga harus memotivasi klien untuk selalu menjaga
kebersihan telinganya.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Iskandar, Nurbaiti.2006.Ilmu penyakit Telinga Hidung Tenggorokan
untuk Perawat.Jakarta:FKUI
23