KATA PENGANTAR
Puji syukur kami naikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih
karunianya kami dapat menyelesikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Hirschprung“ ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami saling bertukar pikiran untuk
membuatnya. Dalam kesempatan ini kami ingin berterima kasih kepada dosen
yang telah memberikan kami tugas ini, agar membantu kami dalam mengetahui
lebih dalam mengenai Asuhan Keperawatan Hirschprung dengan mencari sendiri
referensi yang kami butuhkan & merampungkannya dalam sebuah makalah & tak
lupa segala bantuan yang di berikan oleh dosen yang bersangkutan, yang telah
meluangkan waktunya walaupun beliau sangat sibuk & memberikan kami
bimbingan dalam menyelesaikan makalah kami.
Kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini sangat
mengharapkan kritik & saran yang bersifat membangun dari dosen mata kuliah ini
& juga pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian 6
B. Etiologi 7
C. Factor Resiko & Klasifikasi 7
D. Patofisiologi 8
E. Pathway 9
F. Gambaran Klinis 10
G. Komplikasi 11
H. Pemeriksaan Diagnostic 11
I. Penatalaksanaan 13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KTO DENGANDEMENISIA
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 27
B. Saran 27
Daftar Pustaka 28
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit Hirschsprung (Megakolon) merupakan kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus (obstruksi ileus).Tersering pada neonatus,
dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir kurang lebih 3 Kg,
dan lebih banyak terjadi pada laki – laki dari pada perempuan. Pasien dengan
penyakit Hirschprung pertama kali dilaporkan pada tahun1961 oleh Frederick
Ruysch, namun seorang dokter anak bernama Harold Hirschprung pada tahun
1886 yang mempublikasikan penjelasan klasik mengenai megakolon
kongenital ini. Penyakit Hirschprung ini ditandai oleh tidak adanya
selmyenteric dan ganglion submukosal (pleksus Auerbach dan Meissner)
disepanjang traktus digestif distal. Penyakit ini menyebabkan penurunan
motilitas pada segmen usus yang terkena, kurangnya gelombang peristaltik
menuju kolon yang aganglion, dan relaksasi abnormal pada segmen ini.
Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu
penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak
adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang
mengendalikan kontraksi ototnya Usus besar.
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat
20 - 40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN
CiptoMangunkusomo Jakarta. (Kartono, 2002)
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti
adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi
faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).
Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit
Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup
signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya
saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan nurologi seperti
4
ii
1.3 TUJUAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Agar mahasiswa mengetahui tinjauan terori Hisprng serta
asuhan keperawatannya dan untuk memenuhi tugas Keperawatan
Anak II pada semester VI.
1.3.2 TUJUAN KHUSUS
a. Untuk mengetahui pengertian hirschprung.
b. Untuk mengetahui etiologi hirschprung.
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis hirschprung.
d. Untuk mengetahui komplikasi hirschprung.
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan hirschprung.
f. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Hirschprung.
5
ii
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatik pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
( Ngastiyah,1997;139).
Hirschprung atau megacolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada
bayi dengan berat badan lahir 3 Kg, lebih banyak laki-laki dari pada
perempuan ( Arief Mansjoeer : 2000).
Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megakolon (aganglionik megakolon) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam
rectum dan sebagian tidak ada dalam kolon. (Suriadi, 2001).
Penyakit hirschprung atau megakolon congenital adalah tidak adanya sel-
sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. (Cecily L. Betz,
2002; 196).
Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit yang tidak adanya sel –
sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak
adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak
adanya evakuasi usus spontan( Betz,Cecily& amp; Sowden : 2010 ).
Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megakolon (aganglionik megakolon) yaitu adanya sel ganglion parasimpatik,
mulai dari spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang
bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
Jadi penyakit hirschprung adalah suatu kelainan bawaan di mana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatik, mulai dari spingter ani interna kearah
proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus
halus.
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari
anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
6
ii
2.2 ETIOLOGI
1) Penyakit hirschsprung diduga sebagai defek congenital familia.
2) penyakit hirschsprung terjadi akibat kegagalan perpindahan
kraniokaudal dari precursor sel saraf ganglion sepanjang saluran GI antara
minggu kelima dan kedua belas gestasi.
3) Sering terjadi pada anak dengan down syndrome.
4) Megakolon pada hirschprung primer disebabkan oleh
gangguan peristaltik dibagian usus distal dengan defisiensi ganglion .
5) Tidak diketahui secara pasti kemungkinan factor genetic dan
factor lingkungan.
6) Mungkin terdapat suatu kegagalan migrasi sel-sel dari puncak
neural embrionik ke dinding usus atau kegagalan dari pleksus-pleksus
mienterikus dan submukosa untuk bergerak ke kraniokaudal dalam dinding
usus tersebut.
7
ii
2.4 PATOFISIOLOGI
1) Tidak adanya sel ganglion parasimpatik otonom pada satu
segmen kolon menyebabkan kurangnya persarafan di segmen tersebut.
2) Kurangnya persarafan menyebabkan tidak adanya gerakan
mendorong, menyebabkan akumulasi isi intestinal dan distensi usus
proksimal terhadap defek.
3) Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna
untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltic secara normal.
4) Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan berkumpul
dibagian proksimal dan terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon
tersebut melebar (megakolon).
5) Enterokolitis, inflamasi usus halus dan kolon, merupakan
penyebab utama kematian pada anak-anak dengan penyakit Hirschprung.
Hal itu terjadi sebagai akibat dari distensi intestin dan iskemia (sekunder)
akibat distensi dinding usus.
8
ii
2.5 PATHWAY
Menekan lambung
Megacolon
Gangguan eliminasi alvi
Distensi abdomen
Nyeri
Pembedahan
Mual, muntah
Colostomy ↓ Jumlah cairan
Anoreksia
Nyeri Gangguan
keseimbangan
Gangguan cairan
Gangguan nutrisi kurang
integritas kulit dari
Resiko
infeksi
9
ii
10
ii
2.7 KOMPLIKASI
1) Gawat pernafasan akut
2) Enterokolitis akut
3) Triktura ani pasca bedah
4) Inkontinensia jangka panjang
5) Obstruksi usus
6) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
7) Konstipasi
11
ii
2) Enema Barium
Barium enema Pemeriksaan yang merupakan standard dalam
menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah Barium Enema, dimana akan
dijumpai 3 tanda khas:
a. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal
yang panjangnya bervariasi.
b. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitanke
arah daerah dilatasi.
c. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas,
maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-
48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces.Gambaran khasnya
adalah terlihatnya barium yang membaur denganfeces kearah proksimal
kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai
dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan
sigmoid. (Gambar 4)
12
ii
2.9 PENATALAKSANAAN
1) Medik
Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya (merupakan tindakan
sementara) dipasang pipa rectum, dengan atau tanpa dilakukan pembilasan
dengan air garam fisiologis secara teratur.
a. Bayi dengan obstruksi akut
Pemeriksaan rectal atau
memasukkan pipa rectal sering dapat memperbaiki keadaan sementara
waktu
Mengosongkan rectum
tiap hari dengan cairan NaCl 0,9 %
b. Pengobatan enterokolitis
2) Bedah
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal. Pembedahan yang dilakukan yaitu:
a. Kolosto
mi sementara pada bagian transisi segera setelah dipastikan diagnosis,
13
ii
14
ii
Prosedur Duhame
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk
mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip
dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik
ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik,
menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan
dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga
membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud
dkk,1997).
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan
fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu
panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur
Duhamel, diantaranya :
1. Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2
buahklem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk
mencegahinkontinensia.
2. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian
stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;
3. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan
anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian.
4. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik
transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan
secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah
denganmemotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah
klem keduaklem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem
disini lebih dititikberatkan pada fungsi hemostasi.
15
ii
Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein
tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak
tinggi.Namunoleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan
bedah definitive Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini
adalah membuang mukosarektum yang aganglionik,
kemudianmenarik terobos kolon proksimal yangganglionik masuk
kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan
rectumpada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge),
menggunakan jahitan1 lapis yang dikerjakan intraabdominal
ekstraperitoneal. Pasca operasi,sangat penting melakukan businasi
secara rutin guna mencegah stenosis.
3) Keperawatan
1. Kaji, dan laporkan dengan segera setiap tanda-tanda enterokolitis.
2. Tingkatkan hidrasi yang adekuat.
3. Kaji fungsi usus.
a. Kaji pasase mekonium pada neonatus.
b. Perhatikan dan catat frekuensi dan karakteristik feses
pada bayi dan anak yang lebih besar.
c. Ukur lingkar abdomen secara periodik untuk mengkaji
adanya peningkatan distensi.
4. Tingkatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan usia anak dan kebutuhan
nutrisi (Beri makan sedikit tapi sering).
5. Berikan enema, sesuai program untuk mengatasi konstipasi.
6. Hindari mengukur suhu melalui rectum karena berpotensi merusak
mukosa yang lembut.
7. Beri obat-obatan yang diprogramkan, dapat mencakup :
a. Nak mereka, jika sesuai.Antibiotik sistemik diberikan dengan
enema untuk mengurangi flora intestinal.
16
ii
17
ii
18
ii
19
ii
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Pada By. A
di Ruang Perinatologi IRNA IV RSU dr. Saiful Anwar Malang
kasus:
Bayi A datang ke RSUD Kepanjen dan dirujuk ke RSU dr.SAiful Anwar
Malang pada tanggal 09-05-2014 dengan keluhan tidak dapat buang air besar
sejak lahir, kentut hanya sekali, tidak pernah kecirit dan perut membesar. Bayi
dibawa dan dirawat diruang perinatology. Bayi dinyatakan menderita hisprung
disease.TTV : TD : 100/150 mmHg, N : 120 x/menit, Suhu : 36,2 C, RR : 40
x/menit
I. BIODATA
IDENTITAS BAYI
Nama : By. A
No.Register : 1175670
Umur : 13 Hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi
Malang
Tanggal lahir : 06 Mei 2014
Diagnosa medis : Obstruksi Usus Letak Rendah + Hisprung Disease
IDENTITAS AYAH
Nama : Tn. S
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi
Malang
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Kuli Bangunan
II. KELUHAN UTAMA.
Saat MRS : Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya
sekali, tidak pernah kecirit dan perut membesar
Saat Pengkajian :By. A buang air besar dengan konsistensi cair, muntah
saat minum,dan hipotermi.
III. RIWAYAT KESEHATAN
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali, tidak pernah
kecirit dan perut membesar. Bayi dibawa ke RSUD Kepanjen dan dirujuk ke RSU
20
ii
B. RIWAYAT KEHAMILAN
- Pemeriksaan rutin : ANC ke bidan puskesmas rutin setiap bulan.
- Penyakit yang diderita selama hamil : Pilek
- Keluhan saat hamil : Hanya pada trimester I : Pusing dan mual.
- Imunisasi : Tidak pernah
- Obat / vitamin yang dikonsumsi : Tablet Fe dan Komix
- Riwayat minum jamu : Tidak pernah
- Riwayat dipijat : Tidak pernah
- Masalah : Ketuban Merembes
C. RIWAYAT PERSALINAN
- Cara Persalinan : Normal/ Spontan
- Tempat : Polindes
- Penolong : Bidan
- Usia gestasi : 37-38 minggu
- Kondisi Ketuban : Warna Jernih
- Letak : Bujur
- BB/PB/LK/LD :3600 gram/55cm/39cm/32cm.
c. Mata
- Kebersihan : Bersih
- Pandangan : Baik, belum terfokus
- Sklera : Tidak Icterus
21
ii
- Konjungtiva : Anemis
- Pupil : Normal, Reflek cahaya baik, bereaksi bila ada cahaya.
- Gerakan bola mata : Normal, memutar dengan baik
- Sekret : Tidak ada
d. Hidung
- Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
- Struktur : Normal
- Kelainan lain : Tidak ada
- Sekresi : Tidak ada
e. Telinga
- Kebersihan : Bersih
- Sekresi : Tidak ada
- Struktur : Normal, simetris
g. Leher
- Kelenjar Tiroid : Tidak ada pembesaran
- Arteri Karotis : Teraba berdenyut teratur dan kuat
- Trachea : Berada di garis tengah
22
ii
j. Abdomen
- Bentuk : destended abdomen
- Bising Usus : Normal, 5 x/menit
- Benjolan : Tidak ada
- Turgor : > 3 detik
- Hepar, lien : Tidak teraba
- Distensi : Ya, terdapat nyeri tekan.
l. Integumen
- Warna kulit : Kuning kecoklatan
- Kelembapan : Kering
- Lesi : Tidak ada
- Warna Kuku : Pucat
- Kelainan : Tidak ada
V. REFLEKS PRIMITIF
1. Rooting Refleks (Refleks mencari)
Baik. Bayi merespon ketika pipi dibelai / disentuh bagian pinggir mulutnya dan
mencari sumber rangsangan tersebut.
6. Reflek Babinski
Cukup baik. Gerakan jari-jari mencengkram saat bagian bawah kaki diusap.
VI. RIWAYAT IMUNISASI
Bayi belum mendapatkan imunisasi.
23
ii
ANALISA DATA
Nama Pasien : By. A
Umur : 13 Hari
No. Registrasi : 11175670
DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
24
ii
Nama : By. A
No. Reg : 11175670
No. Rencana Perawatan
Hari /
DX
Tgl
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Senin 1 Setelah dilakukan tindakan asuhan 1.Monitor TTV
19 Mei keperawatan selama 3 x 24 jam, 2. Monitor kemampuan bayi menghisap
2014 nutrisi bayi dapat terpenuhi. 3. Berikan susu formula / ASI secara
Kriteria Hasil :
rutin dan sesuai dengan kebutuhan bayi.
Daya menghisap bayi kuat
BB dalam batas normal
Albumin normal
Mukosa bibir lembab
25
ii
26
ii
CATATAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : By. A
No. Registrasi : 11175670
Hari / No. Tindakan Keperawatan EVALUASI
(Implementasi)
Tgl / Dx
Jam
Senin 1 1. Mengukur TTV (suhu, RR, dan nadi) S: -
20 Mei O : pasien
2. Memantau kemampuan bayi
2014 tampak tidak
Pukul menghisap rewel dan tidak
10.00 menangis
3. Memberikan susu formula/ASI secara
WIB A: masalah
rutin dan sesuai dengan kebutuhan teratasi
P: lanjutkan
bayi.
2 intervensi
S:-
O : pasien
tampak tidak
1. Mengobservasi turgor kulit dan CRT demam
A : masalah
apakah kembali < 2 detik atau tidak.
teratasi
2. Mengobservasi intake dan output P : lanjutkan
3. Kolaborasi dengan tim medis dalam intervensi
pemberian cairan intravena dan
elektrolit.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi selanjutnya.
1.
BAB 4
PENUTUP
27
ii
4.1 KESIMPULAN
Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megakolon (aganglionik megakolon) yaitu adanya sel ganglion
parasimpatik,mulai dari spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang
yang bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
Penyebabnya : Adanya kegagalan sel-sel neural pada masa embrio
dalam dinding usus,sering terjadi pada anak dengan down syndrome,
gangguan peristaltik dibagian usus distal dengan defidiensi ganglion.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschprung dapat
dibedakan 2 tipe, yaitu: penyakit hirschprung segmen pendek dan penyakit
hirschprung segmen panjang.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan bawaan tunggal. Jarang sekali ini terjadi pada bayi
prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain.
4.2 SARAN
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurang-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang,dan kami juga
berharap: Pengetahuan tetang Asuhan Keperawatan Hirschprung harus terus di
kembangkan dan di terapkan dalam bidang kaehatan dalam menangani klien.
Kami berharap dengan mempelajariAsuhan Keperawatan Hirschprung,kita
menjadi mengerti dan paham baik teori maupun penerapannya dalam bidang
kesehatan.
28
ii
DAFTAR PUSTAKA
Asep Setiawan, et all, Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik (Pediatric
Nursing) Edisi 3, Jakarta : EGC
Asep Setiawan, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal.
Chris Brooker. (2008). Ensiklopedia Keperawtan alih Bahasa Oleh Estu Tiar.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. (1990). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume
2. Jakarta : EGC
Richard E. Behrma, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Alih Bahasa A. Samik Wahab Edisi 15. Jakarta : ECG
R. Sjamsuhidayat dan Wim de jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan, Pamela. L (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC
29