Anda di halaman 1dari 29

Makalah Keperawatan Anak II

Dosen Alfiah A S.Kep.,Ns.,M.Kep

ASUHAN KEPERAWATAN HIRSCHPRUNG

Oleh: Kelompok 1/A1 2018


DIAN ANUGRAH WATTY NH0118013
DOLFINA YUBEL ASNAT SINONAFIN NH0118014
HOLIDA RACHMAWATY RENFAAN NH0118030
MATHILDA SANDY NH0118044

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami naikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih
karunianya kami dapat menyelesikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Hirschprung“ ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami saling bertukar pikiran untuk
membuatnya. Dalam kesempatan ini kami ingin berterima kasih kepada dosen
yang telah memberikan kami tugas ini, agar membantu kami dalam mengetahui
lebih dalam mengenai Asuhan Keperawatan Hirschprung dengan mencari sendiri
referensi yang kami butuhkan & merampungkannya dalam sebuah makalah & tak
lupa segala bantuan yang di berikan oleh dosen yang bersangkutan, yang telah
meluangkan waktunya walaupun beliau sangat sibuk & memberikan kami
bimbingan dalam menyelesaikan makalah kami.
Kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini sangat
mengharapkan kritik & saran yang bersifat membangun dari dosen mata kuliah ini
& juga pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya.
Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat.

Makassar, 18 Oktober 2020

Penyusun
ii

DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian 6
B. Etiologi 7
C. Factor Resiko & Klasifikasi 7
D. Patofisiologi 8
E. Pathway 9
F. Gambaran Klinis 10
G. Komplikasi 11
H. Pemeriksaan Diagnostic 11
I. Penatalaksanaan 13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KTO DENGANDEMENISIA
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 27
B. Saran 27
Daftar Pustaka 28
ii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit Hirschsprung (Megakolon) merupakan kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus (obstruksi ileus).Tersering pada neonatus,
dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir kurang lebih 3 Kg,
dan lebih banyak terjadi pada laki – laki dari pada perempuan. Pasien dengan
penyakit Hirschprung pertama kali dilaporkan pada tahun1961 oleh Frederick
Ruysch, namun seorang dokter anak bernama Harold Hirschprung pada tahun
1886 yang mempublikasikan penjelasan klasik mengenai megakolon
kongenital ini. Penyakit Hirschprung ini ditandai oleh tidak adanya
selmyenteric dan ganglion submukosal (pleksus Auerbach dan Meissner)
disepanjang traktus digestif distal. Penyakit ini menyebabkan penurunan
motilitas pada segmen usus yang terkena, kurangnya gelombang peristaltik
menuju kolon yang aganglion, dan relaksasi abnormal pada segmen ini.
Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu
penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak
adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang
mengendalikan kontraksi ototnya Usus besar.
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk
Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat
20 - 40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN
CiptoMangunkusomo Jakarta. (Kartono, 2002)
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti
adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi
faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).
Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit
Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup
signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya
saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan nurologi seperti

4
ii

refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesicaurinaria (mencapai


1/3 kasus). (Swenson, dkk, 2003)
Mortalitas dari kondisi ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam
diagnosis, perawatan intensif neonatus, teknik pembedahan, dan diagnosis
dan penatalaksanaan penyakit Hirschprung dengan enterokolitis.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang di maksud dengan Hirschprung?
2. Bagaimanakah etiologi hirschprung?
3. Bagaimanakah manifestasi klinis hirschprung?
4. Apa sajakah komplikasi hirschprung?
5. Bagaimanakah penatalaksanan hirschprung?
6. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Hirschprung?

1.3 TUJUAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Agar mahasiswa mengetahui tinjauan terori Hisprng serta
asuhan keperawatannya dan untuk memenuhi tugas Keperawatan
Anak II pada semester VI.
1.3.2 TUJUAN KHUSUS
a. Untuk mengetahui pengertian hirschprung.
b. Untuk mengetahui etiologi hirschprung.
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis hirschprung.
d. Untuk mengetahui komplikasi hirschprung.
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan hirschprung.
f. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Hirschprung.

5
ii

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion
parasimpatik pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
( Ngastiyah,1997;139).
Hirschprung atau megacolon adalah kelainan bawaan penyebab
gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada
bayi dengan berat badan lahir 3 Kg, lebih banyak laki-laki dari pada
perempuan ( Arief Mansjoeer : 2000).
Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megakolon (aganglionik megakolon) yaitu tidak adanya sel ganglion dalam
rectum dan sebagian tidak ada dalam kolon. (Suriadi, 2001).
Penyakit hirschprung atau megakolon congenital adalah tidak adanya sel-
sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. (Cecily L. Betz,
2002; 196).
Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit yang tidak adanya sel –
sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak
adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak
adanya evakuasi usus spontan( Betz,Cecily& amp; Sowden : 2010 ).
Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megakolon (aganglionik megakolon) yaitu adanya sel ganglion parasimpatik,
mulai dari spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang
bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
Jadi penyakit hirschprung adalah suatu kelainan bawaan di mana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatik, mulai dari spingter ani interna kearah
proksimal dengan panjang yang bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus
halus.
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari
anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi

6
ii

kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi


membesar (mega kolon). (Gambar 1)

Gambar 1. Gambaran kolon normal dan kolon yang tidak normal

2.2 ETIOLOGI
1) Penyakit hirschsprung diduga sebagai defek congenital familia.
2) penyakit hirschsprung terjadi akibat kegagalan perpindahan
kraniokaudal dari precursor sel saraf ganglion sepanjang saluran GI antara
minggu kelima dan kedua belas gestasi.
3) Sering terjadi pada anak dengan down syndrome.
4) Megakolon pada hirschprung primer disebabkan oleh
gangguan peristaltik dibagian usus distal dengan defisiensi ganglion .
5) Tidak diketahui secara pasti kemungkinan factor genetic dan
factor lingkungan.
6) Mungkin terdapat suatu kegagalan migrasi sel-sel dari puncak
neural embrionik ke dinding usus atau kegagalan dari pleksus-pleksus
mienterikus dan submukosa untuk bergerak ke kraniokaudal dalam dinding
usus tersebut.

2.3 FAKTOR RESIKO DAN KLASIFIKASI


Penyakit ini disebabkan agang lionosis Meissner dan
Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingterani internus kearah
proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon

7
ii

dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga


terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom,
kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi,
kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosadinding plexus (Budi,2010)
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschprung dapat
dibedakan 2 tipe, yaitu:
1) Penyakit hirschprung segman pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini
merupakan 70 % dari kasus penyakit hirschprung dan lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dari pada anak perempuan.
2) Penyakit hirschprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh
kolon atau usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki
maupun perempuan.

2.4 PATOFISIOLOGI
1) Tidak adanya sel ganglion parasimpatik otonom pada satu
segmen kolon menyebabkan kurangnya persarafan di segmen tersebut.
2) Kurangnya persarafan menyebabkan tidak adanya gerakan
mendorong, menyebabkan akumulasi isi intestinal dan distensi usus
proksimal terhadap defek.
3) Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna
untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltic secara normal.
4) Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan berkumpul
dibagian proksimal dan terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon
tersebut melebar (megakolon).
5) Enterokolitis, inflamasi usus halus dan kolon, merupakan
penyebab utama kematian pada anak-anak dengan penyakit Hirschprung.
Hal itu terjadi sebagai akibat dari distensi intestin dan iskemia (sekunder)
akibat distensi dinding usus.

8
ii

2.5 PATHWAY

Tidak adanya sel ganglion

Tidak adanya peristaltik usus secara spontan

Makanan menumpuk di colon Mekonium terlambat / tidak


ada mekonium

Colon dilatasi Konstipasi

Menekan lambung
Megacolon
Gangguan eliminasi alvi

Distensi abdomen
Nyeri
Pembedahan

Mual, muntah
Colostomy ↓ Jumlah cairan

Anoreksia

Nyeri Gangguan
keseimbangan
Gangguan cairan
Gangguan nutrisi kurang
integritas kulit dari

Resiko
infeksi

9
ii

2.6 GAMBARAN KLINIS


Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi
dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai
berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen
dan ketidak adaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium
diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi
usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan
tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi
abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 :
317 ).
(1). Bayi baru lahir
Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir,
malas minum, distensi abdomen,dan emesis yang mengandung empedu.
(Gambar 2)

Gambar 2. Foto pasien penderita Hirschprung berusia 3 hari.


Terlihat abdomen sangat distensi dan pasien tampak menderita
(2). Bayi
Gagal tumbuh, kontipasi, distensi abdomen, muntah, dan diare episodik.
(3). Anak-anak yang lebih besar
Anoreksia, konstipasi kronis feses berbau busuk dan berbentuk pita,
distensi abdomen, peristalsis yang dapat terlihat, massa feses dapat

10
ii

dipalpasi, malnutrisi atau pertumbuhan yang buruk, tanda-tanda


anemia, dan hipoproteinemia.
Tanda-tanda yang memburuk yang menandakan enterokolitis antara
lain diare hebat yang tiba-tiba, diare bercampur darah, demam, dan kelelahan
yang parah.

2.7 KOMPLIKASI
1) Gawat pernafasan akut
2) Enterokolitis akut
3) Triktura ani pasca bedah
4) Inkontinensia jangka panjang
5) Obstruksi usus
6) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
7) Konstipasi

2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1) Foto Polos Abdomen (BNO)
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan
penumpukan udara di daerah rektum. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai
gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk
membedakan usus halus dan usus besar. Bayangan udara dalam kolon pada
neonatus jarang dapat bayangan udara dalam usus halus. Daerah rektosigmoid
tidak terisi udara. Pada foto posisi tengkurap kadang-kadang terlihat
jelas bayangan udara dalam rektosigmoid dengan tanda-tanda
klasik  penyakit Hirschsprung. (Gambar 3)

Gamabar 3. Foto polos


abdomen menunjukan
dilatasi usus dan daerah
rektrosigmoid tidak berisi
udara.

11
ii

2) Enema Barium 
Barium enema Pemeriksaan yang merupakan standard dalam
menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah Barium Enema, dimana akan
dijumpai 3 tanda khas:
a. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal
yang panjangnya bervariasi.
b. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitanke
arah daerah dilatasi.
c. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas,
maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-
48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces.Gambaran khasnya
adalah terlihatnya barium yang membaur denganfeces kearah proksimal
kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun disertai
dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan
sigmoid. (Gambar 4)

Gambar 4. Tampak rectum yang mengalami penyempitan,


dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar.

3) Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat


penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa
4) Biopsi otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawah narkose. Pemeriksaan ini bersifat traumatic
5) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap.
Pada penyakit ini khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin
esterase

12
ii

6) Pemeriksaan aktivitas norepineprin dari jaringan biopsi usus.


7) Anal manometri (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur tekanan
dalam rektum)
Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometri
mengukur tekanan dari otot sfingter anal dan seberapa baik seorang dapat
merasakan perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak yang
memiliki penyakit Hirschsprung otot pada rectum tidak relaksasi secara
normal. Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan mendorong.
Tekanan otot spinkter anal diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorang
mengencangkan otot spinkter seperti mencegah sesuatu keluar.
Mendorong, seseorang seolah mencoba seperti pergerakan usus. Tes ini biasanya
berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan dewasa.

2.9 PENATALAKSANAAN
1) Medik
Bila belum dapat dilakukan operasi, biasanya (merupakan tindakan
sementara) dipasang pipa rectum, dengan atau tanpa dilakukan pembilasan
dengan air garam fisiologis secara teratur.
a. Bayi dengan obstruksi akut
 Pemeriksaan rectal atau
memasukkan pipa rectal sering dapat memperbaiki keadaan sementara
waktu
 Mengosongkan rectum
tiap hari dengan cairan NaCl 0,9 %
b. Pengobatan enterokolitis
2) Bedah
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion
aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinkter ani internal. Pembedahan yang dilakukan yaitu:
a. Kolosto
mi sementara pada bagian transisi segera setelah dipastikan diagnosis,

13
ii

dikonfirmasikan dengan pemeriksaan histology sehinggaakan


mengurangi adanya enterolitis
b. Anastom
osis definitive bagian yang mempunyai ganglion dengan saluran anus,
dilakukan pada umur 9 sampai 12 bulan atau 6 bulan setelah kolostomi
pada anak yang lebih besar
 Prosudur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula
memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai
tindakan bedahdefinitif pada penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya,
operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan
preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal
dari linea dentata, sebenarnya adalahmeninggalkan daerah
aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering
dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson
memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan
spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm
rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior5.
Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen,
melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah
hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding
rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati
saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik,
selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya
telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui
saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2 cm dari
anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior,
selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan kolon
proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan
dengan 2lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler.

14
ii

Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum


pelvik / abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan
kavum abdomen ditutup.

 Prosedur Duhame
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk
mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip
dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik
ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik,
menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan
dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga
membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud
dkk,1997).
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan
fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu
panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur
Duhamel, diantaranya :
1. Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2
buahklem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk
mencegahinkontinensia.
2. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian
stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;
3. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan
anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian.
4. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik
transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan
secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah
denganmemotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah
klem keduaklem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem
disini lebih dititikberatkan pada fungsi hemostasi.

15
ii

 Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein
tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak
tinggi.Namunoleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan
bedah definitive Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini
adalah membuang mukosarektum yang aganglionik,
kemudianmenarik terobos kolon proksimal yangganglionik masuk
kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
 Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana
dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan
rectumpada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge),
menggunakan jahitan1 lapis yang dikerjakan intraabdominal
ekstraperitoneal. Pasca operasi,sangat penting melakukan businasi
secara rutin guna mencegah stenosis.
3) Keperawatan
1. Kaji, dan laporkan dengan segera setiap tanda-tanda enterokolitis.
2. Tingkatkan hidrasi yang adekuat.
3. Kaji fungsi usus.
a. Kaji pasase mekonium pada neonatus.
b. Perhatikan dan catat frekuensi dan karakteristik feses
pada bayi dan anak yang lebih besar.
c. Ukur lingkar abdomen secara periodik untuk mengkaji
adanya peningkatan distensi.
4. Tingkatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan usia anak dan kebutuhan
nutrisi (Beri makan sedikit tapi sering).
5. Berikan enema, sesuai program untuk mengatasi konstipasi.
6. Hindari mengukur suhu melalui rectum karena berpotensi merusak
mukosa yang lembut.
7. Beri obat-obatan yang diprogramkan, dapat mencakup :
a. Nak mereka, jika sesuai.Antibiotik sistemik diberikan dengan
enema untuk mengurangi flora intestinal.

16
ii

b. Pelunak feses diberikan untuk mengatasi konstipasi.


8. Turunksn ketidaknyamanan akibat dari distensi abdomen.
a. Tinggikan kepala tempat tidur.
b. Ubah posisi anak dengan sering.
c. Kaji adanya kesulitan bernapas dikaitkan dengan distensi.
9. Dukung anak dan orang tua.
a. Anjurkan anak dan orang tua untuk mengungkapkan perasaan dan
kekhawatirannya.
b. Anjurkan orang tua untuk mengunjungi dan berpartisipasi dalam
perawatan
10. Persiapkan anak dan orang tua untuk setiap prosedur dan pengobatan,
yang mencakup :
a. Dilatasi anus secara manual, penatalaksanaan diet dan
pembersihan dengan enema sampai anak mempu menoleransi
pembedahan.
b. Pembedahan untuk mengangkat segmen kolon aganglionik yang
tidak berfungsi, dilanjutkan dengan anastomosis dalam tiga
tahap :
1) Kolostomi sementara sebelum pembedahan definitif untuk
mengistirahatkan usus dan meningkatkan berat badan
anak.
2) Reanastomosis dengan menggunakan teknik penarikan
abdominoperineal sekitar 9 sampai 12 bulan kemudian.
3) Penutupsn kolostomi sekitar 3 bulan kemudian setelah
prosedur penarikan abdominoperineal.
c. Tanggung jawab perawat untuk asuhan praoperasi antara lain :
1) Membantu dengan terapi simtomatik untuk memperbaiki
status fisik anak dalam menghadapi pembedahan. Terapi
dapat mencakup enema ; diet rendah serat, tinggi kalori,
tinggi protein ; dan tidak jarang, penggunaan nutrisi
parenteral total (TPN, totall parenteral nutrion).

17
ii

2) Mempersiapkan usus untuk pembedahan dengan enema


salin yang berulang-ulang, antibiotik sistemik, dan irigasi
antibiotik kolonik untuk menurunkan flora usus. Persiapan
usus tidak diperlukan untuk bayi baru lahir karena
ususnya masih steril.
d. Tanggung jawab perawat untuk perawatan pascaoperatif antara
lain :
1) Tetap mempuaskan anak selama periode pascaoperasi
awal.
2) Memantau asupan dan haluatan cairan, termasuk drainase
slang nasogastrik.
3) Menjauhkan popok anak dar pakaian untuk mencegah
kontaminasi.
4) Mengawali pemberian cairan oral sewaktu fungsi usus
pulih, biasanya setelah bising usus dapat diidentifikasi.
5) Memberikan perawatan ostomi jika diindikasikan. Hal ini
mencakup persiapan kulit, penggunaan alat pengumpul
feses, perawatan alat-alat, pengendalian bau, dan
memantau masalah-masalah seperti feses berbentuk pita,
diare berlebihan, perdarahan, prolaps, dan kegagalan
untuk mengeluarkan feses atau flatus.
6) Memberikan informasi pada keluarga mengenai perawatan
di rumah, mencakup perawatan ostomi dan sumber-
sumber yang ada.
11. Beri pendidikan kesehatan untuk dan keluarga.
a. Jelaskan prosedur dan penanganan, seperti enema, pelunak feses,
dan diet rendah serat atau rendah sisa ( misal, memberikan daging
yang lunak, daging unggas, ikan, roti tawar, sup yang bening, dan
tidak memberikan makanan yang berbumbu, buah dan jus buah,
sayuran mentah, dan sereal gandum serta roti.

18
ii

b. Diskusikan dan jawab pertanyaan mengenai diagnosis,


pembedahan, perawatan praoperasi dan pascaoperasi, dan
perawatan kolostomi, jika dapat dilakukan.
c. Rencanakan konsultasi denga perawat ostomi untuk membantu
memberikan penyuluhan, sesuai indikasi.
12.

19
ii

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Pada By. A
di Ruang Perinatologi IRNA IV RSU dr. Saiful Anwar Malang

kasus:
Bayi A datang ke RSUD Kepanjen dan dirujuk ke RSU dr.SAiful Anwar
Malang pada tanggal 09-05-2014 dengan keluhan tidak dapat buang air besar
sejak lahir, kentut hanya sekali, tidak pernah kecirit dan perut membesar. Bayi
dibawa dan dirawat diruang perinatology. Bayi dinyatakan  menderita hisprung
disease.TTV : TD : 100/150 mmHg, N : 120 x/menit, Suhu : 36,2 C, RR : 40
x/menit

Tanggal MRS              : 09 Mei 2014


Tanggal Pengkajian     : 19 Mei 2014

I.       BIODATA
IDENTITAS BAYI
            Nama : By. A
            No.Register                 : 1175670
            Umur                           : 13 Hari
            Jenis kelamin               : Laki-laki
 Alamat                        : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi
Malang
            Tanggal lahir               : 06 Mei 2014 
            Diagnosa medis           : Obstruksi Usus Letak Rendah + Hisprung Disease

IDENTITAS AYAH
            Nama                           : Tn. S             
            Umur                           : 36 tahun
            Jenis kelamin               : Laki-laki
 Alamat                         : Ds.Gondanglegi RT 42 RW 04 Gondanglegi
Malang
            Pendidikan                  : SLTA
            Pekerjaan                     : Kuli Bangunan

II.                KELUHAN UTAMA.
         Saat MRS              : Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya
sekali, tidak pernah kecirit dan perut membesar
         Saat Pengkajian     :By. A buang air besar dengan konsistensi cair, muntah
saat minum,dan hipotermi.

III.             RIWAYAT KESEHATAN
A.           RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Bayi tidak dapat buang air besar sejak lahir, kentut hanya sekali, tidak pernah
kecirit dan perut membesar. Bayi dibawa ke RSUD Kepanjen dan dirujuk ke RSU

20
ii

dr.SAiful Anwar Malang pada tanggal 09-05-2014. Dan dirawat diruang


perinatology. Tanggal 13 Mei 2014 Bayi dinyatakan  menderita hisprung disease.

B.           RIWAYAT KEHAMILAN
-          Pemeriksaan rutin               : ANC ke bidan puskesmas rutin setiap bulan.
-          Penyakit yang diderita selama hamil : Pilek
-          Keluhan saat hamil             : Hanya pada trimester I : Pusing dan mual.
-          Imunisasi                            : Tidak pernah
-          Obat / vitamin yang dikonsumsi : Tablet Fe dan Komix
-          Riwayat minum jamu         : Tidak pernah
-          Riwayat dipijat                   : Tidak pernah
-          Masalah                              : Ketuban Merembes

C.              RIWAYAT PERSALINAN
-          Cara Persalinan       : Normal/ Spontan
-          Tempat                   : Polindes
-          Penolong                : Bidan
-          Usia gestasi            : 37-38 minggu
-          Kondisi Ketuban    : Warna Jernih
-          Letak                      : Bujur
-          BB/PB/LK/LD       :3600 gram/55cm/39cm/32cm.

D.    RIWAYAT POST NATAL


-          Pernafasan              : Bayi langsung menangis spontan tanpa alat bantu
-          Skor APGAR         : 1 menit = 7, 5 menit = 9
-          Trauma Lahir          : Tidak ada

IV.             PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)


a.       Keadaan Umum
-          Postur                                 : Normal
-          Kesadaran                           : Compos mentis
-          Tekanan Darah         : 100/150 mmHg
-          Nadi                                    : 120 x/menit
-          Suhu                                   : 36,2 C
-          RR                                      : 40 x/menit

b.      Kepala dan Rambut


-          Kebersihan              : Cukup
-          Bentuk Kepala        : Normal, simetris
-          Keadaan Rambut    : Hitam, lurus, berketombe
-          Fontanela Anterior : Lunak
-          Sutura Sagitalis       : Tepat
-          Distribusi rambut    : Merata

c.       Mata
-          Kebersihan              : Bersih
-          Pandangan              : Baik, belum terfokus
-          Sklera                      : Tidak Icterus

21
ii

-          Konjungtiva            : Anemis
-          Pupil                       : Normal, Reflek cahaya baik, bereaksi bila ada cahaya.
-          Gerakan bola mata  : Normal, memutar dengan baik
-          Sekret                     : Tidak ada

d.      Hidung
-          Pernapasan cuping hidung  : Tidak ada
-          Struktur                              : Normal
-          Kelainan lain                       : Tidak ada
-          Sekresi                                : Tidak ada

e.       Telinga 
-          Kebersihan              : Bersih
-          Sekresi                                : Tidak ada
-          Struktur                   : Normal, simetris

f.       Mulut dan Tenggorokan


-          Kandidiasis                          : Tidak ada
-          Stomatitis                             : Tidak ada
-          Mukosa Bibir                       : Kering
-          Kelainan Bibir        dan Rongga Mulut     : Tidak ada
-          Problem menelan                            : Tidak ada

g.      Leher
-          Kelenjar Tiroid       : Tidak ada pembesaran
-          Arteri Karotis          : Teraba berdenyut teratur dan kuat
-          Trachea                   : Berada di garis tengah

h.       Dada atau Thorak (Jantung dan Paru)


-       Bentuk dada                                   : Simetris, barrel chest
-       Pergerakan dinding dada               : Simetris, tidak terdapat tarikan intercosta
-       Tarikan dinding dada (retraksi)      : Normal, tidak terdapat retraksi
-       Suara pernafasan                            : Sonor, tidak ada wheezing dan ronchi
-       Abnormalitas suara nafas               : Tidak ada
-       Inspeksi                                          : ictus cordis tidak tampak
-       Perkusi                                            : pekak
-       Palpasi                                            : ict cordis palpable midclavicula line sinistra
-       Auskultasi                                      : Suara jantung I, suara jantung II ; tunggal,
     kuat, regular, gallop -, murmur –
-       Kelainan jantung bawaan               : Tidak ada

i.           Ekstremitas Atas dan bawah


-Tonus otot                              : Cukup
-Refleks menggenggam          : Baik
-Warna                                    : Kuku pucat, ekstremitas pucat.
-Trauma, deformitas                : Tidak ada
-Kelainan                                 : Tidak ada

22
ii

j.        Abdomen
-          Bentuk        : destended abdomen
-          Bising Usus            : Normal, 5 x/menit
-          Benjolan     : Tidak ada
-          Turgor         : > 3 detik
-          Hepar, lien  : Tidak teraba
-          Distensi       : Ya, terdapat nyeri tekan.

k.      Kelamin dan Anus


-          Kebersihan                          : Bersih
-          Keadaan kelamin luar         : Normal, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
abnormal
-          Anus                                   : Normal, hemorrhoid (-)
-          Kelainan                             : Tidak ada

l.        Integumen
-          Warna kulit             : Kuning kecoklatan
-          Kelembapan            : Kering
-          Lesi                         : Tidak ada
-          Warna Kuku           : Pucat
-          Kelainan                 : Tidak ada

V.                REFLEKS PRIMITIF
1.      Rooting Refleks (Refleks mencari)
Baik. Bayi merespon ketika pipi dibelai / disentuh bagian pinggir mulutnya dan
mencari sumber rangsangan tersebut.

2.      Sucking Refleks (Refleks menghisap)


Bayi merespon ketika disusui ibunya atau diberi susu melalui botol. Namun daya
hisap masih lemah.

3.      Palmar grasp (Refleks menggenggam)


Baik. Jarinya menutup saat telapak tangannya disentuh dan menggenggam cukup
kuat.

4.      Tonic neck (Refleks leher)


Baik. Peningkatan tonus otot pada lengan dan tungkai ketika bayi menoleh ke satu
sisi.
5.      Refleks Moro / Kejut
Baik. Bayi merespon secara tiba – tiba suara atau gerakan yang mengejutkan
baginya.

6.      Reflek Babinski
Cukup baik. Gerakan jari-jari mencengkram saat bagian bawah kaki diusap.

VI.             RIWAYAT IMUNISASI
      Bayi belum mendapatkan imunisasi.

23
ii

ANALISA DATA
Nama Pasien   : By. A
Umur               : 13 Hari
No. Registrasi : 11175670
DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

DS : Gangguan rasa nyaman Distensi


-Orang tua pasien mengatakan
Abdomen
tidak dapat buang air besar
sejak lahir, kentut hanya
sekali, tidak pernah kecirit dan
perut membesar
DO :
-keadaan umum cukup
-Pasien rewel
-wajah grimace
-Pasien sering menangis
-Bising usus 5x/menit
- Distensi abdomen (+)
-TTV
TD : 100/150 mmHg
Nadi :120x/menit
Suhu :36,20C
RR : 50x/menit
DS : - Gangguan termoregulasi Tanda-tanda
DO : (Hipotermi)
Infeksi
-Keadaan umum cukup
-demam (-)
-Pasien rewel
-Pasien sering menangis
-akral dingin
-TTV
TD : 100mmHg
Suhu :36,20C
Nadi :120x/menit
RR :50x/menit

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

24
ii

Nama               : By. A
No. Reg           : 11175670
No. Rencana Perawatan
Hari /
DX
Tgl
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Senin 1 Setelah dilakukan tindakan asuhan 1.Monitor TTV
19 Mei keperawatan selama 3 x 24 jam, 2. Monitor kemampuan bayi menghisap
2014 nutrisi bayi dapat terpenuhi. 3. Berikan susu formula / ASI secara
Kriteria Hasil :
rutin dan sesuai dengan kebutuhan bayi.
          Daya menghisap bayi kuat
          BB dalam batas normal
          Albumin normal
          Mukosa bibir lembab

25
ii

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Nama               : By. Ny. H
No. Reg           : 1406132
No. Rencana Perawatan
Hari /
DX
Tgl
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Senin 2 Setelah dilakukan tindakan asuhan 1.Monitor TTV
19 Mei keperawatan selama 3 x 24 jam, volume 2. Observasi turgor kulit
2014 cairan dan elektrolit dapat terpenuhi. 3. Observasi intake dan output
Kriteria Hasil : 4. Kolaborasi pemberian cairan
          Turgor kulit normal intravena dan elektrolit
          Mata (conjunctiva) tidak anemis 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam
          CRT  menjadi normal
pemberian obat dan terapi selanjutnya.

26
ii

CATATAN KEPERAWATAN
Nama Pasien   : By. A
No. Registrasi : 11175670
Hari / No. Tindakan Keperawatan EVALUASI
(Implementasi)
Tgl / Dx
Jam
Senin 1 1. Mengukur TTV (suhu, RR, dan nadi) S: -
20 Mei O : pasien
2. Memantau kemampuan bayi
2014 tampak tidak
Pukul menghisap rewel dan tidak
10.00 menangis
3. Memberikan susu formula/ASI secara
WIB A: masalah
rutin dan sesuai dengan kebutuhan teratasi
P: lanjutkan
bayi.
2 intervensi

S:-
O : pasien
tampak tidak
1. Mengobservasi turgor kulit dan CRT demam
A : masalah
apakah kembali < 2 detik atau tidak.
teratasi
2. Mengobservasi intake dan output P : lanjutkan
3. Kolaborasi dengan tim medis dalam intervensi
pemberian cairan intravena dan
elektrolit.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi selanjutnya.

1.      

BAB 4
PENUTUP

27
ii

4.1 KESIMPULAN
Penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau
megakolon (aganglionik megakolon) yaitu adanya sel ganglion
parasimpatik,mulai dari spingter ani interna kearah proksimal dengan panjang
yang bervariasi, dapat dari kolon sampai pada usus halus.
Penyebabnya : Adanya kegagalan sel-sel neural pada masa embrio
dalam dinding usus,sering terjadi pada anak dengan down syndrome,
gangguan peristaltik dibagian usus distal dengan defidiensi ganglion.
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit hirschprung dapat
dibedakan 2 tipe, yaitu: penyakit hirschprung segmen pendek dan penyakit
hirschprung segmen panjang.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan bawaan tunggal. Jarang sekali ini terjadi pada bayi
prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain.

4.2 SARAN
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurang-kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya akan lebih baik dari sekarang,dan kami juga
berharap: Pengetahuan tetang Asuhan Keperawatan Hirschprung harus terus di
kembangkan dan di terapkan dalam bidang kaehatan dalam menangani klien.
Kami berharap dengan mempelajariAsuhan Keperawatan Hirschprung,kita
menjadi mengerti dan paham baik teori maupun penerapannya dalam bidang
kesehatan.

28
ii

DAFTAR PUSTAKA
Asep Setiawan, et all, Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik (Pediatric
Nursing) Edisi 3, Jakarta : EGC
Asep Setiawan, et all, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal.
Chris Brooker. (2008). Ensiklopedia Keperawtan alih Bahasa Oleh Estu Tiar.
Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. (1990). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume
2. Jakarta : EGC
Richard E. Behrma, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan
Anak Nelson Alih Bahasa A. Samik Wahab Edisi 15. Jakarta : ECG
R. Sjamsuhidayat dan Wim de jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Swearingan, Pamela. L (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC

29

Anda mungkin juga menyukai