Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN HIPOSPADIA


Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah: keperawatan anak
Dosen Pengampu: Zurriyatun Thoyibah,Ners,M.Kep

Disusun oleh (KELOMPOK 7) :


Nama : NIM :
1. Muhamad Sadam 016SYE20
2.Moh Fendi saputra 015SYE20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan berkat dan hidayahnya. Kami
dapat menyelasaikan makalah ini dengan tepat waktu. Adapun judul dari makalah ini adalah
“MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN HIPOSPADIA ”.
Makalah ini menyajikan materi yang mudah dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Makalah
ini juga menjadi bahan ajar bagi dosen dan para mahasiswa untuk menggali ilmu secara mandiri,
mencari untuk menemukan aspirasi, motivasi dan dapat berkarya sehingga bermanfaat bagi kita semua.
Kami menyadari bahawa makalah ini, memiliki banyak kekurangan sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga penyajian makalah selanjutnya dapat kami
tingkatkan. Semoga makalah ini dapat membantu pembaca untuk mencapai sukses dalam pendidikan,
dan kehidupan bermasyarakat serta bernegara.

Mataram, 17 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI
MAKALAH..........................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I KONSEP TEORI MEDIS..........................................................................................................3
A. Pengertian hipospadia................................................................................................................3
B. Klasifikasi hipospadia ...............................................................................................................3
C. Etiologi......................................................................................................................................4
D. Patofisiologi Dan Fathway.........................................................................................................4
E. Manifestasi klinis.......................................................................................................................5
F. pemeriksaan diagnosis ..............................................................................................................7
G. penatalaksanaan........................................................................................................................8
H. komplikasi..............................................................................................................................10
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................14
A. pengkajian ...............................................................................................................................14
B. diagnosa………………………………………………………………………………………..
C Intervensi................................................................................................................................14
D. Implementasi………………………………………………………………………………
E. Evaluasi…………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15
BAB 1

KONSEP TEORI MEDIS

A.Pengertian

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di
permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans
penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu
tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian
belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). (Davis
Hull, 1994 ).
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan
mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-
betul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.

B.Klasifikasi Hipospadia
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
A. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat
asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan
dilatasi atau meatotomi.
B. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan
kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat
melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak
ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat
berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
3
C. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum
bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
Klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu tipe glandular,
distal penile, penile, penoskrotal, skrotal dan perineal.
Semakin ke proksinal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah
frekuensinya. Pada kasus ini 90% terletak di distal di mana meatus terletak diujung batang penis
atau di glands penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis,
skrotum atau perineum.
Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, Brown membagi hipospadia
dalam 3 bagian :
1. Hipospadia anterior : tipe glanular, subkoronal, dan penis distal. 
2. Hipospadia Medius : midshaft, dan penis proksimal.
3. Hipospadia Posterior : penoskrotal, scrotal, dan perineal.

C.Etiologi

Penyebabnya sebenarnya sangat multi faktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab
pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling
berpengaruh antara lain:
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin
(pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang
atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya.
Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan
berdampak sama.
2. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3.Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
4
D.Patofisiologi
Paling umum pada hypospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat frenum, frenumnya
tidak berbentuk, tempat normalnya meatus uranius di tandai pada glans penis sebagai celah
buntuh. Penyebab dari Hypospadia belum diketahui secara jelas dan dapat dihubungkan dengan
faktor genetik dan pengaruh Hormonal. Pada usia gestasi Minggu ke VI kehamilan terjadi
pembentukan genital, pada Minggu ke VII terjadi agenesis pada msoderm sehingga genital
tubercel tidak terbentuk, bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenital maka akan timbul
Hypospadia. Perkembangan urethra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai
dalam 15 minggu, urethra terbentuk dari penyatuan lipatan urethra sepanjang permukaan ventral
penis. Glandula Urethra terbentuk dari kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh melalui
glands untuk menyatu dengan lipatan urethra yang menyatu. Hypospadia terjadi bila penyatuan
digaris tengah lipatan urethra tidak lengkap sehingga meatus urethra terbuka pada sisi ventral
penis. Derajat kelainan letak ini antara lain seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada
glans), Korona (pada Sulkus Korona), penis (disepanjang batang penis), penuskrotal (pada
pertemuan ventral penis dan skrotum) dan perineal (pada perinium) prepusium tidak ada pada
sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi darsal gland. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai Chordee, pada sisi ventral menyebabkan kuruatura (lingkungan) ventral dari
penis. Pada orang dewasa, chordec tersebut akan menghalangi hubungan seksual, infertilisasi
(Hypospadia penoskrotal) atau (perineal) menyebabkan stenosis meatus sehingga mengalami
kesulitan dalam mengatur aliran urine dan sering terjadi kriotorkidisme

5
E.Pathway

6
F.Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis pada hipospadai , antara lain:


1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang
menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah yang akan tampak lebih
jelas pada saat ereksi.
3. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
4. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke
glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
5. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
6. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
7. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
8. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
9. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
10. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah bawah yang akan tampak
lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee yaitu suatu jaringan fibrosa
yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glands penis.Jaringan fibrosa ini
adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan tunika dartos.Walaupun adanya
chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa
tidak semua hipospadia memiliki chordee.

7
G.Pemeriksaan Diagnosis

Adapun pemeriksaan diagnostik tidak ada kecuali terdapat ketidak jelasan jenis kelamin perlu
ditegaskan atau pada kasus-kasus ketika abnormalitas lain dicurigai. Namun dapat dilakukan
pemeriksaan fisik untuk mengetahui letak dari meatus uretra secara normal yang mengalami
kelainan atau tidak mengalami kelainan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis,
mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya.
Untuk menilai beratnya epispadia, dilakukan pemeriksaan berikut :
1. Radiologis (IVP)
2. USG sistem kemih-kelamin.
3. Epispadia biasanya diperbaiki melalui pembedahan.

H.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan cara operasi, dikenal banyak teknik
operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu:

1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling


Dilakukan pada usia satu setengah hingga dua tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi
chordee dari muara uretra sampai ke glans penis. Setelah eksisi chordee maka penis akan
menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan
setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikan NaCl 0,9% ke
dalam korpus kavernosum.
2. Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit penis bagian
ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua sisi.
3. Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai deterapkan operasi yang dilakukan hanya satu
tahap, akan tetapi operasi hanya dapat dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran
penis yang cukup besar.
Tujuan pembedahan :
a. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial.
b. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan
Devine.
8
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula, dilakukan operasi 2 tahap :
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel
pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus
masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian
dorsal dan kulit penis.
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat
insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari
kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit
preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah.
Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah
matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis
yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke
ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan
pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya
tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.

Berbeda dengan hipospadia di mana ada sejumlah besar teknik bedah yang menawarkan pilihan
terapi yang berbeda, karena koreksi epispadia termasuk alternatif bedah dan hasil dari sudut
pandang fungsional sering tidak memuaskan. Ketika epispadias tidak terkait dengan
inkontinensia urin perawatan bedah terbatas pada rekonstruksi kepala penis dan uretra
menggunakan plat uretra.
Ketika epispadias dikaitkan dengan inkontinensia urin pengobatan menjadi lebih kompleks.
Dalam rangka meminimalkan dampak psikologis, usia yang paling cocok untuk perbaikan
bertepatan dengan tahun pertama atau kedua kehidupan.
Yang penting untuk perbaikan epispadia sukses meliputi:
1. Pemanjangan penis
2. Urethroplasty
3. Cakupan cacat kulit dorsal penis.

9
I.Komplikasi

Adapun komplikasi yang dapat terjadi striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra
yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fisula, infertilitas, serta gangguan
psikososial.
1. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin
tetapi dengan satu beberapa ciri sexsual tertentu)
2. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
3. Kesukaran saat berhubungan sexsual, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
Komplikasi paska operasi yang terjadi:
1. Edema/pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga
terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut
tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari
anastomosis
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau
pembentukan batu saat pubertas
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuyk
menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat
diterima adalah 5-10 %
5. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak
melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis
walaupun sangat jarang
6. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis
meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

10
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian
1. Genitouria
a. Praoperasi
Yang terinspeksi pada Genitourinaria adalah:
1) pemeriksaan genitalia
2) tidak ada kulit katan (foreksin) ventral
3) palpasi abdomen untuk melihat distensi bladder atau pembesaran pada ginjal.
4) Kaji fungsi perkemihan
5) Adanya lekukan pada ujung penis
6) Glans penis berbentuk sekop
7) Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
8) Terbukanya urethral pada ventral (hypospadias)
b. Pascaoperasi
Yang terinspeksi pada Genitourinaria adalah:
1) Pembengkakan penis
2) Perdarahan pada sisi pembedahan
3) Disuria
2. Neurologis
a. Iritabilitas
b. Gelisah
3. Kaji riwayat kelahiran (adanya anomali konginetal, kondisi kesehatan)
4. Head to toe
a. Perhatikan adanya penis yang besar kemungkinan terjadi pubertas yang terlalu dini
b. Pada anak yang obesitas penis dapat ditutupi oleh bantalan lemak di atas simpisis pubis
c. Pada bayi, prepusium mengencang sampai usia 3 tahun dan tidak boleh diretraksi
d. Palpasi abdomen atau melihat distensi bladder atau pembesaran pada ginjal
e. Perhatikan lokasi pada permukaan dorsal atau ventral dari penis kemungkinan tanda genetalia
ganda
f. Kaji fungsi perkemihan
g. Kaji adanya lekukan pada ujung penis
h. Jika mungkin, perhatikan kekuatan dan arah aliran urin.
i. Perhatikan skrotum yang kecil dekat perineum dengan adanya derajat pemisahan garis tengah
j. Rugae yang terbentuk baik menunjukkan turunya testis.
k. Kaji adanya nyeri urinasi, frekuensi, keraguan untuk kencing, urgensi, urinaria, nokturia,
poliuria, bau tidak enak pada urine, kekuatan dan arah aliran, rabas, perubahan ukuran skrotum
5. Diskusikan pentingnya hygiene
6. Kaji faktor yang mempengaruhi respon orang tua pada penyakit anak dan keseriusan ancaman
pada anak mereka
a. Prosedur medis yang terlibat dalam diagnosis dan tindakan
b. Ketersediaan sistem pendukung
c. Kekuatan ego pribadi
d. Kemampuan koping keluarga sebelumnya
e. Stress tambahan pada sistem keluarga
f. Keyakinan budaya dan agama
7. Kaji pola komunikasi antaranggota keluarga
a. Menurunnya komunikasi pada anak, ekspresi, dan kontrol impuls dalam penyampaian
penyaluran perasaan
b. Anak dapat merasa terisolasi, bosan, gelisah, adanya perasaan malu terhadap teman sebaya
c. Dapat mengekspresikan marah dan agresi

B.Diagnosa Keperawatan

1. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur pembedahn dan
perawatan setelah operasi
2. Resiko infeksi (traktus urinarius) berhubungan dengan pemasangan kateter menetap
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan
4. Resiko injuri berhubungan dengan pemesangan kateter atau pengangkatan kateter
5. Kecemasan orang tua berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan
C.Rencana asuhan keperawatan

NO Tujuan dan ktriteria hasil intervensi


DX
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pemahaman orang tua
keperawatan diharapkan di 2. Gunakan gambar-gambar atau
harapkan pengetahuan orang boneka untuk menjelaskan
tua meningkat deangan prosedur, pemasangan kateter
kriteria hasil : menetap, mempertahan kan kateter
1.Orang tua memahami dan perewatan kateter,
tentang hipospadi dan pengosongan kantong urin,
alasan pembedahn, keamanan kateter, monitor urin;
2. orang tua aktif dalam warna, kejernihan dan perdarahan
perwatatn setelah operasi 3. Jelaskan tentang pengobatan yang
di berikan: efek samping dan dosis
serta waktu pemberian
4. Ajarkan untuk ekspresi perasaan
dan perhatian tentang kelainan
pada penis
5. Ajarkan orang tua untuk partisipasi
dalam perawatan sebelum dan
sesudah operasi

2
Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan kantong drainase

keperawatan diharapkan di kateter di bawah garis kandung

harapkan Resiko infeksi kemih dan pastikan bahwa selang

menurun dengan kriteria tidak terdapat simpul dan kusut

hasil: 2. Gunakan tekhnik aseptik ketika

1.Anak tidak mengalami mengosongkan kantong kateter.

infeksi 3. Pantau urin anak untuk

2.kateter menetap / tidak pendeteksian kekeruhan atau

terlepas sedimentasi.
4. Anjurkan anak untuk minum
3.urine membaik tidak sekurang-kurangnya 60ml/jam
keruh 5. Beri obat antibiotik profilaktik
sesuai program, untuk membantu
mencegah infeksi
3
Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan analgesik sesuai program
keperawatan diharapkan di 2. Perhatikan posisi kateter tepat atau
harapkan nyeri menurun tidak
dengan kriteria hasil: 3. Monitor adanya ”kink-kink”
(tekukan pada kateter) atau
1. Anak tidak menangis, kemacetan
gelisah dan tidak ada 4. Atur posisi tidur anak
ekspresi nyeri

D .Implementasi

Merupakan tahap ke empat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai
strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncakan dalam rencana keperawatan.
Dalam tahap ini perawat herus mengatahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan
perlindungan pada pasien, tehnik komunikasi, kemampuan dala prosedur tindakan , pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.(Nursalam,
2016).
Menurut Nursalam, (2016) Tindakan keperawatan mencakup tindakan independen (mandiri), dan
kolaborasi.
1. Tindakan mandiri adalah aktifitas keperawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan
sendiri atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas
kesehatan lain.
2. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yag didasarkan hasil keputusan bersama seperti dokter dan
petugas kesehatan lainnya.

E. Evaluasi
Adalah tindakan intelektual untuk melengkapii proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah brhasil dicapai
(Nursalam, 2016).
Menurut Nursalam, (2016)
SOAP yang operasional dengan pengertian:
1. S : Ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara objektif oleh keluarga setelah setelah
diberikan implementasi keperawatan.
2. O : Keadaan subyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamat yang objek
setelah implementasi keperawatan.
3. A : Merupakan analisi perawat setelah mengetahui respon subjektif dan masalaah keluarga yang
dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan rencana
keperawatan keluarga.
4. P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisi pada tahap ini ada 2 evaluasi yang
di dapat dilaksanakan oleh perawa

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2012. Makalah Hipospadia. Diakses pada 17 Oktober 2014 jam 04.34
http://tririzkiperuri.blogspot.com/2012/11/makalah-hypospadia.html
Berhman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC
Http://www.medicastore.com Diakses pada 18 Oktober 2014 jam 21.23
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius: FKUI
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta: EGC
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC
Pillitteri, Adele. 2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: EGC
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan keperawatan pediatrik dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC
Suriadi, Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Perpustakaan Nasional RI: Katalog
dalam Terbitan
Wicaksono, Emirza nur. 2013. Epispadia. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2014 jam 20.15
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/04/20/epispadia/

Anda mungkin juga menyukai