Anda di halaman 1dari 15

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN RETARDASI MENTAL

KEPERAWATAN ANAK II

DOSEN PENGAMPU
I WAYAN ROMANTIKA, S.Kep., Ns.,M.Kep

OLEH
KELOMPOK VI

SARINA
(S.0019.P.024)
HIKMAH APRILLAH PULUASE
(S.0019.P.008)

PRODI SI KEPERAWATAN
STIKES KARYA KESEHATAN KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 02 November 2021


BAB I
KONSEP MEDIS

A. Konsep Dasar Retardasi Mental


1. Defenisi Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan disabilitas kognitif yang muncul pada masa kanak-
kanak (sebelum usia 18 tahun) yang ditandai dengan fungsi intelektual di
bawah normal (IQ sekitar 2 standar deviasi yang dibawah normal, dalam
rentang 65 sampai 75 atau kurang) disertai keterbatasan- keterbatasan lain pada
sedikitnya dua area fungsi adaptif: berbicara dan bahasa, keterampilan merawat
diri, kerumahtanggaan, keterampilan sosial, penggunaan sumber- sumber
komunitas, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional,
bersantai dan bekerja (Betz dan Sowden, 2009).

Retardasi mental adalah disabilitas yang menyebabkan keterbatasan signifikan


baik dalam fungsi intelektual maupun dalam perilaku adaptif (keterampilan
sosial dan praktis sehari-hari) sebelum usia 18 tahun (Bernstein dan Shelov,
2017). Retardasi mental juga dikenal dengan beberapa istilah, yaitu: disabilitas
kognitif, disabilitas intelektual, disabilitas belajar (Betz dan Sowden, 2009),
gangguan mental, abuse (misal, moron, idiot, kretin, mongol) (Hull dan
Johnston, 2008), tunagrahita (Iswari dan Nurhastati, 2010), keterbelakangan
mental (Utaminingsih, 2015), gangguan intelektual (Bernstein dan Shelov,
2017).

2. Penyebab Retardasi Mental


Tingkat kecerdasan ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan. Pada
sebagian besar kasus retardasi mental, penyebabnya tidak diketahui, hanya saja
25% kasus yang memiliki penyebab spesifik.
Penyebab retardasi mental dibagi menjadi beberapa kelompok:
a. Trauma (sebelum dan sesudah lahir)
1) Perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir
1) Cedera hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau
sesudah lahir
2) Cedera kepala yang berat
b. Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)
1) Rubella kongenitalis
2) Meningitis
3) Infeksi sitomegalovirus bawaan
4) Ensefalitis
5) Toksoplasmosis kongenitalis
6) Listeriosis
7) Infeksi HIV
c. Kelainan kromosom
1) Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindrom Down)
2) Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindrom Angelman,
sindrom Prader-Willi)
3) Translokasi kromosom dan sindrom cri du chat
d. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan
1) Galaktosemia
2) Penyakit Tay-Sachs
3) Fenilketonuria
4) Sindroma Hunter
5) Sindroma Hurler
6) Sindroma Sanfilippo
7) Leukodistrofi metakromatik
8) Adrenoleukodistrofi
9) Sindroma Lesch-Nyhan
10) Sindroma Rett
11) Sklerosis tuberosa
e. Metabolik
1) Sindroma Reye
2) Dehidrasi hipernatremik
3) Hipotiroid Kongenital
4) Hipoglikemia (diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik)
f. Keracunan
1) Pemakaian Alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil
2) Keracunan metilmerkuri
3) Keracunan timah hitam
g. Gizi
1) Kwashiokor
2) Marasmus
3) Malnutrisi
h. Lingkungan
1) Kemiskinan
2) Status ekonomi rendah
3) Sindroma deprivasi

(Utaminingsih, 2015)

3. Patofisiologi
Penyebab retardasi mental dapat digolongkan menjadi penyebab pranatal,
perinatal, dan pascanatal. Penyebab prenatal termasuk kelainan kromosom (trisomi
21 [sindrom down], sindrom Fragile-X), gangguan sindrom (distrofi otot
Duchenne, neurofibromatosis [tipe-1] , dan gangguan metabolisme bawaan
(fenilketonuria). Penyebab perinatal dapat berhubungan dengan masalah intrauterus
seperti abrupsio plasenta, diabetes maternal, dan kelahiran prematur serta masalah
neonatal termasuk meningitis dan perdarahan intrakranial. Penyebab pascanatal
mencakup kondisi- kondisi yang terjadi karena cedera kepala, infeksi, dan
gangguan degeneratif dan demielinisasi. Sindrom Fragile X, sindrom down, dan
sindrom alkohol janin terjadi pada sepertiga dari kasus retardasi mental.
Munculnya masalah-masalah terkait, seperti paralisis serebral, defisit sensoris,
gangguan psikiatrik, dan kejang berhubungan dengan retardasi mental yang lebih
berat. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
Prognosis jangka panjang pada akhirnya ditentukan oleh seberapa jauh individu
tersebut dapat berfungsi secara mandiri dalam komunitas (yaitu bekerja, hidup
mandiri, keterampilan sosial) (Betz dan Sowden, 2009).
4. Manisfestasi Retardasi Mental
Menurut Maramis (2005) yang di kutib dari buku Prabowo (2014), Retardasi
mental dalam PPDGJ I diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan :
a. Retardasi mental ringan (IQ 52-69: umur mental 8-12 tahun), karakteristik:
1) Usia prasekolah tidak tampak sebagai anak retardasi mental, tetapi
terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara, makan sendiri dan lainlain.
2) Usia sekolah dapat melakukan keterampilan membaca dan aritmatik dengan
pendidikan khusus, diarahkan pada kemampuan aktifitas sosial.
3) Usia dewasa melakukan keterampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan
menikah tidak dianjurkan memiliki anak, kemampuan psikomotor tidak
berpengaruh kecuali koordinasi.
b. Retardasi mental sedang (IQ 50-55: umur mental 3-7 tahun), karakteristik :
1) Usia prasekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama
bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
2) Usia sekolah dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan,
perilaku aman serta keterampilan mulai sederhana, tidak ada kemampuan
membaca dan berhitung.
3) Usia dewasa melakukan aktifitas latihan tertentu, berpartisipasi dalam
rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ketempat yang dikenal, tidak
biasa membiayai sendiri.
c. Retardasi mental berat (IQ 20-25 s/d 35-40; umur mental
karakteristik :
1) Usia prasekolah retardasi mencolok fungsi sensorimotor minimal, butuh
perawatan total.
2) Usia sekolah, kelambatan nyata disemua area berkembang, memperlihatkan
respon emosional dasar, keterampilan latihan kaki, tangan dan rahang butuh
pengawasan pribadi, usia mental bayi muda
3) Usia dewasa mungkin biasa berjalan, butuh perawatan total biasanya diikuti
dengan kelainan fisik.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anak dengan retardasi mental bersifat multi dimensional dan
sangat individual. Semua anak yang mengalami retardasi mental juga
memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi,
dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya (Soetjiningsih, 2012)
a. Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengembangkan potensi anak semaksimal
mungkin Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang
meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak
berfungsi senormal mungkin (Utaminingsih, 2015).

Berikut ini adalah obat- obatan yang dapat digunakan:

1) Obat- obat psikotropika (misalnya: tioridazin, [Mellaril] , haloperidol


[Haldol] untuk remaja dengan perilaku yang membahayakan diri
sendiri.
2) Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda defisit
perhatian/ hiperaktivitas( misalnya: metilfenidat [Ritalin])
3) Antidepresan (misalnya: fluoksetin [Prozac])
4) Obat untuk perilaku agresif (misalnya: karbamazepin [Tegretol])
b. Terapi Bermain
Anak yang mengalami kerusakan kognitif mempunyai kebutuhan yang
sama terhadap rekreasi dan olahraga seperti anak lainnya. Namun, karena
perkembangan anak yang lebih lambat, orang tua kurang menyadari
kebutuhan untuk memenuhi aktivitas tersebut. Dengan demikian, perawat
mengarahkan orang tua untuk memilih permainan dan aktivitas olahraga
yang sesuai.
Jenis permainan didasarkan pada usia perkembangan anak, walaupun
kebutuhan terhadap permainan sensorimotorik dapat diperpanjang sampai
beberapa tahun. Orang tua harus menggunakan setiap kesempatan untuk
memperkenalkan anak kepada banyak suara, pandangan, dan sensasi yang
berbeda. Permainan yang sesuai meliputi suara musik yang bergerak,
mainan yang diisi, bermain air, menghanyutkan mainan, kursi atau kuda
yang dapat bergoyang, bermain ayunan, bermain lonceng, dan bermain
mobil-mobilan. Anak harus dibawa bermain keluar, misalnya jalan-jalan ke
toko makanan atau pusat pembelanjaan; orang lain harus diberi semangat
umtuk berkunjung kerumah; dan anak seharusnya berhubungan langsung,
misalnya mendekap, memeluk, mengayun, berbicara kepada anakdalam
posisi menatap wajah (wajah-ke-wajah), dan menaikkan anak diatas bahu
orangtua.
Mainan dipilih berdasarkan manfaat rekreasi dan edukasionalnya. Sebagai
contoh, sebuah bola pantai besar yang dapat dikempeskan merupakan
mainan air yang baik;yang mendorong permainan interaktif dan dapat
digunakan untuk mempelajari keterampilan motoric, misalnya
keseimbangan, mengayun, menendan, dan melempar. Boneka dengan
pakaian yang dapat diganti dan jenis kancing yang berbeda dapat membantu
anak mempelajari keterampilan berpakaian.
Mainan musical yang dapat meniru suara hewan atau merespon dengan
frase sosial merupakan cara yang sempurna untuk mendorong bicara.
Mainan harus dirancang secara sederhana sehingga anak dapat belajar
memainkan mainan tersebut tanpa bantuan. Bagi anak yang mengalami
gangguan kognitif dan fisik berat, tombol elektronik dapt digunakan untuk
memungkinkan anak mengoperasikan mainan tersebut. Aktivitas yang
sesuai untuk aktivitas fisik berdasarkan pada ukuran tubuh, koordinasi,
kesegaran jasmani dan maturitas, motivasi, dan kesehatan anak (Wong,
2009).
BAB II
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan anak dengan masalah tumbuh kembang dapat
menggunakan indikator berikut :
a. Ditemukan adanya ketidakmampuan atau kesulitan melakukan tugas
perkembangan sesuai dengan kelompok usia dalam tahap pencapaian
tumbuh kembang.
b. Adanya perubahan pertumbuhan fisik (berat/ tinggi badan) yang tidak

sesuai dengan standar pencapaian tumbuh kembang.

c. Adanya perubahan perkembangan saraf yang tidak sesuai dengan tahapan


perkembangan, seperti gangguan motorik, bahasa, dan adaptasi sosial.
d. Adanya perubahan perkembangan perilaku, seperti hiperaktif,
gangguan belajar dan lain lain.
e. Adanya ketidakmauan atau ketidakmampuan melakukan perawatan diri atau
kontrol diri dalam beraktivitas sesuai dengan usianya.

Proses pengkajian bersifat komprehensif dalam lingkup yang berbasis


dimensi kebutuhan biofisik, psikososial, perilaku, dan pendidikan. Pengkajian
terdiri dari atas evaluasi komprehensif mengenai defisit dan kekuatan yang
berhubungan dengan keterampilan adaptif: komunikasi, perawatan diri,
interaksi sosial, penggunaan sumber- sumber di komunitas, pengarahan diri,
pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan
keterampilan bersantai dan rekreasional, dan bekerja. Pengkajian
mempertimbangkan pengaruh latar belakang kultural dan bahasa, perhatian,
dan kesukaan anak. Pengkajian fisik meliputi pengukuran pertumbuhan (tinggi
badan dan berat badan yang diidentifikasi pada grafik pertumbuhan) dan
evaluasi infeksi saat ini, status masalah- msalah kongenital saat ini, fungsi
tiroid, perawatan gigi, ketajaman pendengaran dan penglihatan, masalah-
masalah nutrisi dan makan, dan masalah ortopedik. Pengkajian fisik juga
meliputi pemantauan kondisi sekunder yang berkaitan dengan diagnosis
spesifik, seperti memantau hipotiroidisme dan depresi pada orang yang
mengalami sindrom down.
Pengkajian Anak
a. Identitas Nama :
Identitas
Umur : Umur untuk mengetahui dasar perkembangan anak.
b. Jenis kelamin
c. Anak ke
Jumlah anak yang banyak dalam keluarga dengan keadaan sosial
ekonomi cukup, akan mengakibatkan kurangnya perhatian dan kasih
sayang yang diterima. Belum ditambah lagi bila jarak kelahiran antara
anak yang satu dengan anak yang lain teralu dekat
d. Agama
Pengajaran agama harus sudah ditanamkan pada anak- anak sedini
mungkin, karena dengan memahami agama akan menuntun umatnya untuk
berbuat kebaikan dan kebajikan.
e. Penanggung jawab
1) Nama orang tua sebagai penanggung jawab.
2) Pendidikan Ayah/Ibu
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang
anak karena dengan pendidikan yang lebih baik, maka orangtua dapat
menerima informasi tentang kesehatan anaknya
3) Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga yang memadai, dapat menunjang tumbuh kembang
anak karena orangtua dapat menyediakan segala kebutuhan anak.
4) Alamat
Adanya alamat tempat tinggal akan memudahkan jika sewaktu-waktu
dibutuhkan untuk berbagai kepentingan. Maka dari itu, oangtua sebaiknya
mulai mengenalkan alamat tempat tingal mereka kepada anak
f. Riwayat Kesehatan Anak Masa Lalu
Riwayat kesehatan anak masa lalu, berhubungan erat dengan riwayat
kesehatan ibu pada masa sebelum terjadinya kehamilan maupun saat hamil.
Dikarenakan, gizi ibu hamil sebelum terjadinya kehamilan maupun sedang
hamil
g. Riwayat Parental (Riwayat Kesehatan Ibu)
Riwayat Kesehatan Ibu berhubungan erat dengan terpenuhi atau tidaknya
gizi ibu hamil sebelum terjadinya kehamilan maupun sedang hamil.
Menghambat pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, BBLR
mudah terkena infeksi, abortus, dan lain-lain.
h. Riwayat Kelahiran
Bayi baru lahir harus bisa melewati masalah transisi, dari suhu sistem yang
teratur yang sebagian besar tergantung pada organ-organ ibunya, ke suatu
sistem yang tergantung pada kemampuan genetik dan mekanisme
homeostatik bayi itu sendiri. Masa prenatal yaitu masa antara 28 minggu
dalam kandungan sampai 7 hari setelah dilahirkan, merupakan masa awal
dalam proses tumbuh kembang anak, khususnya tumbuh kembang otak.
Trauma kepala akibat persalinan akan berpengaruh besar dan dapat
meninggalkan cacat yang permanen.
i. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga bila ada yang menderita sakit menular dapat menularkan
pada bayinya. Juga faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang
j. Riwayat Tumbuh Kembang
Dengan mengetahui ilmu tumbuh kembang, dapat mendeteksi berbagai hal
yang berhubungan dengan segala upaya untuk menjaga dan
mengoptimalkan tumbuh kembang anak baik fisik, mental, dan sosial, juga
menegakkan diagnosis dini setiap kelainan tumbuh kembang dan
kemungkinan penanganan yang efektif serta mencegah dan mencari
penyebabnya
k. Riwayat Imunisasi
Dengan pemberian imunisasi diharapkan anak terhindar dari penyakit-
penyakit tertentu yang bisa menyebabkan kecacatan dan kematian.
Dianjurkan anak sebelum umur 1 tahun sudah mendapat imunisasi lengkap.
l. Pola Kebiasaan Sehari-Hari
1) Nutrisi/Gizi
Pemberian nutrisi pada anak harus cukup baik dari segi kuantitas maupun
kualitasnya seperti: protein, lemak, karbohidrat dan mineral serta vitamin
2) Eliminasi BAB/BAK
Anak umur 1,5-2 tahun berhenti mengompol pada siang hari. Usia 2,5- 3
tahun berhenti mengompol pada malam hari. Anak perempuan lebih dulu
berhenti mengompol , dicari penyebabnya. Toilet training (latihan defekasi
perlu dimulai, supaya evakuasi sisa makanan dilakukan secara teratur,
sehingga mempermudah kelancaran pemberian makanan)
3) Istirahat dan tidur
Anak yang sudah mulai besar akan berkurang waktu istirahatnya. Karena
kegiatan fisiknya mulai meningkat, seperti bermain. Namun,
kebutuhan tidur anak sebaiknya tetap dipenuhi antara 2 hingga 3 jam tidur
siang dan 7 hingga 8 jam pada saat malam hari
4) Olahraga dan Rekreasi
Olahraga akan meningkatkan sirkulasi, aktivitas fisiologi dan mulai
perkembangan otot-otot
5) Personal Hygiene
Personal Hygiene menyangkut cara anak membersihkan diri. Upaya ini
dapat dilakukan anak dengan mandi 2x sehari, keramas 3x seminggu,
potong kuku 1 kali seminggu, membersihkan mulut dan gigi
6) Tanda-tanda vital
Tanda vital meliputi suhu, tekanan darah, nadi, dan respirasi
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan retardasi mental
menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) , adalah sebagai
berikut:
1. Defisit perawatan diri
2. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek
ketidakmampuan fisik
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
4. Kesiapan peningkatan koping keluarga
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
6. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan
perkembangan
7. Isolasi sosial berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
8. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif
9. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu
dalam hubungan sosial
10. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penurunan fungsi intelektual
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R. E. & Kliegman. R. M. 2010. Nelson Esiensi Pediatri Edisi 4.


Jakarta: EGC
Bernstein, Daniel & Shelov, Steven. 2017. Ilmu Kesehatan Anak untuk
Mahasiswa Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: EGC
Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5.
Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th
edition. United State Of America: Mosby Elsevier, Inc
Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat. 2017. Jumlah Anak
Berkebutuhan Khusus Sumatera Barat Tahun 2017. Padang: Dinas Pendidikan
Provinsi Sumatera Barat
Liyana, Nina, Muhariati, Metty & Rusilanti. (2014). Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan
Pendidikan. Perbandingan pola asuh belajar anak tunagrahita mampu didik
berdasarkan status ekonomi orang tua. 20 juni 2018.
http://scholar.google.com.pe/citations?user=GEdLYt4AAAAJ&hl=es
Moohead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition.
United State Of America: Mosby Elsevier, Inc
Muliana. (2013). Hubungan dukungan keluarga terhadap kemandirian anak retardasi
mental sedang di SLB Negeri tingkat Pembina Provinsi Sulawesi Selatan
Makasar. 20 juni 2018
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/3172/1/mulianan.pdf&sa=U&ved
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Na’imah Tri, Nur’aeni & Septiningsih, Dyah Siti. (2017). Jurnal psikologi
undip. Orientasi happiness pada orang tua yang memiliki anak tunagrahita
ringan. 22 Desember 2017 https://google.co.id/search/client=ucweb-b-
bookmark&q=Jurnal+dampak+retardasi+mental+2017&oq=jurnal+dampa
k+retardasi+mental+2017&aqs=mobile-gws-lite

Anda mungkin juga menyukai