Anda di halaman 1dari 47

Nama : Aris Dwi Prasetya

Nim : 20224663009
Institusi : UM Surabaya

LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Isolasi sosial
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari
interaksi dan hubungan dengan orang lain. Isolasi social adalah keadaan
seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati,
2015).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Purba, dkk. 2008).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku islasi
sosial
1) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa
bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menaarik diri. Sistem keluarga yang
terganggu juga dapat mempengaruhu terjaadinya menarik diri.
Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga profesional
untuk mengembangkan gambaran yang lebihh tepat tentang hubungan
antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat
memengurangi masalah respon sosial menarik diri.
2) Faktor biologik
Faktor genetik apat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesara ventrikel, penurunan
berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat
menyebabkanskizofrenia.
3) Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi
dapat terjadi karena mengaadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak
realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan
gangguan ini (Stuart dan Sundeen, 1998).
b. Faktor Presipitasi
Adapun faktor pencetus terdiri dari 4 sumber utama yang dapat
menentukan alam perasaan adalah :
a. Kehilangan ketertaarikan yang nyataatau yang dibayangkan,
termasuk kehilangan cinta seseorang. Fungsi fisik, kedudukan atau
harga diri, karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep
kehilangan, maka konsep persepsi merupakan hal yang sangat
penting.
b. Peristiwa besar dalm kehidupan, sering dilaporkan sebagai pendahulu
episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah
yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
c. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi depresi
terutama pada wanita
d. Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan berbagai penyakit
fisik seperti infeksi, meoplasma dan gangguan keseimbangan
metabolik dapat mencetus gangguan alam perasaan. (Stuart, 1998)

3. Tanda dan Gejala (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)


Gejala subjektif :
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Respon verbal kurang dan sangat singkat
4. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan rang lain
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
7. Klien merasa tidak berguna
8. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
9. Klien merasa ditolak
Gejala obyektif :
1. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
2. Tidak mengikuti kegiatan
3. Banyak berdiam diri dikamar
4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang
terdekat
5. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
6. Kontak mata kurang
7. Kurang spontan
8. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
9. Ekspresi wajah kurang berseri
10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11. Mengisolasi diri
12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
13. Masukan makanan dan minuman terganggu
14. Retensi urine dan feses
15. Aktivitas menurun
16. Kurang energi (tenaga)
17. Rendah diri
18. Postur tubh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada
posisi tidur)
4. Rentang Respon

III.
1. POHON MASALAH

Resiko perubahan persepsi


Resiko infeksi
sensori halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri Defisit perawatan diri :


Personal hygiene

Gangguan konsep diri: harga


diri rendah Intoleransi aktifitas

Koping individu in efektif


2. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU
DIKAJI
a. Masalah Keperawatan
1) Harga diri rendah
2) Isolasi sosial : menarik diri
3) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
4) Koping individu in efektif
5) Kerusakan interaksi sosial
6) Defisit perawatan diri
7) Defisit pengetahuan
8) Gangguan komunikasi nonverbal
b. Data Yang Perlu Dikaji (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
DS:
a. Klien mengatakan malu dan malas berinteraksi dengan orang
lain
b. Klien merasa malu karena tidak mempunyai pekerjaan dan
penghasilan sendiri
c. Klien memilih memendam masalahnya sendiri
DO:
a. Klien tampak lemah dan tidak bersemangat
b. Kontak mata kurang
c. Klien lebih sering menyendiri dan jarang mengikuti kegiatan
diruangan
d. Klien tampak lebih suka di dalam kamar
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi sosial : Menarik diri
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (menurut Damaiyanti &
Iskandar, 2012)
Tujuan :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri.
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
5. Klien dapat mengungkapkan perasaanya setelah berhubungan dengan
orang lain.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Isos
Pasien : Keluarga
SP Ip : SP Ip :
1. Mengidentifikasi penyebab 1. Mendiskusikan masalah yang
isolasi sosial pasien dirasakan keluarga dalam
2. Berdiskusi dengan pasien merawat pasien
tentang keuntungan 2. Menjelaskan pengertian,
berinteraksi dengan orang lain tanda dan gejala isolasi sosial
3. Berdiskusi dengan pasien yang dialami pasien beserta
tentang kerugian tidak proses terjadinya
berinteraksi dengan orang lain 3. Menjelaskan cara-cara
4. Mengajarkan pasien cara merawat pasien isolasi sosial
berkenalan dengan satu orang
5. Menganjurkan pasien SP IIk :
memasukkan kegiatan latihan 1. Melatih keluarga
berbincang-bincang dengan mempraktikkan cara merawat
orang lain dalam kegiatan pasien dengan isolasi sosial
harian 2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung
SP IIp : kepada pasien isolasi sosial
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
pasien SP IIIk :
2. Memberikan kesempatan 1. Membantu keluarga membuat
kepada pasien mempraktikkan jadwal aktivitas dirumah
cara berkenalan dengan satu termasuk minum obat
orang (discharge planning)
3. Membantu pasien 2. Menjelaskan follow up pasien
memasukkan kegiatan setelah pulang
berbincang-bincang dengan 3.
orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian

SP IIIp :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan kesempatan
kepada pasien cara berkenalan
dengan dua orang atau lebih
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

1. Azizah, L. M., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.
2. Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa . Bandung: PT
Refikasi Aditama.
3. Yusuf, F., & Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa .
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO BUNUH DIRI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Risiko bunuh diri
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Menurut (Azizah, Imam, & Amar, 2016) bunuh diri adalah suatu
keadaan dimana individu mengalami resiko menyakiti diri sendiri atau
melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Perilaku destruktif
diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan
dan dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya,
yang dilakukan dalam waktu yang singkat.
2. Rentang Respon Protektif Diri (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Peningkatan Berisiko Destruktif Pencederaan Bunuh
Diri Destruktif diri tidak diri diri
langsung

3. Penyebab
Menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2012) resiko bunuh diri dapat
terjadi karena beberapa faktor, yaitu
a. Faktor Predisposisi
1) Diagnosa Psikiatri
Gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia
2) Sifat Kepribadian
Antisipatis, impulsif, dan depresi
3) Lingkungan Psikososial
Perceraian, perpisahan, penyakit kronis, peristiwa tidak
menyenangkan dalam hidup, kehilangan dukungan sosial
4) Riwayat Keluarga
Keluarga dengan riwayat bunuh diri
5) Faktor Biokimia
Peningkatan serotonin, adrenalin, dan dopamine dalam otak
b. Faktor Presipitasi
Individu dengan stress yang berlebihan dan individu dengan
emosi yang labil (berubah-ubah) sering kali menjadi penyebab timbulnya
risiko bunuh diri. Bisa juga melalui membaca atau melihat seseorang
yang melakukan bunuh diri baik langsung maupun melalui media
komunikasi.
c. Faktor Perilaku Koping
Pasien dengan penyakit kronis yang mengancam kehidupannya,
struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat, dan sikap isolasi sosial
adalah perilaku yang rentan terjadi risiko bunuh diri
d. Faktor Mekanisme Koping
Denial, rasionalization, regression, dan magical thinking adalah
mekanisme koping yang umum digunakan oleh individu dengan resiko
bunuh diri
4. Proses Terjadinya Bunuh Diri
Adanya motivasi bunuh diri dengan segala alasan, niat untuk
melakukan bunuh diri, memantapkan keputusan sampai akhirnya
melakukan bunuh diri.
5. Tanda dan Gejala (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)
a. Adanya ide untuk bunuh diri.
b. Ungkapan keinginan untuk mati.
c. Ungkapan rasa bersalah atau keputusasaan.
d. Impulsif
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya sangat patuh).
f. Ada riwayat percobaan bunuh diri.
g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang obat dosis mematikan).
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik,
marah, dan mengasingkan diri).
i. Usia 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
j. Konflik interpersonal.
k. Pekerjaan.
l. Latar belakang keluarga.
m. Orientasi seksual.
n. Sumber-sumber personal.
o. Sumber-sumber sosial.
p. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
6. Jenis (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
a. Bunuh diri egoistik (akibat hubungan sosial yang buruk)
b. Bunuh diri altruistik (akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan)
c. Bunuh diri anomik (akibat lingkungan tidak dapat memberikan
kenyamanan bagi individu)
III.
1. POHON MASALAH
(effect) Bunuh diri Resiko perilaku kekerasan

(core problem)Resiko bunuh diri

(causa) Harga diri rendah→isolasi
sosial→halusianasi→waham

Koping keluarga & individu tidak efektif

2. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU


DIKAJI
a. Masalah Keperawatan
1) Risiko perilaku kekerasan
2) Risiko bunuh diri
3) Harga diri rendah
b. Data Yang Perlu Dikaji (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
1) Isyarat bunuh diri
Ditunjukkan dengan perilaku tidak langsung ingin bunuh diri,
contohnya “Tolong jaga anak saya, saya akan pergi jauh” bisa juga
“segala sesuatu akan jauh lebih baik tanpa adanya saya”. Situasi
seperti ini pasien memiliki ide untuk melakukan bunuh diri disertai
dengan ungkapan pasien mengenai hal-hal negatif dalam dirinya.
2) Ancaman bunuh diri
Biasanya disebarkan oleh pasien melalui ungkapannya yang berisi
keinginan untuk bunuh diri dengan alat-alat yang direncanakan
untuk digunakan saat melakukan bunuh diri, tanpa disertai dengan
percobaan bunuh diri secara nyata.
3) Percobaan bunuh diri
Tindakan mencederai diri untuk mengakhiri kehidupan dengan
berbagai cara seperti menjatuhkan diri dari ketinggian, memotong
urat nadi, meminum racun, dan gantung diri.
4) Faktor risiko bunuh diri
(1) Menurut SIRS (Suicidal Intention Rating Scale)
Score 0 : Tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang
Score 1 : Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunh diri
Score 2 : Mengancam bunuh diri
Score 3 : Aktiif dan mencoba bunuh diri
(2) Menurut Stuart dan Sundeen 1987 dalam (Yusuf & Nihayati, 2015)
Faktor Risiko Tinggi Risiko Rendah
Umur > 45 tahun atau remaja 25-45 tahun atau < 12 tahun
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Status perkawinan Cerai, pisah, janda/duda Kawin
Jabatan Profesional Pekerja kasar
Pekerjaan Pengangguran Pekerja
Penyakit kronis Kronik, terminal Tidak ada yang serius
Gangguan mental Depresi, halusinasi Gangguan kepribadian
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko Bunuh Diri
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (menurut Damaiyanti &
Iskandar, 2012)
Tujuan :
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2) Pasien mampu mengekspresikan perasaannya
3) Pasien mampu meningkatkan harga diri
4) Pasien mampu menggunakan koping yang adaptif
5) Pasien mampu menggunakan dukungan sosial
KLIEN KELUARGA
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
membahayakan klien keluarga dalam merawat klien
2. Mengamankan benda-benda yang dapat 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala
membahayakan klien resiko bunuh diri dan jenis prilaku bunuh
3. Melakukan kontrak treatment diri yang dialami klien beserta proses
4. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan terjadinya menjelaskan cara-cara
bunuh diri merawat klien resiko bunuh diri
5. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh 3. Menjelaskan cara-cara merawat klien
diri resiko bunuh diri
SP2P SP2K
1. Mengidentifikasi aspek positif klien 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
2. Mendorong apsien untuk berpikir positif merawat klien dengan resiko bunuh diri
terhadap diri 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Mendorong klien untuk menghargai diri merawat langsung kepada klien resiko
sebagai individu yang berharga dunuh diri
SP3P SP3K
1. Mengidentivikasi pola koping yang biasa 1. Membantu keliarga membuat jadwal
diterapkan klien aktivitas dirumah termasuk minum obat
2. Menilai pola koping yang biasa dilakukan 2. Mendiskusikan sumber rujukan yang
3. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif biasa dijangkau oleh keluarga
4. Mendorong klien memilih pola koping yang
konstruktif
5. Menganjurkan klien menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan harian
SP4P
1. Membuat rencana masa depan yang realistis
bersama klien
2. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa
depan yang realistis
3. Memberi dorongan klien melakukan kegiatan
dalam rangka meraih masa depan yang realistis
DAFTAR PUSTAKA

1. Azizah, L. M., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.
2. Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa . Bandung: PT
Refikasi Aditama.
3. Yusuf, F., & Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa .
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perilaku kekerasan
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Menurut (Azizah, Imam, & Amar, 2016) adalah salah satu
respons marah yang diekspresikan dengan melakukan ancaman,
mencederai orang lain dan atau merusak lingkungan. Respons ini dapat
menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan.
2. Fungsi Marah (menurut (Azizah, Imam, & Amar, 2016)
a. Energizing function/anger energizer behaviour
Bertambahnya tenaga seseorang, misalnya orang yang mengamuk
pada umumnya tenaganya sangat kuat
b. Expressive function
Ekspresi kemarahan yang terbuka menandakan hubungan yang
sehat. Misalnya: ekspresi perasaan kecewa/tidak puas akan
diperlihatkan dengan kemarahan
c. Self promotion function
Kemarahan dapat dipakai untuk memproyeksikan konsep diri yang
positif/untuk meningkatkan harga diri. Misalnya: orang akan marah
karena merasa dihina.
d. Defensive function
Kemarahan merupakan pertahanan ego dalam menanggapi
kecemasan yang meninggi, karena konflik eksternal, misalnya:
seseorang melampiaskan kemarahannya, kemudian setelah
terlampiaskan orang tersebut akan merasa lega.
e. Potentiating function
Kemarahan dapat meningkatkan kemampuan, misalnya: orang yang
bersaing tidak sehat.
f. Discriminative function
Membedakan seseorang dalam berbagai keadaan alam perasaan,
misalnya: gembira, sedih, jengkel dan sebagainya.
3. Rentang Respon Marah (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Aasertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Pasien mampu Pasien gagal Pasien Pasien Pasien
mengungkapk mencapai merasa tidak mengekspresik marah dan
an marah tujuan dapat an secara fisik, bermusuhan
tanpa kepuasan/sa mengungkap tapi masih yang kuat
menyalahkan at marah kan terkontrol, dan hilang
orang lain dan dan tidak perasaannya, mendorong kendali,
memberikan dapat tidak berdaya orang lain disertai
kelegaan menemukan dan dengan amuk,
alternatifnya menyerah ancaman merusak
lingkungan

4. Penyebab (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)


a. Faktor Predisposisi
1) Teori Biologis
a) Neurologic factor
Beragam komponen dari sistem syaraf mempunyai peran
mempengaruhi timbulnya perilaku agresif.
b) Genetic factor
Adanya faktor gen yang dirutunkan melalui orang tua menjadi
potensi perilaku agresif.
c) CycardiN Rhytm
Pada jam-jam sibuk, sekitar jam 9 dan 13, orang lebih mudah
terstimulasi untuk bersikap agresif.
d) Biochemistry faktor
Peningkatan hormone androgen dan norepineprin serta penurunan
serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
e) Brain area disorder
Gangguan pada sistem otak dapat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tidak kekerasan
2) Teori Psikologis
a) Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life span history). Perilaku agresif
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
b) Imitation, modeling, and information precossing theory
Perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang
mentolelir kekerasan.
c) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya.
b. Faktor Presipitasi
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga
serta tidak membiasakan dialok untuk memecahkan masalah
cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada
saat menghadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
5. Proses Terjadinya Amuk
Respon marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal.
Secara internal dapat berupa perilaku tidak asertif dan merusak diri,
sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktir agresif.
Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu (1)
menungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3) menantang (Yusuf,
Fitriyasari & Nihayati, 2015).
Mengekspresikan rasan marah dengan perilaku konstruktif
dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima
tanpa menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu.
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan
menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini
menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan
tingkah laku yang destruktif dan amuk (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati,
2015).
6. Tanda dan Gejala (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot / pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Mengatupkan rahang dengan kuat
i. Mengepalkan tangan
j. Jalan mondar-mandir
III.
1. POHON MASALAH
(effect) Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

(core problem) Perilaku kekerasan→Resiko bunuh diri

(causa) Harga diri rendah→isolasi sosial→defisit
perawatan diri

Koping individu tidak efektidf Koping keluarga tidak efektif


2. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
a. Masalah Keperawatan (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
1) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2) Perilaku kekerasan
b. Data Yang Perlu Dikaji (menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2012)
1) Aspek biologis
Respons fisiologis terjadi karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat,
takikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat.
2) Aspek emosional
Seseorang yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
3) Aspek intelektual
Kaji cara marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana
informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
4) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan.emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
5) Aspek spiritual
Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan
rasa tidak berdosa.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku Kekerasan
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (menurut Damaiyanti &
Iskandar, 2012)
Tujuan :
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya.
2) Pasien mampu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
3) Pasien mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
4) Pasien mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
5) Pasien mampu mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
6) Pasien mampu mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon terhadap
kemarahan.
7) Pasien mampu mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
8) Pasien mampu dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.
9) Pasien mampu menggunakan obat-obatan yang diminum dan
kegunaannya.
KLIEN KELUARGA
SP1P SP2K
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang dirasaka
2. Mengidentifikasi tand gejala PK keluarga dalam merawat klien
3. Mengidentifikasi PK yang dilkukan 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda gejala
4. Menidentifikasi akibat PK serta proses tejadinya PK
5. Menyebutkan cara mengontrol PK 3. Menjelaskan cara merawat klien dengan
6. Membantu klien mempraktikkan latihan PK
cara mengontrol PK
7. Mengnjurkan klien memasukkan dalam
kegiatan harian
SP2P SP2K
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
2. Melatih klien mengontrol PK dengan cara merawat klien dengan PK
fisik II 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam langsung kepada klien PK
kegiatan harian
SP3P SP3K
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1. Membantu keluarga membuat jadwal
2. Melatih klien mengontrol PK dengan cara aktivitas di rumah termasuk minum obat
verbal 2. Menjelaskan follow up klien setelah
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam pulang
jadwal kegiatan harian
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Melatih klien mengontrol PK dengan cara
spiritual
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

1. Azizah, L. M., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.
2. Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa . Bandung: PT
Refikasi Aditama.
3. Yusuf, F., & Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa .
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Harga diri rendah
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilangnya kepercayaan diri dan gagal mencapai tujuan yang
diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan diri ini
dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun (Azizah, dkk.,
2016).
2. Penyebab (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan
orangtua, harapan orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
kertergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak
realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performasi adalah stereotype peran
gender, tuntuan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial.
b. Faktor Presipitasi
Kehilangan bagian tubuh (cacat), perubahan
penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktivitas yang
menurun
3. Rentang Respon Konsep Diri (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi
diri positif rendah identitas
4. Tanda dan Gejala (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penurunan produktivitas
e. Penolakan terhadap kemampuan diri
III.
1. POHON MASALAH
(effect) Resiko perilaku kekerasan Waham

Defisit perawatan diri←Isolasi Sosial : menarik diri→Halusinasi



(core problem) Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

(causa) Harga diri rendah→isolasi sosial→defisit
perawatan diri ↑
Tidak efektifnya koping individu

2. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


a. Masalah Keperawatan (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
1) Harga diri rendah kronik;
2) Koping individu tidak efektif;
3) Isolasi sosial.
b. Data Yang Perlu Dikaji (menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2012)
1) Faktor Predisposisi
a) Citra Tubuh
 Kehilangan / kerusakan bagian tubuh.
 Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh.
 Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh.
 Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.
b) Harga Diri
 Penolakan
 Kurang penghargaa
 Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti,
terlalu dituntut
 Persaingan antara keluarga
 Kesalahan dan kegagalan berulang
 Tidak mampu mencapai standar
c) Ideal Diri
 Cita-cita yang terlalu tinggi
 Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan
 Ideal diri samar atau tidak jelas
d) Peran
 Stereotipe peran seks
 Tuntutan peran kerja
 Harapan peran kultural
e) Identitas Diri
 Ketidakpercayaan orang tua
 Tekanan dari teman sebaya
 Perubahan struktural sosial

2) Faktor Presipitasi
a) Trauma
b) Ketegangan peran perkembangan
c) Transisi peran situasi
d) Transisi peran sehat saki

3) Perilaku
a) Citra Tubuh
 Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu.
 Menolak bercermin.
 Tidak mau mendiskusikan kerterbatasan atau cacat tubuh.
 Menolak usaha rehabilitasi.
 Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat.
 Menyangkal cacat tubuh.
b) Harga Diri Rendah
 Mengkritik diri sendiri/orang lain
 Produktivitas menurun
 Gangguan hubungan
 Merasa diri paling penting
 Desktruktif pada orang lain
 Merasa tidak mampu
 Merasa bersalah dan khawatir
 Mudah tersinggung/marah
 Perasaan negatif terhadap tubuh
c) Kerancuan Identitas
 Tidak ada kode moral
 Kepribadian yang bertentangan
 Hubungan interpersonal yang eksploitatif
 Perasaan hampa
 Perasaan mengambang tentang diri
 Kerancuan gendur
d) Depersonalisasi (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
Afektif Perseptual Kognitif Perilaku
Kehilangan identitas. Halusinasi dengar dan Bingung. Pasif.
Perasaan terpisah dari lihat. Disorientasi waktu. Komunikasi tidak
diri. Bingung tentang Gangguan berpikir. sesuai.
Perasaan tidak realistis.seksualitas diri. Gangguan daya ingat. Kurang spontanitas.
Rasa terisolasi yang Sulit membedakan diriGangguan penilaian. Kehilangan kendali
kuat. dari orang lain. Kepribadian ganda. terhadap impuls.
Kurang rasa Gangguan citra tubuh. Tidak mampu
berkesinambungan. Dunia seperti dalam memutuskan.
Tidak mampu mencari mimpi. Menarik diri secara
kesenangan. sosial.
4) Mekanisme Koping
a) Aktivitas yang dapat memberian pelarian sementara dari krisis,
seperti kerja keras, nonton, dan lain-lain.
b) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
seperti ikut kegiatan sosial, politik, dan lain-lain.
c) Aktivitas yang mewakili upaya jarak pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan, seperti
penyalahgunaan obat.
d) Penutupan identitas.
e) Adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang yang
penting bagi individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi,
dan potensi individu.
f) Identitas negatif.
g) Asumsi identitas yang tidak wajarr untuk dapat diterima oleh nilai-
nilai harapan masyarakat.
h) Fantasi.
i) Disosiasi.
j) Isolasi.
k) Proyeksi.
l) Displacement.
m) Marah/amuk pada diri sendiri.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga Diri Rendah
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (menurut Damaiyanti &
Iskandar, 2012)
Tujuan :
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2) Pasien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
3) Pasien mampu menilai kemampuan yang digunakan
4) Pasien mampu menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuannya yang
dimiliki
5) Pasien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit
6) Pasien mampu memanfaatkan sistem pendukung yang ada
KLIEN KELUARGA
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek 1. Mendiskusikan masalah ynag dirasakan
positif yang dimiliki klien. keluarga dalam merawat klien.
2. Membantu klien menilai kemampuan 2. Menjelaskan pengertian, tanda gejala harga
klien yang masih dapat digunakan. diri rendah yang dialami klien beserta
3. Membantu klien memilih kegiatan yang proses terjadinya.
akan dilatih sesuai dengan kemampuan 3. Menjelaskan cara-cara merawat klien harga
klien. diri rendah.
4. Melatih klien sesuai dengan kemampuan
yang dipilih.
Memberikan pujian yang wajar terhadap
keerhasilan klien.
Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian.
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
klien. merawat klien dengan harga diri rendah.
2. Melatih kemampuan kedua. 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat
3. Menganjurkan klien memasukkan langsung kepada klien harga diri rendah.
kedalam jadwal kegiatan harian.
SP3K
1. Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas di rumah termasuk minum obat
2. Menjelaskan follow up klien setelah
pulang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Azizah, L. M., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.
2. Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa . Bandung: PT
Refikasi Aditama.
3. Yusuf, F., & Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa .
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Defisit Perawatan Diri
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya (Azizah, dkk., 2016).
2. Penyebab (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)
a. Faktor Predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan diri lingkungannya.
Siatuasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
b. Faktor Presipitasi
1) Penurunan motivasi
2) Kerusakan kognisi atau perseptual
3) Cemas
4) Lelah/lemah
3. Proses Terjadinya Defisit Perawatan Diri (menurut Yusuf &
Nihayati, 2015)
Timbul karena terjadi perubahan proses pikir sehingga
kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang
perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri, berhias secara mandiri, dan toileting secara
mandiri
4. Tanda dan Gejala (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
1) Interaksi kurang;
2) Kegiatan kurang;
3) Tidak mampu berperilaku sesuai normal;
4) Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
III.
1. POHON MASALAH
(effect) Isolasi sosial : menarik diri

Defisit perawatan diri

(core problem) Menurunnya motivasi dalam perawatan diri

(causa) harga diri rendah kronis
2. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
a. Masalah Keperawatan (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
Defisit Perawatan Diri
b. Data yang Perlu Dikaji (menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2012)
1) Gangguan kebersihan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi
kotor, kulit berdaki dan bau, serta kuku panjang dan kotor.
2) Ketidakmampuan berhias/berdandan ditandai dengan rambut
acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai,
pada klien laki-laki tidak bercukur, serta pada klien wanita tidak
berdandan.
3) Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran,
dan makan tidak pada tempatnya.
4) Ketidakmampuan BAB atau BAK secara mandiri ditandai dengan
BAB atau BAK tidak pada tempatnya, serta tidak membersihkan
diri dengan baik setelah BAB/BAK.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (menurut Damaiyanti &
Iskandar, 2012)
Tujuan :
1) Klien bisa mengenal tentang pentingnya kebersihan diri
2) Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri
3) Klien dapat mempertahankan kebersihan secara mandiri
4) Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri
KLIEN KELUARGA
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi penyebab defisit perawatan 1. Mendiskusikan masalah yang
diri klien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Berdiskusi dengan klien tentang pentingnya klien
kebersihan diri 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Berdiskusi dengan klien tentang cara menjaga gejala defisit perawatan diri, dan
kebersihan diri jenis defisit perawatan diri yang
4. Menganjurkan klien memasukkan dalam dialami klien beserta proses
jadwal kegiatan harian terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat
klien defisit perawatan diri
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1. Melatih keluarga mempraktekkan
2. Menjelaskan cara mandi yang baik cara merawat klien dengan defisit
3. Membantu klien mempraktekkan cara mandi perawatan diri
yang baik 2. Melatih keluarga melakukan cara
4. Menganjurkan klien memasukkan dalam merawat langsung kepada klien
jadwal kegiatan harian defisit perawatan diri
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1. Membantu keluarga membuat
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik jadual aktivitas di rumah termasuk
3. Membantu klien mempraktekkan cara minum obat (discharge planning)
eliminasi yang baik dan memasukkan dalam 2. Menjelaskan follow up klien
jadual setelah pulang
4. Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Membantu klien mempraktekkan cara
berdandan
4. Menganjurkan klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

1. Azizah, L. M., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.
2. Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa . Bandung: PT
Refikasi Aditama.
3. Yusuf, F., & Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa .
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Halusinasi
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Menurut Yusuf & Nihayati (2015) halusinasi merupakan salah
satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persensi
sensori, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan, atau penciuman. klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ad.a
2. Rentang Respon Neurobiologis (menurut Damaiyanti & Iskandar,
2012)

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir / delusi
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Perilaku disorganisasi
pengalaman atau kurang Isolasi sosial
Perilaku sesuai Perilaku aneh dan tidak
Hubungan sosial biasa
Menarik diri

3. Penyebab (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)


a. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan mudah frustasi, keluarga menyebabkan klien tidak dapat
mandiri sejak dini, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor biologis
Adaya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan dalam mengambil keputusan.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang diasuh oleh orang tua schizophrenia
cenderung mengalami schizophrenia.
b. Faktor Presipitasi
1) Dimensi fisik, seperti kelelhan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional, meliputi perasaan cemas yang berlebihan atas
dasar problem yang tidak dapat diatasi.
3) Dimensi intelektual, ditunjukkan adanya penurunan fungsi ego.
4) Dimensi sosial, adanya gangguan interaksi sosial.
5) Dimensi spiritual, seperti kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu.
4. Proses Terjadinya Halusinasi (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)
Beberapa orang mengatakan bahwa situasi keamanan di otak
normal dibombardir oleh aliran stimulus yang berasal dari tubuh atau
dari luar tubuh. Jika masukan akan terganggu atau tidak ada sama sekali
saat bertemu dalam keadaan normal atau patologis, materi berada dalam
prasadar dapat unconsicious atau dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan keinginan
yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena kepribadian rusak
dan kerusakan pada realitas tingkat kekuatan keinginan sebelumnya
diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal.
5. Klasifikasi Halusinasi (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
 Bicara atau tertawa sendiri.  Mendengar suara-suara/
 Marah-marah tanpa sebab.  Mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap.
Halusinasi dengar  Mengarahkan telinga ke
arah tertentu.  Mendengar suara menyuruh
 Menutup telinga. melakukan sesuatu yang
berbahaya.
 Menunjuk-nunjuk ke arah  Melihat bayangan, sinar,
Halusinasi tertentu. bentuk geometris, bentuk
penglihatan  Ketakutan pada sesuatu kartun, hantu atau monster.
yang tidak jelas.
 Mencium seperti sedang  Membaui bau-bauan seperti
Halusinasi membauai bau-bauan bau darah, urine, feses, dan
penciuman tertentu. kadang-kadang bau itu
 Menutup hidung. menyenangkan.
Halusinasi  Sering meludah.  Merasakan rasa seperti
pengecapan  Muntah. darah, urine, atau feses.
 Menggaruk-garuk  Mengatakan ada serangga di
Halusinasi permukaan kulit. permukaan kulit.
perabaan  Merasa seperti tersengat
listrik.

6. Tahapan Halusinasi (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)


Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage I : Sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari
Fase awal seseorang dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa
sebelum muncul halusinasi dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi
sedangkan support sistem kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung terus-menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan
awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage II : Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti
Halusinasi secara umum ia adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
terima sebagai sesuatu yang berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan
alami. pemikiran pada timbulnya kecemasan. Sensorinya
dapat di kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya.
Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage III : Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering datang
Secara umum halusinasi dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak
sering mendatangi klien. mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang
lain, dengan intensitas waktu yang lama.
Stage IV : Controlling Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori
Severe Level of Anxiety abnormal yang datang. Klien dapat merasakan
Fungsi sensoti menjadi kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah
tidak relevan dengan dimulai fase gangguan psikotik.
kenyataan.
Stage V : Conquering Panic Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai
Level Of Anxiety terasa terancam dengan datangnya suara-suara
Klien mengalami gangguan atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
dalam menilai Halusinasi dapat berlangsung selama minimal
lingkungannya. empat jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeurik. Terjadi
gangguan psikotik berat.

III.
1. POHON MASALAH
(effect) Resiko perilaku kekerasan Waham

(core problem) Perubahan persepsi sensori : Halusinasi



(causa) Isolasi sosial

Harga Diri Rendah→Koping individu tidak efektif

2. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


a. Masalah Keperawatan (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
1) Harga diri rendah kronik;
2) Koping individu tidak efektif;
3) Isolasi sosial.
b. Data Yang Perlu Dikaji (menurut (Damaiyanti & Iskandar, 2012)
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal sehingga meningkatkan stress dan ansietas yang dapat
berakhir dengan gangguan persepsi.
b) Faktor sosial budaya
Perasaan seperti disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat
diatasi sehingga timbul delusi dan halusinasi.
c) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal tidak harmonis dan peran ganda atau peran
yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas yang berakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
d) Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal.
e) Faktor genetia
Keluarga yang memiliki riawayat skizofrenia.

2) Faktor Presipitasi
a) Stressor sosial budaya
Penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang penting, atau
diasingkan dari kelompok dapat meningkatkan stress dan kecemasan
sehingga timbulnya halusinasi.
b) Faktor biokimia
Dopamin, neropinetrin, indolamin, serta zat halusigenik diduga
berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.
c) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas.
d) Perilaku.
Gangguan orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir,
afektif persepsi, motorik dan sosial.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (menurut Damaiyanti &
Iskandar, 2012)
Tujuan :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenali jenis halusinasinya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
4) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
5) Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
KLIEN KELUARGA
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien 1. Mendiskusikan maslah yang dirasakan
2. Mengidentifikasi isi halusinasi klien keluarga dalam merawat klien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi klien 2. Menjelaskan pengertian, tand gejala dan
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien jenis halusinasi yang dialami klien beserta
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan proses terjadinya
halusinasi 3. Menjelaskan cara-cara merawat klien
6. Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi halusinasi
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan merawat klien dengan halusinasi
cara bercakap-cakap dengan oang lain 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal langsung kepada klien halusinasi
kegiatan harian
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 1. Membantu keluarga membuat jadwal
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan aktivitas dirumah termasuk minum obat
melakukan kegiatan yang biasa dilakukan klien 2. Menjelaskan follow up klien setelah
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal pulang
kegiatan harian
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratut
3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Azizah, L. M., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.
2. Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa . Bandung: PT
Refikasi Aditama.
3. Yusuf, F., & Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa .
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

VI. KASUS (MASALAH UTAMA)


Waham
VII. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan
secara kuat atau terus-menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan
(Yusuf, dkk, 2015)

2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem
saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
2) Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan
korteks limbic
3) Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
4) Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
b. Faktor Presipitasi
1) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
3) Adanya gejala pemicu

3. Tanda dan Gejala (menurut Damaiyanti & Iskandar, 2012)


a. Kognitif
1) Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.
2) Individu sangat percaya pada keyakinannya.
3) Sulit berpikir realita.
4) Tidak mampu mengambil keputusan.
b. Afektif
1) Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.
2) Afek tumpul
c. Perilaku dan hubungan sosial
1) Hipersensitif
2) Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
3) Depresif
4) Ragu-ragu
5) Mengancam secara verbal
6) Aktivitas tidak tepat
7) Streotif
8) Impulsif
9) Curiga
d. Fisik
1) Kebersihan kurang
2) Muka pucat
3) Sering menguap
4) Berat badan menurun
5) Nafsu makan berkurang dan sulit tidur.

4. Jenis (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)


a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan
khusus, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini direktur sebuah bank swasta lho..” atau “Saya
punya beberapa perusahaan multinasional”.
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali tetapi
tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya tahu..kalian semua
memasukkan racun ke dalam makanan saya”.
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Kalau saya mau masuk surga saya harus membagikan
uang kepada semua orang.”
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu/terserang penyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi
tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit
menular ganas”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia
terserang kanker.
e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,
serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Ini kan alam kubur ya, semua yang ada di sini adalah
roh-roh”.

5. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Pikiran logis Proses pikir Gangguan proses
Persepsi akurat Kadang ilusi pikir : waham
Emosi konsisten Emosi +/- PSP : Halusinasi
Perilaku sesuai Perilaku tidak sesuai Kerusakan emosi
Hubungan sosial Menarik diri Perilaku tidak sesuai
Isolasi sosial
terorganisir

VIII.
1. POHON MASALAH
(effect) Resiko kerusakan komunikasi verbal

(core problem)Perubahan proses pikir : waham

(causa) Harga diri rendah kronis
2. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU
DIKAJI
a. Masalah Keperawatan
Perubahan proses pikir : Waham
b. Data Yang Perlu Dikaji (menurut Yusuf & Nihayati, 2015)
1) Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
2) Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan,
merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik,
sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi
wajah klien tegang, mudah tersinggung.
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perubahan proses pikir : Waham
X. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (menurut Damaiyanti &
Iskandar, 2012)
Tujuan :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
4) Klien dapat berhubungan dengan realitas
5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar
6) Klien dapat dukungan dari keluarga
KLIEN KELUARGA
SP1P SP1K
Membantu orientasi realita. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
Mendiskusikan kebutuhan yang tidak keluar dalam merawat pasien.
terpenuhi. Menjelaskan pengertian, tanda dan
Membantu pasien memenuhi gejala, dan jenis waham yang dialami
kebutuhannya pasien serta proses terjadinya.
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam Menjelaskan cara merawat pasien waham
jadwal kegiatan harian
SP2P SP2K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara
pasien. merawat pasien dengan waham
Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara
dimiliki merawat langsung kepada pasien waham
4. Melatih kemampuan yang dimiliki
SP3P SP3K
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal
pasien aktifitas di rumah termasuk minum obat
Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah
tentang penggunakan obat secara teratur pulang
6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian Menganjurkan klien
menerapkan pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

1. Azizah, L. M., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Teori dan Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia
Pustaka.
2. Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa . Bandung: PT
Refikasi Aditama.
3. Yusuf, F., & Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa .
Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai