MASALAH KOMUNIKASI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gerontik yang dibina
oleh :
Dibuat oleh :
Kelompok 3
1. Ariska F (1714314201003)
2. Khoirun nissa (1714314201015)
3. Rani wahyu (1714314201021)
4. Moch malik satria (1714314201035)
5. Daud narungu (1714314201011)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “MASALAH
YANG UMUM TERJADI PADA LANSIA DENGAN MASALAH KOMUNIKASI”
dengan baik dan tidak ada halangan apapun. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata
kuliah keperawatan komunitas.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
sehingga kami mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan. Tidak
lupa kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Rahmawati Maulidia, M.Kep. selaku Kaprodi S1 Ilmu Keperawatan.
2. Reny Tri Febriani, SST., M.Kesselaku dosen pembimbing mata kuliah keperawatan
komunitas yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan
bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
3. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberi semangat dan dukungan kepada kami.
4. Dan semua pihak yang telah membantu serta membimbing kami dalam penyusunan
makalah dan asuhan keperawatan ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu jika tedapat kekurangan kami memohon maaf dan mengharapkan
kritik dan saran yang akan membangun makalah ini. Akhirnya, semoga tugas ini dapat
berguna bagi kita semua.
Kelompok 3
i
Daftar isi
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
Daftar isi................................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.2 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.1 Tujuan Penulisan..............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.1 Pengertian Komunikasi pada Lansia.................................................................................3
2.2 Manfaat Komunikasi Teraupetik.......................................................................................3
2.2 Komunikasi Teraupetik pada Lansia.................................................................................3
2.4 Faktor yang Menghambat Proses Komunikasi dengan Lansia........................................3
2.5 Hambatan dalam Melakukan Komunikasi dengan Lansia..............................................4
2.6 Gangguan yang sering dijumpai pada lansia...........................................................10
2.7 Prinsip Gerontologi Untuk Komunikasi.............................................................11
2.8 Teknik Komunikasi pada Lansia......................................................................................11
2.9 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia.........................11
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................13
3.2 Saran....................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep komunikasi teraupetik efektif pada lansia
2. Apa masalah-masalah yang umum muncul saat berkomunikasi dengan
lansia
Tujuan Khusus
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-
perilaku dibawah ini :
- Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
- Meremehkan orang lain
- Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
- Menonjolkan diri sendiri
- Memperlakukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun
tindakan
2. Non Asertif
Tanda-tanda dan sikap non asertif yaitu :
- menarik diri bila diajak bicara
- Merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri
- Merasa tidak berdaya
- Tidak berani mengungkapkan keyakinan
- Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
- Tampil diam atau pasif
- Mengikuti kehendak orang lain
- Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan
orang lain
4
2. Mempertahankan hak dengan menyerang
Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka
berusaha untuk mempertahankan haknya dengan menyerang lawan
bicaranya. Komunikasi yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia
berada dalam kondisi yang seperti ini. Bahkan meskipun lawan bicara
sudah berusaha keras untuk memberikan pemahaman bahwa ia
mendapatkan haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman
sehingga terus melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.
3. Acuh tak acuh
Acuh tak acuh oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat
akan diajak berbicara atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti
dengan perasaan menyepelekan orang lain. Banyak para lansia yang merasa
bahwa komunikasi dengan orang yang lebih muda dibandingkan dengan
dirinya adalah satu kegiatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat sehingga ia
akan dengan mudah menarik diri dari pembicaraan.
4. Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki
keterbatasan fisik yang membuatnya menjadi kesulitan dalam
berkomunikasi. Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak
baik pada lansia. Misalnya saja jika ia memiliki masalah pada pendengaran,
tentunya akan menjadi masalah juga dalam komunikasi. Lansia tersebut
akan membutuhkan alat bantu dengar agar ia dapat berkomunikasi dengan
baik dan lancar.
Jika ia tidak menggunakan alat bantu dengar, maka lawan bicaranya
harus menggunakan suara keras untuk bisa berbicara dengan lansia
tersebut. Sayangnya hal seperti ini sering disalahartikan oleh lansia sebagai
bentuk penghinaan dengan membentak. Disinilah berbagai masalah baru
muncul, maka dari itu sangat dibutuhkan pengertian dan pemahaman yang
baik oleh lawan bicara terhadap kondisi lansia agar komunikasi yang efektif
dapat berjalan dengan baik dan lancar.
5. Stress
5
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia
adalah depresi atau tingkat stres yang dialami oleh lansia. Lansia sangat
mudah diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia alami, maupun
faktor lainnya. Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan
selalu mudah marah dan tidak mau mendengar apapun yang dikatakan oleh
orang lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari beban
pikirannya telah diatasi.
6. Mempermalukan orang lain di depan umum
Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan
salah satu hal yang banyak dihadapi oleh orang yang berkomunikasi dengan
lansia. Lansia yang selalu merasa benar dan tahu segalanya biasanya juga
akan mempermalukan orang lain di depan umum.
Hal ini sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang terdapat
dalam diri mereka sendiri. Jika sudah terjadi, maka biasanya komunikasi
akan langsung berhenti dan tidak lagi dilanjutkan karena lawan bicara sudah
merasa tidak nyaman. Meskipun begitu, kebanyakan lansia menyadari
perbuatan mereka ini dan tidak merasa melakukan kesalahan dalam
komunikasi yang dilakukan.
7. Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka
sehingga banyak dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak
berbicara. Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang
tadinya begitu bersemangat dalam berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak
mengetahui apapun ketika bangun. Hal ini lebih banyak terjadi pada lansia
yang memiliki riwayat penyakit demensia atau Alzheimer. Lansia dengan
riwayat penyakit tersebut biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika
sedang makan sekalipun.
8. Lupa
Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan
berkali-kali menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang
kali. Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun
menjadi tidak lancar. Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi
sangat pelupa, sehingga sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari
lawan bicara dalam menghadapi lansia.
6
9. Gangguan penglihatan
Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya
gangguan penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa
berupa rabun jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat. Beberapa bahasa yang
menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan terlalu dimengerti jika
lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari itu diperlukan pengetahuan
yang cukup mengenai kondisi lansia yang diajak berkomunikasi
sehingga lawan bicara mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar
komunikasi berjalan lancar.
Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi dengan
memberikan kacamata yang sesuai dengan kondisi matanya. Dengan
bantuan alat, maka lansia akan lebih memahami bahasa tubuh atau
komunikasi non verbal yang digunakan oleh lawan bicaranya.
10. Lebih banyak diam
Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam
biasanya merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti
ini akan menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah
komunikasi pada lawan bicaranya. Mereka juga akan sulit untuk dimintai
pendapat karena lebih banyak mengiyakan dan mengikuti apa yang
dipikirkan oleh lawan bicara.
11. Cerewet
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang
dihindari untuk diajak bicara. Beberapa lansia memang terkesan sangat
cerewet. Hal ini tidak terlepas dari pemikiran mereka untuk selalu
menasehati orang yang lebih muda. Keinginan untuk selalu berbicara juga
tidak terlepas dari rasa kesepian dan kebosanan yang mereka rasakan.
Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan
bicara ini adalah dengan berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan
melihat sikap lawan bicaranya yang menghargai apa yang ia katakan, maka
ia pun akan ikut memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk
berbicara.
7
12. Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa
sakit yang dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi
mudah marah, bahkan meskipun tidak ada penyebabnya. Rasa mudah marah
ini membuat banyak orang menjadi malas untuk melakukan cara
berkomunikasi dengan baik dengan lansia karena akan selalu disalahkan
atas segala sesuatu yang ada.
13. Pasien dengan defisit sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan
yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam
berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% – 24% individu
berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang
mempengaruhi komunikasi.
Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik
meningkat menjadi lebih dari 60%. Aging/penuaan mengakibatkan
penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang
terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi
tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien
diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in
the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal
dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake the hill in the
morning (Dakilah bukit d ipagi hari)”.
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi
diameter pupil; lensa mata menguning, yang mempersulit untuk
membedakan warna dengan panjang gelombang pendek seperti lavender,
biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang
diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata
yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi
macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15%
8
orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang
buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk
jarak tertentu. Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30%
melaporkan penglihatannya yang terganggu.
14. Pasien dengan demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang
5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa
bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali lipat
pada 30 tahun yang akan datang. Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap
untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang
berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat
nonformal lain (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk
pada setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal
caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia
juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver.
Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan
komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk
menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan
kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan
“anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang
tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri.
Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan
ekspresi komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan
memori dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi.
Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat
dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu.
15. Pasien yang ditemani oleh caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang
ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya
yang hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik. Meskipun
caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung,
peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver
menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya.
9
Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia.
Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-
hari, tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain
untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi
antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam
perawatan mereka sendiri. Juga merupakan hal penting untuk
memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang
caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya.
8. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau
banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
9. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan
misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh,
udara yang tidak enak, dan lain-lain.
10. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek
pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena
10
depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
15