Anda di halaman 1dari 13

Makalah Konsep kehilangan(loss and grieve)

Dosen pengampu:
Yani arikawati M.Psi

Nama anggota:
Annisa fiorellia(2020206203038)
Ayu sita permata(2020206203039)
Ferlania putri dinanti(2020206203051)
Galuh mustikaningtias(2020206203053)
Hadi prasetyo(2020206203054)
Ibnu kahfi(2020206203057)
Tiara aulia(2020206203070)

Prodi S1 Ilmu keperawatan


Fakultas kesehatan
Universitas muhammadiyah pringsewu
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,
pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi
Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas psikologi dan
kebudayaan, LANJUTIN YA

DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan


kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup
seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum
berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat
disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan
berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses
ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat
apabila menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang
pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah,
sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami
dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan
mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati
duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan
terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.

RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
MANFAAT
BAB II PEMBAHASAN

2.1  Konsep Kehilangan

2.1.1        Definisi Kehilangan

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Potter & Perry, 2005).

2.1.2        Jenis-jenis Kehilangan

Ada 5 jenis konsep kehilangan, yaitu :

1. Kehilangan Objek Eksternal


Kehilangan ini mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang, berpindah
tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang
dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut. Contoh : kehilangan sepeda motor, kehilangan uang, kehilangan rumah.

2. Kehilangan Lingkungan yang telah Dikenal


Kehilangan ini mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selama
periode tertentu/kepindahan secara permanen. Contoh : pindah rumah baru dan
alamat baru atau yang ekstrim lagi dirawat di rumah sakit. Kehilangan melalui
perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui
situasi naturasional, misal : lansia pindah kerumah perawatan.

3. Kehilangan Orang Terdekat


Kehilangan yang terjadi pada orang-orang terdekat seperti orangtua, pasangan,
anak-anak, saudara sekandung, guru, dll. Contoh : pindah rumah, pindah pekerjaan
karena promosi atau mutasi, melarikan diri, dan kematian.

4. Kehilangan Aspek Diri


Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau
psikologis. Kehilangan ini dapat terjadi karena penyakit, cedera, atau perubahan
perkembangan situasi. Kehilangan seperti ini dapat menurunkan kesejahteraan
individu, mengalami kehilangan kedudukan, mengalami perubahan permanen
dalam citra tubuh dan konsep diri. Contoh : kehilangan anggota tubuh dan harus
diamputasi karena kecelakaan lalu lintas, menderita kanker organ tubuh yang
ganas, terkena penyakit HIV/ AIDS.

5. Kehilangan Hidup
Kehilangan ini ada pada orang-orang yang akan menghadapi kematian sampai
dengan terjadinya kematian. Hal ini sering menyebabkan kehilangan kontrol
terhadap diri sendiri, gelisah, takut, bergantung pada orang lain, putus asa dan
malu. Contoh : pasien yang divonis menderita kanker otak, luekimia atau penyakit
langka lainnya yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter.

2.1.3        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehilangan

1. Faktor Perkembangan
A. Anak-anak
 Belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan.
 Belum menghambat perkembangan.
 Bisa mengalami regresi.
B. Orang dewasa
 Kehilangan membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan
hidup.
 Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.

2. Faktor Keluarga
Keluarga mempengaruhi respond an ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya
menunjukkan sikap kuat, tidak menunjukkan sikap sedih secara terbuka.

3. Faktor Sosial Ekonomi


Apabila yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, berarti
kehilangan orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi. Dan hal ini
bisa mengganggu kelangsungan hidup.

4. Faktor Kultural
Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur barat menganggap
kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada
keluarga, kesedihan tidak ditunjukkan pada orang lain. Kultur lain menganggap
bahwa mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-
keras.

5. Faktor Agama
Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa
kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan
Tuhan akan kematian.

6. Faktor Penyebab Kematian


Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan
goncangan jiwa yang berat dan tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang
menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.

Kebutuhan keluarga yang kehilangan membutuhkan hal-hal sebagai berikut.

1. Harapan
Perawatan yang terbaik sudah diberikan. Keyakinan bahwa mati adalah akhir
penderitaan dan kesakitan.

2. Partisipasi
Memberi perawatan. Sharing dengan staf perawatan.

3. Dukungan
Dengan dukungan seseorang bisa melewati kemarahan, kesedihan, dan
penyangkalan. Dukungan bisa digunakan sebagai koping dengan perubahan yang
terjadi.

4. Kebutuhan Spiritual
Berdoa sesuai dengan kepercayaan yang dianut. Mendapatkan kekuatan dari
Tuhan.

2.1.4        Rentang Respon Kehilangan

Berikut penjelasan skema rentang respon kehilangan.

Denial à Anger à Bergaining à Depression à Acceptance

1. Fase Denial (Penyangkalan)


Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan yang ada. Selalu ada
verbalisasi “itu tidak mungkin”, “saya tidak percaya itu terjadi” yang tercantum
dalam otaknya. Terjadi perubahan fisik seperti letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase Anger (Kemarahan)
Mulai sadar akan kenyataan. Marah diproyeksikan pada orang lain. Terjadi reaksi
fisik seperti muka merah, nadi cepat, gelisah, sudah tidur, tangan mengepal.
Berperilaku agresif.

3. Fase Bargaining (Tawar Menawar)


Adanya tawar menawar seperti verbalisasi “kenapa harus terjadi pada saya?“
dinetralkan menjadi “seandainya saya berhati-hati, pasti tidak terjadi pada saya”.
Maksud disini adalah adanya suatu mekanisme pertahanan diri untuk tidak
menyalahkan diri sendiri.

4. Fase Depression (Depresi)


Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa. Gejala yang
timbul adalah menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase Acceptance (Penerimaan)


Pikiran pada objek yang hilang berkurang. Verbalisasi ”apa yang dapat saya
lakukan agar saya cepat sembuh?” dan juga “yah, akhirnya saya harus operasi”.

2.1.5        Dampak Kehilangan

Kehilangan bisa mengakibatkan dampak dalam hidup seseorang seperti berikut ini.

1. Pada masa anak-anak


Kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang akan timbul
regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.

2. Pada masa remaja atau dewasa muda


Kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga atau suatu kehancuran
keharmonisan keluarga.

3. Pada masa dewasa tua


Kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang
sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan.

2.2  Konsep Berduka

2.2.1        Definisi Berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan ketika seseorang mengalami
suatu kehilangan yang kemudian dimanifestasikan dalam bentuk perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain sebagainya.

2.2.2        Jenis-jenis Berduka

Ada 5 jenis konsep berduka, yaitu :

1. Berduka Normal
Terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan.
Misal : kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menarik diri dari aktivitas
untuk sementara.

2. Berduka Antisipatif
Proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan atau kematian yang
sesungguhnya terjadi. Misal : ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan
memulai proses perpisahan dan menyesuaikan diri dengan berbagai urusan dunia
sebelum ajalnya tiba.

3. Berduka yang Rumit


Dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap
kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat
mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.

4. Berduka Tertutup
Kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka. Misal :
kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua, ibu yang
kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin.

5. Berduka Disfungsional
Suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-
besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/ kekacauan.

2.2.3        Rentang Respon Berduka

Menurut Kubler-Ross dalam Potter dan Perry (1997), respon berduka seseorang
terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut.
Denial à Anger à Bergaining à Depression à Acceptance

1. Tahap Denial (Penyangkalan)


Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya,
atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi. Reaksi fisik
yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu tidak
tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit
hingga beberapa tahun.

2. Tahap Anger (Kemarahan)


Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat
tidak berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah,
denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.

3. Tahap Bargaining (Tawar Menawar)


Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan
dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan
seolah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya untuk
melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.

4. Tahap Depression (Depresi)


Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak
berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan
antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.

5. Tahap Acceptance (Penerimaan)


Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang.
Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru. Apabila individu dapat memulai
tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri
proses kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan
mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

2.2.4        Teori Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka.
Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional seseorang dan keluarganya, serta rencana
intervensi untuk membantu mereka memahami kesedihan dan cara mengatasinya.
Berikut penjelasan teori proses berduka dari beberapa pakar.

1. Teori Engels
Menurut Engels (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplikasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
Berikut beberapa fase yang dilalui.

 Fase I (shock dan tidak percaya)


Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

 Fase II (berkembangnya kesadaran)


Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/ akut dan mungkin
mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan
kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

 Fase III (restitusi)


Berusaha mencoba untuk sepakat/ damai dengan perasaan yang hampa/ kosong,
karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari
seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

 Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu
terhadap almarhum.

 Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/ disadari. Sehingga
pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran
baru telah berkembang.

2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut.
 Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “tidak, tidak
mungkin seperti itu!” atau “tidak akan terjadi pada saya!” sangat umum
dilontarkan.

 Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini
orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.

 Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat
orang lain.

 Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati
kehilangan dan mulai memecahkan masalah.

 Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi
kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

3. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup
yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan
bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Berikut
penjelasannya.

 Lahir sampai usia 2 tahun


Tidak punya konsep tentang kematian. dapat mengalami rasa kehilangan dan
dukacita. Pengalaman ini menjadi dasar untuk berkembangnya konsep tentang
kehilangan dan dukacita.
 Usia 2 sampai 5 tahun
Menyangkal kematian sebagai suatu proses yang normal. Melihat kematian sebagai
sesuatu dapat hidup kembali. Mempunyai kepercayaan tidak terbatas dalam
kemampuannya untuk membuat suatu hal terjadi.

 Usia 5 sampai 8 tahun


Melihat kematian sebagai akhir, tidak melihat bahwa kematian akan terjadi pada
dirinya. Melihat kematian sebagai hal yang menakutkan. Mencari penyebab
kematian.

 Usia 8 sampai 12 tahun


Memandang kematian sebagai akhir hayat dan tidak dapat dihindari. Mungkin tak
mampu menerima sifat akhir dari kehilangan. Dapat mengalami rasa takut akan
kematian sendiri.

 Usia remaja
Memahami seputar kematian, serupa dengan orang dewasa. Harus menghadapi
implikasi personel tentang kematian. menunjukkan perilaku berisiko. Dengan
serius mencari makna tentang hidup lebih sadar dan tentang masa depan.

4. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 kategori seperti
penjelasan berikut.

 Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

 Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-
ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan
dirasakan paling akut.

 Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai
memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien
belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

Berikut tabel perbandingan teori proses berduka.


DAFTAR PUSTAKA

Wahdaniah. 2010. Konsep Kehilangan. http://wahdaniah-


ns.blogspot.com/2010/10/konsep-kehilangan.html. Diakses pada tanggal 16
November 2011
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia : Kehilangan,
Kematian, dan Berduka dan Proses Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta: ECG


Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC
Niven Neil. 2003. Psikologi Kesehatan Pengantar untuk Perawat dan Profesional
Kesehatan Lain edisi 2. Jakarta : EGC

Faikanto. 2009. Metode Koping pada Orang yang Kehilangan, Kematian, dan


Dukacita. http://faikanto.multiply.com/journal/item/3/METODE_KOPING_PADA
_ORANG_YANG_KEHILANGAN_KEMATIAN_DAN_DUKA_CITA. Diakses
pada tanggal 16 November 2011

Anda mungkin juga menyukai