Anda di halaman 1dari 15

ANTROPOLOGI DALAM PEMBERIAN ASUHAN

KEPERAWATAN KESEHATAN BERDASARKAN


MASYARAKAT RUMAH SAKIT

DISUSUN

KELOMPOK 3

POCUT DHIYA ULHAQ (21010092)


PUTRI BAHAGIA (21010093)
PUTRI INTAN (21010004)
RAMADHAN AMILA (21010006)
RISKA FARADILLA (20010095)
ROSLINDA (21010098)
SAFRIZA YANI (21010102)
SARAH NAIYA (21010009)
SHAVIA MUIZZA (21010101)
SYIFA HUMAIRA (21010100)
RINA FAZILLA (21010097)

Dosen : Ns. Muhammad Ikhsan, M.kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MEDIKA NURUL ISLAM SIGLI
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antropologi kesehatan sebagai ilmu akan memberikan suatu sumbangan
pada pengemban pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya obstetri ginekologi
sosial. Bentuk dasar sumbangan keilmuan tersebut berupa pola pemikiran, cara
pandang atau bahkan membantu dengan paradigma untuk menganalisis suatu
situasi kesehatan, berdasarkan perspektif yang berbeda dengan sesuatu yang telah
dikenal para petugas kesehatan saat ini.
Antropologi mempunyai pandangan tentang pentingnya pendekatan
budaya. Budaya merupakan pedoman individual sebagai anggota masyarakat dan
bagaimana cara memandang dunia, bagaimana mengungkapkan emosionalnya,
dan bagaimana berhubungan dengan orang lain, kekuatan supernatural atau Tuhan
serta lingkungan alamnya. Budaya itu sendiri diturunkan dari suatu generasi ke
generasi selanjutnya dengan cara menggunakan ocial, bahasa, seni, dan ritual yang
dilakukan dalam perwujudan kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, latar belakang
budaya mempunyai pengaruh yang penting dalam berbagai aspek kehidupan
manusia (kepercayaan, perilaku, persepsi, emosi, bahasa, agama, ritual, struktur
keluarga, diet, pakaian, sikap terhadap sakit, dll). Selanjutnya, hal-hal tersebut
tentunya akan mempengaruhi status kesehatan masyarakat dan pola pelayanan
kesehatan yang ada di masyarakat tersebut.
Latar belakang dibuatnya makalah ini yaitu untuk memenuhi mata kuliah
Antropologi Kesehatan dan juga untuk kami sebagai anggota kelompok agar
memperdalam ilmu tentang antropologi dibidang kesehatan terutama dalam
bidang keperawatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa permasalahan yang telah diurakan dalam latar
belakang ini maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan antropologi keperawatan berdasarkan masyarakat
rumah sakit

1
2. Bagaimana kegunaan antropologi kesehatan dalam pemberian asuhan
keperawatan berdasarkan masyarakat rumah sakit?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui Bagaimana kegunaan antropologi kesehatan dalam
pemberian asuhan keperawatan berdasarkan masyarakat rumah sakit?
2. Mencari tahu tentang Bagaimana kegunaan antropologi kesehatan dalam
pemberian asuhan keperawatan berdasarkan masyarakat rumah sakit?

D. Manfaat Penulisan
Hasil pembuatan makalah ini dapat memberikan :
1. Informasi mengenai antropologi dalam keperawatan bagi anggota kelompok
maupun pembaca.
2. Dapat menambah ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis.
3. Kami selaku anggota kelompok dapat mengerti apa itu antropoligi dibidang
keperawatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Antropologi
Menurut asal kata anthropologi berasal dari kata Yunani anthropos yang
berarti "manusia" atau "orang", dan logosyang berarti "wacana" (dalam pengertian
"bernalar", "berakal"). Anthropologi mempelajari manusia sebagai makhluk
biologis sekaligus makhluk sosial.
Anthropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya
dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang
dihasilkan (Koentjaraningrat).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Antropologi adalah : Ilmu
yang mempelajari tentang manusia baik deri segi kebudayaan, peran, tingkahlaku,
aspek biologi dan kesehatan.

B. Antropologi Keperawatan
Antropologi keperawatan merupakan sistem sosial budaya yg memiliki
ketertarikan untuk dikaji, dalam hal ini antrropologi dapat berdiri sendiri maupun
integrasi dengan bidang profesi lain, seperti pendidikan bagi peranan professional
interaksi, peran professional kebebasan wanita, dan peran professional profesi
keperawatan.
Profesi keperawatan merupakan bidang pengamatan yang menarik bagi
antropologi dalam mengamati metodologinya.
1. Kajian antropologi keperawatan
Dimulai tahun 1936 oleh Brown
Tahun 1968, hanya terdapat 8 orang antropologi yg berkecimpung
dlm pendidikan keperawatan. Tahun 1969, Leininger menemukan 19 tulisan
tentag perawatan dalam konteks antropologi. Sekarang semakain banyak,
antropolog dan tulisan2 antropologi keperawatan.
2. Pendidikan Keperawatan
 Tahun 1976 di Amerika 14 sekolah perawat menawarkan pendidikan
PhD.
 Perawat kini lebih berpendidikan

3
 Perawat lebih fokus pada profesionalitasnya
 Keingian utk lebih maju.
3. Masalah Profesi Keperawatan pd aspek perilaku/antropologi
 Proses –proses penerimaan calon perawat
 Latarbelakang siswa
 Motivasi
 Pendidikan dan pengalaman pendidikan
 Pola-pola karier
 Peran serta spesialisasi profesional.
 Masalah lain
 Frekuensi frustasi perawat

C. Masyarakat Rumah Sakit


Dalam Medical Anthropology, istilah Masyarakat Rumah sakit juga
dikenal sebagai “Medical Systems and Medical Syncretism” (Syncretism adalah
sebuah istilah yang diambil dari studi tentang agama, yang dapat juga berarti
kesatuan atau upaya untuk menyatukan perbedaan-perbedaaan pendapat atau ide
dari beberapa pemikiran).
Medical system (Masyarakat rumah sakit) adalah ide komunitas dan juga
praktik yang berhubungan dengan penyakit/sakit dan Kesehatan/kesembuhan.
Medical system juga adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh
peneliti/pemikir untuk dapat memudahkan mereka memahami tentang bagaimana
manusia dapat berhadapan dengan ‘keadaan sehat-sakit’ dalam sebuah konteks
kebudayaan tertentu.
Masyarakat rumah sakit atau rumah sakit di sini sebenarnya adalah bagian
besar dari kehidupan masyarakat yang mencari cara untuk sehat ketika mereka
mengalami keadaan sakit.
Sebelum adanya istilah rumah sakit, secara tradisional, Kesehatan si
‘sakit’ diperolah ketika mereka bertemu dengan si ‘penyembuh’ (healer).
Penyembuh ini adalah hal penting dalam sebuah komunitas, dan diharapkan Ia ada
dan selalu menetap dengan komunitas. Sehingga, Ketika dibutuhkan, Ia dapat
memainkan perannya. Penyembuh ini, disebut dalam bentuk dan ragam,

4
masyarakat kita mengenalnya dengan sebutan ‘Dukun’, “Balian”, “Mantri’ dan
masih anyak lagi.
Dulu, proses penyembuhan itu tidak terletak pada tempat dimana
penyembuh itu berada, tapi lebih kepada si ‘penyembuh’, karena kepercayaan
masyarakat bahwa karunia penyembuhan ada dalam diri si ‘penyembuh’.
Contoh menarik, dapat dilihat pada tulisan Serilaila dan Atik Triratnawati
tentang “Menjaga Tradisi: Tingginya Animo Suku Banjar Bersalin kepada Bidan
Kampung” untuk menjawab mengapa meskipun kita sudah memiliki D4 atau S1
Kebidanan, tapi masyarakat masih lebih memilih untuk pergi ke bidan kampong
(Dukun Beranak).
Contoh selanjutnya adalah dari artikel yang dituls oleh Nina Anggita Putri
(2017) dengan judul “Kepercayaan (trust) Masyarakat Suku Dayak Benuaq pada
Pengobatan Tradisional Belian (Studi Kasus di Desa Resak, Kutai Barat)”.
Tulisan ini menunjukkan kuatnya unsur’kepercayaan dan kepatuhan’ masyarakat
akan tradisi yang membuat mereka tetap menjaga dan memeliharanya sampai
sekarang. Tulisan ini juga menitikberatkan pentingnya peran ‘Belian’ sebagai
penyembuh.

D. Hubungan Antara Social Budaya Dan Biologi Yang Merupakan Dasar Dari
Perkembangan Antropologi Keperawatan
Hubungan antara social budaya dan biologi yang merupakan dasar dari
perkembangan antropologi keperawatan, yaitu :
1) Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan
resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun
masalah buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk,
genetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut
sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan resultante dari
4 faktor yaitu :
1. Environment atau lingkungan
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan
dengan ecological balance

5
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi
penduduk, dan sebagainya
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif

Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku


merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi
rendahnya derajat kesehatan masyarakat.

2) Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi
oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan budaya.
Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis),
bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang
berbeda di kalangan pasien.
Misalnya dalam bidang biologi, antropologi keperawatan
menggambarkan teknik dan penemuan ilmu-ilmu kedokteran dan
variasinya, termasuk mikrobiologi, biokimia, genetik, parasitologi, patologi,
nutrisi, dan epidemiologi.
Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan antara perubahan
biologi yang didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut terhadap
faktor-faktor sosialdan budaya di masyarakat tertentu.
Contoh : penyakit keturunan albinism di suatu daerah di Nusa Tenggara
Timur ditransmisikan melalui gen resesif karena pernikahan diantara
anggota keluarga.

E. Peran dan Perilaku Pasien


• Peran dan perilaku pasien itu, menurut pandangan antropologi adalah
tergantung pada apa yang ia/mereka percayai.
• Dalam teori keperawatan, kita mengenal apa yang dimaksud dengan
‘Health Belief Model”, sebuah model ilmu keperawatan yang menjelaskan
mengenai praktik perilaku pasien/komunitas yang didasarkan oleh
kepercayaannya akan kesehatan/praktik Kesehatan.

6
• Pasien atau mereka yang sakit sangat penting perannya dalam proses
menemukan penyakit. Pada akhirnya, healer hanyalah orang luar yang
ingin memahami dan membantu, pasien-lah subjek utama di sini.
• Pelajaran ini ingin mengingatkan peran penting ‘pasien’ sebagai subjek
dalam proses perawatan dan penyembuhan. Perawat harus secara terus
menerus menkomunikasikan intervensi dan perkembangan perawatan
kepada pasien.
• Pasien adalah pelaku utama dalam proses penyembuhan dan perawatan.

Respon Sakit/Nyeri Pasien


1. Konflik antara petugas kesehatan dan masyarakat wilayah pedalaman
sering terjadi karena perbedaan sudut pandang dalam melihat keadaan
sehat dan sakit.
2. Petugas Kesehatan (Dokter, Perawat, Bidan dan petugas Kesehatan lain)
yang datang melayani ke daerah pedalaman banyak menilai diri mereka
sebagai manusia modern yang mendatangi daerah atau wilayah pedalaman
yang masih terkesan ‘primitive’. Pemikiran seperti ini memberikan ruang
untuk sikap tidak ingin mempertimbangkan kebudayaan, kebiasaan hidup
masyarakat pedalaman.
3. Respon sakit dan nyeri adalah salah satu unsur penting, yang sangat
‘khusus’ tergantung pada komunitas, nilai kepercayaan dan kebudayaan
tertentu.
4. Perawat yang dapat mengintegrasikan pengetahuannya tentang kesehatan
dan kebudayaan serta pengetahuan masyarakat akan respon sakit/nyeri
akan lebih mudah beradaptasi dengan masalah kesehatan di masyarakat.
Perawat seperti inilah yang akan dapat melahirkan kesuksesan program-
program di tempat pelayanannya kelak.
5. Jadi, mulai sekarang gunakan waktu sebaik-baiknya untuk mempelajari
kebudayaan masing-masing, dan kebudayaan calon tempat bekerja kelak.
Sebagai persiapan untuk mencapai kesuksesan bekerja di masa depan.

7
Respon Sakit dan Nyeri
1. Respon sakit dan nyeri adalah indikasi paling sederhana dan paling mudah
dikenali, yang menunjukkan adanya ‘masalah’ pada tubuh manusia. Ini
juga berarti bahwa Kesehatan dan keselamatan manusia/individu sedang
dalam penderitaan/masalah dan terancam.
2. Rasa sakit/nyeri ini bisa saja terjadi hanya pada satu titik atau bagian
tertentu saja, tapi bisa juga berada pada lebih dari satu titik/bagian tubuh.
Contohnya adalah demam. Demam tidak terjadi hanya pada bagian tubuh
tertentu, seperti kaki. Tapi, demam terjadi pada seluruh bagian tubuh.
Demam yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh terjadi pada seluruh
permukaan tubuh manusia. Demam juga dapat disertai dengan nyeri
kepala, yang hanya terjadi pada satu bagian saja yaitu bagian kepala
(Misalkan hanya bagian frontal atau temporal saja).
3. Rasa nyeri dan keadaan sakit adalah indicator yang paling jelas bahwa ada
sesuatu yang bermasalah pada diri individu, dan untuk alasan ini, individu
bergerak mencari pertolongan untuk mengurangi rasa nyeri, dan mencapai
kenyamanan (kembali pada keadaan normalnya lagi).
4. Ilmu antropologi melihat keadaan nyeri dan sakit sebagai sesuatu yang
kompleks dan memiliki banyak arti. Perawat atau petugas Kesehatan pada
umumnya diharapkan untuk ‘memahami’ dan tidak sembarang
memberikan penilaian atau secara langsung memblok pemahaman pasien
akan rasa sakit dan nyeri yang ia alami.
5. Nyeri dan sakit itu bersifat subjektif, dan perawat diharapkan kembali
untuk melakukan pengkajian dan re-check tentang kedua hal ini kepada
pasien yang merasakan secara nyata perasaan/pengalaman sakit dan nyeri.

F. Perbedaan Antara Perkembangan Antropologi Keperawatan Biological Pole


Dan Sosiocultural Pole
Menurut Foster/Anderson, Antropologi keperawatan mengkaji masalah-
masalah kesehatan dan penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi
dan kutub sosial budaya.
Pokok perhatian kutub biologi :
1. Pertumbuhan dan perkembangan manusia

8
2. Peranan penyakit dalam evolusi manusia
3. Paleopatologi (studi mengenai penyakit-penyakit purba)

Pokok perhatian kutub sosial-budaya :


1. Sistem medis tradisional (etnomedisin)
2. Masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka
3. Tingkah laku sakit
4. Hubungan antara dokter pasien
5. Dinamika dari usaha memperkenalkan pelayanan kesehatan barat kepada
masyarakattradisional.

G. Kegunaan Antropologi Keperawatan


Antropologi mempunyai pandangan tentang pentingnya pendekatan
budaya. Budaya merupakan pedoman individual sebagai anggota masyarakat dan
bagaimana cara memandang dunia, bagaimana mengungkapkan emosionalnya,
dan bagaimana berhubungan dengan orang lain, kekuatan supernatural atau Tuhan
serta lingkungan alamnya.
Budaya itu sendiri diturunkan dari suatu generasi ke generasi selanjutnya
dengan cara menggunakan simbol, bahasa, seni, dan ritual yang dilakukan dalam
perwujudn kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, latar belakang budaya mempunyai
pengaruh yang penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia (kepercayaan,
perilaku, persepsi, emosi, bahasa, agama, ritual, struktur keluarga, diet, pakaian,
sikap terhadap sakit, dll). Selanjutnya, hal-hal tersebut tentunya akan
mempengaruhi status kesehatan masyarakat dan pola pelayanan kesehatan yang
asa di masyarakat tersebut.
Secara umum, antropologi keperawatan senantiasa memberikan
sumbangan pada ilmu kesehatan lain sebagai berikut :
1. Memberikan suatu cara untuk memandang masyarakat secara keseluruhan
termasuk individunya. Dimana cara pandang yang tepat akan mampu untuk
memberikan kontribusi yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan suatu
masyarakat dengan tetap bertumpu pada akar kepribadian masyarakat yang
membangun. Contoh ; pendekatan sistem, holistik, emik, relativisme yang
menjadi dasar pemikiran antropologi dapat digunakan untuk membantu

9
menyelesaikan masalah dan mengembangkan situasi masyarakat menjadi
lebih baik.
2. Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk
menguraikan proses sosial budaya bidang kesehatan. Memang tidak secara
tepat meramalkan perilaku individu dan masyarakatnya, tetapi secara tepat
bisa memberikan kemungkinan luasnya pilihan yang akan dilakukan bila
masyarakat berada pada situasi yang baru.
3. Sumbangan terhadap metode penelitian dan hasil penelitian. Baik dalam
merumuskan suatu pendekatan yang tepat maupun membantu analisis dan
iterpretasi hasil tentang suatu kondisi yang ada di masyarakat.

H. Karakteristik Kebudayaan Rumah Sakit (Organisasi)


Pertama, asumsi karyawan tentang keterkaitan lingkungan organisasi yang
menunjukkan bahwa organisasi mereka didominasi dan sangat dipengaruhi oleh
beberapa pihak eksternal, yaitu pemilik saham, Departemen Kesehatan sebagai
pembina teknis, dan masyarakat pengguna jasa kesehatan sebagai konsumen.
Peran masyarakat kini begitu dirasakan sejak RS menjadi institusi yang
harus mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa mengandalkan subsidi lagi dari
PTPN XI. Pada situasi seperti ini, karyawan menyadari betul fungsi yang harus
dimainkan ketika berhadapan dengan konsumen, yaitu mereka harus memberikan
pelayanan terbaik kepada pasien dan keluarganya, serta para pengunjung lainnya.
Nilai-nilai yang sudah ditanamkan kepada karyawan dalam memberikan
pelayanan kepada konsumennya tadi dapat terungkap dari pandangan mereka
bahwa justru konsumenlah orang terpenting dalam pekerjaan mereka. Pasien
adalah raja yang mana semua karyawan bergantung padanya bukan pasien yang
bergantung pada karyawan. Pasien bukanlah pengganggu pekerjaan karyawan
namun merekalah tujuan karyawan bekerja. Karyawan bekerja bukan untuk
menolong pasien, namun keberadaan pasienlah yang menolong karyawan karena
pasien tersebut telah memberikan peluang kepada karyawan untuk memberikan
pelayanan. Oleh karena itu jika terdapat perselisihan antara karyawan dan pasien
maka karyawan haruslah mengalah karena tidak ada yang pernah menang dalam
berselisih dengan konsumen. Dengan melihat nilai yang ditanamkan pada setiap

10
karyawan tersebut maka dapat dijelaskan tentang berlakunya asumsi fungsi
pelayanan di RS.
Kedua, tentang pandangan karyawan mengenai bagaimana sesuatu itu
dipandang sebagai fakta atau tidak (kriteria realitas) dan bagaimana sesuatu itu
ditentukan sebagai benar atau tidak (kriteria kebenaran). Kriteria realitas yang
dominant berlaku di RS X adalah realitas sosial yang berarti bahwa sesuatu itu
dapat diterima sebagai fakta bila sesuai dengan kebiasaan yang telah ada atau
opini umum yang berkembang di lingkungan RS X. Sementara itu, karyawan RS
X juga berpandangan dominan bahwa kebenaran lebih ditentukan oleh
rasionalitas. Dengan kata lain, sesuatu itu dapat dipandang sebagai benar
bergantung pada rasioanalitas kolektif di lingkungan RS X dan bila telah
ditentukan melalui proses yang dapat diterima dalam saluran organisasi.
Ketiga, tentang pandangan karyawan berkenaan dengan hakikat sifat dasar
manusia. Sebagian besar karyawan rupanya berasumsi bahwa manusia atau teman
sekerja mereka itu memiliki sifat yang pada dasarnya baik, yaitu rajin bekerja,
sangat memperhatikan waktu kerja (masuk dan pulang kerja tepat waktu), siap
membantu pekerjaan rekan-rekan lainnya. Namun demikian mereka juga
berpandangan bahwa sifat ini tidak selamanya berlaku konsisten. Akan ada selalu
godaan atau kondisi yang dapat mengubah sifat manusia. Mereka percaya betul
bahwa tidak ada sifat yang kekal, sifat baik dapat saja berubah menjadi buruk,
begitu pula sifat buruk bisa berubah menjadi baik.
Keempat, mengenai asumsi karyawan tentang hakikat aktivitas manusia
yang menunjukkan bahwa aktivitas manusia itu harmoni atau selaras dengan
aktivitas organisasi. Tidak hanya aktivitas manusia saja yang mampu menentukan
keberhasilan organisasi. Namun mereka juga menolak bahwa aktivitas organisasi
semata yang menentukan keberhasilan organisasi karena mereka memandang
bahwa aktivitasnya juga memberikan kontribusi atas keberhasilan organisasi.
Pada intinya, mereka memandang bahwa aktivitasnya yang meliputi
curahan waktu, tenaga, dan pikiran harus selaras dengan aktivitas organisasi
secara keseluruhan yang berupa kinerja sumber daya manusia, keuangan, aktiva
tetap, infra dan supra struktur organisasi.

11
Kelima, berkenaan dengan asumsi hakikat hubungan manusia yang
hasilnya menunjukkan bahwa hubungan antar karyawan lebih bersifat
kekeluargaan. Kekeluargaan 10 tidak dipahami sebagai nepotisme atau usaha
keluarga, namun kekeluargaan dipahami sebagai hubungan antar inidividu dalam
suatu kelompok kerja sebagai suatu kerja sama kelompok yang lebih berorientasi
pada konsensus dan kesejahteraan kelompok.
Dalam suatu kelompok kerja seorang karyawan terkadang tidak hanya
menjalankan tugas hanya pada bidang tugas yang tertera secara formal karena ia
harus siap membantu bidang tugas yang lain yang dapat ditanganinya. Seorang
perawat di unit bedah dengan tugas khusus sterilisasi tidak hanya menangani
tugasnya saja. Ia harus siap membantu karyawan lainnya untuk juga menangani
instrumen dan pulih sadar. Semua pekerjaan itu dilakukan sebagai suatu kerja
sama kolektif dalam mencapai efektivitas organisasi. Hubungan antar karyawan
tidak sebatas hubungan kerja, kerapkali mereka jauh lebih terikat secara pribadi
dan saling mengerti tentang karakteristik pribadi lainnya. Suasana guyub terlihat
dalam suasana saling membantu tidak hanya dalam konteks kerja tetapi juga di
luar pekerjaan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dalam Medical Anthropology, istilah Masyarakat Rumah sakit juga dikenal
sebagai “Medical Systems and Medical Syncretism” (Syncretism adalah
sebuah istilah yang diambil dari studi tentang agama, yang dapat juga
berarti kesatuan atau upaya untuk menyatukan perbedaan-perbedaaan
pendapat atau ide dari beberapa pemikiran).
2. Medical system (Masyarakat rumah sakit) adalah ide komunitas dan juga
praktik yang berhubungan dengan penyakit/sakit dan
Kesehatan/kesembuhan. Medical system juga adalah sebuah konsep yang
dikembangkan oleh peneliti/pemikir untuk dapat memudahkan mereka
memahami tentang bagaimana manusia dapat berhadapan dengan ‘keadaan
sehat-sakit’ dalam sebuah konteks kebudayaan tertentu.
3. Dalam teori keperawatan, kita mengenal apa yang dimaksud dengan ‘Health
Belief Model”, sebuah model ilmu keperawatan yang menjelaskan
mengenai praktik perilaku pasien/komunitas yang didasarkan oleh
kepercayaannya akan kesehatan/praktik Kesehatan.
4. Pasien atau mereka yang sakit sangat penting perannya dalam proses
menemukan penyakit. Pada akhirnya, healer hanyalah orang luar yang ingin
memahami dan membantu, pasien-lah subjek utama di sini.
5. Pelajaran ini ingin mengingatkan peran penting ‘pasien’ sebagai subjek
dalam proses perawatan dan penyembuhan.

B. Saran
Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan, kepercayaan
bahkan seluruh peradaban manusia dan lingkungannya berpengaruh terhadap
penyakit. Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu
berubah, yang sering membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau
perkembangan/perubahan penyakit yang sudah ada.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1986. Antropologi budaya mengenal kebudayaan dan suku-suku


bangsa di indonesia. surabaya : pelangi.

Purnomo, Renggo. 2013. Peranan Tenaga Medis Perawat Dalam Meningkatkan


Kesehatan Masyarakat Di Rsud Aji Batara Agung Dewa Sakti Kecamatan
Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara. eJournal Administrasi Negara.
Volume 1, Nomor 2, 2013

Rokhmah, N.A, Anggorowati. 2017. Komunikasi Efektif Dalam Praktek


Kolaborasi Interprofesi Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan.
Journal of Health Studies. Volume 1, Nomer. 1.

Joyomartono, Mulyono. 2011.Pengantar Antropologi Kesehatan. Semarang:


UNNES PRESS.

Scotch, Norman A.1963. Medical antropology dalam bienial review of B.H siegel
ed. Hlm.30-68. Standford unifersity press.

Poster ,G.M. Anderson, B.G (1990). Antropologi kesehatan. Jakarta: universitas


Indonesia

Koentjaraningrat. (2004). Manusia dan kebudayaan di indonesia. Cetakan ke


sepuluh. Jakarta: PT Penerbit Djambatan.

14

Anda mungkin juga menyukai