Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Ayu Putri Ananda 142011003
Penulisan makalah ini tidak dapat terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat-Nya sehingga Makalah
ini selesai dengan baik.
2. Ibu Komalasari, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai dosen pembimbing dan pengajar
Penulis sadar bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sebagai bekal
perbaikan, penulis akan berterima kasih apabila para pembaca berkenan memberikan
masukan, baik dalam bentuk kritikan maupun saran demi kesempurnaan pembuatan
makalah ini. Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi
keperawatan .
Tanjungpinang,2022
Penulis
ii | S T I K E S H A N G T U A H T P I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................3
C. Tujuan Penulisan..............................................................................3
BAB II........................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
A. Konsep Sistem Urinaria Dan Kelainan Kongenital..........................4
B. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Penyakit
Wilm’s Tumor........................................................................................7
C. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Penyakit
Hipospadia............................................................................................25
BAB III....................................................................................................45
PENUTUP................................................................................................45
A. Kesimpulan.....................................................................................45
B. Saran...............................................................................................45
BAB IV....................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................46
iii | S T I K E S H A N G T U A H T P I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja gangguan yang terjadi akibat kelainan kongenital pada system
urinaria ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit Willm’s Tumor
pada anak ?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit Hipospadia pada
anak ?
C. Tujuan Penulisan
1. Sistem Urinaria
Sistem urinaria adalah sistem organ yang berfungsi untuk menyaring dan
membuang zat limbah dengan cara menghasilkan urine. Jika fungsi sistem ini
terganggu, limbah dan racun bisa menumpuk di dalam tubuh dan menyebabkan
berbagai gangguan kesehatan.
Sistem urinaria atau saluran kemih terdiri dari ginjal, kandung kemih, ureter, dan
uretra (saluran kencing). Setiap bagian dalam sistem urinaria memiliki fungsi dan
peranannya masing-masing. Melalui saluran kemih, urine yang membawa limbah dan
racun akan dikeluarkan dari dalam tubuh. Bagian dari Sistem Urinaria dan Fungsinya
1. Ginjal
Tubuh manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di area punggung kiri dan
kanan, tepat di bawah tulang rusuk bagian belakang. Masing-masing ginjal memiliki
ukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa dan berbentuk menyerupai kacang.
Fungsi utama ginjal adalah mengatur jumlah air dalam tubuh, menyaring zat limbah
atau sisa metabolisme tubuh, menghasilkan hormon yang berfungsi untuk
mengendalikan tekanan darah dan produksi sel darah merah, serta mengatur pH atau
tingkat keasaman darah.
2. Ureter
Ureter adalah bagian dari sistem urinaria yang berbentuk menyerupai saluran pipa
atau tabung. Organ ini berfungsi untuk mengalirkan urine dari masing-masing ginjal
ke kandung kemih untuk ditampung.
3. Kandung kemih
Organ yang berbentuk segitiga dan berada di dalam perut bagian bawah ini bertugas
untuk menampung urine. Jika kandung kemih sudah terisi penuh oleh urine, maka
akan timbul dorongan untuk buang air kecil. Kandung kemih orang dewasa mampung
menampung urine hingga 300–500 mililiter.
4. Uretra
Uretra atau saluran kencing adalah saluran yang menghubungkan antara kandung
kemih ke lubang saluran kemih pada ujung penis atau vagina.
Kelainan bawaan atau kelainan kongenital adalah kondisi tidak normal yang terjadi
pada masa perkembangan janin. Kelainan ini dapat memengaruhi fisik atau fungsi
anggota tubuh anak sehingga menimbulkan cacat lahir.
Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah tumor ganas ginjal yang tumbuh dari
sel embrional primitive di ginjal. Tumor Wilms biasanya ditemukan pada
anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun, tetapi kadang ditemukan pada
anak yang lebih besar atau orang dewasa. Tumor Wilms merupakan tumor
ganas intraabdomen yang tersering pada anak-anak dan tumbuh dengan cepat
(progesif).
Tumor wilms adalah tumor ginjal campuran ganas yang tumbuh dengan cepat,
terbentuk dari unsur embrional, biasanya mengenai anak-anak sebelum usia
lima tahun (Kamus Kedokteran Dorland).
Tumor wilms adalah tumor padat intraabdomen yang paling sering dijumpai
pada anak. Tumor ini merupakan neoplasma embrional dari ginjal, biasanya
muncul sebagai massa asimtomatik di abdomen atas atau pinggang. Tumor
sering ditemukan saat orang tua memandikan atau mengenakan baju anaknya
atau saat dokter melakukan pemeriksaan fisik terhadap anak yang tampak
sehat. (Basuki,2011).
1. WAGR syndrome :
b. Genitourinary malformation
c. Retardasi mental
2. Deny-Drash Syndrome
Sindrom ini menyebabkan kerusakan ginjal sebelum umur 3 tahun dan sangat
langka. Didapati perkembangan genital yang abnormal. Anak dengan sindrom
ini berada dalam resiko tinggi terkena tipe kanker lain, selain Tumor Wilms.
Bayi lahir dengan berat badan yang lebih tinggi dari bayi normal, lidah yang
besar, pembesaran organ – organ.
Sekitar 1,5% penderita mempunyai saudara atau anggota keluarga lain yang
juga menderita Tumor wilms. Hampir semua kasus unilateral tidak bersifat
keturunan yang berbeda dengan kasus Tumor bilateral. Sekitar 7-10% kasus
Tumor wilms diturunkan secara autosomal dominan.
3. Klasifikasi
a. T : Tumor primer
4) T4 : Bilateral
b. N : Metastasis limfa
c. M : Metastasis jauh
1) M0 : Tidak ditemukan
a. Stadium I
Tumor terbatas di dalam jaringan ginjal tanpa menembus kapsul. Tumor ini
dapat direseksi dengan lengkap.
b. Stadium II
Tumor menembus kapsul dan meluas masuk ke dalam jaringan ginjal dan
sekitar ginjal yaitu jaringan perirenal, hilus renalis, vena renalis dan kelenjar
limfe para-aortal. Tumor masih dapat di reseksi dengan lengkap.
c. Stadium III
d. Stadium IV
4. Manifestasi Klinis
Keluhan utama biasanya hanya benjolan perut, jarang dilaporkan adanya nyeri
perut dan hematuria, nyeri perut dapat timbul bila terjadi invasi tumor yang
menembus ginjal sedangkan hematuria terjadi karena invasi tumor yang
menembus sistim pelveokalises. Demam dapat terjadi sebagai reaksi
anafilaksis tubuh terdapat protein tumor dan gejala lain yang bisa muncul
adalah :
10 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
jaringan yang akan merangsang pelepasan renin atau tumor sendiri
mengeluarkan renin.
2. Anemia
5. Malaise
6. Anorexia
5. Patofisiologi
Tumor Wilm’s ini terjadi pada parenkim ginjal. Tumor tersebut tumbuh
dengan cepat di lokasi yang dapat unilateral atau bilateral. Pertumbuhan tumor
tersebut akan meluas atau menyimpang ke luar renal. Mempunyai gambaran
khas berupa glomerulus dan tubulus yang primitif atau abortif dengan ruangan
bowman yang tidak nyata, dan tubulus abortif di kelilingi stroma sel
kumparan.
11 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
gen suppressor tumor yang menyangkut aspek prozigot dan postzigot. Mutasi
kedua adalah inaktivasi alel kedua dari gen tumor supresor spesifik.
Gen WT1 pada kromosom 11p13 adalah gen jaringan spesifik untuk sel
blastema ginjal dan epitel glomerolus dengan dugaan bahwa sel precursor
kedua ginjal merupakan lokasi asal terjadinya Wilms Tumor. Ekspresi WT1
meningkat pada saat lahir dan menurun ketika ginjal telah makin matur. WT1
merupakan onkogen yang dominan sehingga bila ada mutasi yang terjadi
hanya pada 1 atau 2 alel telah dapat menimbulkan Wilms Tumor. Gen WT2
pada kromosom 11p15 tetap terisolasi tidak terganggu.
Gambaran klasik tumor Wilms bersifat trifasik, termasuk sel epitel, blastema
dan stroma. Berdasarkan korelasi histologis dan klinis, gambaran
histopatologik tumor Wilms dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu
tumor risiko rendah (favourable), dan tumor risiko tinggi (unfavourable)
6. Pemeriksaan Penunjang
Tumor Wilms harus dicurigai pada setiap anak kecil dengan massa di
abdomen. Pada 10-25% kasus, hematuria mikroskopik atau makroskopik
memberi kesan tumor ginjal.
12 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
3. Ultrasonografi → USG merupakan pemeriksaan non invasif yang dapat
membedakan tumor solid dengan tumor yang mengandung cairan. Dengan
pemeriksaan USG, tumor Wilms nampak sebagai tumor padat di daerah
ginjal. USG juga dapat digunakan sebagai pemandu pada biopsi. Pada
potongan sagital USG bagian ginjal yang terdapat tumor akan tampak
mengalami pembesaran, lebih predominan digambarkan sebagai massa
hiperechoic dan menampakkan area yang echotekstur heterogenus.
13 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
dengan metastasis di hepar dapat menunjukkan abnormalitas pada analisa
serum.
7. Penatalaksanaan
Ukuran tumor pada saat datang menentukan cara pengobatan. masing- masing
jenis ditangani secara berbeda, tetapi tujuannya adalah menyingkirkan tumor
dan memberikan kemoterapi atau terapi radiasi yang sesuai. Apabila tumor
besar maka pembedahan definitive mungkin harus di tunda sampai kemoterapi
atau radiasi selesai. Kemoterapi dapat memperkecil tumor dan memungkinkan
reaksi yang lebih akurat dan aman.
1. Penatalaksanaan Medis :
a. Farmakologi
1) Kemoterapi
Tumor Wilms termasuk tumor yang paling peka terhadap obat kemoterapi.
Prinsip dasar kemoterpai adalah suatu cara penggunaan obat sitostatika yang
berkhasiat sitotoksik tinggi terhadap sel ganas dan mempunyai efek samping
yang rendah terhadap sel yang normal.
14 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
untuk menurunkan resiko ruptur intraoperatif dan mengecilkan massa tumor
sehingga lebih midah direseksi total.
Ada lima macam obat sitostatika yang terbukti efektif dalam pengobatan
tumor Wilms, yaitu Aktinomisin D, Vinkristin, Adriamisin, Cisplatin dan
siklofosfamid. Mekanisme kerja obat tersebut adalah menghambat sintesa
DNA sehingga pembentukan protein tidak terjadi akibat tidak terbentuknya
sintesa RNA di sitoplasma kanker, sehingga pembelahan sel-sel kanker tidak
terjadi.
a) Aktinomisin D
b) Vincristine
Golongan alkaloid murni dari tanaman Vina rossa, biasanya diberikan dalam
satu dosis 1,5 mg/m2 setiap minggu secara intravena (tidak lebih dari 2
mg/m2). Bila melebihi dosis dapat menimbulkan neurotoksis, bersifat iritatif,
hindarkan agar tidak terjadi ekstravasasi pada waktu pemberian secara
intravena. Vinkristin dapat dikombinasi dengan obat lain karena jarang
menyebabkan depresi hematologi, sedangkan bila digunakan sebagai obat
tunggal dapat menyebab relaps.
c) Adriamisin
15 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
sawar otak dapat menimbulkan toksisitas pada miokard bila melebihi dosis.
Dapat dikombinasi dengan Aktinomisin D.
d) Cisplatin
e) Cyclophospamide
b. Non Farmakologi
1) Pembedahan
a) Keperawatan perioperatif
Karena banyak anak dengan tumor wilms mungkin mendapat obat kemoterapi
kardiotoksik, maka mereka harus diperiksa oleh ahli onkologi dan di izinkan
untuk menjalani operasi. Mereka perlu menjalani pemeriksaan jantung yang
menyeluruh untuk menentukan status fungsi jantung. Tumor wilms jangan di
palpasi untuk menghindari rupture dan pecahnya sel-sel tumor. Pasien di
letakkan dalam posisi telentang dengan sebuah gulungan di bawah sisi yang
terkena. Seluruh abdomen dan dada di bersihkan.
Pasien tumor wilms menerima kemoterapi dan terapi radiasi yang sesuai
dengan lesi. Gambaran histologik lesi merupakan suatu indicator penting
untuk prognosis, karena gambaran tersebut menentukan derajat anaplasia.
Anak yan histologiknya relative baik. Nefrektomi radikal dilakukan bila
tumor belum melewati garis tengah dan belum menginfiltrasi jaringan lain.
16 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Pengeluaran kelenjar limfe retroperitoneal total tidak perlu dilakukan tetapi
biopsi kelenjar di daerah hilus dan paraaorta sebaiknya dilakukan.
2) Radiotherapy
Tumor Wilms dikenal sebagai tumor yang radiosensitif, tapi radioterapi dapat
mengganggu pertumbuhan anak dan menimbulkan penyulit jantung, hati dan
paru. Karena itu radioterapi hanya diberikan pada penderita dengan tumor
yang termasuk golongan patologi prognosis buruk atau stadium III dan IV.
Jika ada sisa tumor pasca bedah juga diberikan radioterapi. Radioterapi dapat
juga digunakan untuk metastase ke paru, otak, hepar serta tulang.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
I. Diagnosa Keperawatan
17 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
3. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme, kehilangan protein dan penurunan intake
f. Kolaborasikan
pemberian tranfusi
darah
18 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
g. Persiapkan pemberian
transfusi (seperti
mengecek darah
dengan identitas
pasien, menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi darah
h. Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi
j. Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb,
Besi serum, angka
trombosit)
19 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
d. Bantu pasien
menjadwalkan istirahat
dan aktifitas
f. Kolaborasikan dengan
ahli gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan
g. Kolaborasikan
pemberianterapi
oksigen
20 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
d. Nafsu makan baik e. Monitor mual dan
muntah
f. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, kadar hematokrit
i. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.
j. Anjurkan masukan
kalori yang tepat yang
sesuai dengan
kebutuhan energi
k. Anjurkan makan
sedikit tapi sering
g. Kolaborasikan
pemberiannutrisi
parenteral bila
21 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
diperlukan
22 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
h. Lakukan terapi
bermain atas indikasi
j. Dorong pasien/keluarga
untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi tentang
penyakit
k. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi (sepert tarik
napas dalam, distraksi,
dll)
l. Kolaborasi pemberian
obat untuk mengurangi
kecemasan
23 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
C. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Penyakit
Hipospadia
Klasifikasi hipospadia paling ringan adalah meatus uretra yang bermuara pada
bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glands dan
skrotum tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung
24 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral
atau yang disebut chordee dan uretra penis lebih pendek secara progresif, tetapi
jarak antara meatus dan glands tidak dapat bertambah secara signifikan sampai
chordee dikoreksi. Karenanya, klasifikasi hipospadia didasarkan atas dasar
meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal. Pada
kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan meluas ke
basis dorsal penis (transposisi skrotum) dan chordee (pita jaringan fibrosa). Pada
10 % anak laki-laki dengan hipospadia biasanya testis tidak turun (Kyle &
Carman, 2014).
2.Etiologyi
25 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
b. Faktor hormonal
Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses yang kompleks dan
melibatkan berbagai gen serta interaksi hormon yang ada pada ibu hamil. Proses
pembentukan saluran uretra ini terjadi pada minggu ke-6 trimester pertama dan
bersifat androgendependent, sehingga ketidak normalan metabolisme androgen
seperti defisiensi reseptor androgen di penis, kegagalan konversi dari testosteron
ke dihidrotestoteron, serta penurunan ikatan antara dihidrostestoteron dengan
reseptor androgen mungkin dapat menyebabkan terjadinya hipospadia (Noegroho
et al., 2018).
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor penyebab hipospadia seperti
terdapat paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal kehamilan,
paparan estrogen tersebut biasanya terdapat pada pestisida yang menempel pada
buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Pada
ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsi seperti asam valporat
juga diduga meningkatkan resiko hipospadia tetapi untuk pil kontrasepsi yang
mengandung hormon estrogen dan progestin diketahui tidak menyebabkan
hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).
4. Lain-lain
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-cystolasmic sperm Injection
(ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki insiden yang tinggi pada
hipospadia (Krisna & Maulana, 2017). Selain itu faktor ibu yang hamil dengan
usia terlalu muda atau terlalu tua juga sangat berpengaruh, diketahui bayi yang
lahir dari ibu yang berusia >35 tahun beresiko mengalami hipospadia berat.
26 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Kelahiran prematur serta berat bayi lahir rendah, bayi kembar juga sering
dikaitkan dengan kejadian hipospadia (Widjajana, 2017).
3. Klasifikasi
Tipe ini terdapat di anterior, pada tipe ini meatus terletak pada pangkal glands
penis. Sebenarnya kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak tidak memerlukan
suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
Yang termasuk golongan hipospadia tipe ini adalah hipospadia sub coronal atau
lubang kencing berada pada sulcus coronarius penis (cekungan kepala penis), dan
hipospadia tipe granular yaitu lubang kencing sudah terdapat di kepala penis
namun posisinya berada di bawah kepala penisnya.
Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai
dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,
sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih.
Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi
tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya. Terdapat beberapa tipe hipospadia yang termasuk
dalam tipe middle diantaranya yaitu hipospadia tipe penoscrotal atau lubang
kencing terletak di antara skrotum dan batang penis, hipospadia tipe peneana
proksimal yaitu lubang kencing berada di bawah pangkal penis, hipospadia tipe
mediana yaitu lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari batang penis,
27 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
serta hipospadia tipe distal peneana yaitu lubang kencing berada di bawah bagian
ujung batang penis.
c. Tipe Posterior
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Nurrarif & Kusuma (2015) yang sering muncul pada
penyakit hipospadia sebagai berikut :
28 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
c. Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis.
Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kalainan. Secara umum
jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun cenderung berkaitan dengan
masalah kosmetik karena letak muara uretra pada bagian ventral penis. Biasanya
juga ditemukan kulit luar bagian ventral lebih tipis atau bahkan tidak ada, dimana
kulit luar di bagian dorsal menebal. Pada hipospadia sering ditemukan adanya
chorda. Chorda adalah adanya pembengkokan menuju arah ventral dari penis. Hal
ini disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari
tunica albuginea dan facia di atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia
buck, perlengketan antara uretra plate ke corpus cavernosa. Keluhan yang
mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran urin yang lemah ketika berkemih,
nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam berhubungan seksual. Hipospadia sangat
sering ditemukan bersamaan dengan cryptorchismus dan hernia inguinalis
sehingga pemeriksaan adanya testis tidak boleh terlewatkan (Krisna & Maulana,
2017).
29 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
5. Patofisiologi
1.Pengkajian
30 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
kondisi klien. Klien akan diberikan pertanyaan serta diberikan sejumlah tes baik fisik
maupun psikis. Pengkajian ini merupakan titik yang paling penting untuk
menghasilkan diagnosa keperawatan yang tepat (Prabowo, 2017). Pada klien dengan
hipospadia setelah tindakan post operasi pengkajian yang penting dilakukan yaitu
mengkaji adanya pembengkakan atau tidak, adanya perdarahan, dan disuria (Mendri
& Prayogi, 2017).
a. Identitas
Nama : sesuai nama klien Umur : sering terjadi pada bayi Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : mulai dari pendidikan rendah hingga tinggi Pekerjaan : berpotensi pada
semua jenis pekerjaan Diagnosa medis : Hipospadia.
b. Keluhan Utama
Biasanya orang tua klien mengeluh dengan kondisi anaknya karena penis yang tidak
sesuai dengan anatomis penis biasa karena melengkung kebawah dan terdapat lubang
kencing yang tidak pada tempatnya.
c. Riwayat Kesehatan
Pada klien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada
tempatnya sejak lahir dan belum diketahui dengan pasti penyebabnya.
31 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Terdapat riwayat keturunan atau genetik dari orang tua atau saudara kandung dari
klien yang pernah mengalami hipospadia.
1) Pola nutrisi
Klien dengan hipospadia biasanya mengalami masalah dalam hal berhubungan jika
tidak menjalani prosedur operasi untuk memperbaiki uretra yang tidak berkembang.
4) Pola istirahat
Pada klien biasaya tidak memiliki gangguan pola tidur kecuali saat dirawat dirumah
sakit
7) Pola toleransi
32 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Klien biasanya tidak memiliki masalah hubungan dengan orang lain
Pada saat buang air kecil, pada klien hipospadia mengalami kesulitan karena penis
yang bengkok mengakibatkan pancaran urin mengarah kearah bawah dan menetes
melalui batang penis (Krisna & Maulana, 2017).
e. Data Penunjang
1) Laboratorium
Pada pemeriksaan darah akan diketahui apakah terjadi tanda infeksi atau tidak
2) USG
USG Ginjal disarankan untuk mengetahui adanya kelainan lainnya pada saluran
kemih.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan hipospadia post
operasi uretroplasty yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) dengan
tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu tampak meringis, bersikap protektif
(mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses
berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis
33 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dengan tanda
dan gejala yang mungkin muncul yaitu kerusakan jaringat atau lapisan kulit,
perdarahan, kemerahan, hematoma, dan nyeri.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan gejala yang
mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat, sulit
berkonsenstrasi, tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan tanda dan gejala
yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu
mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan dengan tanda dan
gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh sulit tidur, engeluh sering terjaga,
mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak
cukup
34 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
3.Intervensi Keperawatan
Untuk intervensi pada masalah keperawatan yang ditemukan pada klien hipospadia, intervensi dapat disesuaikan dengan
menggunakan acuan SLKI dan SIKI.
DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA RENCANA TINDAKAN RASIONAL
HASIL
Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Setelah Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Diketahui tingkat nyeri
berhubungan dengan dilakukan asuhan klien membantu dalam
Observasi
agen pencedera fisik keperawatan selama 3x24 jam, menentukan tindakan
(prosedur operasi) diharapkan nyeri akut teratasi dengan 1. Identifikasi lokasi, keperawatan yang akan
(D.0077) kriteria hasil: karakteristik, durasi, dilakukan.
1. Nyeri berkurang dari 4 menjadi 2 frekuensi, kualitas dan 2. Untuk mengetahui tingkat
intensitas nyeri (PQRST) ketidaknyamanan yang
2. Meringis berkurang dari 4 menjadi 2
2. Identifikasi respon nyeri dirasakan klien
3. Sikap protektif berkurang dari 4
non verbal 3. Nafas dalam dapat
menjadi 2
Teraupetik melancarkan sirkulasi
4. Gelisah berkurang dari 5 menjadi 2 oksigen di dalam tubuh,
3. Ajarkan teknik non-
5. Frekuensi nadi normal 70- membuat sirkulasi darah
farmakologi untuk
120x/menit lancar, dan vena melebar
mengurangi nyeri (teknik
sehingga bisa mengurangi
35 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
relaksasi nafas dalam nyeri.
36 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
dari 3 menjadi 5 berhias, dan makan 2. Diketahuinya kebutuhan
perawatan diri yang
3. Kemampuan toileting meningkat dari Teraupetik
diperlukan oleh klien
3 menjadi 4
3. Siapkan keperluan
3. Tersedianya keperluan alat
pribadi (air hangat,
kebersihan diri klien
waslap, sabun mandi,
pakaian, parfum dll) 4. Termotivasi untuk
melakukan perawatan diri
4. Bantu klien dalam
secara mandiri
memenuhi kebutuhan
perawatan diri sampai 5. Memandirikan klien dalam
mandiri perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Edukasi
5. Anjurkan
melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
37 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Gangguan pola tidur Pola tidur (L.05045) Setelah dilakukan Dukungan Tidur (I.09265)
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
Observasi 1. Diketahuinya kondisi pola
hambatan lingkungan diharapkan gangguan pola tidur dapat
aktivitas dan tidur klien
(D.0055) teratasi, dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi pola
aktivitas dan tidur 2. Diketehuinya faktor
1. Keluhan sulit tidur membaik dari 2
penganggu tidur klien dapat
menjadi 5 2. Identifikasi faktor
membantu dalam
penganggu tidur
2. Keluhan pola tidur membaik dari 2 menentukan tindakan
menjadi 5 Teraupetik keperawatan yang akan
38 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) Perawatan Luka (I.14564) 1. Diketahuinya tanda-tanda
Kulit/Jaringan infeksi lebih awal akan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
berhubungan dengan mencegah terjadinya
selama 3x24 jam diharapkan defisit
perubahan sirkulasi 1. Monitor tanda-tanda infeksi komplikasi
perawatan diri teratasi dengan kriteria
(D.0129) Teraupetik
hasil: 2. Cairan NaCl tidak
2. Bersihkan luka dengan mengganggu proses
1. Keluhan nyeri menurun dari 3 menjadi
carian NaCl penyembuhan luka
5
3. Pertahankan teknik steril 3. Teknik steril menurunkan
saat melakukan perawatan resiko terserang
luka
mikroorganisme pada luka
4. Ganti balutan sesuai jumlah
jenis luka
3. Kemerahan menurun dari 3 menjadi 5 5. Anjurkan klien untuk 5. Makanan tinggi kalori dan
mengonsumsi protein dapat mempercepat
makanan tinggi kalori proses penyembuhan luka
dan protein
6. Terapi farmakologi
Kolaborasi cefotaxime yang tepat dapat
39 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
6. Kolaborasi dengan menurunkan risiko infeksi
dokter terkait
pada luka
pemeberian antibiotik
40 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
5. Pahami situasi yang meringankan ketegangan klien
membuat ansietas
9. Distraksi atau pengalihan
6. Motivasi
10. dapat mengatasi ansietas
mengidentifikasi
situasi yang memicu 11. Relaksasi dapat meringankan
kecemasan ansietas
8. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perl
9. Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi
ketegangan
41 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Kolaborasi
Resiko infeksi Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539) 1. Tanda gejala infeksi menjadi
berhubungan dengan Setelahdilakukan asuhan acuan dalam menentukan
1. Monitor tanda dan gejala
efek prosedur invasif keperawatan selama 3x24 jam tindakan keperawatan yang
infeksilokal dan sistemik
(D.0142) diharapkan resiko infeksi akan dilakukan.
dapat teratasi , dengan kriteria 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
2. Cuci tangan dapat mencegah
hasil: kontak dengan klien dan
kontaminasi kuman
lingkungan klien
1. Demam menurun dari 3
3. Teknik aseptik menurunkan
menjadi 5 3. Pertahankan teknik aseptik pada
resiko terserang infeksi
klien
2. Kemerahan menurun dari 3
4. Pengetahuan penting untuk
menjadi 5 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
proses penyembuhan luka
kepada klien dan keluarga
3. Bengkak menurun dari 3 klien
menjadi 5 5. Ajarkan cara mencuci tangan
5. Cuci tangan meminimalisir
denganbenar kepada klien dan
risiko infeksi.
keluarga
6. Terapi antibiotik yang tepat
42 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
6. Kolaborasi pemberian antibiotik dapat menurunkan risiko infeksi
43 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian
bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak
lahir. Yang disebabkan oleh embriologi dan Maskulinisasi inkomplit dari genetalia
karena involusi yang prematur dari sel intersitisial testis.
Sedangkan Wilm’s Tumor ialah tumor padat intraabdomen yang paling sering
dijumpai pada anak. Tumor ini merupakan neoplasma embrional dari ginjal, biasanya
muncul sebagai massa asimtomatik di abdomen atas atau pinggang. Tumor sering
ditemukan saat orang tua memandikan atau mengenakan baju anaknya atau saat
dokter melakukan pemeriksaan fisik terhadap anak yang tampak sehat.
B. Saran
44 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Keperawatan Poltekkes Yogyakarta :
https://www.scribd.com/document/366864302/laporan-kasus-Kep-Anak-Tumor-
Wilms
Jurnal Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta :
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/8760/5/5.%20Chapter%202.pdf
45 | S T I K E S H A N G T U A H T P I