Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK II

“Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kelainan Kongenital Pada System


Urinary Dengan Penyakit Willm’s Tumor Dan Hipospadia”

Dosen Pengampu : Komalasari, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Ayu Putri Ananda 142011003

2. Ghina Kalbiah 142011011

3. M. Jamiz Misbah 142011016

4. Nurlian Fazzila 142011019

5. Yugi Amaliandini 142011036

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH TANJUNG PINANG
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Makalah
Keperawatan Anak II dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Kelainan Kongenital Pada System Urinary Dengan Penyakit Willm’s Tumor Dan
Hipospadia” ini dengan tepat waktu sebagai tugas kelompok di Stikes HangTuah
Tanjungpinang.

Penulisan makalah ini tidak dapat terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat-Nya sehingga Makalah
ini selesai dengan baik.

2. Ibu Komalasari, S.Kep, Ns, M.Kep sebagai dosen pembimbing dan pengajar

3.Teman-teman yang membantu dalam menyusun makalah ini

Penulis sadar bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sebagai bekal
perbaikan, penulis akan berterima kasih apabila para pembaca berkenan memberikan
masukan, baik dalam bentuk kritikan maupun saran demi kesempurnaan pembuatan
makalah ini. Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi
keperawatan .

Tanjungpinang,2022

Penulis

ii | S T I K E S H A N G T U A H T P I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................3
C. Tujuan Penulisan..............................................................................3
BAB II........................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
A. Konsep Sistem Urinaria Dan Kelainan Kongenital..........................4
B. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Penyakit
Wilm’s Tumor........................................................................................7
C. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Penyakit
Hipospadia............................................................................................25
BAB III....................................................................................................45
PENUTUP................................................................................................45
A. Kesimpulan.....................................................................................45
B. Saran...............................................................................................45
BAB IV....................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................46

iii | S T I K E S H A N G T U A H T P I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

1. Kelainan kongenital adalah penyebab utama kematian bayi di negara maju


maupun negara berkembang Kelainan kongenital pada bayi baru lahir
dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa
kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital
multipel. Kadang kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau
belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa
waktu setelah kelahiran bayi. Sebaliknya dengan kemajuan teknologi
kedokteran, kadang-kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui
selama kehidupan fetus Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar
pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkinan adanya kelainan
kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih
kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukannya kelainan
kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan
tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan
kelainan kongenital besar sebesar 90%2
Di negara maju, seperti Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 3% dari
bayi yang lahir (120.000) akan memiliki beberapa jenis cacat lahir utama.
Sementara upaya-upaya yang terpisah telah memantau terjadinya cacat
lahir, peran cacat lahir dalam terjadinya kelahiran prematur tidak baik
dipahami."
Sedangkan di negara berkembang, data dari negara-negara berkembang
pada cacat lahir sulit untuk mendapatkannya. Hal ini dimungkinkan
karena asfiksia dan infeksi adalah masalah yang lebih besar. Malaysia,
negara menengah berkembang telah berkembang sedemikian rupa
sehingga cacat lahir sekarang merupakan penyebab penting kematian
perinatal terhitung 17,5% kematian perinatal dan neonatal." Strategi untuk
mengurangi kelainan bawaan telah dibahas dalam agenda nasional.
Di Indonesia, sekitar 2% dari semua bayi yang dilahirkan membawa cacat
kongenital serius, yang mengancam nyawa, menyebabkan kecacatan
permanen. atau membutuhkan pembedahan untuk memperbaikinya.
Kematian lebih banyak terjadi pada awal-awal kehidupan dan lebih
banyak pada anak laki-laki di semun umur. Hal ini dikarenakan hanya
sedikit pengetahuan yang kita miliki tentang penyebab abnormalitas
kongenital. Cacat pada gen tunggal dan kelainan kromosom bertanggung
jawab atas 10-20% dari total kecacatan yang terjadi Sebagian kecil
berkaitan pada infeksi intrauterin (misalnya sitomegalovirus, rubella),
lebih sedikit lagi disebabkan obat-obatan teratogenik dan yang lebih
sedikit lagi disebabkan radiasi ionisasi."
Kelainan kongenital pada sistem urogenital merupakan kelainan yang jauh
dari biasa. Sebanyak 10% dari bayi yang lahir dengan beberapa kelainan
urogenital Kejadian ini dapat menyebabkan berbagai derajat morbiditas
dan mortalitas pasien. Pemindaian yang benar dan tepat untuk kelainan ini
sangatlah penting. Kelainan yang dapat terdeteksi dan dapat diobati secara
tepat waktu dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Bahkan
dalam kasus terburuk dari kelainan sistem urogenital yang tidak terdeteksi
dapat menyebabkan kematian dini, diagnosis yang tepat dapat membantu
dalam pengambilan keputusan antenatal dan postnatal termasuk
pemeriksaan genetik yang dapat membantu perencanaan masa kehamilan
dan bahkan analisis kehidupan anggota keluarga saat ini
Hingga saat ini belum ada teori pasti yang dapat menjawab etiologi dari
kelainan kongenital sistem urogenital secara jelas. Beberapa peneliti hanya
sepakat bahwa kejadian kelainan kongenital sistem urogenital dikarenakan
multi faktor yang berhubungan dengan faktor dari ibu dan janin di
antaranya infeksi intrauterin, obat-obatan, usia ibu, gizi ibu, riwayat

2|STIKES HANGTUAH TPI


obstetrik, penyakit yang diderita ibu, antenatal care, prematur dan mutai
gen."

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja gangguan yang terjadi akibat kelainan kongenital pada system
urinaria ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit Willm’s Tumor
pada anak ?
3. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit Hipospadia pada
anak ?

C. Tujuan Penulisan

1. Menganalisis apa saja gangguan yang terjadi akibat kelainan kongenital


pada system urinaria ?
2. Menganalisis bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit
Willm’s Tumor pada anak ?
3. Menganalisis bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit
Hipospadia pada anak ?

3|STIKES HANGTUAH TPI


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Sistem Urinaria Dan Kelainan Kongenital

1. Sistem Urinaria

Sistem urinaria adalah sistem organ yang berfungsi untuk menyaring dan
membuang zat limbah dengan cara menghasilkan urine. Jika fungsi sistem ini
terganggu, limbah dan racun bisa menumpuk di dalam tubuh dan menyebabkan
berbagai gangguan kesehatan.

Sistem urinaria atau saluran kemih terdiri dari ginjal, kandung kemih, ureter, dan
uretra (saluran kencing). Setiap bagian dalam sistem urinaria memiliki fungsi dan
peranannya masing-masing. Melalui saluran kemih, urine yang membawa limbah dan
racun akan dikeluarkan dari dalam tubuh. Bagian dari Sistem Urinaria dan Fungsinya

4|STIKES HANGTUAH TPI


Urine adalah limbah cair yang terdiri dari air, garam, dan zat sisa metabolisme
tubuh, seperti urea dan asam urat. Agar proses pengeluaran urine atau buang air kecil
berlangsung normal, semua bagian dalam sistem urinaria perlu bekerja dengan baik.
Berikut ini adalah organ-organ yang tergolong dalam sistem urinaria beserta
fungsinya:

1. Ginjal

Tubuh manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di area punggung kiri dan
kanan, tepat di bawah tulang rusuk bagian belakang. Masing-masing ginjal memiliki
ukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa dan berbentuk menyerupai kacang.

Fungsi utama ginjal adalah mengatur jumlah air dalam tubuh, menyaring zat limbah
atau sisa metabolisme tubuh, menghasilkan hormon yang berfungsi untuk
mengendalikan tekanan darah dan produksi sel darah merah, serta mengatur pH atau
tingkat keasaman darah.

2. Ureter

Ureter adalah bagian dari sistem urinaria yang berbentuk menyerupai saluran pipa
atau tabung. Organ ini berfungsi untuk mengalirkan urine dari masing-masing ginjal
ke kandung kemih untuk ditampung.

3. Kandung kemih

Organ yang berbentuk segitiga dan berada di dalam perut bagian bawah ini bertugas
untuk menampung urine. Jika kandung kemih sudah terisi penuh oleh urine, maka
akan timbul dorongan untuk buang air kecil. Kandung kemih orang dewasa mampung
menampung urine hingga 300–500 mililiter.

4. Uretra

Uretra atau saluran kencing adalah saluran yang menghubungkan antara kandung
kemih ke lubang saluran kemih pada ujung penis atau vagina.

5|STIKES HANGTUAH TPI


Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm, sedangkan uretra pada wanita hanya
sekitar 4 cm. Pada bagian antara kandung kemih dan uretra terdapat cincin otot atau
sfingter yang bertugas menjaga urine agar tidak bocor.

2. Kelainan Congenital Pada Sistem Urogenital

Kelainan bawaan atau kelainan kongenital adalah kondisi tidak normal yang terjadi
pada masa perkembangan janin. Kelainan ini dapat memengaruhi fisik atau fungsi
anggota tubuh anak sehingga menimbulkan cacat lahir.

Pada banyak kasus, kelainan kongenital terjadi pada 3 bulan pertama


kehamilan, yaitu saat organ pada tubuh bayi baru mulai terbentuk. Kelainan
kongenital umumnya tidak berbahaya, namun ada pula yang harus segera ditangani.
Kelainan kongenital bisa terdeteksi pada masa kehamilan atau saat bayi dilahirkan.
Namun, ada juga kelainan kongenital yang baru bisa diketahui pada masa tumbuh
kembang anak, misalnya gangguan pendengaran.

6|STIKES HANGTUAH TPI


Kelainan kongenital sistem urogenital merupakan kelainan yang sudah ada sejak lahir
pada sistem urinarius dan sistem genitalia. Kelainan tersebut dapat disebabkan oleh
faktor genetik maupun non genetik. Hampir semua bayi prematur dan bayi lahir
cukup bulan (aterm) mengeluarkan tinja dan air kencing dalam waktu 24 jam pertama
sesudah lahir. Jika bayi tidak mengeluarkan tinja atau kencing pada akhir hari
pertama kehidupannya, perlu dilakukan penyelidikan terhadap adanya abnormalitas
anatomis penyebabnya.

B. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Penyakit Wilm’s


Tumor

 Konsep medic Wilm’s Tumor


1. Pengertian

Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah tumor ganas ginjal yang tumbuh dari
sel embrional primitive di ginjal. Tumor Wilms biasanya ditemukan pada
anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun, tetapi kadang ditemukan pada
anak yang lebih besar atau orang dewasa. Tumor Wilms merupakan tumor
ganas intraabdomen yang tersering pada anak-anak dan tumbuh dengan cepat
(progesif).

Tumor wilms adalah tumor ginjal campuran ganas yang tumbuh dengan cepat,
terbentuk dari unsur embrional, biasanya mengenai anak-anak sebelum usia
lima tahun (Kamus Kedokteran Dorland).

Tumor wilms adalah tumor padat intraabdomen yang paling sering dijumpai
pada anak. Tumor ini merupakan neoplasma embrional dari ginjal, biasanya
muncul sebagai massa asimtomatik di abdomen atas atau pinggang. Tumor
sering ditemukan saat orang tua memandikan atau mengenakan baju anaknya
atau saat dokter melakukan pemeriksaan fisik terhadap anak yang tampak
sehat. (Basuki,2011).

7|STIKES HANGTUAH TPI


2. Etiology

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik.

Tumor wilms berhubungan dengan kelainan bawaan tertentu, seperti :

1. WAGR syndrome :

Kelainan yang mempengaruhi banyak sistem tubuh diantaranya

a. Aniridia – bayi lahir tanpa iris mata

b. Genitourinary malformation

c. Retardasi mental

Orang dengan sindrom WAGR memiliki kemungkinan 45 sampai 60 persen


untuk bisa terjadi tumor Wilms, bentuk kanker ginjal yang langka. Jenis
kanker ini paling sering didiagnosis pada anak-anak namun terkadang terlihat
pada orang dewasa.

2. Deny-Drash Syndrome

Sindrom ini menyebabkan kerusakan ginjal sebelum umur 3 tahun dan sangat
langka. Didapati perkembangan genital yang abnormal. Anak dengan sindrom
ini berada dalam resiko tinggi terkena tipe kanker lain, selain Tumor Wilms.

3. Beckwith- Wiedemann Syndrome

Bayi lahir dengan berat badan yang lebih tinggi dari bayi normal, lidah yang
besar, pembesaran organ – organ.

Tumor wilms berasal dari proliferasi patologik blastema metanefron akibat


tidak adanya stimulasi yang normal dari duktus metanefron untuk
menghasilkan tubuli dan glomeruli yang berdiferensiasi baik. Perkembangan

8|STIKES HANGTUAH TPI


blastema renalis untuk membentuk struktur ginjal terjadi pada umur
kehamilan 8-34 minggu. Beberapa kasus disebabkan karena defek genetik
yang diwariskan dari orang tua. Ada dua gen yang ditemukan mengalami
defek yaitu Wilms Tumor 1 atau Wilms Tumor 2. Dan juga ditemukan
kelainan mutasi di kromosom lain

Sekitar 1,5% penderita mempunyai saudara atau anggota keluarga lain yang
juga menderita Tumor wilms. Hampir semua kasus unilateral tidak bersifat
keturunan yang berbeda dengan kasus Tumor bilateral. Sekitar 7-10% kasus
Tumor wilms diturunkan secara autosomal dominan.

3. Klasifikasi

1.Penyebaran tumor wilms menurut TMN sebagai berikut :

a. T : Tumor primer

1) T1 : Unilateral permukaan ( termasuk ginjal ) < 80 cm

2) T2 : Unilateral permukaan > 80 cm

3) T3 : Unilateral ruptur sebelum penanganan

4) T4 : Bilateral

b. N : Metastasis limfa

1) N0 : Tidak ditemukan metastasis

2) N1 : Ada metastasis limfa

c. M : Metastasis jauh

1) M0 : Tidak ditemukan

2) M+ : Ada metastasis jauh

9|STIKES HANGTUAH TPI


2. The National Wilms Tumor Study (NWTS) membagi lima stadium tumor
Wilms, yaitu:

a. Stadium I

Tumor terbatas di dalam jaringan ginjal tanpa menembus kapsul. Tumor ini
dapat direseksi dengan lengkap.

b. Stadium II

Tumor menembus kapsul dan meluas masuk ke dalam jaringan ginjal dan
sekitar ginjal yaitu jaringan perirenal, hilus renalis, vena renalis dan kelenjar
limfe para-aortal. Tumor masih dapat di reseksi dengan lengkap.

c. Stadium III

Tumor menyebar ke rongga abdomen (perkontinuitatum), misalnya ke hepar,


peritoneum, dll.

d. Stadium IV

Tumor menyebar secara hematogen ke rongga abdomen, paru-paru, otak,


tulang.

4. Manifestasi Klinis

Keluhan utama biasanya hanya benjolan perut, jarang dilaporkan adanya nyeri
perut dan hematuria, nyeri perut dapat timbul bila terjadi invasi tumor yang
menembus ginjal sedangkan hematuria terjadi karena invasi tumor yang
menembus sistim pelveokalises. Demam dapat terjadi sebagai reaksi
anafilaksis tubuh terdapat protein tumor dan gejala lain yang bisa muncul
adalah :

1. Hipertensi diduga karena penekanan tumor atau hematom pada pembuluh-


pembuluh darah yang mensuplai darah ke ginjal, sehingga terjadi iskemi

10 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
jaringan yang akan merangsang pelepasan renin atau tumor sendiri
mengeluarkan renin.

2. Anemia

3. Penurunan berat badan

4. Infeksi saluran kencing

5. Malaise

6. Anorexia

Tumor Wilms tidak jarang dijumpai bersama kelainan kongenital lainnya,


seperti aniridia, hemihiperttofi, anomali saluran kemih atau genitalia dan
retardasi mental

5. Patofisiologi

Tumor Wilm’s ini terjadi pada parenkim ginjal. Tumor tersebut tumbuh
dengan cepat di lokasi yang dapat unilateral atau bilateral. Pertumbuhan tumor
tersebut akan meluas atau menyimpang ke luar renal. Mempunyai gambaran
khas berupa glomerulus dan tubulus yang primitif atau abortif dengan ruangan
bowman yang tidak nyata, dan tubulus abortif di kelilingi stroma sel
kumparan.

Pertama-tama jaringan ginjal hanya mengalami distorsi, tetapi kemudian di


invasi oleh sel tumor. Tumor ini pada sayatan memperlihatkan warna yang
putih atau keabu-abuan homogen,lunak dan encepaloid (menyerupai jaringan
ikat). Tumor tersebut akan menyebar atau meluas hingga ke abdomen dan di
katakan sebagai suatu massa abdomen. Akan teraba pada abdominal dengan di
lakukan palpasi.

Wilms Tumor seperti pada retinoblastoma disebabkan oleh 2 trauma mutasi


pada gen supresor tumor. Mutasi pertama adalah inaktivasi alel pertama dari

11 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
gen suppressor tumor yang menyangkut aspek prozigot dan postzigot. Mutasi
kedua adalah inaktivasi alel kedua dari gen tumor supresor spesifik.

Gen WT1 pada kromosom 11p13 adalah gen jaringan spesifik untuk sel
blastema ginjal dan epitel glomerolus dengan dugaan bahwa sel precursor
kedua ginjal merupakan lokasi asal terjadinya Wilms Tumor. Ekspresi WT1
meningkat pada saat lahir dan menurun ketika ginjal telah makin matur. WT1
merupakan onkogen yang dominan sehingga bila ada mutasi yang terjadi
hanya pada 1 atau 2 alel telah dapat menimbulkan Wilms Tumor. Gen WT2
pada kromosom 11p15 tetap terisolasi tidak terganggu.

Gambaran klasik tumor Wilms bersifat trifasik, termasuk sel epitel, blastema
dan stroma. Berdasarkan korelasi histologis dan klinis, gambaran
histopatologik tumor Wilms dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu
tumor risiko rendah (favourable), dan tumor risiko tinggi (unfavourable)

Munculnya tumor Wilm’s sejak dalam perkembangan embrio dan akan


tumbuh dengan cepat setelah lahir. Pertumbuhan tumor akan mengenai ginjal
atau pembuluh vena renal dan menyebar ke organ lain.

6. Pemeriksaan Penunjang

Tumor Wilms harus dicurigai pada setiap anak kecil dengan massa di
abdomen. Pada 10-25% kasus, hematuria mikroskopik atau makroskopik
memberi kesan tumor ginjal.

1. IVP → Dengan pemeriksaan IVP tampak distorsi sistem pielokalises


(perubahan bentuk sistem pielokalises) dan sekaligus pemeriksaan ini berguna
untuk mengetahui fungsi ginjal.

2. Foto thoraks merupakan pemeriksaan untuk mengevaluasi ada tidaknya


metastasis ke paru-paru. Arteriografi khusus hanya diindikasikan untuk pasien
dengan tumor Wilms bilateral

12 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
3. Ultrasonografi → USG merupakan pemeriksaan non invasif yang dapat
membedakan tumor solid dengan tumor yang mengandung cairan. Dengan
pemeriksaan USG, tumor Wilms nampak sebagai tumor padat di daerah
ginjal. USG juga dapat digunakan sebagai pemandu pada biopsi. Pada
potongan sagital USG bagian ginjal yang terdapat tumor akan tampak
mengalami pembesaran, lebih predominan digambarkan sebagai massa
hiperechoic dan menampakkan area yang echotekstur heterogenus.

4. CT-Scan → memberi beberapa keuntungan dalam mengevaluasi tumor


wilms. Ini meliputi konfirmasi mengenai asal tumor intrarenal yang biasanya
menyingkirkan neuroblastoma; deteksi massa multipel; penentuan perluasan
tumor, termasuk keterlibatan pembuluh darah besar dan evaluasi dari ginjal
yang lain. Pada gambar CT-Scan Tumor Wilms pada anak laki-laki usia 4
tahun dengan massa di abdomen.

CT scan memperlihatkan massa heterogenus di ginjal kiri dan metastasis


hepar multiple. CT scan dengan level yang lebih tinggi lagi menunjukkan
metastasis hepar multipel dengan thrombus tumor di dalam vena porta.

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI) → MRI dapat menunjukkan informasi


penting untuk menentukan perluasan tumor di dalam vena cava inferior
termasuk perluasan ke daerah intarkardial. Pada MRI tumor Wilms akan
memperlihatkan hipointensitas (low density intensity) dan hiperintensitas
(high density intensity)

6. Laboratorium → Hasil pemeriksaan laboratorium yang penting yang


menunjang untuk tumor Wilms adalah kadar lactic dehydrogenase (LDH)
meninggi dan Vinyl mandelic acid (VMA) dalam batas normal. Urinalisis
juga dapat menunjukkan bukti hematuria, LED meningkat, dan anemia dapat
juga terjadi, terlebih pada pasien dengan perdarahan subkapsuler. Pasien

13 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
dengan metastasis di hepar dapat menunjukkan abnormalitas pada analisa
serum.

7. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan tumor wilms adalah mengusahakan penyembuhan dengan


komplikasi dan morbiditas serendah mungkin. Biasanya dianjurkan kombinasi
pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Dengan terapi kombinasi ini dapat
diharapkan hasil yang memuaskan. Jika secara klinis tumor masih berada
dalam stadium dini dan ginjal di sebelah kontra lateral normal, dilakukan
nefrektomi radikal.

Ukuran tumor pada saat datang menentukan cara pengobatan. masing- masing
jenis ditangani secara berbeda, tetapi tujuannya adalah menyingkirkan tumor
dan memberikan kemoterapi atau terapi radiasi yang sesuai. Apabila tumor
besar maka pembedahan definitive mungkin harus di tunda sampai kemoterapi
atau radiasi selesai. Kemoterapi dapat memperkecil tumor dan memungkinkan
reaksi yang lebih akurat dan aman.

1. Penatalaksanaan Medis :

a. Farmakologi

1) Kemoterapi

Tumor Wilms termasuk tumor yang paling peka terhadap obat kemoterapi.
Prinsip dasar kemoterpai adalah suatu cara penggunaan obat sitostatika yang
berkhasiat sitotoksik tinggi terhadap sel ganas dan mempunyai efek samping
yang rendah terhadap sel yang normal.

Terapi sitostatika dapat diberikan pra maupun pasca bedah didasarkan


penelitian sekitar 16-32% dari tumor yang mudah ruptur. Biasanya, jika
diberikan prabedah selama 4 – 8 minggu. Jadi tujuan pemberian terapi adalah

14 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
untuk menurunkan resiko ruptur intraoperatif dan mengecilkan massa tumor
sehingga lebih midah direseksi total.

Ada lima macam obat sitostatika yang terbukti efektif dalam pengobatan
tumor Wilms, yaitu Aktinomisin D, Vinkristin, Adriamisin, Cisplatin dan
siklofosfamid. Mekanisme kerja obat tersebut adalah menghambat sintesa
DNA sehingga pembentukan protein tidak terjadi akibat tidak terbentuknya
sintesa RNA di sitoplasma kanker, sehingga pembelahan sel-sel kanker tidak
terjadi.

a) Aktinomisin D

Golongan antibiotika yang berasal dari spesies Streptomyces, diberikan lima


hari berturut-turut dengan dosis 15 mg/KgBB/hari secara intravena. Dosis
total tidak melebihi 500 mikrogram. Aktinomisin D bersama dengan
vinkristin selalu digunakan sebagai terapi prabedah.

b) Vincristine

Golongan alkaloid murni dari tanaman Vina rossa, biasanya diberikan dalam
satu dosis 1,5 mg/m2 setiap minggu secara intravena (tidak lebih dari 2
mg/m2). Bila melebihi dosis dapat menimbulkan neurotoksis, bersifat iritatif,
hindarkan agar tidak terjadi ekstravasasi pada waktu pemberian secara
intravena. Vinkristin dapat dikombinasi dengan obat lain karena jarang
menyebabkan depresi hematologi, sedangkan bila digunakan sebagai obat
tunggal dapat menyebab relaps.

c) Adriamisin

Golongan antibiotika antrasiklin diisolasi dari streptomyces pencetius,


diberikan secara intravena dengan dosis 20 mg/m2/hari selama tiga hari
berturut-turut. Dosis maksimal 250 mg/m2. obat ini tidak dapat melewati

15 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
sawar otak dapat menimbulkan toksisitas pada miokard bila melebihi dosis.
Dapat dikombinasi dengan Aktinomisin D.

d) Cisplatin

Dosis yang umum digunakan adalah 2-3 mg/KgBB/hari atau 20 mg/m2/hari


selama lima hari berturut-turut.

e) Cyclophospamide

Dari nitrogen mustard golongan alkilator. Dosis 250 – 1800 mg/m2/hari


secara intravena dengan interval 3-4 mg. Dosis peroral 100-300 mg/m2/hari.

b. Non Farmakologi

1) Pembedahan

a) Keperawatan perioperatif

Karena banyak anak dengan tumor wilms mungkin mendapat obat kemoterapi
kardiotoksik, maka mereka harus diperiksa oleh ahli onkologi dan di izinkan
untuk menjalani operasi. Mereka perlu menjalani pemeriksaan jantung yang
menyeluruh untuk menentukan status fungsi jantung. Tumor wilms jangan di
palpasi untuk menghindari rupture dan pecahnya sel-sel tumor. Pasien di
letakkan dalam posisi telentang dengan sebuah gulungan di bawah sisi yang
terkena. Seluruh abdomen dan dada di bersihkan.

b) Hasil akhir pada pasien pascaoperatif

Pasien tumor wilms menerima kemoterapi dan terapi radiasi yang sesuai
dengan lesi. Gambaran histologik lesi merupakan suatu indicator penting
untuk prognosis, karena gambaran tersebut menentukan derajat anaplasia.
Anak yan histologiknya relative baik. Nefrektomi radikal dilakukan bila
tumor belum melewati garis tengah dan belum menginfiltrasi jaringan lain.

16 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Pengeluaran kelenjar limfe retroperitoneal total tidak perlu dilakukan tetapi
biopsi kelenjar di daerah hilus dan paraaorta sebaiknya dilakukan.

2) Radiotherapy

Tumor Wilms dikenal sebagai tumor yang radiosensitif, tapi radioterapi dapat
mengganggu pertumbuhan anak dan menimbulkan penyulit jantung, hati dan
paru. Karena itu radioterapi hanya diberikan pada penderita dengan tumor
yang termasuk golongan patologi prognosis buruk atau stadium III dan IV.
Jika ada sisa tumor pasca bedah juga diberikan radioterapi. Radioterapi dapat
juga digunakan untuk metastase ke paru, otak, hepar serta tulang.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Meredakan kecemasan yang dihadapi pasien dan keluarga

b. Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan


kebutuhan pengobatan.

c. Mengalihkan rasa nyeri yang dihadapi pasien

d. Melakukan kompres untuk menurunkan suhu pasien

e. Membantu aktivitas pasien karena sebagian besar terganggu dengan adanya


tumor diperut

f. Melakukan pemasangan infus untuk menjaga keseimbangan cairan pasien

 Konsep Asuhan Keperawatan Wilm’s Tumor

I. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan dan


suplai oksigen

17 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
3. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme, kehilangan protein dan penurunan intake

4. Kecemasan (orang tua) berhubungan dengan kurang pengetahuan

II. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI (NIC)


KEPERAWATAN CRITERIA HASIL
(NOC)

1 Nyeri akut Kriteria Hasil: a. Monitor Tanda Vital

berhubungan a. Klien menunjukkan b. Monitor kelembaban


dengan agen injury perfusi jaringan yang kulit
biologis adekuat yang
c. Monitor sianosis
ditunjukkan dengan
terabanya Monitor ukuran,

nadi perifer, bentuk, simetrifitas, dan


reaktifitas pupil
b. kulit kering dan
hangat, d. Monitor tingkat
kesadaran klien
c. tidak ada distres
pernafasan. e. Kaji adanya tanda-
tanda dehidrasi (turgor
d. Tanda vital dalam
kulit jelek, mata
batas normal
cekung, dll)

f. Kolaborasikan
pemberian tranfusi
darah

18 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
g. Persiapkan pemberian
transfusi (seperti

mengecek darah
dengan identitas
pasien, menyiapkan
terpasangnya alat
transfusi darah

h. Awasi pemberian
komponen
darah/transfusi

i. Awasi respon klien


selama pemberian
komponen darah

j. Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb,
Besi serum, angka
trombosit)

2 Intoleransi aktifitas Kriteria Hasil: a. Tentukan keterbatasan


berhubungan dengan aktifitas fisik pasien
a. Klien dapat
ketidakseimbangan
melakukan aktifitas b. Monitor intake nutrisi
kebutuhan dan suplai
yang dianjurkan untuk meyakinkan
oksigen
sumber energi yang
b. Tanda vital dalam
cukup
batas normal
c. Monitor pola dan
kuantitas tidur

19 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
d. Bantu pasien
menjadwalkan istirahat
dan aktifitas

e. Ajari pasien untuk


mengenalitanda dan
gejala
kelelahan sehingga
dapat
mengurangi
aktifitasnya.

f. Kolaborasikan dengan
ahli gizi tentang cara
peningkatan energi
melalui makanan

g. Kolaborasikan
pemberianterapi
oksigen

3 Ketidakseimbangan Kriteria Hasil: a. Monitor adanya


nutrisi: kurang dari penurunan BB
a. Pencapaian berat
kebutuhan tubuh
badan normal yang b. Ciptakan lingkungan
berhubungan dengan
diharapkan nyaman selama klien
Ketidakmampuan
makan.
mengabsorpsi nutrien b. Berat badan sesuai
dengan umur dan c. Monitor kulit (kering)
tinggi badan dan perubahan
pigmentasi
c. Bebas dari tanda
malnutrisi d. Monitor turgor kulit

20 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
d. Nafsu makan baik e. Monitor mual dan
muntah

f. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, kadar hematokrit

h. Monitor kadar limfosit


dan elektrolit

i. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.

j. Anjurkan masukan
kalori yang tepat yang
sesuai dengan
kebutuhan energi

k. Anjurkan makan
sedikit tapi sering

l. Sajikan diit dalam


keadaan hangat

m. Kolaborasi dengan ahli


gizi tentang jumlah
kalori dan tipe nutrisi
yang dibutuhkan
(TKTP)

g. Kolaborasikan
pemberiannutrisi
parenteral bila

21 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
diperlukan

4 Kecemasan (orang tua) Kriteria Hasil: a. Gunakan pendekatan


berhubungan dengan dengan konsep
a. Klien dan keluarga
kurang atraumatik care
mampu
pengetahuan
mengidentifikasi dan b. Jelaskan semua
mengungkapkan gejala
prosedur dan
cemas
dengarkan keluhan klien
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan, dan c. Pahami harapan pasien
menunjukkan teknik dalam situasi stres

untuk mengontrol d. Temani pasien untuk


cemas memberikan keamanan

c. Tanda vital dalam dan mengurangi takut

batas normal e. Bersama tim

d. Postur tubuh, ekspresi kesehatan, berikan informasi


wajah, bahasa tubuh, mengenai diagnosis,
dan tingkat aktivitas tindakan prognosis
menunjukkan
f. Anjurkan keluarga
berkurangnya
untuk menemani anak
kecemasan.
dalam pelaksanaan
e. Menunjukkan tindakan keperawatan
peningkatan
g. Lakukan massage pada
konsentrasi dan akurasi
leher dan punggung,
dalam berpikir
bila perlu

22 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
h. Lakukan terapi
bermain atas indikasi

i. Bantu pasien mengenal


penyebab kecemasan

j. Dorong pasien/keluarga
untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi tentang
penyakit

k. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi (sepert tarik
napas dalam, distraksi,
dll)

l. Kolaborasi pemberian
obat untuk mengurangi
kecemasan

23 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
C. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Penyakit
Hipospadia

 Konsep Medic Hipospadia


1. Pengertian

Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh adanya


kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase organogenesis di trimester
pertama. Hipospadia merupaka salah satu kelainan bawaan sejak lahir pada alat
genetalia laki-laki. Kata Hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang
berarti dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020).

Hipospadia dapat didefinisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak di


ventral atau proksimal dari lokasi yang seharusnya. Kelainan terbentuk pada masa
embrional karena adanya gangguan pada masa perkembangan alat kelamin dan
sering dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer maupun gangguan
aktivitas seksual saat dewasa (Snodgrass & Bush, 2016).

Klasifikasi hipospadia paling ringan adalah meatus uretra yang bermuara pada
bagian ventral glans penis, terdapat berbagai derajat malformasi glands dan
skrotum tidak sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung

24 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral
atau yang disebut chordee dan uretra penis lebih pendek secara progresif, tetapi
jarak antara meatus dan glands tidak dapat bertambah secara signifikan sampai
chordee dikoreksi. Karenanya, klasifikasi hipospadia didasarkan atas dasar
meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal. Pada
kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan meluas ke
basis dorsal penis (transposisi skrotum) dan chordee (pita jaringan fibrosa). Pada
10 % anak laki-laki dengan hipospadia biasanya testis tidak turun (Kyle &
Carman, 2014).

2.Etiologyi

Penyebab hipospadia sangat bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor, namun


belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa kemungkinan
dikemukakan oleh para peneliti mengenai etiologi hipospadia. Faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya hipospadia yaitu :

a. Faktor genetik dan embrional

Genetik merupakan faktor risiko yang diduga kuat mempengaruhi proses


terjadinya hipospadia. Penelitian menyebutkan bahwa anak laki-laki yang
memiliki saudara yang mengalami hipospadia beresiko 13,4 kali lebih besar
mengalami hipospadia, sedangkan anak yang memiliki ayah dengan riwayat
hipospadia beresiko 10,4 kali mengalami hal yang sama (Van der Zaden et al.,
2012). Selama masa embrional, kegagalan dalam pembentukan genital folds dan
penyatuanya diatas sinus urogenital juga dapat menyebabkan terjadinya
hipospadia. Biasanya semakin berat derajat hipospadia ini, semakin besar terdapat
kelainan yang mendasari. Kelainan kromosom dan ambigu genitalia seperti
hermafrodit maupun pseudohermafrodit merupakan kelainan yang kerap kali
ditemukan bersamaan dengan hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).

25 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
b. Faktor hormonal

Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses yang kompleks dan
melibatkan berbagai gen serta interaksi hormon yang ada pada ibu hamil. Proses
pembentukan saluran uretra ini terjadi pada minggu ke-6 trimester pertama dan
bersifat androgendependent, sehingga ketidak normalan metabolisme androgen
seperti defisiensi reseptor androgen di penis, kegagalan konversi dari testosteron
ke dihidrotestoteron, serta penurunan ikatan antara dihidrostestoteron dengan
reseptor androgen mungkin dapat menyebabkan terjadinya hipospadia (Noegroho
et al., 2018).

3. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor penyebab hipospadia seperti
terdapat paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal kehamilan,
paparan estrogen tersebut biasanya terdapat pada pestisida yang menempel pada
buah, sayuran, tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Pada
ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsi seperti asam valporat
juga diduga meningkatkan resiko hipospadia tetapi untuk pil kontrasepsi yang
mengandung hormon estrogen dan progestin diketahui tidak menyebabkan
hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).

4. Lain-lain

Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-cystolasmic sperm Injection
(ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki insiden yang tinggi pada
hipospadia (Krisna & Maulana, 2017). Selain itu faktor ibu yang hamil dengan
usia terlalu muda atau terlalu tua juga sangat berpengaruh, diketahui bayi yang
lahir dari ibu yang berusia >35 tahun beresiko mengalami hipospadia berat.

26 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Kelahiran prematur serta berat bayi lahir rendah, bayi kembar juga sering
dikaitkan dengan kejadian hipospadia (Widjajana, 2017).

3. Klasifikasi

Menurut Orkiszewski (2012) terdapat beberapa tipe hipospadia berdasarkan letak


orifisium uretra eksternum atau meatus diantaranya sebagai berikut :

a. Tipe sederhana/ Tipe anterior

Tipe ini terdapat di anterior, pada tipe ini meatus terletak pada pangkal glands
penis. Sebenarnya kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak tidak memerlukan
suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
Yang termasuk golongan hipospadia tipe ini adalah hipospadia sub coronal atau
lubang kencing berada pada sulcus coronarius penis (cekungan kepala penis), dan
hipospadia tipe granular yaitu lubang kencing sudah terdapat di kepala penis
namun posisinya berada di bawah kepala penisnya.

b. Tipe Penil/ Tipe Middle

Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai
dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral,
sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih.
Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi
tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya. Terdapat beberapa tipe hipospadia yang termasuk
dalam tipe middle diantaranya yaitu hipospadia tipe penoscrotal atau lubang
kencing terletak di antara skrotum dan batang penis, hipospadia tipe peneana
proksimal yaitu lubang kencing berada di bawah pangkal penis, hipospadia tipe
mediana yaitu lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari batang penis,

27 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
serta hipospadia tipe distal peneana yaitu lubang kencing berada di bawah bagian
ujung batang penis.

c. Tipe Posterior

Pada tipe posterior, biasanya akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan


penis, seringkali disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan
umumnya testis tidak turun. Yang termasuk hipospadia posterior dianataranya
yaitu hipospadia tipe perenial, lubang kencing berada di antara anus dan skrotum,
dan hipospadia tipe scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan skrotum.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut Nurrarif & Kusuma (2015) yang sering muncul pada
penyakit hipospadia sebagai berikut :

a. Tidak terdapat preposium ventral sehingga prepesium dorsal menjadi


berlebihan (dorsal hood).

b. Sering disertai dengan korde atau penis melengkung ke arah bawah.

28 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
c. Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis.

Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kalainan. Secara umum
jarang ditemukan adanya gangguan fungsi, namun cenderung berkaitan dengan
masalah kosmetik karena letak muara uretra pada bagian ventral penis. Biasanya
juga ditemukan kulit luar bagian ventral lebih tipis atau bahkan tidak ada, dimana
kulit luar di bagian dorsal menebal. Pada hipospadia sering ditemukan adanya
chorda. Chorda adalah adanya pembengkokan menuju arah ventral dari penis. Hal
ini disebabkan oleh karena adanya atrofi dari corpus spongiosum, fibrosis dari
tunica albuginea dan facia di atas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia
buck, perlengketan antara uretra plate ke corpus cavernosa. Keluhan yang
mungkin ditimbulkan adalah adanya pancaran urin yang lemah ketika berkemih,
nyeri ketika ereksi, dan gangguan dalam berhubungan seksual. Hipospadia sangat
sering ditemukan bersamaan dengan cryptorchismus dan hernia inguinalis
sehingga pemeriksaan adanya testis tidak boleh terlewatkan (Krisna & Maulana,
2017).

29 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
5. Patofisiologi

 Konsep Askep Pada Anak Dengan Gangguan Penyakit Hipospadia

1.Pengkajian

Pengkajian merupakan tahapan pertama dari proses keperawatan. Sebelum memulai


seluruh proses, tenaga keperawatan akan melakukan pengkajian awal terhadap

30 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
kondisi klien. Klien akan diberikan pertanyaan serta diberikan sejumlah tes baik fisik
maupun psikis. Pengkajian ini merupakan titik yang paling penting untuk
menghasilkan diagnosa keperawatan yang tepat (Prabowo, 2017). Pada klien dengan
hipospadia setelah tindakan post operasi pengkajian yang penting dilakukan yaitu
mengkaji adanya pembengkakan atau tidak, adanya perdarahan, dan disuria (Mendri
& Prayogi, 2017).

a. Identitas

Nama : sesuai nama klien Umur : sering terjadi pada bayi Jenis kelamin : laki-laki

Pendidikan : mulai dari pendidikan rendah hingga tinggi Pekerjaan : berpotensi pada
semua jenis pekerjaan Diagnosa medis : Hipospadia.

b. Keluhan Utama

Biasanya orang tua klien mengeluh dengan kondisi anaknya karena penis yang tidak
sesuai dengan anatomis penis biasa karena melengkung kebawah dan terdapat lubang
kencing yang tidak pada tempatnya.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Penyakit Sekarang.

Pada klien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada
tempatnya sejak lahir dan belum diketahui dengan pasti penyebabnya.

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat ketidakseimbangan hormon dan faktor lingkungan yang


mempengaruhi kehamilan ibu, seperti terpapar dengan zat atau polutan yang bersifat
tertogenik yang menyebabkan terjadinya mutasi gen yang dapat menyebabkan
pembentukan penis yang tidak sempurna.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

31 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Terdapat riwayat keturunan atau genetik dari orang tua atau saudara kandung dari
klien yang pernah mengalami hipospadia.

d. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)

1) Pola nutrisi

Klien dengan hipospadia biasanya tidak terjadi gangguan nutrisi

2) Pola Reproduksi dan seksualitas

Klien dengan hipospadia biasanya mengalami masalah dalam hal berhubungan jika
tidak menjalani prosedur operasi untuk memperbaiki uretra yang tidak berkembang.

3) Pola aktivitas/ latihan

Pada umunya klien dengan hipospadia tidak memiliki gangguan aktivitas

4) Pola istirahat

Pada klien biasaya tidak memiliki gangguan pola tidur kecuali saat dirawat dirumah
sakit

5) Persepsi, pemeliharaan, dan pengetahuan

Klien biasanya tidak mengetahui penyakit yang dialami karena kurangnya


pemahaman klien terkait penyakit hipospadia dan pada umumnya pemeliharaan
kesehatan klien tidak ada masalah

6) Keyakinan dan nilai

Klien hipospadia dapat memeluk agama sesuai keyakinannya masing-masing

7) Pola toleransi

Tidak ada masalah toleransi pada klien degan hipospadia

8) Pola hubungan peran

32 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Klien biasanya tidak memiliki masalah hubungan dengan orang lain

9) Kognitif dsn persepsi

Klien dengan hipospadia kebanyakan tidak memiliki masalah pada memorinya

10) Persepsi diri dan konsep diri

Klien biasanya tidak percaya diri dengan kelainan yang dialaminya

11) Pola eliminasi

Pada saat buang air kecil, pada klien hipospadia mengalami kesulitan karena penis
yang bengkok mengakibatkan pancaran urin mengarah kearah bawah dan menetes
melalui batang penis (Krisna & Maulana, 2017).

e. Data Penunjang

1) Laboratorium

Pada pemeriksaan darah akan diketahui apakah terjadi tanda infeksi atau tidak

2) USG

USG Ginjal disarankan untuk mengetahui adanya kelainan lainnya pada saluran
kemih.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan hipospadia post
operasi uretroplasty yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) dengan
tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu tampak meringis, bersikap protektif
(mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses
berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis

33 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dengan tanda
dan gejala yang mungkin muncul yaitu kerusakan jaringat atau lapisan kulit,
perdarahan, kemerahan, hematoma, dan nyeri.

c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan gejala yang
mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat, sulit
berkonsenstrasi, tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan tanda dan gejala
yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan perawatan diri, tidak mampu
mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat melakukan
perawatan diri kurang

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan dengan tanda dan
gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh sulit tidur, engeluh sering terjaga,
mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak
cukup

f. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive

34 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
3.Intervensi Keperawatan

Untuk intervensi pada masalah keperawatan yang ditemukan pada klien hipospadia, intervensi dapat disesuaikan dengan
menggunakan acuan SLKI dan SIKI.

DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA RENCANA TINDAKAN RASIONAL

HASIL

Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Setelah Manajemen Nyeri (I.08238) 1. Diketahui tingkat nyeri
berhubungan dengan dilakukan asuhan klien membantu dalam
Observasi
agen pencedera fisik keperawatan selama 3x24 jam, menentukan tindakan
(prosedur operasi) diharapkan nyeri akut teratasi dengan 1. Identifikasi lokasi, keperawatan yang akan
(D.0077) kriteria hasil: karakteristik, durasi, dilakukan.

1. Nyeri berkurang dari 4 menjadi 2 frekuensi, kualitas dan 2. Untuk mengetahui tingkat
intensitas nyeri (PQRST) ketidaknyamanan yang
2. Meringis berkurang dari 4 menjadi 2
2. Identifikasi respon nyeri dirasakan klien
3. Sikap protektif berkurang dari 4
non verbal 3. Nafas dalam dapat
menjadi 2
Teraupetik melancarkan sirkulasi
4. Gelisah berkurang dari 5 menjadi 2 oksigen di dalam tubuh,
3. Ajarkan teknik non-
5. Frekuensi nadi normal 70- membuat sirkulasi darah
farmakologi untuk
120x/menit lancar, dan vena melebar
mengurangi nyeri (teknik
sehingga bisa mengurangi

35 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
relaksasi nafas dalam nyeri.

Edukasi 4. Dapat meningkatkan


pengetahuan klien dan
4. Edukasi pada klien dan
keluarga terkait penyebab,
keluarga terkait
penyebab, periode dan periodedan pemicu nyeri.
pemicu nyeri

Kolaborasi 5. Terapi farmakologi


yang tepat dapat
5. Kolaborasi dengan dokter
mengurangi
terkait pemberian analgetik
keluhan nyeri

Defisit perawatan Perawatan Diri (L.11103) Setelah Dukungan Perawatan Diri


diriberhubungan dilakukan asuhan keperawatan (L.11348)
1. Diketahuinya tingkat
dengan kelemahan selama 3x24 jam diharapkan defisit
Observasi kemandirian klien dapat
(D.0109) perawatan diri teratasi dengan kriteria
membantudalam
hasil: 1. Monitor tingkat
mendiagnosis dan
kemandirian
1. Kemampuan mandi meningkat menentukan tindakan
dari 3 menjadi 5 2. Identifikasi kebutuhan keperawatan yang akan
alat bantu kebersihan dilakukan
2. Kemampuan berpakaian meningkat
diri, berpakaian,

36 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
dari 3 menjadi 5 berhias, dan makan 2. Diketahuinya kebutuhan
perawatan diri yang
3. Kemampuan toileting meningkat dari Teraupetik
diperlukan oleh klien
3 menjadi 4
3. Siapkan keperluan
3. Tersedianya keperluan alat
pribadi (air hangat,
kebersihan diri klien
waslap, sabun mandi,
pakaian, parfum dll) 4. Termotivasi untuk
melakukan perawatan diri
4. Bantu klien dalam
secara mandiri
memenuhi kebutuhan
perawatan diri sampai 5. Memandirikan klien dalam
mandiri perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Edukasi

5. Anjurkan
melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan

37 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Gangguan pola tidur Pola tidur (L.05045) Setelah dilakukan Dukungan Tidur (I.09265)
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
Observasi 1. Diketahuinya kondisi pola
hambatan lingkungan diharapkan gangguan pola tidur dapat
aktivitas dan tidur klien
(D.0055) teratasi, dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi pola
aktivitas dan tidur 2. Diketehuinya faktor
1. Keluhan sulit tidur membaik dari 2
penganggu tidur klien dapat
menjadi 5 2. Identifikasi faktor
membantu dalam
penganggu tidur
2. Keluhan pola tidur membaik dari 2 menentukan tindakan
menjadi 5 Teraupetik keperawatan yang akan

3. Modifikasi lingkungan dilakukan


3. Istirahat cukup meningkat dari 2
menjadi 5 (misal: pencahayaan, 3. Lingkungan yang nyaman
kebisingan, suhu, dapat meningkatkan kualitas
matras dan tempat tidur klien
tidur)
4. Mempercepat mengawali
4. Lakukan prosedur tidur dan memperbaiki siklus
untuk meningkatkan tidur
kenyamanan
5. Meningkatkan pengetahuan
Edukasi klien terkait tidur yang

5. Jelaskan pentingnya cukup selama sakit

tidur cukup selama


sakit

38 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) Perawatan Luka (I.14564) 1. Diketahuinya tanda-tanda
Kulit/Jaringan infeksi lebih awal akan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
berhubungan dengan mencegah terjadinya
selama 3x24 jam diharapkan defisit
perubahan sirkulasi 1. Monitor tanda-tanda infeksi komplikasi
perawatan diri teratasi dengan kriteria
(D.0129) Teraupetik
hasil: 2. Cairan NaCl tidak
2. Bersihkan luka dengan mengganggu proses
1. Keluhan nyeri menurun dari 3 menjadi
carian NaCl penyembuhan luka
5
3. Pertahankan teknik steril 3. Teknik steril menurunkan
saat melakukan perawatan resiko terserang
luka
mikroorganisme pada luka
4. Ganti balutan sesuai jumlah
jenis luka

2. Perdarahan menurun dari 3 menjadi 5 Edukasi 4. Melindungi luka dari infeksi

3. Kemerahan menurun dari 3 menjadi 5 5. Anjurkan klien untuk 5. Makanan tinggi kalori dan
mengonsumsi protein dapat mempercepat
makanan tinggi kalori proses penyembuhan luka
dan protein
6. Terapi farmakologi
Kolaborasi cefotaxime yang tepat dapat

39 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
6. Kolaborasi dengan menurunkan risiko infeksi
dokter terkait
pada luka
pemeberian antibiotik

Ansietas berhubungan Tingkat Ansietas (L.09093) Setelah Reduksi Ansietas (I.09314)


dengan krisis dilakukan asuhan keperawatan
Observasi 1. Untuk mengetahui tingkat
situasional selama 3x24 jam diharapkan ansietas
kecemasan klien
(D.0080) teratasi dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi saat
tingkat ansietas 2. Agar klien dapat menentukan
1. Perilaku gelisah menurun dari 3
berubah (mis. Kondisi, pilihanya sendiri
menjadi 5
waktu, stressor)
3. Mengetahui tanda dan gejala
2. Perilaku tegang menurun dari 3
2. Identifikasi ansietas yang dialami klien
menjadi 5
kemampuan
4. Menumbuhkan rasa saling
3. Frekuensi nadi normal 70- 120x/menit mengambil keputusan
percaya pada klien
4. Pola tidur membaik dari 3 menjadi 5 3. Monitor tanda ansietas
5. Memahami klien dapat
(verbal dan non
mengurangi ansietasnya
verbal)
6. Mengetahui penyebab
Terapeutik
kecemasan klien
4. Ciptakan suasana
7. Agar klien mengetahui
terapeutik untuk
kondisinya
menumbuhkan
kepercayaan 8. Pendampingan keluarga dapat

40 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
5. Pahami situasi yang meringankan ketegangan klien
membuat ansietas
9. Distraksi atau pengalihan
6. Motivasi
10. dapat mengatasi ansietas
mengidentifikasi
situasi yang memicu 11. Relaksasi dapat meringankan

kecemasan ansietas

Edukasi 12. Obat ansietas dapat


menurunkan kecemasan klien
7. Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis

8. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perl

9. Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi
ketegangan

10. Latih teknik relaksasi

41 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
Kolaborasi

11. Kolaborasi pemberian


obat anti anxietas, jika
perlu

Resiko infeksi Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539) 1. Tanda gejala infeksi menjadi
berhubungan dengan Setelahdilakukan asuhan acuan dalam menentukan
1. Monitor tanda dan gejala
efek prosedur invasif keperawatan selama 3x24 jam tindakan keperawatan yang
infeksilokal dan sistemik
(D.0142) diharapkan resiko infeksi akan dilakukan.
dapat teratasi , dengan kriteria 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
2. Cuci tangan dapat mencegah
hasil: kontak dengan klien dan
kontaminasi kuman
lingkungan klien
1. Demam menurun dari 3
3. Teknik aseptik menurunkan
menjadi 5 3. Pertahankan teknik aseptik pada
resiko terserang infeksi
klien
2. Kemerahan menurun dari 3
4. Pengetahuan penting untuk
menjadi 5 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
proses penyembuhan luka
kepada klien dan keluarga
3. Bengkak menurun dari 3 klien
menjadi 5 5. Ajarkan cara mencuci tangan
5. Cuci tangan meminimalisir
denganbenar kepada klien dan
risiko infeksi.
keluarga
6. Terapi antibiotik yang tepat

42 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
6. Kolaborasi pemberian antibiotik dapat menurunkan risiko infeksi

43 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian
bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak
lahir. Yang disebabkan oleh embriologi dan Maskulinisasi inkomplit dari genetalia
karena involusi yang prematur dari sel intersitisial testis.

Sedangkan Wilm’s Tumor ialah tumor padat intraabdomen yang paling sering
dijumpai pada anak. Tumor ini merupakan neoplasma embrional dari ginjal, biasanya
muncul sebagai massa asimtomatik di abdomen atas atau pinggang. Tumor sering
ditemukan saat orang tua memandikan atau mengenakan baju anaknya atau saat
dokter melakukan pemeriksaan fisik terhadap anak yang tampak sehat.

B. Saran

Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan


Hipospadia dan Wilm’s Tumor merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang
harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat
mengaplikasikannya serta berinovasi dalam pemberian asuhan keperawatan pada
pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab
perawat sebagai bagian dari tenaga medis yang memberikan pelayanan Asuhan
Keperawatan secara komprehensif.

44 | S T I K E S H A N G T U A H T P I
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Keperawatan Poltekkes Yogyakarta :
https://www.scribd.com/document/366864302/laporan-kasus-Kep-Anak-Tumor-
Wilms
Jurnal Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta :
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/8760/5/5.%20Chapter%202.pdf

45 | S T I K E S H A N G T U A H T P I

Anda mungkin juga menyukai