Disusun oleh :
Dalam penulisan makalah ini penulis ingin mengucapkan terima kasih. Penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna,untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.Semoga proposal ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan siapa saja yang membacanya.
i
DAFTAR ISI
Kata pengantar ............................................................................................ i
Daftar isi ...................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................. 2
C. Sistematika Penulisan ..................................................................... 2
BAB II Tinjauan Teori ............................................................................... 3
A. Pengertian ........................................................................................ 3
B. Anatomi fisiologi ............................................................................ 4
C. Etiologi ............................................................................................ 7
D. Patofisiologi .................................................................................... 9
E. Pathway ........................................................................................... 10
F. Tanda dan gejala ............................................................................. 11
G. Pemeriksaan penunjang................................................................... 12
H. Penatalaksanaan medis .................................................................... 13
I. Komplikasi ...................................................................................... 15
J. Konsep dasar keperawatan .............................................................. 16
1. Pengkajian ........................................................................... 17
2. Diagnosa dan Intervensi ...................................................... 18
BAB III PENUTUP .................................................................................... 21
A. Kesimpulan ........................................................................... 21
B. Saran .................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jantung merupakan suatu organ kompleks yang fungsi utamanya adalah
memompa darah melalui sirkulasi paru dan sistemik (Ganong, 2010). Decompensasi
cordis adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa
darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara
adekuat (Udjianti, 2010). Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler
yang salah satunya adalah Decompensasi Cordis masih menduduki peringkat yang
cukup tinggi, ini dibuktikan data dari WHO (World Health Organisation) yang
menunjukkan bahwa insiden penyakit dengan sistem kardiovaskuler terutama kasus
gagal jantung memiliki prevalensi yang cukup tinggi yaitu sekitar 3.000 penduduk
Amerika menderita penyakit gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 550 orang
penderita. Data dari American Heart Association (AHA) tahun 2004 menunjukkan
gagal jantung sebagai penyebab menurunnya kualitas hidup penderita dan penyebab
jumlah kematian bertambah. Di Indonesia, data dari Departemen Kesehatan RI tahun
2008 menunjukkan pasien yang diopname dengan diagnosis gagal jantung mencapai
14.449 pasien.
1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan dengan masalah
penyakit jantung.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran tentang pengkajian dengan masalah penyakit jantung.
b. Memperoleh gambaran tentang masalah dan diagnosa keperawatan dengan
masalah penyakit jantung.
c. Memperoleh gambaran tentang rencana keperawatan dengan masalah
penyakit jantung.
d. Melakukan tindakan keperawatan serta evaluasi proses tindakan keperawatan
dengan masalah penyakit jantung.
C. Sistematika Penulisan
Penulis membagi penulisan asuhan keperawatan ini menjadi 3 bab, yang terdiri
dari :
BAB I : Pendahuluan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
3
berakibat naiknya tekanan atrium kanan dan dapat menyebabkan hambatan pada
aliran masuk darah dari vena kava superior dan inferior ke jantung pada akhirnya
menyebabkan bendungan pada vena – vena tersebut (vena jugularrs dan vena porta)
bila berlanjut terus maka terjadi bendungan sitemik yang lebih berat dengan
timbulnya edema tumit dan tungkai bawah serta asites.
B. Anatomi fisiologi
1. Anatomi Jantung
a) Beban Awal
Beban awal adalah derajat peregangan serabut miokardium pada akhir
pengisian ventrikel atau diastolik. Meningkatnya beban awal sampai
titik tertentu memperbanyak tumpang tindih antara filament-filamen
aktin dan miosin, sehingga kekuatan kontraksi dan curah jantung
meningkat. Hubungan ini dinyatakan dengan Hukum Starling, yaitu
peregangan serabut-serabut miokardium selama diastol akan
meningkatkan kekuatan kontraksi pada sistol (Carleton,P.F dan M.M.
O’Donnell, 1995). Beban awal dapat meningkat dengan bertambahnya
volume diastolik ventrikel, misalnya karena retensi cairan, sedangkan
penurunan beban awal dapat terjadi pada diuresis. Secara fisiologis,
peningkatan volume akan meningkatkan tekanan pada akhir diastol
4
untuk menghasilkan perbaikan pada fungsi ventrikel dan curah jantung,
namun pada ventrikel yang gagal, penambahan volume ventrikel tidak
selalu disertai perbaikan fungsi ventrikel. Peningkatan tekanan yang
berlebihan dapat mengakibatkan bendungan paru atau sistemik, edema
akibat transudasi cairan dan mengurangi peningkatan lebih lanjut dari
volume dan tekanan. Perubahan dalam volume intrakardia dan
perubahan akhir pada tekanan bergantung pada kelenturan daya regang
ruang-ruang jantung. Ruang jantung yang sangat besar, daya regangnya
dapat menampung perubahan volume yang relative besar tanpa
peningkatan tekanan yang bermakna. Sebaliknya, pada ruang ventrikel
yang gagal, yang kurang lentur, penambahan volume yang kecil dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan yang bermakna dan dapat
berlanjut menjadi pembendungan dan edema ( Carleton,P.F dan M.M.
O’Donnell, 1995 ).
b) Kontraktilitas
Kontraktilitas menunjukkan perubahan-perubahan dalam kekuatan
kontraksi atau keadaan inotropik yang terjadi bukan karena perubahan-
perubahan dalam panjang serabut. Pemberian obat-obat inotropik
positif seperti katekolamin atau digoksin, akan meningkatkan
kontraktilitas, sedangkan hipoksia dan asidosis akan menekan
kontraktilitas. Pada gagal jantung terjadi depresi dari kontraktilitas
miokardium ( Carleton,P.F dan M.M. O’Donnell, 1995 ).
c) Beban Akhir
Beban akhir adalah besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus
dicapai untuk mengejeksikan darah sewaktu sistolik. Menurut Hukum
Laplace , ada tiga variabel yang mempengaruhi tegangan dinding yaitu
ukuran atau radius intraventrikel, tekanan sistolik ventrikel dan tebal
dinding. Vasokonstriksi arteri yang meningkatkan tahanan terhadap
ejeksi ventrikel dapat meningkatkan tekanan sistolik ventrikel,
sedangkan retensi cairan dapat meningkatkan radius intraventrikel.
Pemberian vasodilator dan hipertrofi ventrikel sebagai konsekuensi lain
5
dari gagal jantung dapat mengurangi beban akhir ( Carleton,P.F dan
M.M. O’Donnell, 1995 ).
2. Fisiologi Jantung
Fisiologi otot jantung
Terdiri dari tiga tipe otot jantung yang utama yaitu otot atrium, otot
ventrikel, dan serat otot khusus pengantar rangsangan, sebagai pencetus
rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara
yang sama seperti otot rangka dengan kontraksi otot yang lebih lama.
Sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan
berkontraksi dengan lemah sekali sebab serat-serat ini hanya
mengandung sedikit serat kontraktif malahan serat ini menghambat
irama dan berbagai kecepatan konduksi sehingga serat ini bekerja
sebagai suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung.
a. Fungsi umum otot jantung
1) Sifat Ritmisitas/otomatis
Otot jantung secara potensial dapat berkontraksi tanpa adanya
rangsangan dari luar. Jantung dapat membentuk rangsangan
(impuls) sendiri. Pada keadaan fisiologis, sel-sel miokardium
memiliki daya kontraktilitas yang tinggi.
2) Mengikuti hukum gagal atau tuntas
Bila impuls yang dilepas mencapai ambang rangsang otot
jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal,
sebab susunan otot jantung merupakan suatu sinsitium sehingga
impuls jantung segara dapat mencapai semua bagian jantung.
Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan yang sama.
Kekuatan berkontraksi dapat berubah-ubah bergantung pada
faktor tertentu, misalnya serat otot jantung, suhu, dan hormon
tertentu.
3) Tidak dapat berkontraksi tetanik
Refraktor absolut pada otot jantung berlangsung sampai
sepertiga masa relaksasi jantung, merupakan upaya tubuh untuk
melindungi diri.
6
4) Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot
Bila seberkas otot rangka diregang kemudian dirangsang secara
maksimal, otot tersebut akan berkontraksi dengan kekuatan
tertentu. Serat otot jantung akan bertambah panjang bila volume
diastoliknya bertambah. Bila peningkatan diastolik melampaui
batas tertentu kekuatan kontraksi akan menurun kembali.
C. Etiologi
7
syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah
serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot
jantung yang berakibat kematian.
8
(tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendungan-
bedungan pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik
pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik
plasma maka terjadinya edema perifer.
D. Patofisiologi
9
Menurut Hudak (1997), respon terhadap penurunan curah jantung
untuk mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus otot simpatis
sehingga meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi
dan respon fisiologis kedua adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat
adanya penurunan volume darah filtrasi.
E. Pathway
10
11
F. Tanda dan gejala
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru, tanda dan gejala yang terjadi yaitu :
a. Dispnoe
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam hari
yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
b. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga
terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
d. Batuk
12
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
d. Anoreksia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Ekokardiografi
Digunakan untuk memperkirakan ukuran dan fungsi ventrikel kiri
(Muttaqin, 2012).
2. Rontgen dada
Foto sinar-X dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi
vena, edema paru atau kardiomegali (Muttaqin, 2012).
3. EKG
Ditemukan adanya LBBB, kelainan ST atau T menunjukkan disfungsi
ventrikel kiri kronis. Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan
kelainan segmen ST menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung
hipertensi (Muttaqin, 2012).
Adapun pemeriksaan penunjang antara lain :
13
1. Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab
gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk
bentuk disfunsi jantung lainnya
2. Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini
berkaitan dengan azotemia prerenal
4. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
5. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi
tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
6. Pemeriksaan EKG
7. Radiografi dada
8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan
memungkinkan analisis gerakan dinding regional
9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner
sekaligus luas yang terkena.
H. Penatalaksanaan medis
Perawatan
a. Tirah baring/bedrest
b. Pemberian oksigen.
c. Diet.
14
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam. Jumlah
kalori sesuai kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori
tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
2. Pengobatan medik
1) Digitalisasi
Dosis digitalis :
Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis
disesuaikan.
2) Diuretik
3) Vasodilator
15
Preparat vasodilator yang digunakan :
Untuk penderita gagal jantung anak-anak yang gelisah, dapat diberikan penenang;
luminal dan morfin dianjurkan terutama pada anak yang gelisah.
I. Komplikasi
1. Edema paru
suatu kondisi yang ditandai dengan gejala sulit bernapas akibat terjadinya
penumpukan cairan di dalam kantong paru-paru (alveoli). Kondisi ini
dapat terjadi tiba-tiba maupun berkembang dalam jangka waktu lama.
2. Gagal ginjal
gangguan fungsi pada organ ginjal.
3. Aritmia
adalah suatu tanda atau gejala dari gangguan detak jantung atau irama
jantung.
4. Tromboembolisme
suatu penyakit yang terjadi akibat terbentuknya gumpalan darah (trombus)
dalam pembuluh darah.
5. Kerusakan metabolic
16
kondisi genetik (bawaan) yang ditandai dengan adanya kelainan dalam
proses metabolismedalam tubuh manusia akibat defisiensi hormon atau
enzim.
2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miocard atau perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama,
konduksi listrik, perubahan struktural (misal : kelainan katup,
aneurisme ventrikular).
Intervensi :
1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi irama jantung
Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat),
untuk mengkompensasi penurunan kontraktivitas ventrikuker.
2) Pantau tekanan darah
Rasional : pada gejala dini, sedang/kronis TD dapat meningkat
sehubungan dengan SVR.
3) Kaji kulit terdapat pucat dan diagnosis
R : pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah jantung vasokontriksi, dan anemia, area yang
sakit sering berwarna biru/ belang karena peningkatan kongesti vena.
4) Kaji perubahan pada sensori, contoh letergi
Rasional : dapat menunjukan tidak adekuatnya perfusi cerebral
sekunder terhadap penurunan curah jantung.
5) Berikan istirahat Psikologi dengan lingkungan tenang.
Rasional : stres, emosi menghasilkan vasokonstriksi yang
meningkatkan TD dan meningkatkan frekuensi kerja jantung.
6) Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan
18
Rasional : meningkatkan sediaan O2 untuk kebutuhan miocard untuk
melawan efek hipoksia/Ischemia.
19
1) Pantau keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : terapi diuretik dapat disebabkan untuk kehilangan cairan
tiba-tiba atau berlebihan (hipovolemik) meskipun oedema/asites
masuk ada.
2) Pertahankan duduk atau tirah baring semifowler selama masa akut
Rasional : posisikan telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
3) Timbang BB tiap hari
Rasional ; cata t perubahan ada/hilangnya oedema sehingga respon
terhadap terapy, peningkatan 25 kg menunjukan 2 lt cairan.
4) Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki bila duduk, pertahankan
permukaan kulit tetap kering, berikan bantalan.
Rasional : pembentukan oedema, sirkulasi melambat, gangguan
pemasukan nutris i dan imobilisasi atau tirah bar ing lama
merupakan kumpulan stresor yang mempengaruhi intergritas kulit.
5) Kolaborasi : mempertahankan cairan atau pembatasan nutrium
sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan air total tubuh atau mencegah reakumulasi
cairan.
20
Rasional menurunkan konsumsi O2 atau kebutuhan dan
meningkatkan inflamasi paru maksimal.
5) Kolaborasi : beri O2 sesuai dengan indikasi
Rasional : meningkatkan konsentrasi O2 alveolar, yang dapat
memperbaiki atau menurunkan hipoksia jaringan.
21
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dekompensasi kordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan ketika
jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan
sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan vena
normal(Muttaqin, 2012). Etiologi dekompensasi kordis adalah Kelainan otot
jantung, Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer,(2001), yaitu
mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
curah jantung normal, bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai maka volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya
adalah kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu
dipengaruhi tiga factor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload ,jika salah
satu 3 dari ketiga factor tersebut terganggu maka curah jantungnya akan
berkurang.
Tanda dan gejala dekompensasi kordia seperti, Curah jantung rendah
yaitu Suatu keadaan dimana mompa darah oleh jantung yang tidak adekuat
untuk mencapai kebutuhan metabolisme. Distensi vena jugularis, Edema,
Disritmia, S3 dan S4 ventrikel kanan, Hipersonor pada perkusi, Immobilisasi
diafragma rendah, Peningkatan diameter pada antero posterial.
Pemeriksaan penunjang dekompensasi kordia antara lain,
Ekokardiografi, Rontgen dada, EKG. Penatalaksanaan medis terdiri dua
Penatalaksanaan non farmakologis (Pembatasan natrium, Tirah baring dan
Pembatasan lemak) dan Penatalaksanaan farmakologis (Pemberian O2, Terapi
22
nitrat dan vasodilator, Diuretik kuat,Digitalis serta Obat dalam inotropik
positif ).
Adapaun Komplikasi dekompensasi kordis, Edema paru, Gagal ginjal,
Aritmia, Tromboembolisme serta Kerusakan metabolic. Konsep dasar
keperawatan dekompensasi kordia teridir dari Pengkajian, Diagnosa
keperawatan dan intervensi
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan
makalah dalam kesimpulan di atas.
23
DAFTAR PUSTAKA
ardi. (2016, februari 02). gawat darurat dekompensasi kordis. Retrieved from
ventrikeltakikardi.blogspot.com:
http://ventrikeltakikardi.blogspot.com/2016/02/lp-gawat-darurat-decompensasi-
cordis.html
deva. (2012, januari 22). asuhan keperawatan dengan penyakit decompensasi kordis.
Retrieved from devalapaz.wordpress.com:
https://devalapaz.wordpress.com/2012/01/22/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-penyakit-decomp-cordis/
nurafif, A. H., & kusuma, H. (2013). aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA NIC - NOC. yogyakarta: media action.
rofi. (2010, februari 10). decompensasi cordis payah jantung. Retrieved from
rofiqahmad.wordpress.com:
https://rofiqahmad.wordpress.com/2010/02/10/decompensasi-cordis-payah-
jantung/
sam. (2018, september 22). asuhan keperawatan klien dengan dekompensasi cordis.
Retrieved from wordpress:
https://samoke2012.wordpress.com/2018/09/22/asuhan-keperawatan-klien-
dengan-decompensasi-cordis/
yuli. (2010, januari 19). asuhan keperawatan pada dekompensasi cordis. Retrieved from
yulidwitratiwi.wordpress:
https://yulidwitratiwi.wordpress.com/2010/01/19/asuhan-keperawatan-pada-
deompensation-cordis/
24