Latar Belakang
Asuhan keperawatan pada pasien menderita penyakit pada stadium akhir
(stadium terminal) merupakan tugas perawat seperti halnya memberikan
asuhan keperawatan pada individu dengan penyakit lain. Proses yang harus
dilalui dalam asuhan keperawatan diawali dengan: 1) pengkajian semua aspek
(head to toe) dan/atau semua sistem tubuh, 2) penegakkan diagnosa
keperawatan, 3) perencanaan keperawatan, 4) pelaksanaan dan 5) evaluasi.
Pengkajian pada pasien terminal dilakukan oleh perawat bisa secara langsung
atau tidak langsung. Pengkajian secara langsung dengan wawancara dan
pemeriksaan fisik, sedangkan pengkajian secara tidak langsung dengan
melihat data skunder berupa data status pasien atau data demografi lain.
Pengkajian yang baik yaitu dengan melibatkan seluruh komponen yang
mampu dikaji, artinya tidak hanya riwayat individu pasien namun lebih
optimal bila dilakukan pengkajian dengan allo anamnese. Pengkajian dengan
allo anamnese adalah pengkajian yang dilakukan
dengan melibatkan orang lain sebagai sumber informasi. Misalnya pengkajian
pasien dengan sumber informasinya suami, istri atau anak yang dekat dengan
pasien, sehingga data yang disajikan akurat.
Kebutuhan pengkajian pada pasien terminal lebih menekankan riwayat
menderita penyakit sampai dengan kondisi terakhir atau vonis untuk tidak
memungkinkan sembuh kembali. Disamping itu perlu diperhatikan bagaimana
pemenuhan kebutuhan dasarnya, yaitu: kebutuhan fisiologis makan, minum,
eliminasi, istirahat dan tidur serta kebutuhan dasar lain apakah bisa dipenuhi
sendiri atau harus memerlukan bantuan orang lain. Sejauhmana
pemenuhannya? Apakah tergantung total dengan perawat? Hal-hal yang
berhubungan dengan keseimbangan pemenuhan kebutuhan dasar tersebut yang
mendasari pengkajian pada pasien terminal. Selanjutnya bentuk koping yang
sudah diambil dalam mekanisme pertahanan secara mental dalam menghadapi
penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Selain kebutuhan dasar, pasien
terminal ini juga harus diberikan perhatian khusus sehubungan dengan
pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman, rasa
mencintai sampai dengan bentuk aktualisasi diri yang sering terganggu.
Diagnosa keperawatan pada pasien terminal ditegakkan bersadarkan analisa
data yang disusun sesuai dengan data subjektif dan objektif. Adapun data
objektif yaitu data yang dilihat dari hasil pemeriksaan fisik dan pengukuran
lain. Data subjektif adalah data yang didapat dari pernyataan yang
diungkapkan pasien saat pengkajian merupakan data senjang dari semua data
yang berhasil dikaji. Seringkali dalam penegakan diagnosa dapat merujuk ke
diagnosa NANDA terbaru atau merujuk ke diagnosa yang diungkapkan oleh
Carpenito, relevan dengan data yang diperoleh.
Perencanaan keperawatan pasien terminal adalah menyusun perencanaan
terdiri dari menentukan tujuan, intervensi dan rasional. Tujuan yang
ditetapkan adalah tujuan umum atau jangka panjang dan tujuan khusus atau
jangka pendek. Tujuan khusus yang lebih spesifik lebih ditekankan pada
pencapaian kriteria SMART. Arti SMART adalah menyusun kriteria Spesifik,
Measurable, Achivable, Reasonable/real, Time limit. Berbagai kebutuhan
keilmuan untuk membuktikan tujuan yang bisa
memenuhi kriteria tersebut dengan memenuhi kebutuhan penegakan masalah
yang relevan.
Perawat dapat disebut sebagai profesi yang fokus diri pada perawatan
individu, keluarga, dan masyarakat. Hal ini dilakukan agar mereka bisa
mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang maksimal,
dengan memperhatikan kualitas hidup dari hari kelahirannya sampai
kematian. Apa peran yang diambil perawat saat menghadapi pasien dengan
penyakit yang tidak kunjung sembuh? Atau bagaimana perawat berhadapan
dengan pasien yang menderita penyakit stase terminal? Peran yang dimiliki
perawat dalam menangani kasus terminal sangat komprehensif, salah satunya
adalah sebagai advokat atau pelindung dalam membimbing spiritualitas
pasien, yang merupakan pemenuhan kebutuhan biologis-psikologis-spiritual
(Ali Syahbana, Dwi Wahyuni, 2019), mengingat manusia memiliki kebutuhan
dasar spiritual (Yusuf, Nihyati, Iswari, & Okviasanti, 2016).
Bimbingan spiritual menjadi bagian penting dari kesehatan, dan telah menjadi
ketetapan WHO dalam Ghaderi (2018) yang menyebutkan bahwa aspek
spiritual atau agama adalah salah satu unsur
dari pengertian kesehatan secara holistik (Ghaderi, Tabatabaei, Nedjat, Javadi,
& Larijani, 2018). Sehingga, diperlukan perawat untuk membantu pasien
dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya.
Umumnya, pasien dengan kondisi terminal memiliki potensi untuk mengalami
depresi berat, dan merasakan amarah karena ketidakberdayaan serta
keputusasaan yang ada dalam kepalanya. Dalam tahap akhirnya ini, pasien
perlu selalu berada di dekat perawat, sehingga pemenuhan kebutuhan spiritual
pasien bisa meningkatkan motivasinya untuk melanjutkan hidup meski
didiagnosa keadaan terminal, serta membantu pasien mempersiapkan diri
menghadapi alam yang kekal dengan tipisnya harapan sembuh.
Tujuan
Mengartikan kembali bagaimana kondisi inidivu pada fase terminal.
Memahami konsep teroi kebutuhan terminal.
Mengkaji serta memaparkan diagnosa dari kebutuhan terminal.
Memberi intervensi serta mengevaluasi pada klien terminal.
Rumusan Masalah
Latar belakang permasalahan terminal pada klien.
Konsep materi tentang kebutuhan terminal pada klien.
Diagnosa keperawatan pada pasien terminal.
Intervensi masalah.
Evaluasi masalah.
BAB II
PENYAKIT TERMINAL DAN KONSEP PERAWATAN PALIATIF
Dalam bab ini akan membahas tentang konteks penyakit terminal, dan jenis
penyakit apa saja yang digolongkan penyakit terminal.
Definisi
Penyakit terminal adalah penyakit yang secara medis kedokteran tidak bias
disembuhkan lagi, dan penyakit ini terjadi pada stadium lanjut. Dalam hal
ini, orientasi pelayanan yang diberikan pada pasien tidak hanya penyembuhan
saja, namun juga perawatan yang membuat pasien bisa mencapai kualitas
hidup terbaik bagi dirinya dan keluarga. Kematian merupakan tahap paling
akhir dalam kehidupan. Kematian bias saja datang tanpa peringatan secara
tiba-tiba, atau bisa mengikuti fase sakit yang sudah panjang. Meski demikian,
kematian tidak memandang usia seseorang. Tua maupun muda, dari bayi
hingga manula, semua bisa saja mengalami kematian. Kondisi terminal
merupakan keadaan sakit dimana tidak ada lagi
harapan bagi pasien untuk bisa sembuh menurut akal sehat. Keadaan seperti
ini bisa diakibatkan oleh penyakit tertentu atau mengalami kecelakaan.
Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian
tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi (Stuard & Sundeen, 1995).
Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat
progresif, pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan
keluhan, memperbaiki kualitas hidup (Tim medis RS Kanker Darmais, 1996).
Baik pasien dewasa maupun pasien anak, penyakit yang belum bisa
disembuhkan kian meningkat jumlahnya. Sehingga, dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien keadaan keadaan
demikian, selain dengan perawatan kuratif dan rehabilitatif, dibutuhkan juga
perawatan paliatif bagi para pasien yang telah masuk dalam fase terminal.
Kebijakan yang telah dikeluarkan oleh menteri kesehatan yaitu dengan
perawatan paliatif. Adalah suatu pengalaman khusus dimana setiap individu
akan menghadapi keadaan demikian seorang diri, fase terminal dan menjelang
kematian, hal yang
tidak mungkin dihindari dan menjadi sebuah kehilangan.
Tahap-tahap Berduka Kubler Ross telah menggambarkan atau membagi
tahap-tahap menghadapi ajal dalam 7 tahap, yaitu
Tahap Shock atau Tidak Percaya
Tahap ini merupakan reaksi pertama ketika mendengar pernyataan yang tidak
menyenangkan, atau dalam hal ini adalah diagnosa terminal yang dialami.
Ketika berada di tahap ini, kebanyakan orang justru tidak merasakan apapun.
Pengalaman ini bisa menjadi pengalaman yang membuat shock karena
individu tidak segera merasakan perasaan hancur dengan berita tersebut.
Tahap Penyangkalan dan Isolasi.
Dalam tahap ini, pasien merasa tidak siap untuk menerima keadaan yang
sedang terjadi sebenarnya, dan reaksi yang ditunjukkan adalah reaksi
penolakan. Pada fase ini, bentuk bantuan yang bisa diberikan perawat adalah
waspada terhadap isyarat
pasien yang menunjukkan denial dengan cara menanyakan tentang
keadaannya atau prognosisnya, dan pasien bisa mengekspresikan perasaan
yang dirasakan.
Tahap Kemarahan
Rasa marah bisa terjadi karena kondisi yang dialami pasien dinilai
mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya,
sehingga dirinya merasa gagal untuk meraih cita-citanya. Umumnya, pasien
akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaan marahnya. Untuk hal
ini, perawat perlu membantu pasien agar mengerti bahwa perasaan yang
dirasakanannya adalah respon yang normal.
Tahap Tawar Menawar/ Bargaining
Dalam fase ini, kemarahan biasanya sudah mulai mereda dan pasien bisa
mulai menerima apa yang tengah terjadi pada dirinya. Pada fase ini, perawat
perlu menjadi pendengar untuk keluhan pasien dan mendukung pasien agar
dapat berkomunikasi dengan baik tentang apa
yang dirasakannya, agar mengurangi rasa bersalah dan ketakutan yang tidak
masuk akal.
Tahap Penyesalan/ Guilt
Penyesalan bisa terjadi ketika pasien merasa menyesal atas apa yang telah
terjadi atau apa yang telah terlewatkan di masa lalu. Pada tahap ini, pasien
mungkin memiliki keinginan untuk memutar waktu kembali dan melakukan
beberapa hal dengan car yang berbeda. Ini adalah fase dimana pembinaan
duka akan sangat membantu mereka, yang bisa dilakukan untuk berbagi
ingatan dan penyesalan dalam lingkungan yang mendukung.
Tahap depresi
Pada tahap ini, pasien cenderung diam dan tidak banyak bicara, atau mungkin
justru banyak menangisi keadaannya. Inilah saat bagi perawat untuk duduk
dengan tenang di sisi pasien yang tengah menjalani kesedihannya sebelum
meninggal dunia. Dalam fase ini, perawat perlu untuk selalu
hadir di dekat pasien dan mendengarkan apa yang dikeluhkan pasien.
Komunikasi non verbal mungkin akan menjadi cara yang baik untuk hal ini,
dengan duduk tenang di samping pasien dan mengamati reaksi non verbal
yang ditunjukkan pasien, sehingga mampu menumbuhkan rasa aman bagi
pasien.
Tahap Penerimaan/ Acceptance.
Dalam fase ini, terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien maupun
keluarganya, tentang keadaan yang tengah terjadi dan kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya. Fase ini akan sangat membantu
bila pasien bisa menyatakan reaksinya atau rencana yang terbaik untuk dirinya
saat menjelang ajal, seperti: ingin berkumpul dengan keluarga terdekat atau
menuliskan surat wasiat.
Fase ini diawali dengan ditandai pasien merasa tenang dan damai. Pada saat
seperti itu, pengertian dari keluarga dan teman mulai dibutuhkan bahwa
pasien sudah bisa
menerima keadaan dan butuh dilibatkan semaksimal mungkin
dalam pengobatannya, dan bisa untuk menolong dirinya sendiri sesuai
dengan kemampuan.
Teori Kualitas Hidup (Quality Of Life)
Hidup berkualitas adalah tujuan yang ingin digapai oleh manusia dalam
seluruh tingkatan usia. Awalnya, tidak ada kesepakatan khusus mengenai
definisi atau arti kualitas hidup, sehingga definisi kualitas hidup tergantung
dari aspek fokus pengamatan mana yang akan digunakan.
Sejak tahun 1946 dimana definisi sehat telah diresmikan sehat oleh WHO,
konsep kualitas hidup mulai muncul yang dikenal sebagai Health Related
Quality of Life (HRQoL). Menurut WHO, kualitas hidup merupakan persepsi
atau sudut pandang individu terhadap kehidupannya sesuai dengan nilai dan
budaya di lingkungan tinggal, serta membandingkan kehidupan yang
dijalaninya dengan harapan, standard, dan tujuannya tentang hidup itu sendiri
(Endarti, 2015).
Teori kualitas hidup dikembangkan oleh
Wilson dan Cleary (1995), yang menegaskan bahwa terdapat hubungan erat
antara konsep dasar kesehatan dengan kualitas hidup. Dalam teori tersebut,
terdapat 5 determinan yang bisa mempengaruhi yaitu faktor
biologis/fisiologis, status gejala, status fungsional, dan persepsi individu
terhadap kesehatan dan kualitas hidupnya secara keseluruhan.
Secara skematik, teori kualitas hidup bisa dilihat pada gambar seper 1 seperti
di bawah ini. Adapun yang dimaksud dengan variabel biologis dan psikologis
yaitu berupa gangguan alam fungsi organ hingga sistem organ, yang dapat
dikaji melalui pemeriksaan diagnostik untuk menentukan ada atau tidaknya
perubahan fisiologis yang berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Variabel
status gejala merupakan determinan yang mengambil peranan cukup penting
dari status fungsional, karena status fungsional merupakan kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas secara spesifik. Adapun empat pokok dari status
fungsional yaitu bisa berasal dari domain fisik (istirahat, kekuatan, tidur, dan
nafsu
makan), domain sosial (hubungan dengan lingkungan sekitarnya seperti
keluarga dan kerabat dekat), peran (misal sebagai murid, sebagai anak, orang
tua, pekerja), dan spiritual/psikologis (pikiran, keyakinan, kebahagiaan)
(Ekasari, Riasmini, Hartini, 2018).
Karakteristik Individu
Karakteristik
DEFINISI
Penyakit parkinson adalah gangguan neurologik progresif yang mengenai pusat otak yang bertanggung jawab untuk
mengontrol dan mengatur gerakan. Karakteristik yang muncul berupa bradykinesia (pelambatan gerakan), tremor dan
kekakuan otot.
Parkinsonisme merupakan istilah dari suatu sidrom yang ditandai dengan tremor ritmik, bradikinesia, kekakuan otot,
dan hilangnya refleks- refleks postural. Kelainan pergerakan diakibatkan oleh defek jalur dopamnergik (produksi
dopamin) yang menghubungkan substansia nigra dengan korpus striatum (nukleus kaudatus dan nukleus lentikularis).
Ganglia basalis adalah bagian dari sistem ekstrapiramidal dan berpengaruh untuk mengawali, modulasi, dan
mengakhiri pergerakan serta mengatur gerakan- gerakan otomatis karekteristik yang muncul berupa bradikinesia
(pelambatan gerakan), tremor, dan kekakuan otot. Penyakit ini bersifat progresif lambat yang menyerang usia
pertengahan atau lanjut, dengan onset khas pada 50- an dan 60-an.
Parkinson adalah penyakit neurologik kronik, progresif yang disebabkan karena hilangnya neurotranmitter dopamine
di otak sehingga terjadi gangguan kontrol pergerakan yang ditandai adanya tremor pada tangan, kekakuan,
bradikinesia (lambat dalam pergerakan) (Black, 2019). Parkinson (paralisis agitans) merupakan penyakit/syndrome
pergerakan yang disebabkan oleh gangguan pada ganglia basalis dan substansia nigra dalam menghasilkan dopamin,
ditandai dengan adanya tremor ritmik, bradikinesia, kekakuan otot dan hilangnya refleks-refleks postural. Basal
ganglia adalah bagian dari sistem ekstrapiramidal dan berpengaruh untuk mengawali, modulasi dan mengakhiri
pergerakan serta pengaturan gerakan-gerakan otomatis.
Parkinsonisme adalah gangguan yang paling sering melibatkan sistem ekstrapiramidal, dan beberapa penyebab lain.
sangat banyak kasus besar yang tidak diketahui sebabnya atau bersifat idiopatik. parkinsonisme idiopatik mengarah
pada penyakit parkinson atau agitasi paralisis. (Sylvia A. Prince, dkk, 2016).
ETIOLOGI
Penyebab parkinson adalah adanya kemunduran atau kerusakan selsel saraf pada basal ganglia sehingga pembentukan
serta sumber dopamine menjadi sedikit atau berkurang. Faktor penyebab kemunduran dari basal ganglia itu sendiri
masih belum diketahui, namun kemungkinan disebabkan karena faktor keturunan, trauma, infeksi, pengobatan,
terpapar racun, atherosklerosis dan tumor basal ganglia (Ginsberg Lionel, 2018).
Etiologi parkinson primer belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, diantaranya ialah: infeksi oleh virus yang non-
konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat anti toksin
yang belum di ketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, terpatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur
gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki. Akibatnya penderita tidak bisa mengatur/ menahan gerakan–gerakan yang
tidak disadari. Mekanisme bagaiman kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan
parkinson adalah sebagai berikut:
Usia
Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun.
Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neurona, terutama pada substansi nigra,
pada penyakit parkinson.
Genetik
Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningkatkan faktor resiko penderita menderita penyakit parkinson
sebesar 8,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun, Meskipun sangat jarang. jika
disebakan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda.
Faktor lingkungan.
AXenobiotik berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusan mitokondria.
Pekerjaan
Lebih banyak orang dengan paparan mental yang lebih tinggi dan lama.
Infeksi
Paparan virus influensa intrautero turut menjadi faktor faktor presdiposis penyakit parkinson melalui kerusakan
substansia nigra.
Diet
Komsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisma kerusakan neuronal pada
penyakit parkinson. Sebaliknya kopi merupakan neuroprotektif.
Trauma kepala
Cidera kranio serebral bisa menyebakan penyakit parkinson, meski perannya masih belum jelas benar.
Stress dan depresi
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan
penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover kotekolamin yang memacu stress
oksidati.
Penyakit Parkinson sering dihubungkan dengan kelainan neurotransmitter di otak dan faktor-faktor lainnya seperti :
Defisiensi dopamine dalam substansia nigra di otak memberikan respon gejala penyakit Parkinson,
Etiologi yang mendasarinya mungkin berhubungan dengan virus, genetik, toksisitas, atau penyebab lain yang tidak
diketahui.
Parkinson juga disebabkan oleh obat antara lain: reserpine (serpasil), phenithiszzives, butrophenous (contohnya
haloperidol).
PATOFISIOLOGI
Menurut Hall dan Guiton, (2018). Lesi utama tampak menyebabkan hilangnya neuron pigmen, terutama neuron
didalam substansia nigra pada otak. Substansia nigra merupakan kumpulan nukleus otak tengah yang
memproyeksikan, serabut-serabut korpus striatum). Salah satu neurotransmiter mayor didaerah otak ini dan bagian-
bagian lain pada sistem persarafan pusat adalah dopamin, yang mempunyai fungsi penting dalam menghambat
gerakan pada pusat kontrol gerakan. Walaupun dopamine
normalnya ada dalam konsentrasi tinggi dibagian-bagian otak tertentu, pada penyakit parkinson dopamin menipis
dalam substansia nigra dan korpus striatum. Penipisan kadar dopamine dalam basal ganglia berhubungan dengan
adanya bradikinesia, kekakuan, dan tremor. Aliran darah serebral regional menurun pada klien dengan penyakit
parkinson, dan ada kejadian demensia yang tinggi. Data patologik dan biokimia menunjukan bahwa klien demensia
dengan penyakit parkinson mengalami penyakit penyerta Alzheimer.
Pada kebanyakan klien, penyebab penyakit tersebut tidak diketahui parkinsonisme arteriosklerotik terlihat lebih sering
pada kelompok usia lanjut. Kondisi ini menyertai ensefalitis, keracunan, atau tosisitas (mangan, karbon monoksida),
hipoksia atau dapat akibat pengaruh obat. Krisis oligurik menyertai parkinsonisme jenis pasca-ensetalitis spasme otot-
otot konjugasi mata, mata terfiksasi biasanya keatas, selama beberapa menit sampai beberapa jam. Sekarang jarang
ditemukan karena semakin sedikit klien dengan tipe parkinsonisme ini yang masih hidup.
Patway
faktor resiko prakinson
MK : Gangguan mobilitas
fisik Defisit neurologis disfungsi MK : Koping tidak efektif
volume bicara
Penurunan defekasi bahasa & komunikasi Kurang informasi
MK : Gangguan komunikasi
MK : Defisit pengetahuan
verba
Sasaran tindakan adalah untuk meninggikan transmisi dopamin, terapi obat-obatan mencakup antihistamin,
antikolinergik, amantidin, levodopa, inhibitor monoamine oksidasi (MOA) dan antidepresi. Beberapa obat-obat ini
meyebabkan efek samping psikiatrik pada lansia.
Antihistamin
Antihistimin mempunyai efek sedatif dan antikolinergik pusat ringan, dapat membantu dalam menghilangkan tremor.
Terapi Antikolinergik
Agens-agens antikolinergik (triheksifenidil, prosiklidin, dan benztropin mesilat) efektif untuk mengontrol tremor dan
kekakuan parkinson. Obat-obatan ini dapat digunakan dalam kombinasi dengan levodopa. Agens ini meniadakan aksi
asetilkolin pada sistem saraf pusat. Efek samping mencakup penglihatan kabur, wajah memerah, ruam pada wajah,
konstipasi, retensi urine, dan kondusi akut. Tekanan intraokular dipantau ketat karena obat-obat ini kontraindikasi
pada pasien dengan glaukoma sedikit sekalipun. Pasien-pasien dengan hiperplasia prostatic dipantau terhadap adanya
tanda-tanda retensi urine.
Amantadin hidrokhlorida
Amantadin hidrokhlorida (symmetrel), agens-agens antivirus yang digunakan pada awal pengobatan penyakit
parkinson untuk menurunkan kekakuan, tremor dan bradikinesia. Agens ini di perkirakan bekerja melalui pelepasan
dopamin dari daerah penyimpanan di dalam saraf. Reaksi efek samping terdiri dari gangguan psikiatrik (perubahan
perasaan hati, konfusi, halusinasi), muntah, adanya tekanan pada epigastrium, pusing, dan gangguan penglihatan.
Terapi levodopa
Walaupun levodopa bukan untuk pengobatan, saat ini merupakan agens yang paling efektif untuk pengobatan dan
penyakit parkinson. Levodopa diubah dari (MD4)L(MD4)- dopa menjadi dopamin pada
basal ganglia. Seperti disebutkan diatas dopamin dengan konsentrasi normal yang terdapat dalam sel-sel substansia
nigra menjadi hilang yaitu pada pasien dengan penyakit parkinson. Bisa saja gejala yang hilang diperoleh akibat kadar
dopamin yang lebih tinggi yang ada bersamaan dengan levodopa. Efek yang menguntungkan dari levodopa paling
nyata dalam pengobatan tahun pertama. Keuntungan bagi pasien mulai menyusut dan pengaruh efek samping menjadi
lebih berat sepajang waktu. Konfusi, halusinasi, depresi, dan perubahan tidur dihubungkan dengan lamanya
penggunaan agens ini. Pasien mengalami reaksi on-off dimana periode tiba-tiba hampir imobilitas, berakhir beberapa
menit sampai jam, diikuti oleh kembalinya keefektifan tiba-tiba.
Diskinesia (gerakan involunter abnormal) adalah efek samping yang hampir umum, dan meliputi wajah meringis,
gerakan tangan menjejak berirama, gerakan kepala singkat, gerakan mengunyah dan memukul, dan gerakan involunter
batang tubuh dan ekstremitas. Kondisi ini kemungkinan berkaitan dengan kegagalan untuk menyesuaikan kembali
dengan tepat terhadap hilangnya dopamin. Salah satu metoda untuk menghadapi fluktuasi on-off adalah memberikan
“bebas obat” dengan menghindari pasien tidak minum obat. Kondisi ini biasanya memerlukan hospitalisasi dan
perawatan medis serta keperawatan yang tepat.
Levodopa selalu diberikan dalam kombinasi dengan inhibitor boksilase, karbidopa (sinemet), yang memungkinkan
konsentrasi levodopa lebih besar untuk mencapai otak dan menurunkan efek samping perifer. Derivat ergoet-agonis
dopamin. Agens-agens ini (bromokriptin dan pergolid) dianggap menjadi agonis reseptor dopamin agens ini
bermanfaat bila ditambahkan pasien yang mengalami reaksi on-off terhadap fluktuasi klinis ringan.
Porgolid (permax)
Porgolid (permax) adalah agens paling baru dari klasifikasi ini. Agens ini sepuluh kali lebih poten dari pada
bromokriptin, walaupun demikian terapi ini umumnya tidak dipilih. Respons pasien terhadap obat ini sangat
individual, dan untuk alasan-alasan yang tidak
dipahami dengan baik respons terhadap satu agens mungkin labih baik dari pada agens lain.
Inhibitor MAO
Eldepril (disebut Deprenyl di Eropa, dan dipasarkan di Amerika Serikat sebagai selegilene) adalah salah satu dari
perkembangan dalam farmakoterapi penyakit parkinson. Obat ini menghabat pemecahan dopamin, sehingga
peningkatan jumlah dopamin tercapai. Telah ditemukan untuk memperhalus fluktuasi dalam fungsi yang terjadi pada
penyakit ini, tidak seperti bentuk terapi lain agens ini secara nyata memperlambat progresi penyakit.
Antidepresan
Antidepresan trisiklik dapat diberikan untuk mengurangi depresi yang juga biasa terjadi pada penyakit parkinson.
Pembedahan :
Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi memberikan respon terhadap
pengobatan/intractable, yaitu masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas,
bradi/akinesia, gait/postural instability), Fluktuasi motorik, fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga memberi
respons baik terhadap pembedahan.
Stimulasi otak dalam
Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit parkinson ini sampai sekarang belum
jelas, namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa mencapai 80%. Frekwensi rangsangan yang diberikan pada
umumnya lebih besar dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 – 90 s. Stimulasi ini dengan alat stimulator yang
ditanam di inti GPi dan STN.
Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit Parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan kawannya, menggunakan
jaringan medula adrenalis yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara
lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells,
non
neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testisderived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells.
Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat
proliferasi T cells sehingga masa hidup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi
gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat
ini, diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan transplantasi dari jaringan embrio
ventral mesensefalon.
Penatalaksanaan Keperawatan
Keperawatan
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana
atau terlalu canggih.
Perawatan Penyakit Parkinson
Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula, maka perawatan tidak bisa hanya diserahkan
kepada profesi paramedis, melainkan kepada semua orang yang ada di sekitarnya.
Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita, keluarga dan care giver tentang penyakit yang diderita. Hendaknya
keterangan diberikan secara rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut.
Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi
maksimal.
Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya
gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut :
Abnormalitas gerakan
Kecenderungan postur tubuh yang salah
Gejala otonom
Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living– ADL)
Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
Terapi fisik: ROM ( range of motion)
Peregangan
Koreksi postur tubuh
Latihan koordinasi
Latihan jalan (gait training)
Latihan buli-buli dan rectum
Latihan kebugaran kardiopulmonar
Edukasi dan program latihan di rumah
Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan diafragma, evaluasi menelan, latihan
disartria, latihan bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara, irama
dan artikulasi.
Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif,
kepribadian, status mental ,keluarga dan perilaku.
Terapi sosial medik
Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan finansial, untuk maksud tersebut perlu
dilakukan kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.
Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural, dengan membuatkan alat Bantu jalan
seperti tongkat atau walker.
Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang khusus, akan tetapi diet penderita ini yang
diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi kekurangan gizi, penurunan berat badan, dan pengurangan jumlah massa
otot, serta tidak terjadinya konstipasi. Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara
komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi, serta cukup kalsium untuk mempertahankan struktur
tulang agar tetap baik. Apabila didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap
beberapa hari sekali. Hindari makanan yang mengandung alkohol atau berkalori tinggi.
2 Konstipasi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Manajemen eliminasi fekal
Aktivitas fisik harian yang kurang yang jam diharapkan eliminasi fekal membaik (SLKI (SIKI : I.04152)
dianjurkan ditandai dengan pengeluaran : L.04033) Observasi
feses lama dan sulit (SDKI : D.0149) Dengan kriteria Identifikasi masalah usus dan penggunaan
Kontrol pengeluaran feses meningkat (5) obat pencahar
Keluhan defekasi lama dan sulit menurun (5) Identifikasi pengobatan yang berefek pada
Mengejan saat defekasi menurun kondisi gastrointestinal
Monitor buang air besar
(5) (misalnya, warna, frekuensi,
Konsistensi feses membaik (5) konsistensi, volume)
Frekuensi defekasi membaik (5) 4. Monitor tanda dan gejala diare, kontipasi,
Peristaltic usus membaik (5) atau impaksi
Terapeutik
Berikan air hangat setelah makan
Jadwalkan waktu defekasi bersama
pasien
Sediakan makanan tinggi serat Edukasi
Jelaskan makanan yang membantu
meningkatkan keteraturan peristaltic
usus
Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
konsistensi, volume feses
Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik,
sesuai toleransi
Anjurkan pengurangan asupan makanan
yang meningkatn
pembentukan gasd
Anjurkan mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi serat
Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika
tidak ada kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu
3 Defisit Nutrisi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 Manajemen nutrisi
ketidakmampuan menelan jam diharapkan Status nutrisi membaik (SLKI : (SIKI : I. 03119)
makanan ditandai dengan otot menelan L. 03030) Observasi
lemah dan penurunan berat badan Dengan kriteria Identifikasi status nutrisi
(SDKI : D. 0019) Frekuensi makan membaik (5) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Nafsu makan membaik (5) Identifikasi makanan yang disukai
Bising usus membaik (5) Identifikasi kebutuhan kalori dan
Membrane mukosa membaik (5) jenis nutrient
Berat badan membaik (5) Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastric
Monitor asupan makanan
Monitor berat badan
Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
Berikan suplemen makanan, jika perlu
Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
intervensi yang diberikan
4 Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Promosi komunikasi: devisit bicara
berhubungan dengan gangguan jam diharapkan komunikasi verbal meningkat (SIKI :I.13492)
musculoskeletal ditandai dengan sulit (SLKI : L.13118) Observasi
menggunakan ekspresi wajah atau Dengan kriteria Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
tubuh dan sulit mengungkapkan kata- Kemampuan berbicara meningkat (5) volume dasn diksi bicara
kata Kemampuan mendengar meningkat (5) Monitor proses kognitif, anatomis, dan
(SDKI : D.0119) Kesesuaian ekpresi wajah/tubuh meningkat (5) fisiologis yang berkaitan dengan bicara
Pemahaman komunikasi membaik (5) Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal
lain yang menganggu bicara
Identifikasi prilaku emosional
dan fisik sebagai bentuk
komunikasi Terapeutik
Gunakan metode Komunikasi alternative
(mis: menulis, berkedip, papan Komunikasi
dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan
computer)
Sesuaikan gaya Komunikasi dengan
kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah
dengan perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan Komunikasi tertulis, atau
meminta bantuan keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
bantuan
Ulangi apa yang disampaikan
pasien
Berikan dukungan psikologis
Gunakan juru bicara, jika perlu Edukasi
Anjurkan berbicara perlahan
Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif,
anatomis dan fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
5 Koping tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 Dukungan pengambilan keputusan
dengan ketidakcukupan persiapan jam diharapkan status koping membaik (SLKI : (SIKI : I.09265)
untuk menghadapi stressor ditandai L.09086) Observasi
dengan menggunakan mekanisme Dengan kriteria 1. Identifikasi persepsi mengenal masalah dan
koping yang tidak sesuai Kemampuan memnuhi peran sesuai informasi yang memicu konflik
(SDKI : D.0096) usia meningkat (5) Terapeutik
Perilaku koping adaptif meningkat (5) Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan
Verbalisasi kemampuan mengatasi masalah yang membantu membuat pilihan
meningkat (5) Diakusikan kelebihan dan
Verbalisasi pengakuan masalah
meningkat (5) kekurangan dari setiap solusi
5. Verbalisasi kemampuan diri meningkat Fasilitasi melihat situasi secara realistic
(5) Motivasi mengungkapkan tujuan
perawatan yang diharapkan
Fasilitasi pengambilan keputusan
secara kolaboratif
Hormati hak pasien untuk menerima atau
menolak informasi
Fasilitasi menjelaskan keputusan
kepada orang lain, jika perlu
Fasilitasi hubungan antara pasien, keluarga,
dan tenaga kesehatan lainnya
Edukasi
Informasikan alternative solusi secara jelas
Berikan informasi yang diminta
pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
dalam memfasilitasi pengambilan
keputusan
6 Defisit pengetahuan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keparawatan 1x24 Edukasi proses penyakit
dengan kurang terpapar informasi jam diharapkan tingkat (SIKI : I.12445)
ditandai dengan menanyakan masalah pengetahuan membaik (SLKI : L.12111) Observasi
yang dihadapi Dengan kriteria 1. Identifikasi kemampuan pasien dan
(SDKI: D.0111) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi keluarga menerima informasi
menurun (5) Terapeutik
Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun Sediakan materi dan media
(5) pendidikan kesehatan
Menjalani pemeriksaan yang tepat Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
menurun (5) kesepakatan
Berikan kesempatan pasien untuk
bertanya
Edukasi
1. Jelaskan definisi,penyebab,
gejalan dan faktor resiko
penyakit
Jelaskan proses patofisiologi munculnya
penyakit
Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan
oleh penyakit
Jelaskan kemungkinan munculnya
komplikasi
Ajarkan cara meredakan atau mengatasi
gejala yang dirasakan
Informasikan keadaan pasien
saat ini
Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Terdapat 3 tahap dalam tindakan
keperawatan, yaitu persiapan, perencanaan dan dokumentasi (Nursalam, 2019 ). Kegiatan
implementasi pada klien dengan parkinson adalah membantunya mencapai kebutuhan dasar seperti :
Melakukan pengakajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau mamantau status
atau masalah yang ada.
Melakukan penyuluhan untuk membantu klien mamperoleh pengetahuan baru mangenai kesehatan
mereka sendiri atau penatalaksanaan penyimpangan.
Membantu klien membuat keputusan tentang perawatan kesehatan dirinya sendiri.
Konsultasi dan rujuk pada profesional perawatan kesehatan lainnya untuk memperoleh arahan yang
tepat.
Memberikan tindakan perawatan spesifik untuk menghilangkan, mengurangi atau mengatasi masalah
kesehatan.
Membantu klien untuk melaksanakan aktivitas mereka sendiri
Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yan menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa
dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam,
2019 : 135).
Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi hasil atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan, evaluasi hasil sumatif dilakukan dengan membandingkan respons klien pada tujuan khusus
dan umum yang telah ditentukan. Problem-Intervention-Evaluation adalah suatu singkatan masalah,
intervensi dan evaluasi. Sistem pendokumentasian PIE adalah suatau pendekatan orientasi-proses pada
dokumentasi dengan penekanan pada proses keperawatan dan diagnosa keperawatan (Nursalam, 2019 )
Proses dokumentasi PIE dimulai pengkajian waktu klien masuk diikuti pelaksanaan pengkajian sistem
tubuh setiap hari setiap pergantian jaga (8 jam), data masalah hanya dipergunakan untuk asukan
keperawatan klien jangka waktu yang lama dengan masalah yang kronis, intervensi yang dilaksanakan
dan rutin dicatat dalam “flowsheet”, catatan perkembangan digunakan untuk pencatatan nomor
intervensi keperawatan yang spesifik berhubungan dengan masalah, intervensi langsung terhadap
penyelesaian masalah ditandai dengan “I” (intervensi) dan nomor masalah klien, keadaan klien sebagai
pengaruh dari intervensi diidentifikasikan dengan tanda “E” (Evaluasi) dan nomor masalah klien, setiap
masalah yang diidentifikasi dievaluasi minimal setiap 8 jam (Nursalam,
2019)
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
I. Identitas Klien
Nama : Tn.O
Umur : 91 Th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Suku : Piliang
Alamat : Payakumbuh
No Mr 498943
Penanggung jawab
Nama : Ny. R
Umur : 55 Th
Hub keluarga : Anak kandung
Pekerjaan : Guru
II. Alasan Masuk
Klien masuk ruang Neuro dari IGD RSAM Bukittinggi, pada jam 13.45 WIB,
ke RSAM Bukittinggi pada hari yang sama. Pada tanggal 30 mei 2018 jam 14.00
WIB klien mengalami penurunan kesadaran dengan tanda-tanda vital klien saat
tidak bisa menelan. Klien tampak sesak napas, dan bagian ekstremitas
tampak lemah dan klien tampak tremor terjadi pada jari-jari tangan. Tanggal
kali/menit GCS= E: 4, M: 6 ,V: 5. Klien tidak ada mual dan muntah, kejang
tidak ada, klien tampak terpasang kateter no.16, klien tampak terpasang slang
Genogram
Keterangan :
kedua laki-laki (Tn. O), ketiga laki-laki (meninggal). Keluarga B mempunyai enam orang
anak, anak pertama perempuan, anak kedua, ketiga, keempat dan kelima yaitu laki-laki
(meninggal), anak yang keenam perempuan (Ny. S). Kemudian anak kedua (Tn.O) dari
keluarga A menikah dengan anak keenam (Ny.S) dari keluarga B dan mempunyai anak enam
orang. Anak pertama dari Tn.O (klien) perempuan sudah meninggal, kedua laki-laki, ketiga
laki-laki, keempat perempuan, kelima laki-laki, dan yang keenam perempuan. Semua anak
klien sudah menikah, dan klien sekarang tinggal serumah dengan anak yang keempat,
b. GCS : E 4 M6 V5= 15
Nadi = 80 x/menit
= 36,5 ° C
1. Kepala
Rambut
I : Rambut klien tampak bersih berwarna putih sudah beruban,
tampak ketombe
Mata
P : Tidak ada teraba massa pada kedua mata klien, reflek cahaya (+/+).
Telinga
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada pendarahan, tidak ada serumen,
P : Tidak ada nyeri tekan pada tragus, tidak ada masa pada telinga.
Hidung
I : Hidung tampak simetris kiri dan kanan, klien terpasang NGT, tidak
ada tampak lesi, tidak ada polip, tidak ada secret pada rongga
tidak ada sariawan, gigi tidak lengkap, terdapat caries, tidak ada lesi
dan udem.
P : Tidak teraba massa pada mulut klien, mulut berbau, tidak ada
Tenggorokan
2. Leher
Simetris kiri dan kanan, Vena jugularis tidak terlihat tapi teraba, warna leher
klien tampak kuning langsat, klien mengalami kesulitan saat menelan, dan
tidak ada pembengkan kelenjar tiroid., dan tidak ada terdapat lesi
3. Thorax
a. Paru- paru
I : Dada simetris kiri dan kanan, pergerakan ada normal, frekuensi nafas
ataupun lesi, warna kulit putih, tidak ada terdapat sianosis, tidak ada
nyeri tekan.
tambahan.
b. Jantung
I : Dada simetris kiri dan kanan, iktus cordis tidak tampak, tidak ada
Batas jantung kanan atas : ICS II Linea Para Sternalis Dextra. Batas
Batas jantung kiri atas : ICS II Linea Para Sternalis Sinistra. Bata
tambahan, Teratur dan tidak ada bunyi tambahan seperti mur- mur dan
gallop.
4. Abdomen
I : Simetris kiri dan kanan, tidak ada bekas operasi, warna kulit sama, tidak
P: Hepar tidak teraba, tidak ada nyeri tekan lepas pada kuadran kanan
5. Punggung
Tidak teraba bengkak, simetris kiri dan kanan, dan tidak ada lesi pada
6. Ektermitas
terpasang infus asering 20 tpm tidak ada edema, keadaan selang infus bersih.
Bagian Bawah: Kaki tampak lemah dan tremor, kaki klien tampak simetris
3333 3333
3333 3333
7. Genetalia
genetalia Tampak bersih dan lengkap, klien terpasang slang khateter no.16
dan pempers (urine output 200 cc/12 jam), tidak ada kelainan pada genetalia,
8. Integumen
Kulit tampak bersih, terdapat lesi dibagian paha, turgor kulit kering, klien
sebagian lengan klien pada siku, saat dilakukan pukulan sedikit kebawah
fleksi pada siku, dan kontraksi biseb pada ibu jari klien.
jantung telapak kaki menuju ibu jari, hasil yang didapat jari-jari klien
10. Persyarafan
N 1 (Olfaktorius /penciuman)
N II (opticus/ketajaman penglihatan)
tidak jelas karna faktor usia,klien bisa melihat jelas menggunakan alat
Saat dilakukan pengkajian pada N III, IV dan VI, pada saat klien disuruh
untuk buka mata dan mengangkat kelopak mata klien bisa melakukannya
tidak ada gangguan pada otot mata, saat klien di minta untuk mengikuti
N V (trigeminus/otot wajah)
sapukan kapas gulung kecil di dahi klien dan sinus paranasal klien
melakukannya dan pada saat klien diminta untuk membedakan rasa yang
ditempatkan pada ujung sisi lidah bagian depan klien tidak bisa karna
karna klien terpasang slang NGT saat bicara klien mengeluarkan suara
serak.
N XI (aksesorius)
dan pada saat diminta untuk mengangkat bahu klien tidak bisa karna
Tabel 3.1
Perilaku verbal
Emosi
rumah sakit.
Persepsi penyakit
Konsep diri
Adaptasi
Klien mampu berorientasi dengan baik, klien tau dimana ia sekarang dan
Klien berasal dari keluarga ekonomi yang kurang, klien bekerja sebagai
Rumah Sakit.
1. Pola komunikasi
Pasien saat ini ditemani oleh anak dan istri klien tampak nyaman dengan
keluarganya tersebut.
keluarga.
X. Data Spritual
Klien yakin terhadap tuhan dan percaya penyakit ini adalah ujian dari yang
Maha kuasa, klien yakin dengan agamanya, klien sebelum sakit sholat 5 waktu
Tabel 3.2
Tabel 3.3
ALT 17 u/L 0 – 41
AST 40 u/L 0 – 37
C-Chol 246 mg/dl 0 – 201
C-HDL 81 mg/dl 30 – 71
GluK 69 mg/dl 74 – 106
Urea
19 mg/dl 15 – 43
C-LDL
155 mg/dl 0 – 130
Tabel 3.4
Tanggal 31-05-2018
TABEL 3.5
PENGOBATAN
a) Data Subjektif
klien.
- Keluarga mengatakan ADL klien harus di bantu.
b) Data Objektif
3333
- TTV
S: 36,5 ˚ C P: 25 kali/menit
Tabel 3.6
2 DS Gangguan Hambatan
- Keluarga mengatakan neuromaskular, mobilitas
ekstremitas klien lemah dan kekakuan dan fisik
klien tremor. kelemahan otot
- Keluarga mengatakan
aktifitas klien dibantu.
- Keluarga mengatakan
klien tampak gelisah.
- Keluarga mengatakan
klien tidak bisa
melakukan aktifitas
seperti biasanya.
DO
- Klien tampak terbaring
lemah.
- Klien tampak sulit
menggerakkan
ekstremitas.
- Klien tampak di bantu
dalam aktivitas.
- Ekstremitas bawah tampak
terpasang kateter no.16
- Klien tampak lemah dan
tremor
- TD= 121 mmHg, N= 80
x/menit, P= 25 x/menit
- Kekuatan otot klien
3333 3333
3333 3333
3 DS Kelemahan Defisit
- Keluarga mengatakan neuromaskular, perawatan
ADL harus di bantu menurunnya kekuatan diri
- Keluarga mengatakan klien otot
susah untuk menelan
makanan
DO
- Keadaan mulut klien
tampak kering,kurang
bersih, agak berbau.
- Klien tampak dibantu
dalam melakukan
aktifitas.
3.2 Diagnosa Keperawatan
kekuatan otot
3.3 Intervensi
Tabel 3.7
Tabel 3.8
P: Intervensi dilanjutkan a
sampai dengan i
A:
- masalah teratasi
sebagian ketidak
efektifan bersihan
jalan nafas
P: intervensi di lanjutkan
- Monitor TTV
- Atur posisi fowler
dan semi fowler
- Ajarkan tekhnik
relaksasi
- Kolaborasi
pemberian O2
2 Jumat Hambatan Exercise therapy: ambulation S:
08 Juni mobilitas fisik 11.00 a. Melakukan program latihan - keluarga mengatakan
2018 b.d kerusakan untuk meningkatkan klien masih belum
neuromaskuler, kekuatan otot bisa melakukan
kekakuan otot, b. Memonitoring vital sign aktifitas sendiri
kelemahan otot 09.00 sebelum/sesudah latihan - keluarga mengatakan
dan lihat respon pasien saat klien sudah bisa
latihan mengangkat badan
c. Mengkonsultasikan dengan dan kaki sedikit,dan
09.30 miring kiri miring
terapi fisik tentang rencana
ambulansi sesuai dengan kanan
kebetuhan - keluarga mengatakan
d. Membantu klien untuk tidur klien nyenyak
09.45 menggunakan tongkat saat - kelurga
berjalan dan cegah terhadap mengatakan klien
cedera sudah tenang
e. Mengajarkan pasien atau O:
10.00 tenaga kesehatan lain - wajah klien tampak
tentang teknik tenang
ambulansi - klien sudah bisa
f. Mengkaji kemampuan diajak berkomunikasi
10.15 pasien dalam mobilisasi - klien tampak sudah
g. Melatih pasien dalam bisa mengubah posisi
10.30 pemenuhan kebutuhan badan mika miki
ADLs secara mandiri - kesadaran
sesuai dengan kemampuan klien=compos
h. Mendampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
11.00
dan bantu penuhi mentis
kebutuhan ADL - kekuatan otot
11.15 i. Mengajarkan pasien 3333 3333
bagaimana merubah 3333 3333
posisi dan berikan A:
bantuan jika diperlukan masalah belum
teratasi
Hambatan
mobilitas fisik
P: intervensi dilanjutkan
- Lakukan program
latihan untuk
meningkatkan
kekuatan otot
- Anjurkan mandi
hangat dan masase
- Bantu klien
melakukan latihan
ROM
- Kolaborasi dengan
ahli fisioterapi untuk
latihan fisik
A:
- Masalah
ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
PEMBAHASAN
Penulis melakukan Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn.O dengan Parkinson di Ruang Rawat
Inap Neurologi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 07 Juni 2018 sampai
dengan tanggal 09 Juni 2018, ada beberapa hal yang perlu dibahas dan diperhatikan dalam
Penulis telah berusaha mencoba menerapkan dan mengaplikasikan proses Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Parkinson sesuai dengan teori-teori yang ada. Untuk melihat lebih jelas
asuhan keperawatan yang diberikan dan sejauh mana keberhasilan yang dicapai, akan diuraikan
sesuai dengan tahap-tahap proses keperawatan di mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
4.1 Pengkajian
melakukan pengkajian pada klien Tn. O data didapatkan dari klien, beserta keluarga,
Dalam melakukan pengkajian kasus pada klien, penulis tidak kesulitan untuk
mendapatkan data dari klien, meskipun klien susah diajak untuk berkomunikasi
karena bicara klien yang kurang jelas dan pendengaran yang mulai berkurang
ditanya.
kesadaran dengan tanda-tanda vital klien saat di IGD, TD: 135/77 mmHg, RR: 22
tetapi penulis masih menemukan beberapa perbedaan antara teoritis dengan kasus
Secara teoritis dilihat dari manifestasi utama penyakit parkinson adalah gangguan
postural. Tanda awal meliputi kaku ekstremitas dan menjadi kaku pada bentuk
tidak bisa menelan. Klien tampak sesak napas, dan bagian ekstremitas tampak
Pada tinjauan kasus saat dilakukan pengkajian keluarga mengatakan klien pernah
di rawat di rumah sakit sebelum nya dengan penyakit jantung dan asma. Pada
Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga dari genogram keluarga klien ada
Dalam pengkajian pemeriksaan fisik pada teoritis dan tinjauan kasus tidak
(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual / potensial) dari individu atau
memberikan intervensi secar pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk
Diagnosa yang ditemukan pada teori, menurut NANDA tahun 2015 – 2017 Diagnosa
kelemahan otot.
11. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
13. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi dan
kekuatan otot.
penurunan aktivitas.
4. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi dan disfungsi
pendukung pada tinjauan kasus diatas. Namun dari ke empatdiagnosa diatas ada 3
diagnosa yaitu ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi secret,
hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromaskular, dan defisit perawatan diri b.d
kelemahan neuromaskuler yang tidak ada ditemukan pada teoritis, diagnosa ini
muncul pada kasus karena adanya data yang mendukung dari riwayat kesehatan
sekarang untuk penulis mengangkat masalah intoleransi aktivitas, gangguan pola tidur
mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efesien (Rohmah
masalah yang ditemukan, tidak semua rencana tindakan pada teori dapat ditegakkan
pada tinjauan kasus karena rencana tindakan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas, rencana tindakan yang dilakukan kaji adanya
bunyi nafas tambahan, atur posisi fowler dan semi fowler, penuhi hidrasi cairan via
ajarkan tekhnik relaksasi dan tekhnik batuk efektif, lakukan fisioterapi dada,
Hambatan mobilitas fisik, rencana tindakan yang dilakukan adalah membantu klien
dalam program latihan untuk meningkatkan kekuatan otot, membantu klien untuk
menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera, ajarkan klien atau
mobilisasi, latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai
dengan kemampuan, berikan alat bantu jika klien memerlukan, ajarkan klien
Defisit perawatan diri, rencana yang dilakukan adalah Kaji kemampuan dan tingkat
penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL, hindari apa yang tidak dapat
dilakukan klien dan bantu klien jika perlu, rencanakan tindakan untuk dedefisit
meningkatkan aktivitas kaji kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri,
4.4 Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai
tersebut dalam bentuk nyata, dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien
Parkinson, hal ini tidaklah mudah. Terlebih dahulu penulis mengatur strategi agar
pada klien agar nantinya klien mau melaksanakan apa yang perawat anjurkan, sehingga
seluruh rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan masalah yang
dihadapi klien.
bunyi nafas tambahan, mengatur posisi fowler dan semi fowler, melakukan
menganjurkan klien mengubah posisi setiap 2 jam, melakukan latihan ROM aktif,
a. Adanya faktor perencanaan yang baik dan keaktifan keluarga dalam perawatan
Keperawatan.
c. Adanya kerja sama yang baik antara penulis dengan petugas ruangan sehingga
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid,
2012). Dari 3 diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan sesuai dengan apa yang
penulis temukan dalam melakukan studi kasus dan melakukan asuhan keperawatan,
kurang lebih sudah mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal, maka dari itu
memerlukan adanya kerja sama antara penulis dengan klien, perawat, dokter, dan tim
kesehatan lainnya.
Penulis mengevaluasi selama 3 hari berturut-turut dari tanggal 07 Juni – 09 Juni 2018.
a. Pada diagnosa 1 yaitu ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi secret dijalan nafas sudah teratasi sebagian batuk berdahak
sedikit berkurang, nafas tidak sesak lagi, secret di tenggorakan mulai berkurang,
frekuensi nafas klien sudah dalam batas normal, keluarga mengatakan klien masih
tremor, klien sudah bisa berkomunikasi, kesadaran klien Compos mentis, GCS= 15,
b. Pada diagnosa 2 yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan dan
kelemahan otot sudah teratasi sebagian karena klien sudah bisa menggerakkan
neuromaskular dianggap sudah teratasi karena perawatan diri klien tampak dibantu
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
merupakan penyakit terbanyak kedua setelah Alzeimer. Penyakit ini memiliki dimensi
gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas,
keparahan defisit motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai
Rawat Inap Neurologi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi 2018 dapat disimpulkan
a. Pengkajian
Parkinson, dan nantinya data tersebut akan menjadi dasar bagi penulis untuk
kekuatan otot.
c. Intervensi
Intervensi yang dilakukan mengacu pada NIC yaitu diagnosa pertama dengan
terapi oksigen, diagnosa kedua exercise therapy: ambulation dan diagnosa ketiga
self care asisten dibuat sesuai teoritis pada buku rencana Asuhan Keperawatan,
d. Implementasi
adanya bunyi nafas tambahan, mengatur posisi fowler dan semi fowler, melakukan
diagnosa kedua yaitu memonitoring vital sign sebelum dan sesudah latihan,
mengkaji kemampuan pasien dalm mobilisasi, pada diagnosa ketiga yaitu monitor
kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri, hindari apa yang tidak dapat
dilakukan klien dan bantu klien bila perlu, lebih di focuskan pada pendidikan
e. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa yang pertama ketidak efektifan bersihan
jalan nafas tidak semua masalah dapat teratasi, diagnosa kedua masalah hambatan
mobilitas fisik teratasi sebagian, dan diagnosa ketiga masalah defisit perawatan diri
taratasi sebagian karena adanya keterbatasan waktu bagi penulis untuk melakukan
Asuhan Keperawatan, dan keadaan pasien yang masih belum membaik seluruhnya.
5.2 Saran
dan wawasan yang luas mahasiswa akan mampu mengembangkan diri dalam
kasus tersebut.
hubungan kerja yang baik antara tim kesehatan dan klien yang ditujukan untuk
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta,
Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesi
Sylvia A. Prince, dkk, .(2016). Clinical profile of Parkinsonism and Parkinson’s disease in Lagos,
Southwestern Nigeria. Journal of BMC Neurology. 10:1-6
Black,. 2019. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.
Jakarta:InternaPublishing pp. 851-4
Ginsberg Lionel, .(2018). BukuPanduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan Gerak
Lainnya. Depok: PERDOSSI.
Hall dan Guiton, .(2018). Hubungan derajat klinis dan gangguan kognitif pada Pasien Parkinson
dengan menggunakan montreal cognitive assesment versi Indonesia (MoCa-INA). Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hassanudin.
Hendrik, .(2013). Diagnosis dan terapi deep brain stimulation pada penyakit parkinson. Jurnal Sinaps,
1(1), 67 - 84.
Nursalam, .(2019). Gambaran fungsi kognitif penderita parkinson di poliklinik saraf RSUP Dr. R.D.
Kandou Manado. Jurnal e-Clinic, 4(1).
Black, 2009. Medical surgical nursing: clinical managementfor continuity of care, 8th ed
philadepia: W. B. Sunders Company. http://www.depkes.go.id/
Bulechek, G.M, et al, 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi keenam. Indonesia :
CV. Mocomedia
Depkes RI. 2005. Pedoman Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Dirjen Keperawatan
dan Ketekhnisian Medik
Smeltzer, S. & Bare, B., 2013. Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi ke 8. Vol 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta:
Salemba Medika
Ganong, Wiliam F. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-17. Jakarta: EGC Hall & Guiton.
2008. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Hickey, V. J, 2003. The clinicalpracticeof neurologicaland neurosurgical nursing. Philadelphia:
Lippincott william & willkins
Moorhead, S, et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran
Outcomes Kesehatan. Edisi kelima. Indonesia : CV. Mocomedia Muya, Y, et al. 2015..
http://jurnal.fk.unand.ac.id
https://www.orami.co.id/magazine/aktor-irrfan- khan-meninggal-karena-tumor-
neuroendokrin/
: https://www.kompas.com/hype/read/2020/04/29/1536 06766/ini-riwayat-penyakit-irrfan-
khan-sebelum- meninggal-dunia?page=all https://www.klikdokter.com/info-
sehat/read/3639045/aktor-legendaris-bollywood- irrfan-khan-tutup-usia-akibat-infeksi-usus