Anda di halaman 1dari 24

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kondisi Terminal

Dosen pembimbing : Ns. Ragil Supriyono, M.Kep

Disusun Oleh :

1. Anisa Apriliani (19004)


2. Annisa Putri (19005)
3. Egi Novarita (19017)
4. Ellinda Yohanita (19018)
5. Ersa Salia (19020)
6. Hanifah Salma (19024)
7. Shellawati Maylani (19045)
8. Sylvia Nuraeni Kurniasari (19053)
9. Vivi Rahmawati (19056)

AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA

Jl. Cumi No. 37 TanjungPriok Jakarta Utara


Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada kami
untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
makalah yangberjudul Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kondisi Terminal tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada bidang studi/mata kuliah di Akademi
Keperawatan Harum Jakarta. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang topik makalah.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu selaku dosen mata kuliah.
Semoga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan . kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah
ini.

kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 18 Juni 2021

(Kelompok 1)

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................2

Daftar Isi.....................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................5

1.3. Tujuan.................................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................6

2.1 Pengkajian Keperawatan Pada Pasien Terminal..................................................................6

2.2 Rumusan Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Terminal...................................................12

2.3. Perencanaan Keperawatan Pada Pasien Terminal.............................................................13

2.4. Implementasi Pada Pasien Dengan Kondisi Terminal......................................................14

2.5. Evaluasi ............................................................................................................................20

2.6. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terminal..............................................20

BAB III PENUTUP..................................................................................................................22

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah
membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan
kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA,
1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic
spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).

Menurut Dadang Hawari (1977,53) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”. Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang
berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir
kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di samping perawat. Oleh karena itu,
pemenuhan kebutuhan spiritual dapat meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa
harapan sembuhnya tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi alam
yang kekal.

Oleh karena itu penulis membuat makalah asuhan keperawatan asuhan klien dengan
penyakit terminal, agar nantinya perawat juga memberikan perhatian khusus untuk masalah
ini, dan permasalahan tidak menjadi suatu aspek yang terabaikan seperti saat ini.

4
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana Pengkajian keperawatan pada pasien terminal ?
2. Bagaimana Diagnosa keperawatan pada pasien terminal ?
3. Bagaimana Intervensi keperawatan pada pasien terminal ?
4. Bagaimana Evaluasi keperawatan pada pasien terminal ?

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien terminal.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengkajian keperawatan pada pasien terminal


A. Batasan pasien terminal
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit / sakit
yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses
kematian.

Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu
juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien terminal.

Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan
damai.

Penyakit yang bisa menyebabkan seseorang dalam kondisi terminal/ mengancam hidup,
antara lain :
a. Penyakit kronis seperti TBC, Pneumonia, Edema Pulmonal,Sirosis Hepatis,
Penyakit Ginjal Kronis, Gagal Jantung dan Hipertensi.
b. Kondisi Keganasan seperti Ca Otak, Ca Paru-paru, Ca Pankreas, Ca Liver,
Leukemia.
c. Kelainan Syaraf seperti Paralise, Stroke, Hydrocephalus dll.
d. Keracunan seperti keracunan obat, makanan, zat kimia.
e. Kecelakaan/Trauma seperti Trauma Kapitis, Trauma Organ Vital (Paru-Paru atau
jantung) ginjal dll.

6
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup
kedalam empat fase, yaitu :

a. Fase Prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko penyakit.
b. Fase Akut; berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian
keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
c. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
d. Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi
pasti terjadi.

Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis,
maupun social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara
lain :

a. Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne


stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah
menurun, hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.
b. Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic,
kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi,
inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis
Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau
kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan
intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
c. Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun
d. Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
e. Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat
mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun,
kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun.
f. penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.

7
g. Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan
h. Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah
pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
i. Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi / barrier komunikasi.
j. Perubahan Sosial-Spiritual, klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai
kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan
bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan
mempersatukannya dengan orangorang yang dicintai. Sedangkan yang lain
beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup Seseorang yang menghadapi
kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai
kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.

Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih
pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang
menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan,
kehilangan orang yang dicintai. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai
kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.

Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal
yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang
lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.

8
B. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kesadaran adalah status individu tentang keberadaan dirinya dan hubungan dengan
lingkungan sekitarnya.

Menurut Strauss dan Glaser Tahun 1970, Tingkat Kesadaran dibagi 3 :


a. Closed Awarness
b. Mutual Pretense
c. Open Awarness

Teknik lain untuk mengkaji tingkat kesadaran adalah dengan metode GCS (Glasgow
Coma Scale) .

Jenis pemeriksaan Nilai


Respon motorik ( M )
Ikut perintah 6
Melokalisir nyeri 5
Fleksi norma 4
Dekortasi 3
Deserebrasi 2
Tidak ada 1
Respon Verval ( V )
Orientasi baik 5
Bicara kacau / bingung 4
Kata-kata tidak teratur  3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada 1
Respon buka mata ( Eye Opening E )
Spontan 4
Terhadap suara 3

9
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1

C. Faktor-faktor yang perlu dikaji


1. Faktor fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah
pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi
kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien
terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor psikologi
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus
peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa
mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah.
Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain
ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-
tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal. Menurut Kubler Ross (1969)
seseorang yang menjelang ajal menunjukan lima tahapan, yaitu :
1) Denial (menolak), pada tahap ini individu menyangkal dan bertindak seperti
tidak terjadi sesuatu, dia mengingkari bahwa dirinya dalam kondisi terminal.
Pernyataan seperti ‘ tidak mungkin, hal ini tidak akan terjadi pada saya, saya
tidak akan mati karena kondisi ini’ umum dilontarkan klien.
2) Anger (Marah) individu melawan kondisi terminalnya, dia dapat bertindak pada
seseorang atau lingkungan di sekitarnya. Tindakan seperti tidak mau minum
obat, menolak tindakan medis, tidak ingin makan, adalah respon yang mungkin
ditunjukan klien dalam kondisi terminal.
3) Bargaining (Tawar Menawar), individu berupaya membuat perjanjian dengan
cara yang halus atau jelas untuk mencegah kematian. Seperti “ Tuhan beri saya

10
kesembuhan, jangan cabut nyawaku, saya akan berbuat baik dan mengikuti
program pengobatan’.
4) Depresion (Depresi), ketika ajal semakin dekat atau kondisi semakin memburuk
klien merasa terlalu sangat kesepian dan menarik diri. Komunikasi terjadi
kesenjangan, klien banyak berdiam diri dan menyendiri.
5) Aceptance (Penerimaan), reaksi fisiologis semakin memburuk, klien mulai
menyerah dan pasrah pada keadaan atau putus asa.

Peran perawat adalah mengamati perilaku pasien terminal, mengenali pengaruh


kondisi terminal terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik.

3. Faktor social
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena
pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan
dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa
mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan
social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani
klien.
4. Faktor spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian,
bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin
mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat
juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini apakah pasien mengharapkan
kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.

D. Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien Terminal.
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi
individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang
ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan
etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari. Keyakinan

11
spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu
memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus
sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga
kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.

2.2. Rumusan diagnosa keperawatan pada pasien terminal
a. Jenis diagnosa keperawatan
Perawat mengumpulkan data-data senjang untuk membuat diagnosa keperawatan klien
pada kondisi terminal. Mengelompokan perubahan/ masalah fisik, psikologis, social,
spiritual klien dan keluarganya kedalam kelompok actual atau potensial. Perawat harus
mengidentifikasi batasan/karakteristik yang membentuk dasar untuk kelompok
diagnosa yang actual atau potensial.

b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien terminal


Klien menjelang ajal / kondisi terminal membutuhkan pertimbangan khusus ketika
diagnosa keperawatn ditegakkan. Klien yang sakit terminal menyebabkan berbagai
perubahan kondisi seperti perubahan citra tubuh, cacat fisik atau perubahan konsep diri.
Sejalan dengan memburuknya kondisi klien perawat membuat diagnos yang relevan
dengan kebutuhan dasar seperti perubahan rasa nyaman, perubahan eliminasi,
pernafasan tidak efektif, perubahan sensoris dan sebagainya. Berbagai kondisi tersebut
bisa dituangkan dalam bentuk diagnosa actual atu potensial.

Karena sifat dan tingkat keparahan kondisi terminal, data pengkajian fisik harus
dikumpulkan dengan sering dan dapat digunakan untuk memvalidasi diagnosa. Contoh
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kondisi terminal antara lain :
1) Nutrisi tidak terpenuhi berhubungan dengan intake/asupan tidak adekuat
2) Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret
3) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
4) Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi
5) Potensial terjadi kecelakaan fisik berhubungan dengan kelemahan

12
6) Gangguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan pasien menerima
keadaannya
7) Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan klien mengungkapkan perasaannya
dalam menghadapi kematian
8) Depresi berhubungan dengan ketidaksiapan menghadapi kematian

2.3. Perencanaan keperawatan pada pasien terminal


1. Prinsip Rencana Keperawatan pada pasien terminal
Ketika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik. Perawat harus
lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal,
untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan
kualitas hidup pasien.

Tujuan merawat klien terminal adalah sebagai berikut :


a. Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan fisik
b. Mempertahankan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
c. Mempertahankan harapan
d. Mencapai kenyamanan spiritual
e. Menghindarkan / mengurangi rasa kesepian, takut, depresi dan isolasi
f. Mempertahankan rasa aman, harkat , dan rasa berguna
g. Membantu klien menerima kehilangan

2. Intervensi Keperawatan pada pasien terminal


Menurut Rando (1984), ada tiga kebutuhan utama klien terminal yaitu pengendalian
nyeri, pemulihan jati diri dan makna diri, dan cinta serta afeksi.

Kehadiran perawat harus bisa memberikan ketenangan dan menurunkan ansietas,


perawat dapat mendukung harga diri klien dengan menanyakan tentang pilihan
perawatan yang diinginkan. Perawat mendorong keluarga untuk berpartisipasi dalam

13
pembuatan keputusan klien dan keputusan bersama. Hal ini membantu menyiapkan
keluarga ketika klien sudah tidak mampu membuat pilihan.
Setiap klien dan keluarga harus ditangani secara unik dengan mengenali kebutuhan,
rasa takut, cita-cita, dan kekhawatiran mereka akan perubahan perjalanan penyakit.
Klien terminal mungkin mengkhawatirkan situasi dan dukacita dari orang yang
ditinggalkan. Selain membutuhkan bantuan dengan masalah yang berhubungan dengan
penyakit dan stress emosional yang ditimbulkan, klien juga membutuhkan bantuan
dalam masalah financial, perubahan hubungan social dan seksual dan kesulitan dalam
menghadapi rumah sakit. Perawat bisa menggunakan pendekatan interdisiplin ilmu
untuk mengatasi masalah praktis pada pasien terminal.

2.4. Implementasi pada Pasien dengan Kondisi Terminal


A. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling pada Pasien Terminal
1. Konsep bimbingan dan konseling pada pasien terminal
Asuhan keperawatan pada pasien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu
klien untuk meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien
menjelang ajal da melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup,
klien harus dirawat dengan aspek dan perhatian penuh. Dalam melakukan
perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan
konsultasi tentang perawatan diperlukan.
Pokok-pokok dalam memberikan bimbingan dan konseling dalam perawatan
pasien terminal terdiri dari :
1) Peningkatan kenyamanan
Kenyamanan bagii klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan
distress psikobiologis. Perawat harus memberikan bimbingan kepada keluarga
tentang tindakan penanganan bagi klien sakit terminal. Kontrol nyeri terutama
penting karena mengganggu tidur, nafus makan, mobilitas, dan fungsi
psikologis. Pemberian kenyamanan bagi klien mungkin akan bergantung pada
perawat dan keluarganya untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya, sehingga
perawat bisa memberikan bimbingan dan konseling bagi keluarga tentang
bagaimanan cara memberikan kenyamanan pada klien.

14
2) Pemeliharaan kemandirian
Tempat perawatan yang tepat untuk pasien terminal adalah perawatan intensif,
pilihan lain adalah hospice yang memungkinkan perawat komperehensif di
rumah. Perawat harus memberikan informasi tentang pilihan ini kepada
keluarga dan klien. Sebagian besar klien terminal ingin mandiri dalam
melakukan aktivitasnya. Mengizinkan pasien untuk melakukan tugas sederhana
seperti mandi, makan, membaca, akan meningkatkan martabat klien.
3) Pencegahan kesepian dan isolasi
Perawat membutuhkan kesabaran dan pengalman untuk merespos secara efektif
terhadap klien menjelang ajal. Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan
sensor, perawat mengintervensi untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
Lingkungan harus diberi pencahayaan yang baik, keterlibatan anggota keluarga,
teman dekat dapat mencegah kesepian. Keluarga atau penjenguk harus
diperbolehkan bersama klien menjelang ajal sepanjang waktu. Perawat
memberikan bimbingan kepada keluarga untuk tetap/ selalu bersama klien
menjelang ajal, terutama saat-saat terakhir hidupnya.
4) Penigkatan ketenangan spiritual
Peningkatan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar
meminta rohaniawan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari
ketenangan. Perawat dan keluarga dapat membantu klien mengekspresikan nilai
dan keyakinanya. Klien menjelang ajal mungkin mencari untuk menemukan
tujuan dan makna hidup sebelum menyerahkan diri kepada kematian, klien
mungkin minta pengampunan baik dari yang maha kuasa atau dari anggota
keluarga.
5) Dukungan untuk keluarga yang berduka
Anggota keluarga harus didukung melewati waktu menjelang ajal dan kematian
dari orang yang mereka cintai. Semua tindakan medis, peralatan yang
digunakan pada klien harus diberikan penjelasan, seperti alat bantu nafas atau

15
pacu jantung. Kemungkinan yang terjadi selama fase kritis pasien terminal
harus dijelaskan pada keluarga.

6) Prosedur bimbingan dan konseling pada pasien terminal


Dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada pasien terminal atau
keluarganya, harus ditetapkan tujuan bersama. Hal ini menjadi dasar untuk
evaluasi tindakan perawatan. Bimbingan yang harus berfokus pada peningkatan
kenyamanan dan perbaikan sisa kualitas hidup, hal ini berarti memberikan
bimbingan pada aspek perbaikan fisik, psikologis, sosial dan spiritual.

B. Pelaksanaan Perawatan Lanjutan di Rumah


1. Batasan perawatan lanjut di rumah
Penyakit terminal menempatkan tuntutan yang besar pada sumber sosial dan
finansial. Keluarga mungkin takut berkomunikasi dengan klien, banyak hal sulit
yang dialami keluarga untuk mengatasi kondisi anggota keluarganya yang terminal.
Hal ini mencakup lamanya periode menjelang ajal, gejala yang sulit dikontrol,
penampilan dan bau tidak menyenangkan, sumber koping terbatas dan buruknya
hubungan dengan pemberi perawatan. Alternatif perawatan bisa dilakukan dirumah,
diantaranya:
a. Perawatan hospice
Perawatan hospice adalah program perawatan yang berpusat pada keluarga
yang dirancang untuk membentuk klien terminal dapat hidup nyaman dan
mempertahankan gaya hidup senormal mungkin sepanjang proses menjalang
ajal. Sebagian besar klien dalam program hospice mempunyai waktu hidup 6
bulan atau kurang. Program ini dimulai di Irlandia baru tahun 1879, yang
kemudian di Inggris, Amerika, dan Canada pada tahun 1970-an.
Komponen hospice yaitu :
1) Perawatan di rumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan
dibawah administrasi rumah sakit
2) Kontrol gejala (fisik, fisiologis, sosio-spiritual)

16
3) Pelayanan yang diarahkan oleh dokter
4) Ketentuan tim perawatan interdisiplin ilmu terdiri dari dokter, perawat,
rohaniawan, pekerja sosial yang diarahkan oleh dokter
5) Klien dan keluarga sebagai unit perawatan
6) Tindak lanjut kehilangan karena kematian setelah kematian klien
7) Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim
8) Penerimaan kedalam program didasarkan pada kebutuhan perawatan
kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar

Program hospice menekankan pengobatan paliatif yang mengotrol gejala


ketimbang pengobatan penyakit. Klien dan keluarga berpartisipasi dalam
perawatan .perawatan klien dikoordinasikan antara lingkungan rumah dan klien.
Upaya diarahkan untuk tetap merawat klien dirumah selama mungkin. Keluarga
menjadi pemberi perawatan primer, pemberian medikasi dan pengobatan, tim
interdisiplin memberikan sumber psikologis dan fisik yang diperlukan untuk
mendukung keluarga

2. Sistem Rujukan
Dalam pelayanan rujukan, rujukan pasien harus dibuat oleh penanggung jawab
perawatan. Diluar negeri Registered nurses (RN), mempunyai kewenangan untuk
merujuk pasien ke system pelayanan yang lebih tinggi lagi. Dalam perawatan
pasien di rumah, system rujukan bisa dibuat, dimana perawatan klien oleh perawat
home care dibawah yurisdiksi Registered nurses (RN). RN membuat delegasi tugas-
tugas perawatan yang harus dilaksanakan oleh perawat pelaksana yang telah
mempunyai izin (lisenced) dari lembaga berwenang.
Prinsip Delegasi/Rujukan :
a) Perawat pelaksana secara hukum bertanggung jawab langsung untuk merawat
klien
b) Perawat pelaksana bertanggung jawab untuk merujuk pasien, mengevaluasi
asuhan yang diberikan, bimbingan dan konseling pasien terminal

17
c) Pemberian terapi intravena tergantung peraturan pemerintah setempat, ada yang
memberi kewenangan untuk melakukan terapi intravena oleh pelaksana
perawat, ada juga yang tidak
d) Lembaga berwenang (Rumah sakit, binas kesehatan) memberi kan izin pada
perawat pelaksana untuk merawat dan membuat rujukan berdasarkan standar
asuhan keperawatan.

3. Langkah Perawatan Lanjut di Rumah


Perawatan lanjut di rumah ditujukan untuk memberikan perawatan fisik berupa
perawatan kebersihan diri, perawatan kulit, ambulasi, laithan dan mobilisasi,
berpakaian, kemampuan eliminasi dan lainnya. Perawatan harus memberikan
kebersihan, keamanan, kenyamanan dan lingkungan yang tenang. Inti perawatan
harus bisa memberikan kenyamanan bagi klien, peningkatan kemandirian,
Pencegahan Kesepian dan Isolasi, peningkatan ketenagan spiritual.

C. Memberikan makan melalui NGT


1. Pengertian
Intubasi nasogastrik (NGT) adalah prosedur di mana tabung plastik tipis
dimasukkan ke dalam lubang hidung, menuju esofagus, lalu masuk ke perut.
Setelah selang NGT dipasang dan diamankan dengan benar, perawat dapat
memenuhi asupan nutrisi pasien melalui selang atau tabung NGT tersebut dengan
menggunakan spuit 10cc sebagai penampung awalnya. Teknik ini sering digunakan
untuk memberikan makanan dan obat kepada pasien ketika mereka tidak dapat
makan atau menelan.

2. Tujuan
Tujuan pemasangan NGT adalah sebagai berikut :
a. Memberikan nutrisi pada pasien yang tidak sadar dan pasien yang mengalami
kesulitan menelan.

18
b. Mencegah terjadinya atropi esophagus/lambung pada pasien tidak sadar.
c. Untuk melakukan bilas lambung pada pasien keracunan.
d. Untuk mengeluarkan darah pada pasien yang mengalami muntah darah atau
pendarahan pada lambung.

3. Alat
1) Selang lambung (NGT – Ukuran disesuaikan dengan usia)
2) Jelly
3) Stetoscope
4) Spuit 10cc
5) Bengkok
6) Handuk
7) Penutup selang lambung
8) Plester dan gunting
9) Spatel lidah
10) Tisu

4. Prosedur
1) Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan keluarga
2) Atur posisi tidur pasien
3) Cuci tangan
4) Dekatkan alat
5) Letakan handuk dibawah kepala pasien
6) Ukur panjang selang lambung dengan cara mengukurnya dari pangkal hidung
ke telinga pasien lalu ke prosesus xipoideus
7) Beri batas panjang selang lambung yang telah diukur dengan plester
8) Beri jelly pada selang lambung sepanjang 7-10cm
9) Masukan selang lambun ke salah satu lubang hidung dengan

19
a) Posisi kepala ekstensi, bila selang sudah sampai orofaring posisi kepala
fleksi
b) Bila pasien batuk, berhenti memasukan selang lambung dan anjurkan pasien
nafas dala
c) Setelah rileks dilanjutkan dengan memasukan kembali selang lambung
10) Cek apakah selang lambung sudah masuk lambung dengan cara menghisap
cairan lambung / masukan udara 5-10cc melalui spuit 10cc dan dengarkan
menggunakan stetoscope pada perut kiri kuadran atas
11) Jika terdengar suara udara di lambung, plester selang lambung ke ujung hidung
12) Tutup selang lambung/ sambungkan selang lambung dengan plastic penampung
13) Rapikan alat, pasien dan lingkungannya
14) Bereskan alat dan cuci tangan
15) Dokumentasikan prosesur di status pasien yang meliputi jam pemasangan,
jumlah dan warna cairan lambung

2.5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan cara
membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
dalam rencana keperawatan.
Pada pasien dengan kondisi terminal, tujuan yang diharapkan adalah :
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat
2. klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan

20
3. klien selalu ingat kepada Tuhan dan sadar bahwa setiap manusia yang diciptakan oleh
Tuhan, akan kembali ke pangkuan Tuhan.

2.6. Dokumentasi Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal
1. Tujuan Dokumentasi Askep pada Pasien Terminal
Bentuk dokumentasi pasien terminal di tiap rumah sakit sangat variatif. Modiifikasi
yang dikembangkan berbeda-beda, namun secara garis besar tujuan dokumentasi adalah
a. memberi informasi perawatan seperti fakta, gambaran, hasil observasi kesehatan
klien ke tim kesehatan lainnya.
b. Menunjukan penampilan kerja perawat dalam merawat klien yang lebih spesifik
c. Merupakan catatan mutlak atau dokumen legal yang digunakan sebagai referensi
kesehatan klien
2. Prinsip Aspek Legal dan Etik
Pada prinsipnya semua catatan kesehatan klien adalah dokumen legal. Dalam tinjauan
legal-etik, bentuk perawatan yang diberikan tetapi tidak dicatat sama saja dengan tidak
memberikan perawatan. Oleh karena itu penting untuk mencatat semua tindakan yang
telah diberikan. Yang legal adalah tindakan yang terdokumentasikan.

3. Teknik Pendokumentasian
Pendokumentasian atau Charting di tiap rumah sakit berbeda, terdapat 3 teknik
pendokumentasian, yaitu :
1) berorientasi pada sumber (Source Oriented)
informasi kesehatan pasien didokumentasikan berdasarkan sumber tim kesehatan
yang membuat. Contoh ada 3 dokumentasi terpisah yaitu catatan kesehatan yang
dibuat oleh dokter, perawat, atau fisioterapi. Kekurangannya adalah untuk
mengetahui gambaran lengkap/utuh dari pasien, seseorang harus membaca secara
terpisah tiap lembar dokumentasi klien dari tiap sumber. Hal ini tentu akan
menghabiskan waktu, jenis dokumentasi biasanya dalam bentuk narasi.
2) Berorientasi pada Masalah (Problem –based Oriented)
pendokumentasian berdasarkan masalah yang ditemukan pada klien. Semua
masalah actual maupun potensial dibuat catatannya. Semua tim kesehatan

21
mendokumentasikan pada lembar yang sama. Keuntungannya semua gambaran
kesehatan klien dapat mudah dibaca.
3) Teknik komputerisasi (Computer Assisted Oriented)
secara konstan dari berbgai sumber bisa dilihat informasi terkini perkembangan
kesehatan klien. Data perkembangan kesehatan klien dituangkan dalam format
DAR (Data, Action, Responses).

4. Berpikir Kritis dalam pendokumentasian data


Dalam pendokumentasian perawat harus berpikir kritis, hal-hal apa saja yang penting
didokumentasikan untuk pasien terminal. Hal penting yang harus dicatat adalah :
a. Perawat harus memperhatikan gejala fisik klien yang menyebabkan
ketidaknyamanan
b. Perawat harus mengenali tahapan menjelang ajal
c. Perawat memberikan dukungan system / lingkungan bagi klien menjelang
ajal/terminal
d. Perawat dapat peka dan mampu menganalisa hal yang membuat pasien terminal
merasa nyaman atau tidak nyaman
e. Perawat melihat penerimaan keluarga dan interaksi dengan pasien terminal

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
22
Kondisi terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit atau sakit
yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses
kematian.

Respons klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologi,
social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu berbeda. Hal ini
mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, Leslie D. Fundamentals of Nursing. A Nursing Process Approach.


Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and function.

23
https://www.nerslicious.com/sop-pemasangan-ngt/. Diakses pada tanggal 19 Juni 2021
Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and Values.
California : Addison Wesley
Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills. Basic to
Advanced Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.
Potter, P (1998). Fundamental of Nursing. Philadelphia : Lippincott.

24

Anda mungkin juga menyukai