Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

INTRA HOSPITAL TRAUMA MANAGEMENT

Disusun oleh :
Nama Kelompok 1 :
1. Oktaviani Riska S. 201802034
2. Riri Arum S. 201802036
3. Rizkyka Dwi Y. 201802037
4. Salsabila Sonya R. 201802038
5. Siti Nurhalizah 201802040
6. Thahzya Viona R. 201802041
7. Valendita Mei P. 201802042
8. Wahyuni A.P. 201802043
9. Yulinda Andri I. 201802044

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA
MADIUN
2021/2022
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat dengan waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Mega Arianti P.


S.Kep.,Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dalam menyelesaikan
makalah ini. Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.

Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari masih banyak ada kekurangan baik
dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang
berlanjut sehingga kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini sangat penulis
harapkan.

Akhirnya kami menyampaikan terimakasih kepada pembaca dan teman-teman sekalia


yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.

Madiun, 24 April 2021

Penyusun
Daftar Isi
Kata pengantar..................................................................................................................

Daftar isi.............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................2
A. Latar Belakang................................................................................................................2
B. Rumusan masalah............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................4
BAB  II PEMBAHASAN.......................................................................................................17
A. Pengertian konsep nursing care pada trauma...................................................
B. Scoring di IGD pada kasus trauma......................................................................
C. Mekanisme Trauma...............................................................................................
D. Pengkajian Primary Survey dan Secondary Survey.............................................

BAB III PENUTUP................................................................................................................17


A. Kesimpulan ................................................................................................................

B. Saran............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18
BAB  I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma adalah penyebab terbesar ketiga kematian dan kecacatan diseluruh
dunia terutama usia dekade ke empat di negara berkembang lebih dari 5 juta orang
meninggal akibat trauma pada tahun 2002, lebih dari 90% tejadi di Negara berkembang
(Carolina, 2015). Trauma merupakan keadaan yang disebabkan oleh luka atau cidera.
Trauma adalah kejadian yang bersifat holistic dan dapat menyebabkan hilangnya
produktivitas seseorang (Komisi Trauma IKABI, 2014). Definisi ini memberikan
gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera.
Dalam menangani pasien trauma, pihak rumah sakit secara internal(intra) tentu
memerlukan disiplin ilmu untuk memanajemen kasus trauma pada pasien atau bisa disebut
nursing care management dimana Manajemen cedera diprioritaskan untuk mengobati
cedera yang mengancam nyawa terlebih dahulu, mengikuti urutan ABCDE. Pengecualian
ini adalah korban yang menderita perdarahan perifer. Hal ini telah menyebabkan
pengembangan dari urutan CABC, di mana C merupakan singkatan untuk bencana
perdarahan (Hodgetts, 2002). Dengan penanganan yang tepat pada pasien dengan kondisi
injury menggunakan diagnosis dan penilaian awal(scoring) pada IGD, maka dapat
meminimalisir tingkat kematian (mortalitas) pada pasien.
Maka dari itu, makalah ini akan membahas bagaimana konsep nursing care
management, jenis-jenis injury/trauma, mekanisme trauma, serta jenis dan tipikal scoring
trauma pada IGD beserta pengkajian primary survey dan secondary survey.

B. Rumusan Masalah Permasalahan


Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari konsep nursing care pada trauma?
2. Bagaimana scoring di IGD pada kasus trauma?
3. Bagaimana mekanisme pada trauma ?
4. Bagaimana pengkajian primary survey dan secondary survey pada management
trauma?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui konsep nursing care pada trauma
2. Mahasiswa dapat mengetahui scoring di IGD pada kasus trauma
3. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme trauma serta,
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengkajian primary survey
dan secondary survey pada management trauma.
BAB  II
PEMBAHASAN

A. Pengertian konsep nursing care pada trauma


Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada orang usia 16-44 tahun
di seluruh dunia (WHO, 2004). Proporsi terbesar dari kematian (1,2 juta pertahun)
kecelakaan di jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi bahwa
pada tahun 2020, cedera lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab
kematian dini dan kecacatan (Peden, 2004).
Multipel trauma adalah istilah medis yang menggambarkan kondisi seseorang
yang telah mengalami beberapa luka traumatis, seperti cedera kepala serius selain
luka bakar yang serius. Multipel trauma atau politrauma adalah apabila terdapat 2
atau lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah
satunya bisa menyebabkan kematian dan memberi dampak pada fisik, kognitif,
psikologik atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional (Lamichhane P, et
al., 2011). Multipel trauma atau politrauma adalah suatu istilah yang biasa
digunakan untuk menggambarkan pasien yang mengalami suatu cedera berat yang
diikuti dengan cedera yang lain, misalnya dua atau lebih cedera berat yang dialami
pada minimal dua area tubuh. Kondisi yang penting dalam menggambarkan
penggunaan istilah ini adalah pada keadaan trauma yang bisa disertai dengan shock
dan atau perdarahan serta keadaan yang dapat membahayakan jiwa seseorang
(Nerida E, et al, 2013).
Kematian setelah trauma tergantung pada sejumlah faktor, salah satunya
tingkat ekonomi merupakan faktor penentu utama. Kematian yang disebabkan oleh
trauma itu secara klasik memiliki 3 penyebaran, yang berhubungan antara waktu
kejadian dengan penanganan efektif yang dilakukan untuk mengatasi mortalitas :
a. Immediate deaths (kematian yang segera), dimana pasien meninggal oleh
karena trauma sebelum sampai ke rumah sakit. Misalnya cedera kepala
berat, atau trauma spinal cord. Hanya sedikit dari pasien ini yang dapat
hidup sampai ke rumah sakit, karena hampir 60% dari kasus ini pasien
meninggal bersamaan dengan saat kejadian.
b. Early deaths, dimana pasien meninggal beberapa jam pertama setelah
trauma. Sebagian disebabkan oleh perdarahan organ dalam dan sebagian
lagi disebabkan oleh cedera sistem saraf pusat. Hampir semua kasus pada
trauma ini potensial dapat ditangani. Bagaimanapun, pada umumnya setiap
kasus membutuhkan pertolongan dan perawatan definitif yang sesuai di
pusat-pusat trauma. Khususnya pada institusi yang dapat melakukan
resusitasi segera, identifikasi trauma, dan sarana pelayanan operasi selama
24 jam.
c. Late deaths, dimana pasien meninggal beberapa hari atau minggu setelah
trauma. Sepuluh sampai dua puluh persen (10%-20%) dari seluruh
kematian kasus trauma terjadi pada periode ini. Kematian pada periode ini
mayoritas disebabkan oleh karena infeksi dan kegagalan multipel organ.
Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien multipel trauma dengan
kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi, kelainan pendengaran
dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan kondisi kelainan jiwa
yang lain (David et al, 2008).

B. Scoring di IGD pada kasus trauma


Sistem penilaian trauma telah dikembangkan sebagai instrumen yang dirancang
untuk mengukur keparahan trauma dan memperkirakan kelangsungan hidup atau
prognosis pasien. Terdapat tiga tipe sistem penilaian trauma:
 Tipe pertama berdasarkan anatomi (Anatomic Scoring Systems) seperti:
 Injury Severity Score (ISS)
 Abbreviated Injury Scale (AIS)
 New Injury Severity Score (NISS)
 Anatomyc Profile (AP)
 Penetrating Abdominal Trauma Index (PATI)
 ICD-based Injury Severity Score (ICISS)
 Organ Injury Scale (OIS)
 Tipe kedua berdasarkan fisiologis (Physiologic Scoring Systems) seperti :
Glasgow Coma Scale (GCS)
 Revised Trauma Score (RTS)
 APACHE
 Sequintal Organ Failure Assessment Score (SOFA)
 SIRS Score
 Emergency Trauma Score (EMTRAS)
3. Sedangkan tipe ketiga adalah kombinasi dari sistem penilaian anatomis dan
fisiologis (Combined Scoring Systems) seperti :
 Trauma and Injury Severity Score (TRISS)
 A Severity Characteristic of Trauma (ASCOT)
 Rapid Emergency Medicine Score (REMS)

Di bawah ini adalah beberapa penjelasan Scoring Trauma di IGD sebagai berikut :

 AIS (Abbreviated Injury Scale)


AIS menunjukkan risiko relatif ancaman terhadap kehidupan dan terdiri dari 6
digit taksonomi/ tingkatan yaitu : (1 = Minor, 2 = Moderate, 3 = Serious, 4 =
Severe, 5 = Critical/Kritis, 6 = Unurvivable/Tidak terselamatkan).
Mendeskripsikan area tubuh, tipe struktur anatomi dan detail anatomi secara
spesifik dari cedera. AIS hanya dapat diterapkan pada trauma tumpul, trauma
ledakan, inhalasi, high voltage of the injury dan trauma tembus (penetrating
injury). Hanya terdiri dari diagnosis awal, sedangkan komplikasi atau
konsekuensi tidak dikodekan sehingga tidak dimaksudkan untuk mewakili
ukuran keparahan yang komprehensif. Detail kode/ penomoran AIS seperti
yang ditampilkan pada tabel :

AIS AIS Section Descriptor Body Region Included/ Area


Numerical Tubuh
Descriptor
1 Head (Kepala) Otak, Cranium(Tulang
Tengkorak)
2 Face (Wajah) Mata, Telinga, Bibir
3 Neck (Leher ) Leher, Tenggorokan
4 Thoraks Bagian thoraks, termasuk tulang
rusuk (rib-cage)
5 Perut/ Panggul Organ Perut/ Panggul
6 Spine (Tulang Belakang) Spinal column/cord
7 Upper extremities Upper limbs beserta pundak
8 Lower extremities Lower limbs beserta pelvis
9 External Integumentary System termasuk
burns

 ISS (Injurity Severity Score)


Menilai efek gabungan dari sekelompok pasien yang terluka dan didasarkan
pada AIS. Berkorelasi dengan kematian (mortalitas), morbiditas dan ukuran
keparahan lainnya. Dihitung dengan menjumlahkan kuadrat dari kode
severity(keparahan) AIS untuk tiga area tubuh yang terluka parah. 6 area
tubuh tersebut adalah : thoraks, perut, visceral pelvis, kepala dan leher, wajah,
tulang panggul dan ekstremitis, serta struktur eksternal. Pada ISS hanya satu
cedera(injury) per bagian/area tubuh diperbolehkan. Rentang nilai ISS yaitu 1-
75 dimana :

Minor yaitu ISS<9


Moderate dengan ISS 9-16
Serious dengan ISS 17-25
Severe dengan ISS>25

 RTS (Revised Trauma Score)


Sebelum memahami RTS, perlu juga memahami Glasgow Coma Scale (GCS)
yang merupakan instrumen standar yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kesadaran pasien. Revised Trauma Score (RTS) menilai sistem
fisiologis manusia secara keseluruhan. Instrumen RTS merupakan hasil
penyempurnaan instrumen GCS untuk menilai kondisi awal pasien trauma
kepala (Kadek Artawan, 2013).

Penilaian awal pasien trauma kepala dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah Glasgow Coma Scale (GCS) dan Revised Trauma Score
(RTS). Penilaian GCS berdasarkan respon mata, verbal, dan motorik,
sedangkan penilaian RTS berdasarkan GCS, tekanan darah sistolik, dan
frekuensi pernafasan pasien. Penilaian RTS dilakukan segera setelah pasien
cedera, umumnya saat sebelum masuk rumah sakit atau ketika berada di unit
gawat darurat. RTS telah divalidasi sebagai metode penilaian untuk
membedakan pasien memiliki prognosis baik atau buruk. Penilaian RTS dapat
mengidentifikasi lebih dari 97% orang yang akan meninggal jika tidak
dilakukan perawatan (Fedakar, Aydiner, & Ercan, 2007).

Revised trauma score (RTS) adalah satu skor fisiologis yang lebih umum.
Menggunakan 3 paremeter sebagai berikut : (1) Glasgow Coma Scale (GCS),
(2) Sistolik Blood Pressure (SBP) dan (3) Respiratory Rate (RR). Skor
bernilai dari 0-4. Semakin rendah nilai RTS maka akan semakin memperburuk
keadaan pasien. Adapun tingkat keparahan RTS dapat di kategorikan dengan
nilai (1) Serius (<6), (2) Berat (7-8), (3) Sedang (9-10) dan (4) Ringan (11-12)
(Padila, 2013)

Kondisi serius dari hasil RTS maka kondisi perlu diperhatikan untuk
melakukan tindakan intensif, Semakin rendah RTS maka akan semakin
memperburuk keadaan pasien. Kondisi kritis mengharuskan melakukan
tindakan cepat, tepat, dan akurat, dalam penanganan untuk meminimalisir
terjadinya angka mortalitas yang terjadi dalam trauma otak. Kondisi stabil
pada pasien, apabila menunda dalam penanganan terhadap pasien baik dalam
kategori sedang dan ringan untuk hal ini bisa dapat meningkatkan status
kondisi pasien dari kondisi sedang ke berat apabila penanganan kurang tepat.
Berdasarkan nilai GCS, SBP, RR setelah di kali dengan nilai konstantanya.
Lalu di jumlah dan menemukan hasil Revised Trauma Score. Dari hasil
penjumlahan akan menemukan resiko terjadi keburukan seseorang (Jin, Shao,
He, et al, 2006).

 Rapid Emergency Medicine Score (REMS) 


Rapid Emergency Medicine Score (REMS) merupakan suatu sistem skor yang
telah digunakan secara luas di berbagai negara untuk memprediksi mortalitas
pasien non bedah maupun trauma di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Sistem
skor Rapid Emergency Medicine Score (REMS) merupakan suatu sistem skor
yang telah digunakan secara luas di berbagai negara untuk memprediksi
mortalitas pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Skor REMS
dihitung berdasarkan GCS, pernapasan, saturasi oksigen, Mean Arterial
Pressure (MAP), nadi, dan usia Skoring ini sudah terbukti menjadi penduga
kematian yang mudah dan akurat di rumah sakit pada pasien trauma.

 TISS (Trauma and Injury Severity Score)


Merupakan sistem penilaian trauma yang menghitung probabilitas
kelangsungan hidup pasien berdasarkan pada ukuran cedera anatomis, respons
fisiologis, usia, dan jenis trauma (cedera tumpul atau cedera penetrasi).
Mengkombinasikan sistem skoring anatomi dan fisiologi dengan
Probabilitas/peluang selamat berasal dari data ISS, RTS serta umur . Index
untuk umur kurang dari 55 adalah 0, sedangkan 1 untuk yang lain.

C. Mekanisme Trauma (Mechanism of Injury)

Mekanisme trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : tumpul, kompresi ,


ledakan dan tembus. Mekanisme cidera terdiri dari : cidera langsung, misal kepala
dipukul menggunakan martil. kulit kepala bisa robek,tulang kepala bisa retak atau
patah, dapat mengakibatkan perdarahan di otak. cidera perlambatan / deselerasi, misal
pada kecelakaan motor membentur pohon.setelah badan berhenti dipohon, maka
organ dalam akan tetap bergerak maju, jantungakan terlepas dari ikatannya(aorta)
sehingga dapat mengakibatkan ruptur aorta. cidera percepatan / akselerasi, misalnya
bila pengendara mobil ditabrak dari belakang. Misalnya pengendara mobil ditabrak
dari belakang. Tabrakan dari belakang biasanya kehilangan kesadaran sebelum
tabrakan dan sebagainya. Anamnesis yang berhubungan dengan fase ini meliputi :

a. Tipe kejadian trauma, misalnya : tabrakan kendaraan bermotor, jatuh atau


trauma / luka tembus.
b. Perkiraan intensitas energi yang terjadi misalnya : kecepatan kendaraan,
ketinggian dari tempat jatuh, kaliber atau ukuran senjata.
c. Jenis tabrakan atau benturan yang terjadi pada penderita : mobil, pohon,
pisau dan
lain - lain.

 Trauma Tumpul
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul adalah kecelakaan lalu lintas. Pada suatu
kecelakaan lalulintas, misalnya tabrakan mobil, maka penderita yang berada
didalam mobil akan mengalami beberapa benturan (collision) berturut-turut
sebagai berikut :
1. Primary Collision

Terjadi pada saat mobil baru menabrak, dan penderita masih berada
pada posisi masing-masing. Tabrakan dapat terjadi dengan cara: Tabrakan
depan (frontal), Tabrakan samping (T-Bone), Tabrakan dari belakang,
Terbalik (roll over)

2. Secondary Collision

Setelah terjadi tabrakan penderita menabrak bagian dalam mobil (atau


sabuk pengaman). Perlukaan yang mungkin timbul akibat benturan akan
sangat tergantung dari arah tabrakan.

3. Tertiary Collision
Setelah penderita menabrak bagian dalam mobil, organ yang berada
dalam rongga tubuh akan melaju kearah depan dan mungkin akan mengalami
perlukaan langsung ataupun terlepas (robek) dari alat pengikatnya dalam
rongga tubuh tersebut.
4. Subsidary Collision
Kejadian berikutnya adalah kemungkinan penumpang mobil yang
mengalami tabrakan terpental kedepan atau keluar dari mobil. Selain itu
barang-barang yang berada dalam mobil turut terpental dan menambah cedera
pada penderita.

 Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian dalam tetap bergerak kedepan. Organ-organ terjepit dari
belakang oleh bagian belakang dinding torak oabdominal dan kulumnavetrebralis,
dan didepan oleh struktur yang terjepit. Pada organ yang berongga dapat terjadi
apa yang trauma. Mekanisme trauma yang terjadi pada pengendara sepeda motor
dan sepeda meliputi :

1. Benturan frontal
Bila roda depan menabrak suatu objek dan berhenti mendadak maka
kendaraan akan berputar kedepan,dengan momentum mengarah kesumbu
depan. Momentum kedepan akan tetap, sampai pengendara dan kendaraannya
dihentikan oleh tanah atau benda lain. Pada saat gerakan kedepan ini kepala,
dada atau perut pengendara mungkin membentur stang kemudi. Bila
pengendara terlempar keatas melewati stang kemudi, maka tungkainya
mungkin yang akan membentur stang kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur
bilateral.
2. Benturan lateral
Pada benturan samping, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau
tertutup tungkai bawah. Kalau sepeda / motor tertabrak oleh kendaraan yang
bergerak maka akan rawan untukmenglami tipe trauma yang sama dengan
pemakai mobil yang mengalami tabrakan samping. Pada tabrakan samping
pengendara juga akan terpental karena kehilangan keseimbangan sehingga
akan menimbulkan cedera tambahan.
3. Laying the bike down
Untuk menghindari terjepit kendaraan atau objek yang akan
ditabraknya pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya untuk
memperlambat laju kendaraan dan memisahkannya dari kendaraan. Cara ini
dapat menimbulkan cedera jaringan lunak yang sangat parah.
4. Helm (helmets)
Walaupun penggunaan helm untuk melindungi kepala agak terbatas
namun penggunaannya jangan diremehkan. Helm didesain untuk mengurangi
kekuatan yang mengenai kepala dengan cara mengubah energi kinetik
benturan melalui kerja deformasi dari bantalannya dan diikuti dengan
mendistribusikan kekuatan yang menimpa tersebut seluas-luasnya. Secara
umum petugas gawat darurat harus berhati-hati dalam melepas helm korban
kecelakaan roda dua, terutama pada kecurigaan adanya fraktur servical harus
tetap menjaga kestabilan kepala dan tulang belakang dengan cara teknik
fiksasi yang benar. Secara umum keadaan yang harus dicurigai sebagai
perlukaan berat (walaupun penderita mungkin dalam keadaan baik) adalah
sebagai berikut : Penderita terpental , antara lain :
- Pengendara motor
- Pejalan kaki ditabrak kendaraan bermotor
- Tabrakan mobil dengan terbalik
- Terpental keluar mobil
Setiap jatuh dari ketinggian > 6 meter
Ada penumpang mobil (yang berada didalam satu kendaraan) meninggal.

 Trauma ledakan (Blast Injury)


Ledakan terjadi sebagai hasil perubahan yang sangat cepat dari suatu bahan
dengan volume yang relatif kecil, baik padat, cairan atau gas, menjadi produk-
produk gas. Produk gas ini yang secara cepat berkembang dan menempati suatu
volume yang jauh lebih besar dari pada volume bahan aslinya. Bilamana tidak ada
rintangan, pengembangan gas yang cepat ini akan menghasilkan suatu gelombang
tekanan (shock wave). Trauma ledakan dapat diklasifikasikan dalam 3 mekanisme
kejadian trauma yaitu primer, sekunder dan tersier. Trauma ledak primer
Merupakan hasil dari efek langsung gelombang tekanan dan paling peka terhadap
organ –organ yang berisi gas. Membrana timpani adalah yang paling peka
terhadap efek primer ledak dan mungkin mengalami ruptur bila tekanan
melampaui 2 atmosfir. Jaringan paru akan menunjukan suatu kontusi, edema dan
rupture yang dapat menghasilkan pneumothoraks. Cedera ledak primer
(gelombang kejut). Cedera ledak sekunder Ruptur alveoli dan vena pulmonaris
dapat menyebabkan emboli udara dan kemudian kematian mendadak. Pendarahan
intraokuler dan ablasio retina merupakan manifestasi okuler yang biasa terjadi,
demikian juga ruptur intestinal. Trauma ledak sekunder Merupakan hasil dari
objek-objek yang melayang dan kemudian membentur orang disekitarnya. Trauma
ledak tersier Terjadi bila orang disekitar ledakan terlempar dan kemudian
membentur suatu objek atau tanah. Trauma ledak sekuder dan tertier dapat
mengakibatkan trauma baik tembus maupun tumpul secara bersamaan.

 Trauma Tembus (Penetrating Injury)


1. Senjata dengan energi rendah (Low Energy)
Contoh senjata dengan energi rendah adalahpisau dan alat pemecah es. Alat
ini menyebabkan kerusakan hanya karena ujung tajamnya. Karena energi rendah,
biasanya hanya sedikit menyebabkan cidera sekunder. Cedera pada penderita
dapat diperkirakan dengan mengikuti alur senjata pada tubuh. Pada luka tusuk,
wanita mempunyai kebiasaan menusuk kebawah, sedangkan pria menusuk keatas
karena kebiasaan mengepal. Saat menilai penderita dengan luka tusuk, jangan
diabaikan kemungkinan luka tusuk multipel. Inspeksi dapat dilakukan dilokasi,
dalam perjalanan ke rumah sakit atai saat tiba di rumah sakit, tergantung pada
keadaan disekitar lokasi dan kondisi pasien.

2. Senjata dengan energi menengah dan tinggi (medium and high energy)
Senjata dengan energi menengah contohnya adalah pistol, sedangkan senjata
dengan energi tinggi seperti senjata militer dan senjata untuk berburu. Semakin
banyak jumlah mesiu, maka akan semakin meningkat kecepatan peluru dan energi
kinetiknya. Kerusakan jaringan tidak hanya daerah yang dilalui peluru tetapi juga
pada daerah disekitar alurnya akibat tekanan dan regangan jaringan yang dilalui
peluru.

D. Pengkajian Primary Survey dan Secondary Survey

 Primary Survey
Primary survey mengatur pendekatan ke pasien sehingga ancaman kehidupan
segera dapat secara cepat diidentifikasi  dan terganggulangi dengan
efektif. Primary survey berdasarkan standar ABC (A: airway/jalan napas,
B: Breathing/pernafasan, dan C: Circulation/sirkulasi) dan ditambahkan dengan
DE (D: Disability/kesadaran dan E: exposure/paparan). Pengkajian primary
survey sangat menentukan tingkat keberhasilan penanganan pada pasien gawat
darurat, sehingga diperlukan penilaian yang tepat khususnya pada pasien trauma
atau tidak sadarkan diri.

Untuk menentukan apakah pasien responsif atau tidak responsif. Menggunakan


metode AVPU.

 A – Alert: Pasien terjaga, responsif, berorientasi, dan berbicara dengan


petugas.

 V – Verbal: Petugas memberikan rangsangan berupa suara (memanggil


pasien). Pasien akan memberikan respon berupa mengerang, mendengus,
berbicara atau hanya melihat petugas.

 P – Painful: Jika pasien tidak memberikan respon dengan suara, maka anda
perlu melakukan pemberian rangsangan nyeri dengan cara menggosok sternum
atau sedikit cubitan pada bahu.
 U – Unresponsive: Tidak ada respon apapun dengan suara atau dengan nyeri.

Airway/jalan napas
1. Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera. Benda asing seperti
darah, muntahan, permen, gigi palsu, atau tulang. Obstruksi juga dapat disebabkan
oleh lidah atau edema karena trauma jaringan.
2. Jika pasien tidak sadar, selalui curigai adanya fraktur spinal servikal dan
jangan melakukan hiperekstensi leher sampai spinal dipastikan tidak ada
kerusakan.
3. Gunakan tindakan jaw thrust secara manual untuk membuka jalan napas.

Breathing/pernapasan
1. Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernfasan dan observasi untuk ekspansi
bilateral pada dada.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya krekels, wheezing, atau tidak adanya
bunyi nafas.
3. Jika pernafasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan pernafasan pasien dengan
suatu alat oksigenasi yang sesuai

Circulation/Sirkulasi
1. Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, mencatata irama dan ritmenya
dan mengkaji warna kulit.
2. Jika nadi karotis tidak teraba, lakukan kompenssasi dada tertutup.
3. Kaji tekanan darah
4. Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena dengan jarum besar (16-18).
Mulai pergantian volume per protokol. Cairan kristaloid seimbang (0.9% normal
salin atau RL) biasanya yang digunakan.
5. Kaji adanya bukti perdasarahan dan kontrol perdarahan dengan penekanan
langsung.
6. Jika pasien tidak bernafas periksa denyut nadi di leher (karotis)
7. Jika pasien bernafas, periksa denyut nadi pada karotis atau pada pergelangan
tangan (radial)
8. Jika nadi katoris pasien teraba, tapi nadi radialis tidak maka ini tanda dari syok.
9. Jika ditemukan darah berwarna cerah dan muncrat kemungkinan berasal dari
arteri, sebaliknya bila berwarna gelap dan mengalir biasanya berasal dari ven
10. Kaji juga warna kulit, suhu tubuh dan kelembaban. Jika ditemukan kulit pucat
dan dingin menjadi indikasi syok

 Secondary Survey

Survei yang dilakukan berdasarkan pendekatan riwayat pasien dan ujian fisik
dimana harus dilakukan setelah penilaian awal. Diasumsikan bahwa masalah yang
mengancam jiwa telah ditemukan dan diperbaiki. Jika memiliki pasien dengan
masalah yang mengancam jiwa yang memerlukan intervensi (yaitu CPR) Anda
mungkin tidak sampai ke komponen ini. Tujuan utama dari sejarah dan fisik yang
terfokus adalah untuk menemukan dan merawat cedera spesifik pasien atau masalah
medis.
Riwayat pasien yang dimaksud adalah :

S- Signs/symptoms (Tanda/Gejala)
A-Allergies (Alergi)
M-Medications (Obat-obatan yang digunakan)
P-Pertinent past medical history (Riwayat medis masa lalu yang berkaitan)
L-Last Oral Intake
E-Events leading to the illness and injury (Peristiwa yang menyebabkan
penyakit atau cedera)

Selain riwayat pasien, pada Secondary Survey juga memperhatikan ujian fisik
(physical exam):

 Rapid assessment (Penilaian cepat)

Ini adalah penilaian cepat, kurang rinci untuk penilaian dari ujung kepala hingga kaki
pasien yang paling kritis.
 Focused assessment

Merupakan ujian yang dilakukan pada pasien yang stabil. Ini berfokus pada cedera
tertentu atau keluhan medis.

Vital signs (Tanda-tanda vital)

Yaitu denyut nadi, pernapasan, tanda-tanda kulit, murid dan tekanan darah. Ini
mungkin termasuk mendokumentasikan tingkat saturasi oksigen (ini sangat berguna
ketika berhadapan dengan paparan agen kimia).

Pulse (Denyut Nadi)

Menilai laju, ritme, dan kekuatan

Respiration (Pernapasan)

Menilai laju, kedalaman, suara, dan kemudahan bernapas

Skin signs (Tanda-tanda kulit)

Menilai warna, suhu, dan kelembaban

Pupil

Periksa ukuran, kesetaraan, dan reaksi terhadap cahaya. Dalam peristiwa korban
massal sangat disarankan untuk memeriksa toksisitas agen saraf / organofosfat.
BAB  III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Konsep nursing care pada trauma , trauma adalah kondisi seseorang
yang telah mengalami beberapa luka traumatis, seperti cedera kepala serius selain luka
bakar yang serius. Multipel trauma atau politrauma adalah apabila terdapat 2 atau
lebih kecederaan secara fisikal pada regio atau organ tertentu, dimana salah satunya
bisa menyebabkan kematian dan memberi dampak pada fisik, kognitif, psikologik
atau kelainan psikososial dan disabilitas fungsional. Perawatan pada trauma
tergantung pada tipikal trauma itu secara klasik memiliki 3 penyebaran, yang
berhubungan antara waktu kejadian dengan penanganan efektif yang dilakukan untuk
mengatasi mortalitas :
- Immediate deaths (kematian yang segera), dimana pasien meninggal oleh
karena trauma sebelum sampai ke rumah sakit.
- Early deaths, dimana pasien meninggal beberapa jam pertama setelah
trauma.
- Late deaths, dimana pasien meninggal beberapa hari atau minggu setelah
trauma.
Skoring di IGD pada kasus trauma dirancang untuk mengukur keparahan trauma dan
memperkirakan kelangsungan hidup atau prognosis pasien. Terdapat tiga tipe sistem
penilaian trauma:
- Tipe pertama berdasarkan anatomi
- Tipe kedua berdasarkan fisiologis
- Tipe ketiga kombinasi dari sistem penilaian anatomis dan fisiologis
2. Mekanisme trauma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : tumpul,
kompresi , ledakan dan tembus.
3. Pengkajian Primary survey mengatur pendekatan ke pasien sehingga
ancaman kehidupan segera dapat secara cepat diidentifikasi  dan terganggulangi
dengan efektif. Primary survey berdasarkan standar ABC (A: airway/jalan napas,
B: Breathing/pernafasan, dan C: Circulation/sirkulasi) dan ditambahkan dengan DE
(D: Disability/kesadaran dan E: exposure/paparan). Pengkajian primary
survey sangat menentukan tingkat keberhasilan penanganan pada pasien gawat
darurat, sehingga diperlukan penilaian yang tepat khususnya pada pasien trauma atau
tidak sadarkan diri.
4. Pengkajian Secondary Survey yakni Survei yang dilakukan
berdasarkan pendekatan riwayat pasien dan ujian fisik dimana harus dilakukan setelah
penilaian awal. Diasumsikan bahwa masalah yang mengancam jiwa telah ditemukan
dan diperbaiki. Tujuan utama dari sejarah dan fisik yang terfokus adalah untuk
menemukan dan merawat cedera spesifik pasien atau masalah medis.

B. Saran
Semoga makalah yang kami susun ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk menambah
pengetahun dan wawasan serta ketrampilan dalam melakukan tindakan nursing care intra
hospital dalam management trauma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aprilia, Hanura. 2016. Gambaran Status Fisiologis Pasien Cedera Kepala di


IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal Dinamika Kesehatan Vol. 8 No. 1, Juli
2017. Fak. Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Univ. Muhammadiyah
Banjarmasin
2. Chaffin and Anderson, 1991. Human Factors and Ergonomics in Consumen
Product Design : User and Applications.
3. Didik Mulyono, dkk. 2019. Performa Rapid Emergency Medicine Score dalam
Memprediksi Outcome Pasien Trauma Kepala di Instalasi Gawat Darurat.
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol. 30, No. 4, Agustus 2019, pp. 302-308
4. Frankel dan Nordin, 1980. Basic Biomechanics of Musculoskeletal System
5. Krisanty, P, dkk (2009). Askep Gawat Darurat. TIM.
6. Ninik Agustini, dkk. 2019. Konsep Basic Trauma Care. STIKES Kusumaa
Husada. Surakarta
7. Website : https://chemm.nlm.nih.gov/appendix8.htm dan Pengkajian Primary
Survey pada Pasien Trauma atau Tidak Sadar – Gustinerz.com

21

Anda mungkin juga menyukai