Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap orang orang memiliki resiko yang sama terkena musibah dan hal-hal kegawatan

yang waktu serta tempatnya tidak dapat diperkirakan. Setiap pribadi mempunyai andil

dalam memberikan pertolongan saat menemukan orang lain terkena musibah yang

dalam hal ini bisa mengakibatkan henti jantung atau cardiac arrest. Kasus henti jantung

sebagian besar terjadi di luar rumah sakit sehingga membutuhkan bantuan yang cepat

dan tepat dalam menanganinya agar tidak terjadi kematian. Berdasarkan survey dari

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dilaporkan kejadian cardiac arrest

di United States selama periode 1 Oktober 2005–31 December 2010 didapatkan sekitar

31.689 kasus cardiac arrest yang terjadi di luar rumah sakit. Dari kejadian tersebut,

sejumlah 33, 3% dari kasus cardiac arrest yang memperoleh bantuan Resusitasi Jantung

Paru (RJP) dari awam dan hanya 3,7% yang mendapatkan bantuan Automated External

Defibrillator (AED) sebelum petugas kesehatan datang.

Sementara di Indonesia prevalensi korban henti jantung sendiri diperkirakan sekitar

10.000 yang dengan kata lain 30 orang tiap. Untuk setiap 30 orang yang menerima RJP

dari awam, kemungkinan korban selamat dapat bertambah. Saat ini, setelah lima

dekade kemajuan medis, RJP awam menjadi komponen yang paling penting dalam

menyelamatkan korban henti jantung yang terjadi di luar rumah sakit atau out-of-

hospital cardiac arrest (OHCA) (Leong, 2011).

RJP merupakan salah satu pengetahuan mengenai tindakan penyelamatan hidup berupa

pemberian kompresi dada, di mana setiap orang perlu tahu dan siapapun bisa

melakukannya. Hampir 80% dari serangan jantung mendadak terjadi di rumah dan

1
disaksikan oleh keluarga terdekat. Oleh karena itulah sangat dibutuhkan sekali

peningkatan jumlah dan kesiapsiagaan RJP awam untuk memberikan pertolongan pada

korban OHCA.

Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu

sistem yang terpadu dan berkesinambungan, mulai dari fase pra Rumah Sakit, fase

Rumah Sakit dan fase rehabilitasi. Hal ini karena kualitas hidup penderita pasca cedera

akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada periode Pra Rumah

Sakit, bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja. Agar

pertolongan mencapai hasil yang optimal maka penanganan awal sesaat setelah

menemukan penderita dapat dengan cepat memberikan pertolongan dasar dengan

prinsip dan teknik yang benar. Inilah yang menjadi kontribusi masyarakat dalam

membantu menangani kasus kasus kegawatdaruratan sehingga ketika penderita berada

di rumah sakit maka penanganan lanjutan dapat dengan baik dilakukan, dampaknya

kemungkinan terjadinya kecacatan dan kematian pada korban menjadi rendah.

Usia SMA merupakan usia yang paling memenuhi kriteria untuk dilatih dalam ikut

serta melaksanakan sebagian usaha dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

terhadap diri sendiri, teman, keluarga dan masyarakat lingkungannya. Hal inilah yang

menjadi landasan bagi mahasiswa S1 Keperawatan mengadakan sebuah upaya

memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada remaja SMA melalui Kader

Kesehatan Remaja dalam memberikan bantuan dan pertolongan dasar kepada penderita.

Upaya tersebut dapat berupa pelatihan. Mengenai pelatihan ini difokuskan pada

bantuan hidup dasar yang dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat umum.

2
1.2 Rumusan Masalah :

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan

permasalahannya yaitu “Apakah ada Peningkatan Pengetahuan dan Kemampuan Kader

Kesehatan Remaja tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) terhadap Kegawat Daruratan

pada Korban Henti Jantung di SMUN 1 Plemahan ?”.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan Pengetahuan dan Kemampuan Kader Kesehatan Remaja tentang

Bantuan Hidup Dasar (BHD) terhadap Kegawat Daruratan pada Korban Henti

Jantung di SMUN 1 Plemahan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Memberikan informasi dan pengetahuan kepada Kader Kesehatan Remaja SMUN

1 Plemahan mengenai Resusitasi Jantung Paru.

2. Untuk meningkatkan keterampilan Kader Kesehatan Remaja SMUN 1 Plemahan

dalam penangganan awal kasus korban henti jantung.

3
BAB 2

PENYAJIAN MATERI

2.1 Penyuluhan dan Pendidikan Kesehatan

Menurut Blum (1974) dalam Notoatmodjo (2007) dalam rangka meningkatkan

kesehatan masyarakat termasuk kepada orangtua atau remaja memerlukan intervensi

dengan dua upaya yaitu melalui :

1. Tekanan (Enforcement)

Upaya agar masyarakat mau mengadopsi perilaku kesehatan dengan baik adalah

dengan cara tekanan, paksaan atau koersi (coertion). Upaya ini bisa dalam bentuk

undang-undang, peraturan-peraturan, intruksi-intruksi, tekanan-tekanan dan sanksi-

sanksi.

2. Edukasi (Education)

Upaya agar masyarakat mau mengadopsi perilaku kesehatan dengan benar dengan

cara puj ersuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan

kesadaran dan lain sebagainya melalui penyuluhan dan pendidikan.

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan

dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak

saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran

yang ada hubungannya dengan kesehatan. Sehingga petugas penyuluhan kesehatan

harus menguasai ilmu komunikasi juga harus menguasai pemahaman yang lengkap

tentang pesan yang akan disampaikan. Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan

pendidikan kesehatan, sehingga pendidikan kesehatan adalah bagian dari seluruh

upaya kesehatan yang menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan perilaku

sehat, pendidikan kesehatan mendorong perilaku yang menunjang kesehatan,

4
mencegah penyakit, mengobati penyakit dan membantu pemulihan. Pendidikan

kesehatan adalah suatu kegiatan yang terencana dengan tujuan untuk mengubah

pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku seseorang atau masyarakat dalam

pengambilan tindakan yang berhubungan dengan kesehatan (WHO).

Ada empat tingkatan yang dapat dijadikan sasaran pendidikan kesehatan. Keempat

tingkatan tersebut adalah :

a. Tingkatan individu Sasarannya yaitu pengetahuan, sikap, perilaku dan filosofi

dari individu yang menjadi target sasaran.

b. Tingkatan organisasi Sasarannya yaitu kebijakan, praktek/pelaksanaan

program, fasilitas yang tersedia dan sumber daya pendukung.

c. Tingkatan kelompok masyarakat Sasarannya yaitu kebijakan,

praktek/pelaksanaan program, fasilitas yang tersedia dan sumber daya yang

tersedia.

2.2 Kader Kesehatan Remaja (KKR)

2.2.1. Definisi Kader Kesehatan

Istilah kader, umumnya menunjukkan pada pengertian kelompok elite atau inti

sebagai bagian kelompok yang terpenting dan yang telah lulus dalam proses seleksi.

Adapun pengertian kader yang lebih operasional adalah seseorang yang telah

menyetujui dan meyakini kebenaran suatu tujuan dari suatu kelompok tertentu,

kemudian secara terus menerus dan setia turut berjuang dalam proses pencapaian

tujuan yang telah disetujui dan diyakini itu (Imawan Wahyudi, 2002). Bahwa dimana

anggotanya berasal dari lingkungan setempat, dipilih oleh orang-orang yang ada di

lingkungan itu sendiri dan bekerja sama secara sukarela. Secara umum istilah kader

kesehatan yaitu kader-kader yang dipilih oleh lingkungan setempat untuk menjadi

5
penyelenggara. Banyak para ahli mengemukakan mengenai pengertian tentang kader

kesehatan antara lain:

L. A. Gunawan memberikan batasan tentang kader kesehatan: “kader kesehatan

dinamakan juga promotor kesehtan desa (prokes) adalah tenaga sukarela yang dipilih

oleh dari masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat”.

Direktorat bina peran serta masyarakat Depkes RI memberikan batasan kader:

“Kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat

dan dapat bekerja secara sukarela”.

2.2.2. Definisi Remaja

Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, berumur Batasan

usia remaja menurut WHO adalah 12 s/d 24 th. Namun jika pada usia remaja sudah

menikah maka ia sudah tergolong dalam kelompok dewasa. Sebaliknya jika usia

remaja sudah dilewati tapi masih tergantung pada orang tua maka ia masih

digolongkan dalam kelompok remaja.

Arti remaja sendiri adalah :

1. Individu yang berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda

seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksualnya.

2. Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan

yang relatif lebih mandiri.

2.2.3. Definisi Kader Kesehatan Remaja

Dokter Kecil dan kader Kesehatan Remaja adalah peserta didik yang dipilih guru

guna ikut melaksanakan sebagian usaha pelayanan kesehatan terhadap diri sendiri,

kelurga, teman peserta didik pada khususnya dan sekolah pada umumnya.

6
Kader Kesehatan Remaja atau Kader UKS (pada jenjang SLTP dan SLTA) adalah

siswa yang memenuhi kriteria dan telah terlatih untuk ikut melaksanakan sebagian

usaha pemeliharaan dan peningkatan kesehatan terhadap diri sendiri, teman, keluarga

dan lingkungannya.

Kader kesehatan Remaja adalah kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal dari

murid kelas 1 dan 2 SLTP dan sederajat, murid kelas 1 dan 2 SMU/SMK atau

sederajat yang telah mendaptkan pelatihan Kader Kesehatan Remaja. Kader

Kesehatan Remaja juga diartikan kader yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan

remaja yang mau membantu bersama-sama memecahkan permasalah kesehatan

khususnya pada remaja.

2.2.4. Dasar Pembentukan KKR

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan

pasal 17, dinyatakan bahwa kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan

pertumbuhan dan perkembangan anak dan kesehatan anak dilakukan melalui

peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia pra

sekolah dan usia sekolah. Selanjutnya dalam pasal 45 dinyatakan bahwa kesehatan

sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik

dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan

berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang

berkualitas. Di samping itu kesehatan sekolah juga diarahkan untuk memupuk

kebiasaan hidup sehat agar memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk

melaksanakan prinsip hidup sehat aktif berpartisipasi dalam usaha peningkatan

kesehatan, baik di sekolah, rumah tangga maupun dalam lingkungan masyarakat.

Konsep hidup sehat yang tercermin pada perilaku sehat dalam lingkungan sehat perlu

diperkenalkan seawal mungkin kepada generasi penerus dan selanjutnya dihayati dan

7
diamalkan. Peserta didik bukanlah lagi semata-mata sebagai obyek pembangunan

kesehatan melainkan sebagai subyek dan dengan demikian diharapkan mereka dapat

berperan secara sadar dan bertanggung jawab dalam pembangunan kesehatan.

Anak sekolah tingkat SMP dan SMA atau sederajat memasuki usia remaja di mana

periode ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik, psikologis

maupun intelektual. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari kanak-kanak ke

masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 s/d 24 th. Namun jika

pada usia remaja sudah menikah maka ia sudah tergolong dalam kelompok dewasa.

Sebaliknya jika usia remaja sudah dilewati tapi masih tergantung pada orang tua maka

ia masih digolongkan dalam kelompok remaja.

2.2.5. Pertimbangan Pembentukan KKR

Mengingat permasalahan yang ada pada remaja khususnya anak sekolah usia SMP

dan SMA ataupun sederajat sangatlah komplek maka sangat perlu adanya program

untuk melakukan pencegahan maupun penanggulangan secara dini yang melibatkan

pihak sekolah dan kesehatan serta masayarakat.

Oleh sebab itu masa remaja merupakan tahap penting dalam siklus kehidupan

manusia. Dikatakan penting karena merupakan peralihan dari masa anak yang sangat

tergantung kepada orang lain ke masa dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab.

Di samping itu, masa ini juga mengandung resiko akibat suatu masa transisi yang

selalu membawa cirri-ciri tertentu, yaitu kebimbangan, kebingu dan gejolak remaja

seperti masalah seks, kejiwaan dan tingkah laku eksprimental ( selalu ingin mencoba).

Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan suatu program yang mendukung

tingkat perkembangan masa remaja yang baik. Bentuk programnya adalah Usaha

Kesehatan Sekolah dengan salah satu kegiatannya yaitu pembentukan kader kesehatan

remaja yang melibatkan sekolah dan kesehatan adalah pembentukan Dokter Kecil

8
untuk tingkat SD/MI dan Kader Kesehatan Remaja untuk tingkat SLTP/Mts dan

SLTA/MA.

2.2.6. Tujuan Pembentukan KKR

Tujuan diadakannya pembentukan Dokter kecil/Kader Kesehatan Remaja adalah :

1. Agar peserta didik dapat menolong dirinya sendiri dan orang lain untuk hidup

sehat

2. Agar peserta didik dapat membina teman-temannya dan berperan sebagai

promotor dan motivator dalam menjalankan usaha kesehatan terhadap diri

masing-masing.

3. Agar peserta didik dapat membantu guru, keluarga dan masyarakat di sekolah dan

di luar sekolah.

2.2.7. Peran KKR

Peran dokter kecil/KKR dalam memelihara, membina, meningkatkan dan

melestarikan kesehatan lingkungan sekolah sangat menentukan. Untuk itu pihak

sekolah dalam menunjuk dan menetapkan siswa yang akan jadi dokter kecil/KKR

haruslah siswa yang berprestasi disekolah, memiliki watak pemimpin, berperilaku

sehat (PHBS), bertanggung jawab dan telah mendapat pelatihan dari petugas

kesehatan(puskesmas). Karena nantinya dokter kecil/KKR tersebut akan

bertindak,berbuat dan berperilaku sehat tampa menunggu perintah dari guru atau

pihak sekolah dan juga akan menjadi contoh bagi peserta didik lainnya.

2.2.8. Kriteria Kader Kesehatan Remaja

Kriteria kader kesehatan remaja sebagai berikut :

1. Telah menduduki kelas 1 dan kelas 2 SLTP/SLTA sederajat

2. Berprestasi baik di sekolah/kelas.

3. Berwatak pemimpin dan bertanggung jawab.

9
4. Bersih dan berprilaku sehat

5. Bermoral baik dan suka menolong.

6. Bertempat tinggal di rumah sehat.

7. Di ijinkan orang tua.

2.2.9. Kegiatan Kader Kesehatan Remaja

1. Pembinaan KKR

Dalam rangka menunjang peran kader kesehatan remaja tersebut perlu adanya

pembinaan. Pembinaan kader kesehatan remaja dilakukan bersama lintas sektor

tekait yaitu pihak kecamatan, pendidikan, puskesmas dan depag. Pembinaan KKR

meliputi kegiatan penemuan dini, pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, dan

pelatihan kader kesehatan remaja.

Dalam pelatihan kesehatan remaja siswa diberikan pengetahuan tentang

kesehatan reproduksi sehat, berbagai penyakit menular, konsulatasi bibingan

psikologis, P3K dan Narkoba.

2. Hasil yang Ingin Dicapai Melalui KKR

Hasil yang ingin dicapai setelah terbentuknya kader kesehatn remaja yaitu para

kader kesehatan remaja menjadi rujukan teman-temannya yang kebetulan ada

masalah kesehatan, permasalahan yang sering timbul diantara remaja, maupun

remaja dengan orang tuanya akan lebih banyak dicurahkan pada teman

sebayanya. Dengan adanya kader kesehatan remaja yang merupakan temannya

sendiri maka diharapkan permasalahan yang ada dapat dipecahkan dikalangan

mereka sendiri.

10
2.3 Bantuan Hidup Dasar

Keadaan henti jantung saat ini menjadi salah satu penyebab tertinggi kasus

kematian di berbagai belahan dunia. Henti jantung dapat terjadi kapan saja, di mana

saja, dan disebabkan oleh berbagai macam hal juga kondisi dan lingkungan yang

beragam. Anak dan bayi pun dapat terkena kejadian henti jantung ini. Oleh karena

itu, dibutuhkan serangkaian tindakan guna mencegah kematian yang diakibatkan

oleh henti jantung. Untuk melakukan pertolongan terhadap kejadian ini, diperlukan

sebuah teknik untuk menolong nyawa saat henti jantung. Teknik ini dinamakan

dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD).

Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan sebuah fondasi utama yang dilakukan

untuk menyelamatkan seseorang yang mengalami henti jantung. BHD terdiri dari

identifikasi henti jantung dan aktivasi Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu

(SPGDT), Resusitasi Jantung Paru (RJP) dini, dan kejut jantung menggunakan

automated external defibrillator (AED) atau alat kejut jantung otomatis. Resusitasi

Jantung Paru (RJP) adalah serangkaian tindakan penyelamatan jiwa untuk

meningkatkan kemungkinan bertahan hidup dari korban yang mengalami henti

jantung. Inti dari RJP yang optimal adalah bagaimana cara memberikan RJP sedini

mungkin dan seefektif mungkin, oleh karena itu pada bahasan ini akan dijelaskan

mengenai bagaimana cara mengenali korban henti jantung sedini mungkin hingga

bagaimana cara menanganinya.

Keberhasilan dari resusitasi setelah henti jantung akan bergantung pada langkah-

langkah yang harus kita lakukan secara berurutan. Hal ini disebut juga Rantai

Keselamatan (gambar 1) yang mencakup:

11
1. Deteksi dini dari henti jantung dan aktivasi sistem pelayanan gawat darurat terpadu

(SPGDT)

2. Melakukan RJP secara dini dengan teknik penekanan yang tepat

3. Melakukan kejut jantung secara dini

4. Melakukan Bantuan Hidup Lanjut yang efektif

5. Melakukan resusitasi setelah henti jantung secara terintegrasi

Gambar 1. Rantai Keselamatan

Sesuai dengan Rantai Keselamatan, ketika pertama kali melihat korban, hal yang

harus dilakukan adalah memastikan/mengetahui apakah korban mengalami henti

jantung atau tidak. Setelah mengenali tanda-tanda, penolong secepatnya

mengaktifkan SPGDT, dan meminta alat kejut jantung otomatis (AED), dan segera

lakukan RJP dengan awalnya berupa penekanan dada. Lalu jika alat kejut jantung

otomatis (AED) datang, segera pasangkan pada korban untuk melakukan kejut

jantung jika terdeteksi perlu kejut jantung. Untuk poin nomor 4 dan 5 dari Rantai

Keselamatan, yaitu Bantuan Hidup Lanjut dan resusitasi pasca henti jantung secara

terintegrasi dilakukan oleh tenaga medis lanjutan.

Berikut penjelasan lengkap mengenai masing-masing poin di atas pada korban

dewasa:

1.
Identifikasi korban henti jantung dan Aktivasi SPGDT Segera Sebelum

melakukan tindakan, pertama penolong harus mengamankan lingkungan sekitar

dan diri sendiri serta memperkenalkan diri pada orang sekitar jika ada.

12
Gambar 2. Memeriksa kesadaran korban

Bersamaan dengan itu, penolong juga perlu memeriksa pernapasan korban, jika

korban tidak sadarkan diri dan bernapas secara abnormal (terengah-engah),

penolong harus mengasumsikan korban mengalami henti jantung.2 Penolong

harus dapat memastikan korban tidak responsif dengan cara memanggil korban

dengan jelas, lalu menepuk-nepuk korban atau menggoyangkan bahu korban.

Jika korban tidak memberikan respons maka penolong harus segera

mengaktifkan SPGDT dengan menelepon Ambulans Gawat Darurat 118 atau

ambulans rumah sakit terdekat. Ketika mengaktifkan SPGDT, penolong harus

siap dengan jawaban mengenai lokasi kejadian, kejadian yang sedang terjadi,

jumlah korban dan bantuan yang dibutuhkan. Rangkaian tindakan tersebut

dapat dilakukan secara bersamaan apabila pada lokasi kejadian terdapat lebih

dari satu penolong, misalnya, penolong pertama memeriksa respons korban

kemudian melanjutkan tindakan BHD sedangkan penolong kedua

mengaktifkan SPGDT dengan menelepon ambulans terdekat dan mengambil

alat kejut jantung otomatis (AED).

13
2. Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Resusitasi jantung paru terdiri dari penekanan dada dan bantuan napas dengan

perbandingan 30:2, berarti 30 kali penekanan dada kemudian dilanjutkan

dengan memberikan 2 kali bantuan napas. Bantuan napas diberikan jika

penolong yakin melakukannya. Penekanan dada yang efektif dilakukan dengan

prinsip tekan kuat, tekan cepat, mengembang sempurna, dan interupsi minimal.

Untuk memaksimalkan efektivitas penekanan dada, korban harus berada di

tempat yang permukaannya rata. Penolong berlutut di samping korban apabila

lokasi kejadian di luar rumah sakit atau berdiri di samping korban apabila di

rumah sakit. Penolong meletakkan pangkal telapak tangan di tengah dada

korban dan meletakkan tangan yang lain di atas tangan yang pertama dengan

jari-jari saling mengunci dan lengan tetap lurus.

Gambar 3. Posisi badan serta tangan penolong pada dada korban

Penolong memberikan penekanan dada dengan kedalaman minimal 5cm

(prinsip tekan kuat) dengan kecepatan minimal 100 kali permenit (prinsip tekan

cepat). Penolong juga harus memberikan waktu bagi dada korban untuk

mengembang kembali untuk memungkinkan darah terisi terlebih dahulu pada

14
jantung (prinsip mengembang sempurna). Penolong juga harus meminimalisasi

interupsi saat melakukan penekanan (prinsip interupsi minimal). Bantuan napas

diberikan setelah membuka jalan napas korban dengan teknik menengadahkan

kepala dan mengangkat dagu (head tilt – chin lift).

Gambar 4. Membuka jalan napas dengan menengadahkan kepala dan mengangkat dagu

Setelah itu cuping hidung korban dijepit menggunakan ibu jari dan telunjuk

agar tertutup kemudian diberikan napas bantuan sebanyak dua kali, masing-

masing sekitar 1 detik, buang napas seperti biasa melalui mulut. Napas bantuan

diberikan dari mulut ke mulut atau menggunakan pelindung wajah yang

diletakkan di wajah korban. Lihat dada korban saat memberikan napas bantuan,

apakah dadanya mengembang, kemudian tunggu hingga kembali turun untuk

memberikan napas bantuan berikutnya.

Gambar 5. Memberikan napas bantuan

Jika memungkinkan, RJP dilakukan bergantian setiap 2 menit (5 siklus RJP)

dengan penolong lain. Penolong melakukan penekanan dada sampai alat kejut

15
jantung otomatis (AED) datang dan siap untuk digunakan atau bantuan dari

tenaga kesehatan telah datang.

3. Melakukan kejut jantung dengan alat kejut jantung otomatis (AED) Alat kejut

jantung otomatis (AED) merupakan alat yang dapat

memberikan kejutan listrik pada korban. Pertama, pasang terlebih dahulu

bantalan (pad) alat kejut jantung otomatis pada dada korban sesuai instruksi

yang ada pada alat. Setelah dinyalakan, ikuti instruksi dari alat tersebut yaitu

jangan menyentuh korban karena alat kejut jantung otomatis akan menganalisis

irama jantung korban.5 Jika alat mengidentifikasi irama jantung yang abnormal

dan membutuhkan kejut jantung (untuk mengembalikan irama kelistrikan

jantung menjadi normal), minta orang-orang agar tidak ada yang menyentuh

korban, lalu penolong menekan tombol kejut jantung pada alat. Lanjutkan

penekanan dada segera setelah alat memberikan kejutan listrik pada

korban.2Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kelistrikan jantung seperti

semula.

Gambar 6. Memasang bantalan (pad) pada dada korban sesuai petunjuk

16
Gambar 7. Meminta orang-orang disekitar agar tidak menyentuh korban jika akan
melakukan kejut jantung.

Gambar 8. Melakukan RJP setelah dilakukan kejut jantung otomatis2

4. Memberikan Posisi Pemulihan

Posisi ini dilakukan jika korban sudah bernapas dengan normal. Posisi
ini dilakukan untuk menjaga jalan napas tetap terbuka dan mengurangi risiko
tersumbatnya jalan napas dan tersedak. Tidak ada standard baku untuk
melakukan posisi pemulihan, yang terpenting adalah korban dimiringkan agar
tidak ada tekanan pada dada korban yang bisa mengganggu pernapasan.
Namun rekomendasi posisi pemulihan adalah meletakkan tangan kanan
korban ke atas, tekuk kaki kiri korban, kemudian tarik korban sehingga korban
miring ke arah kanan dengan lengan di bawah kepala korban. Berikut gambar
mengenai posisi pemulihan

17
Gambar 9. Cara melakukan posisi pemulihan

Secara umum, langkah-langkah pertolongan bantuan hidup dasar pada


dewasa dari identifikasi korban sampai pemasangan AED adalah sebagai berikut:

Gambar 10. Algoritma Bantuan Hidup Dasar korban dewasa

18
REFERENSI

AHA Guidelines. Part 3: Adult Basic Life Support. Circulation. 2000;102(Supplement 1):I-
22-I-59.

Departemen Kesehatan, R.I. 2003. Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Usaha


Kesehatan Sekolah. Jakarta

Effendi, Nasrul Drs. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC

Tim Bantuan Medis, FKUI 2013. Modul Bantuan Hidup Dasar dan Penanganan Tersedak.
Jakarta (tidak diterbitkan)

World Health Organization. Global atlas on cardiovascular disease prevention and control.
Switzerland: WHO; 2011. 164p. ISBN 978 92 4 156437 3

19
BAB 3

PELAKSANAAN

Realisasi Kegiatan

Topik : Bantuan Hidup Dasar (BHD) pada Korban Henti Jantung

Sasaran : Anggota Kader Kesehatan Remaja SMUN 1 Plemahan

Metode : Metode yang digunakan adalah metode ceramah dan

demontrasi dengan jumlah peserta orang

Media : Power Poin dan Leaflet

Tempat : SMUN 1 Plemahan

Hari dan tanggal :

Waktu :

Penggorganisasian :

Pembimbing 1 : Farida Hayati, S.Kep., M.Kep.

Pembimbing 2 : Dwi Setyorini, S.Kep., M.Biomed

Pembina :

Ketua Kelompok :

Wakil Kelompok :

Sekretasi :

Bendahara :

Anggota :

Seksi-Seksi :

Penyaji :

Moderator :

Fasilitator :

20
Konsumsi :

Dokumentasi :

Observer :

Pesaerta : Kader Kesehatan Remaja SMUN 1 Plemahan

3.1.1 Job Description

No Nama Sie Job Description

1 Sie Penyaji - Menyampaikan Materi

- Menjawab Pertanyaan Yang

disampaikan oleh Peserta

2 Moderator - Pembuka acara dan

menyampaikan maksud dan tujuan

kegiatan penyuluhan

- Menjelaskan kontrak waktu dan

mekanisme kegiatan

- Memandu jalannya penyuluhan

dan sesi tanya jawab

- Melakukan evaluasi mengenai

hasil mengenai materi

- Menutup acara penyuluhan

3 Fasilitator - Sebagai operator presentasi

(meng-handel ppt)

- Membantu dan mengkondisikan

peserta selama penyuluhan

berlangsung

- Membantu moderator dalam

21
mengajukan pertanyaan (evaluasi

hasil)

- Memfasilitasi peserta untuk aktif

bertanya

4 Observer - Menilai keaktifan peserta

- Melakukan evaluasi kegiatan

3.1.2 Pelaksanaan

No Hari/Tanggal Waktu Kegiatan

1 60 menit Pemberian Materi dan Demontrasi

15 menit Diskusi dan tanya jawab

2 60 menit Review Materi dan demontrasi

- Membagikan kelompok

- Setiap Anggota yang

sudah mendapatkan

pelatihan, memberikan

pelatihan pada tiap

kelompok

- Evaluasi kegiatan yang

sudah dilaksanakan

1.1.3 Gan Card

No. Jadwal Maret-April

Kegiatan Minggu Ke-3 Minggu Ke-4 Minggu Ke-1 Minggu Ke2

1 Survey

22
Masyarakat

SMUN 1

Plemahan

2 Membuat

Proposal

3 Mengajukan

Proposal

dan Surat

Ijin di

SMUN 1

Plemahan

Pelaksanaan

Peer Group

1.1.4 Rencana Anggaran Dana

1. Banner Rp 150.000,00

2. Proposal Rp 75.000,00

3. Leaflet Rp 50.000,00

4. Konsumsi :

a. Hari ke 1

Nasi 22 @ 7.000 Rp 154.000,00

Aqua 3 dus Rp 75.000,00

b. Hari ke 2

23
Snack 50 @ 3000 Rp 150.000,00

Nasi 12 @ 9.000 Rp 108.000,00

Aqua Sedang 4 @ 2000 Rp 8.000,00

5. Vendel Rp 100.000,00

6. Kenang-kenangan Rp 100.000,00

Rp 920.000,00

3.3 Rencana Tindak Lanjut

Setelah dilakukan pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Kemampuan Kader

Kesehatan Remaja tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) terhadap Kegawat Daruratan pada

Korban Henti Jantung di SMUN 1 Plemahan, kami akan melakukan evaluasi dalam waktu 2

minggu setelah pelaksanaan tersebut, di harapkan siswa SMUN 1 Plemahan masih mampu

meningigatkan dan menerapkan kembali materi yang sudah diberikan.

24
BAB 4

EVALUASI

4.1 Evaluasi Proses

Evaluasi proses dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Melakukan pengumpulan data awal tentang materi BHD

2. Pelajari tujuan materi

3. Menentukan tolak ukurnya yaitu patokan-patokan untuk pengukuran

4. Pelajari kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan

5. Sesudah pelaksanaan dimulai mengadakan penilaian pada waktu yang sudah

ditentukan. Penilaian akhir diadakan waktu pelaksanaan program terakhir dan juga

beberapa saat sesudah program berakhir

6. Tentukan apakah tujuan sudah tercapai atau apakah prosesnya sudah seperti yang

direncanakan

4.2 Evaluasi Hasil

Hasil kegiatan field work pada masyarakat sekolah mencapai beberapa komponen

sebagai berikut :

1. Keberhasilan jumlah target peserta pelatihan

2. Tercapainya tujuan materi

3. Tercapainya target materi yang telah direncanakan

4. Kemampuan peserta dalam menguasai materi

4.3 Out come

1. Terlaksananya kegiatan penyuluhan di lingkungan sekolah sesuai dengan prosedur

2. Peserta work shop mampu menguasai materi

3. Peserta mampu mengulangi kembali atau menyampaikan materi yang sudah

diberikan

4. Peserta mampu mendemonstrasikan materi yang sudah diajarkan


25
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu sistem

yang terpadu dan berkesinambungan, mulai dari fase pra Rumah Sakit, fase Rumah Sakit

dan fase rehabilitasi.. Agar pertolongan mencapai hasil yang optimal maka penanganan

awal sesaat setelah menemukan penderita dapat dengan cepat memberikan pertolongan

dasar dengan prinsip dan teknik yang benar. Bantuan Hidup Dasar adalah suatu tindakan

penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk

menghentikan proses yang menuju kematian. Remaja Usia Sekolah merupakan usia yang

tepat untuk dilakukan kaderisasi dalam upaya mencerdaskan masyarakat mengenai

pertolongan pertama.

5.2 Saran

Bagi mahasiswa keperawatan disarankan memahami tentang BHD karena kejadian

kegawatdaruratan dapat kita jumpai dimana saja dan kapan saja, sehingga dapat menjadi

bekal kita untuk menolong orang lain.

26
27

Anda mungkin juga menyukai