Oleh:
Kelas. A Tk.III
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anak Indonesia adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa Indonesi, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus.
Mereka perlu dipersiapkan demi kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa
mendatang. Mereka tidak hanya merupakan masa depan bangsa, tetapi juga masa kini dari
bangsa Indonesia. Agar setiap anak Indonesia kelak mampu memikul tanggung jawab
masa depan bangsa Indonesia, maka setiap anak tanpa terkecuali harus bisa terpenuhi
segala yang menjadi haknya. Anak Indonesia berhak untuk hidup, tumbuh dan
berkembang, terlindungi dari segala perlakuan salah, serta berhak mengeluarkan
pendapatnya dan didengarkan suaranya (Departemen Kesehatan RI,2004).
Dewasa ini, pertumbuhan dan perkembangan anak semakin meningkat. Pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat pesat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah gizi yang baik. Pesatnya perkembangan seorang anak dapat dilihat dengan aktifnya
anak bergerak serta mudahnya anak bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak
yang semakin aktif bergerak tentu akan memiliki risiko cedera lebih besar apabila
dibandingkan dengan anak yang cenderung pasif. Anak yang aktif bergerak akan diiringi
dengan rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga anak tersebut akan menyentuh semua alat
atau barang yang ia pikir menarik untuk dipelajari, tanpa anak tersebut sadari bahwa
barang tersebut berbahaya untuk disentuh. Kejadian yang tidak dalam pengawasan orang
tua akan menimbulkan kecelakaan pada anak, untuk itu dibutuhkan anticipatory guidance
dan health promotion bagi keluarga sebagai pedoman untuk menghindari kecelakaan pada
anak.
Kecelakaan yang terjadi seringkali mengakibatkan ketidaknyamanan bagi si anak bahkan
dapat mengakibatkan anak masuk rumah sakit, mengalami kecacatan permanen bahkan
kematian. Akibat kecelakaan tersebut anak-anak sering mengalami luka iris, memar,
radang, luka bakar, patah tulang dan gangguan lainnya. Menurut penelitian yang
dilakukan WHO (2005) tentang kejadian kecelakaan pada anak didapatkan bahwa 34%
kematian disebabkan oleh kendaraan bermotor, 5% oleh jatuh, 4% oleh kebakaran, 13%
oleh tenggelam, dan 21% oleh cedera tidak disengaja.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan peninjauan pustaka tentang konsep
dasar anticipatory guidanceyang dapat menjadi pedoman orang tua untuk menjaga
kesehatan anak. Maka dari itu, dalam makalah ini akan diuraikan penjelasan terkait
dengan konsep dasar mengenai anticipatory guidancebeserta health promotion pada
masyarakat khususnya terhadap infant-remaja.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa definisi dari Health promotion?
1.2.2. Apa saja tujuan dan manfaat Health Promotion?
1.2.3. Bagaimana Sasaran dari Health Promotion ?
1.2.4. Apa Saja Prinsip Health Promotion?
1.2.5. Apa saja media Health Promotion?
1.2.6. Bagaimanakah Health promotion pada Bayi?
1.2.7. Bagaimanakah Health promotion pada Anak Balita?
1.2.8. Bagaimanakah Health promotion pada Remaja?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mahasiswa mampu memahami definisi Health promotion.
1.3.2. Mahasiswa mampu memahami tujuan dan manfaat Health Promotion
1.3.3. Mahasiswa mampu memahami Sasaran dari Health Promotion
1.3.4. Mahasiswa mampu memahami Prinsip Health Promotion
1.3.5. Mahasiswa mampu memahami Media Health Promotion
1.3.6. Mahasiswa mampu memahami ruang lingkup Health promotion pada Bayi.
1.3.7. Mahasiswa mampu memahami ruang lingkup Health promotion pada Anak Balita.
1.3.8. Mahasiswa mampu memahami ruang lingkup dari Health promotion pada
Remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya
pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas
kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media
massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan
dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan
menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan
(pressure group) guna mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang berkaitan serta mereka
yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut
serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) dengan cara:
a) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak merugikan
kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan
masyarakat.
b) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya (Maulana,
2009).
Sedangkan Menurut Notoatmodjo (2005), perlu dilaksanakan strategi promosi
kesehatan paripurna yang terdiri dari pemberdayaan, bina suasana, advokasi dan
kemitraan.
a) Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah
dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau
kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu
mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan
masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan
sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada
individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien,
agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) (Notoatmodjo, 2005).
b) Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan
mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam
mengadopsi PHBS dan melestarikannya (Notoatmodjo, 2005).
c) Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang
diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi
materi maupun non materi (Notoatmodjo, 2005).
h. Imunisasi Varicella
Pemberiannya tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropic dan bila usia 13 tahun
dapat diberikan 2 kali suntikan interval 4-8 minggu.
i. Imunisasi Hepatitis A
Diberikan pada usia 2 tahun untuk pemberian awal menggunakan vaksin havrix
dengan 2 suntikan interval 4 minggu dan boster 6 bulan kemudian.
j. Imunisasi HiB (Haemophilus Influenzae Tipe B)
Untuk pemberian awal PRP-T dilakukan 3 kali suntikan interval 2 bulan.
Suntikan PRP-OMPC dilakukan 2 kali suntikan interval 2 bulan kemudian
bosternya diberikan pada usia 18 bulan.
3) Perawatan Tali Pusar
Beberapa hal yang perlu diingat saat merawat tali pusar bayi, yaitu:
a. Jaga kebersihan area pusrt dan sekitarnya, serta upayakan selalu dalam keadaan
kering.
b. Gunakan kapas baru pada setiap basuhan.
c. Agar tali pusar lebih cepat lepas, gunakan kain kasa pada bagian pusar yang
terus dibalut sehingga mendapat udara cukup.
d. Saat membersihkan, pastikan suhu kamar tidak terlalu dingin.
e. Agar praktis, kenakan popok dan atasan dari bahan kaos yang longgar.
f. Ini dilakukan 1-2 kali sehari.
2.7. Health Promotion Pada Anak Balita
Kegiatan promosi kesehatan yang dapat dilakukan pada sasaran anak balita (Irianti,
2001) antara lain:
1. Pemeriksaan dan penimbangan anak dilaksanakan setiap bulan agar terjamin
pertumbuhan dan kesehatannya.
2. Berikan anak balita satu kapsul vitamin A takaran tinggi setiap 6 bulan untuk
mencegah kebutaan.
3. Berikan makanan seimbang sesuai dengan perkembangan umurnya.
4. Berikan oralit jika terjadi diare dan periksa suhu tubuh jika mengalami gejala panas.
5. Perhatikan kasih sayang dengan mengajak berbicara dan bermain bersama, agar
terpenuhi kebutuhan mental dan emosi anak.
6. Anak balita yang tumbuh dan berkembang dengan baik akan menjamin kelangsungan
hidup yang lebih baik.
Anggota keluarga, guru, taman kanak-kanak atau pengasuh anak diikutsertakan dalam
kegiatan pembinaan kesehatan. Kegiatan pelayanan dan pembinaan kesehatan anak
balita akan berhasil dengan baik dengan adannya dukungan dari lingkungan sekitar. Para
ibu perlu didorong pula untuk rutin memeriksakan kesehatan anaknya
c. Penguatan kapasitas
Kemampuan kerja dalam kegiatan promosi kesehatan di sekolah harus dapat
dilaksanakansecara optimal. Untuk itu berbagai sektor terkait harus diyakini
dapat memberikan dukunganuntuk memperkuat program promosi kesehatan di
sekolah. Dukungan berbagai sektor inidapat terkait dalam rangkapenyusunan
rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring danevaluasi program promosi
kesehatan sekolah
d. Kemitraan
Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah, LSM maupun
usaha swasta akansangat mendukung pelaksanaan program promosi kesehatan
sekolah. Disamping itu, dengankemitraan akan dapat mendorong mobilisasi
guna meningkatkan status kesehatan di sekolah.
e. Penelitrian
Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan penilaian
programpromosi kesehatan. Bagi sektor terkait, penelitian merupakan akses
untuk masuk dalammengembangkan promosi kesehatan di sekolah baik secara
nasional maupun regional, disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan
PHBS siswa sekolah.
f. Hasil yang Diharapkan
1. Anak sekolah menerapkan PHBS
2. Anak sekolah menjadi kader kesehatan bagi keluarganya
3. Sekolah menjadi lembaga pembelajaran dalam promkes
4. Para guru menjadi mitra pengembangan promkes di sekolah
5. Anak sekolah tumbuh sehat & berprestasi
g. Kegiatan promosi kesehatan PHBS di Sekolah
1. Jajan di kantin sekolah yang sehat
2. Membuang sampah pada tempatnya
3. Mengikuti kegiatan olah raga di sekolah
4. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi
5. Badan setiap 3-6 bulan
6. Tidak merokok di sekolah
7. Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin
8. Buang air besar dan buang air kecil di jamban sekolah
9. Menerapkan cuci tangan dimana saja dan kapan saja
6. Program promosi kesehatan pada anak usia sekolah di Sekolah
2. Kemitraan
Selain melakukan tahap advokasi, Dinkes selanjutnya membangun strategi
kemitraan. Strategi ini dijalankan dengan bekerjasama dengan beberapa
instansi terkait, yang dianggap mampu membantu proses penanggulangan
narkoba di Kabupaten Wajo. Adapun instansi yang terlibat kerjasma lintas
sektor yaitu puskesmas, sekolah dan polres.
Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan dan puskesmas
berupa penyuluhan kepada remaja yang bertujuan menambah tingkat
pengetahuan remaja tentang dampak pergaulan bebas, seks bebas, dan napza
bagi kesehatan, sehingga diharapkan terciptanya pemberdayaan remaja
terhadap penanggulangan narkoba berupa pembentukan kader kesehatan
remaja. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan dan sekolah
dalam penanggulangan narkoba yaitu membatu mengumpulkan remaja pada
saat dinas kesehatan melakukan penyuluhan di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi mengenai
manfaat kemitraan yang disampaikan oleh informan berupa terciptanya
efektifitas penyuluhan, pekerjaan terasa ringan dan dianggap mampu
membantu pemberantasan narkoba, pencegahan seks bebas dan pergaulan
bebas pada remaja.
Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh (Hasrat Jaya Siliwu,
(2007), bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-
individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai
suatu tugas atau tujuan tertentu. Konsep kemitraan merupakan upaya
melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok, masyarakat, lembaga
pemerintah atau non pemerintah untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama
berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing-masing.
3. Pemberdayaan
Pemberdayaaan yang dilakukan dinas kesehatan terhadap upaya
penanggulangan narkoba dengan cara membentuk kader kesehatan remaja di
sekolah. Tujuannya adalah memberikan pemahaman terhadap remaja tentang
bahaya penyalahgunaan napza, seks bebas bagi kesehatan, sehingga remaja
memiliki kesadaran untuk ikut terlibat memerangi tindak penyalahgunaan
narkoba, pergaulan bebas dan seks bebas.
Hal ini senada dengan peneliti sebelumnya yang menjelaskan bahwa
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses untuk
menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan.
Pembentukan kader kesehatan remaja yang ditujukan kepada siswa remaja
diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi aktif dari siswa akan pentingnya
penanggulangan narkoba dalam segala aktivitasnya sehari-hari. Partisipasi
yang bertanggung jawab sebaiknya dimiliki setiap masyarakat dan organisasi
lokal.Partisipasi dapat dicapai bila mengetahui dengan jelas apa yang
diharapkan dari kegiatan yang dilakukan. Dengan sendiriya dibutuhkan
pembagian tugas pada masing-masing anggota dalam organisasi tersebut.
a) Pendidikan Pergaulan
Pergaulan dikalangan remaja adalah salah satu kebutuhan hidup dari manusia,
sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan
orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergaulan
(interpersonal relationship)Pergaulan yang terjadi saat ini sudah sangat
memperhatikan. Banyak sekali terjadi perilaku yang telah menyimpang dan
melanggar nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Perilaku anak muda atau
remaja zaman sekarang telah jauh dari norma agama sebagi pegangan hidup.
Sehingga, pergaulan remaja saat ini harus lebih dipilah dan dipilih untuk
menentukan yang baik dan yang buruk dengan diberikannya Pendidikan
pergaulan pada remaja.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu
meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis
filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri. Proses pemberdayaan tersebut
dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya
setempat. Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik, mental
maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasi dan
kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (Kemenkes,
2011).
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan
pesaninformasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat
meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah
positif terhadap kesehatan.Media memiliki multi makna, dilihat secara terbatas maupun
secara luas. Dalam dunia pendidikan, penggunaan media/bahan/saranabelajar seringkali
menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman yang membutuhkan media belajar seperti
buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh pengajar dan “audio-visual” (Edgar Dale,
dalam Susilowati 2016).
3.2. Saran
Dalam pemberian promosi kesehatan, diperlukan metode dan media yang sesuai dengan
usia sasaran. Karena hal tersebut sangat berpengaruh bagi penerimaan dari infant-remaja.
DAFTAR PUSTAKA