Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
  Memberikan pengertian pendidikan kesehatan merupakan sejumlah pengalaman yang
pengaruh menguntungkan secara kebiasaan, sikap dan pengetahuan yang ada hubungannya
dengan kesehatan perseorangan, mayarakat dan bangsa. Kesemuannya ini, dipersiapkan
dalam rangka mempermudah diterimannya secara suka rela perilaku yang akan
meningkatkan dan memelihara kesehatan.
Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan
pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap
dan kebiasaan sasaran pendidikan.
Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada
orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah
kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
Dalam hal ini aplikasi Health Education di klinik maupun komunitas memiliki tujuan,
ruang lingkup, cirri-ciri belajar Gealth Education, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar, baik faktor internal maupun faktor eksternal.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang , rumusan masalah yang dapat kami angkat yaitu :
1.    Apa itu health education, tujuan, dan factor-faktor yang mempengaruhi?
2.    Apa itu ruang lingkup, ciri-ciri kegiatan belajar?
3.    Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar?
4.    Apa itu factor external dan internal mempengaruhi peristiwa belajar?
5.    Apa saja model penkes yang digunakan perawat, tahap penkes?
6.    Apa saja alat bantu pendidikan kesehatan?
7.    Bagaimana penyusunan SAP dan proposal pelatihan atau HE (Komunitas)
1.3     Tujuan
  Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.  Untuk mengetahui apa itu health education, tujuan, dan factor-faktor yang
mempengaruhi.
2.     Untuk mengetahui  apa itu ruang lingkup, ciri-ciri kegiatan belajar.
3.     Untuk mengetahui  apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar.
4.      Untuk mengetahui  apa itu factor external dan internal mempengaruhi peristiwa
belajar.
5.     Untuk mengetahui  apa saja model penkes yang digunakan perawat, tahap penkes.
6.     Untuk mengetahui  apa saja alat bantu pendidikan kesehatan.
7.  Untuk mengetahui  bagaimana penyusunan SAP dan proposal pelatihan atau HE
(Komunitas).

1.4       Manfaat
            Makalah aplikasi health education dan health promotion ini diharapakan
mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan mengenai health education.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Health Education


Health education adalah pendidikan keperawatan terbagi menjadi dua tahap yaitu
tahap pendidikan akademik dan pendidikan profesi.
1.  Tahap akademik menekankan pada pengetahuan dan teori yang bersifat deskriptif,
sedangkan tahap profesional diarahkan pada tujuan praktis, sehingga menghasilkan teori
preskriptif dan deskriptif.
2. Tahap profesi hanya akan di dapat dilingkungan klinis karena lingkungan klinis
merupakan lingkungan multiguna yang dinamik sebagai tempat pencapaian berbagai
kompetensi praktik klinis seperti tercantum dalam.
Pengertian pendidikan kesehatan adalah proses membuat orang mampu
meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan yang direncanakan
untuk individu, kelompok atau masyarakat agar belajar tentang kesehatan dan melakukan
perubahan-peubahan secara suka rela dalam tingkah laku individu (Entjang, 1991)
Wood dikutip dari Effendi (1997), memberikan pengertian pendidikan kesehatan
merupakan sejumlah pengalaman yang pengaruh menguntungkan secara kebiasaan, sikap
dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perseorangan, mayarakat dan
bangsa. Kesemuannya ini, dipersiapkan dalam rangka mempermudah diterimannya secara
suka rela perilaku yang akan meningkatkan dan memelihara kesehatan.
Menurut Steward dikutip dari Effendi (1997), unsur program kesehatan dan
kedokteran yang didalamnya terkandung rencana untk merubah perilaku perseorangan dan
masyarakat dengan tujuan untuk membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi,
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
Menurut Ottawwa Charter (1986) yang dikutip dari Notoatmodjo S, memberikan
pengertian pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai
derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental dan social, maka masyarakat harus
mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dam mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial, budaya, dan sebagainya).
Menurut Notoadmodjo (2003), pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi
atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan.
Menurut Azwar cit Machfoedz (2006), pendidikan kesehatan adalah sejumlah
pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap, dan
pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perseorangan, masyarakat, dan
bangsa.kurikulum profesional.
Dapat dirumuskan bahwa pengertian pendidikan kesehatan adalah upaya untuk
mempengaruhi, dan atau mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau
masyarakat, agar melaksanakan perilaku hidup sehat. Sedangkan secara operasional,
pendidikan kesehatan merupakan suatu kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003). 

2.1.1    Tujuan Health Education


Untuk mengubah pemahaman perilaku belum sehat menjadi perilaku sehat. Menurut
Machfoedz (2006) cit Azwar (1983: 18), membagi menjadi 3 macam, yaitu:
1.  Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat sehingga
kader kesehatan mempunyai tanggung jawab didalam penyuluhannya mengarahkan cara
hidup sehat menjadi kebiasaan masyarakat sehari-hari.
2.  Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri maupun
kelompok, dalam hal ini pelayanan kesehatan dasar diarahkan agar dikelola sendiri oleh
masyarakat dalam bentuk yang nyata contohnya adalah posyandu.
3  Mendorong perkembangan dan penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang ada secara
tepat.

2.1.2    Faktor-faktor yang mendukung proses pendidikan kesehatan


                  Factor-faktor yang mendukung proses pendidikan kesehatan antara lain :
1.  Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku
pendidikan)
2.   Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain)
3.   Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku).
2.1.3    Faktor-faktor yang menghambat proses pendidikan kesehatan
Faktor internal
·         Diri sendiri
·         Keluarga
·         Motivasi
Faktor eksternal
·         Pengaruh lingkungan
·         Pengaruh iptek
·         Pengaruh budaya
2.2      Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :
1. Dimensi sasar.
a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat atau
pekerja.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal : peningkatan gizi,
perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal : imunisasi
c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early diagnostic and
prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari
dari resiko kecacatan.
d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan memulihkan
kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.
2.2.1    Tingkat pelayanan pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five
levels of prevention) dari Leavel dan Clark cit Herawani (2001), yaitu :
1) Promosi kesehatan (Health Promotion)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam kebersihan
perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan
gizi dan kebiasaan hidup sehat.
2) Perlindungan khusus (Specific Protection)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat. Misalnya tentang pentingnya imunisasi sebagai cara perlindungan terhadap
penyakit pada anak maupun orang dewasa. Program imunisasi merupakan bentuk
pelayanan perlindungan khusus.
3) Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena rendahnya tingkat
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penyakit yang terjadi di
masyarakat. Keadaan ini menimbulkan kesulitan mendeteksi penyakit yang terjadi di
masyarakat, masyarakat tidak mau periksa dan diobati penyakitnya. Kegiatan pada
tingkat pencegahan ini meliputi pencarian kasus, penyembuhan dan pencegahan
berlanjutnya proses penyakit, pencegahan penyebaran penyakit menular, dan
pencegahan komplikasi.
4) Pembatasan cacat (Disability Limititato)
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena masyarakat sering didapat
tidak mau melanjutkan pengobatannya sampai tuntas aau tidak mau melakukan
pemeriksaan dan pengobatan penyakit secara tuntas atau tidak mau melakukan
pemeriksaan dan pengobatan penyakit secara tuntas. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengertian dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penyakitnya. Pada tingkat ini
kegiatan meliputi perawatan untuk menghentikan penyakit, pencegahan komplikasi lebih
lanjut, mengatasi kecacatan dan mencegah kematian.
5) Rehabilitasi (Rehabilitation)
Pada tingkat pendidikan kesehatan diperlukan karena setelah sembuh dari suatu
penyakit tertentu, seseorang mungkin menjadi cacat. Untuk memulihkan kecacatannya
itu diperlukan latihan-latihan. Untuk melakukan suatu latihan yang baik dan benar sesuai
program yang ditentukan, diperlukan adanya pengertian dan kesadaran dari masyarakat
yang bersangkutan. Disamping itu, ada rasa malu dan takut tidak diterima untuk kembali
ke masyarakat setelah sembuh dari suatu penyakit atau mungkin masyarakat tidak mau
menerima anggota masyarakat lainnya yang baru sembuh dari suatu penyakit.

2.2.2    Pendidikan kesehatan dalam keperawatan


Prinsip pendidikan kesehatan
1.  Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan
pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan
sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
2.  Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada
orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah
kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
3.    Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah
lakunya sendiri.
4.    Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
2.3       Faktor faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar
Secara umum factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan atas
dua kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal . kedua factor tersebut saling
memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
2.4       Factor internal
Factor internal adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
dapat memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor
fisiologis dan factor psikologiss.
a)      Factor fisiologis
Factor-faktor fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan
kondisi fisik individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.:
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya,
kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang
maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses
belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :
a.  Menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk
kedalam tubuh, karena  kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh
cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar, 
b.  Rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat.
c.  Istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran
fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama
panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas
belajar dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu  masuk bagi
segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat
menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas
belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun siswwa perlu
menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang
bersifat kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan,
memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi
makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.
b)  Factor psikologis
Factor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat
memengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi
proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.
a)  Kecerdasan /intelegensia siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik
dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan
dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila
dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting
dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali
tertinggi (executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses
belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi
iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih
sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu,
semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu
bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka
pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon
guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah
penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh
Terman dan Merill sebagai berikut ((Fudyartanto  2002).
                             
Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision
Tingkat kecerdasan (IQ) Klasifikasi
140 – 169 Amat superior
120 – 139 Superior
110 – 119 Rata-rata tinggi
90 – 109 Rata-rata
80 – 89 Rata-rata rendah
70 – 79 Batas lemah mental
20 — 69 Lemah mental

Dari table tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia,
yaitu:
A. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140—IQ 169;
B. Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139;
A. Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;
B. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;
C. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;
D. Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ 79;
E. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—IQ 69,
yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan
guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau
psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana,
amat superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf
kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kamampuan
belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu
megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.
b)   Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar
siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi
juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas
dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan
motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri
individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa
yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena
membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif,
karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari
luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi
intrinsic untuk belajar anatara lain adalah:
a.  Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas.
b.  Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju.
c.  Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-
orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain
sebaginya.
d.  Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi
memberi pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah. 
c)    Minat
Secara sederhana,minaat (interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang
tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat
bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap
berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan,
moativasi, dan kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan
motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak
bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di
kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin
dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang
membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain
belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun
performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang 
studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri
oleh siswa sesuai dengan minatnya.
d)    Sikap
     Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap
terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative
(Syah, 2003).
     Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak
senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk
mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya
berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap
profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha
memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian
sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk
menyajikan pelajaranyang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat
siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan;
meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.
e)    Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara
umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003).
Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan
umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah
kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses
belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai
prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat
tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang
dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka
para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang
dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakatnya.
2.5   Faktor-faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga
dapatmemengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa
faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.
1.  Lingkungan social
a.  Lingkungan social sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat
memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat
menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik
dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong
bagi siswa untuk belajar.
b. Lingkungan social masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa
akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak
pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa,
paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c. Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah),
pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar
siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2.    Lingkungan non social.     
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;
a.  Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin,
sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang
sejuk dantenang. Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang
dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan
alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b. Factor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar,
lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum
sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.
c.  Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini hendaknya
disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga denganmetode mengajar
guru, disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat
memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus
menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan
sesuai dengan konsdisi siswa. 
2.6  Alat Bantu dan Media Pendidikan Kesehatan
1.  Alat bantu (peraga)
Pengertian ;
Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan bahan
pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga. Elgar Dale membagi alat
peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus menggambarkan tingkat
intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam suatu kerucut. Menempati dasar kerucut
adalah benda asli yang mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara,
demonstrasi, field trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio,
tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat kurang
efektif/intensitasnya paling rendah.
Faedah alat bantu pendidikan
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada
orang lain.
7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku
pendidikan.
8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan. Menurut penelitian
ahli indra, yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata.
Kurang lebih 75-87% pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata,
sedangkan 13-25% lainnya tersalurkan melalui indra lain. Di sini dapat disimpulkan
bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi
atau bahan pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan
akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.
10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.

Macam-macam alat bantu pendidikan


1) Alat bantu lihat (visual aids) ;
- alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip dan sebagainya.
- alat yang tidak diproyeksikan ; untuk dua dimensi misalnya gambar, peta, bagan ; untuk
tiga dimensi misalnya bola dunia, boneka, dsb.
2) Alat bantu dengar (audio aids) ; piringan hitam, radio, pita suara, dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids) ; televisi dan VCD.
Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan
1) Individu atau kelompok
2) Kategori-kategori sasaran seperti ; kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, dsb.
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima.

Merencanakan dan menggunakan alat peraga


Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tujuan pendidikan, tujuan ini dapat untuk :
a) Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep-konsep.
b) Mengubah sikap dan persepsi.
c) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.
2) Tujuan penggunaan alat peraga
a) Sebagai alat bantu dalam latihan / penataran/pendidikan.
b) Untuk menimbulkan perhatian terhadap sesuatu masalah.
c) Untuk mengingatkan sesuatu pesan / informasi.
d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.

Persiapan penggunaan alat peraga


Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan tetap harus diingat bahwa
alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya. Kita harus mengembangkan ketrampilan
dalam memilih, mengadakan alat peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal.
Contoh : satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi/anak-anak harus diperlihatkan satu
persatu secara berurutan sambil menerangkan tiap-tiap gambar beserta pesannya. Kemudian
diadakan pembahasan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi dua arah.
Apabila kita tidak mempersiapkan diri dan hanya mempertunjukkan lembaran-lembaran flip
chart satu demi satu tanpa menerangkan atau membahasnya maka penggunaan flip chart tersebut
mungkin gagal.
Cara mengunakan alat peraga
Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung dengan alatnya. Menggunakan gambar
sudah barang tentu lain dengan menggunakan film slide. Faktor sasaran pendidikan juga harus
diperhatikan, masyarakat buta huruf akan berbeda dengan masyarakat berpendidikan. Lebih
penting lagi, alat yang digunakan juga harus menarik, sehingga menimbulkan minat para
pesertanya.
Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan :
1) Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati.
2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan/diperagakan itu, adalah penting.
3) Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar, agar mereka tidak kehilangan kontrol dari
pihak pendidik.
4) Nada suara hendaknya berubah-ubah, adalah agar pendengar tidak bosan dan tidak
mengantuk.
5) Libatkan para peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk memegang dan atau mencoba
alat-alat tersebut.
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana dan sebagainya.
2. Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio visual
aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran
(channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan
untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi
menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan (bill board).
Media cetak
1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya
dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya
berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah
kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya
ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
Media elektronik
1) Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab,
pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.
2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
3) Video Compact Disc (VCD)
4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
Media papan (bill board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-
pesan atau informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan
yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).
2.1 Promosi Kesehatan
2.1.1 Definisi
Upaya promosi kesehatan merupakan salah satu strategi atau langkah yangdi
tempuh untuk meningkatkan kemampuan masyarakat khususnya pengetahuan, sikap dan
praktek untuk berperilaku sehat melalui proses pembelajaran dari-olehuntuk dan bersama
masyarakat. Selain itu tujuan promosi kesehatan dimaksudkan supaya masyarakat dapat
dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri tersebut artinya bahwa
masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya masalah-masalah dan gangguan
kesehatan, memelihara danmeningkatkan derajat kesehatan serta mampu pula berperilaku
mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut terlanjur terjadi di te ngah-
tengah kehidupan masyarakat (Natoadmodjo, 2007).
Definisi lain menurut Depkes RI (2008) menyatakan bahwa promosi kesehatan
adalah serangkaian proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Proses pemberdayaan dilakukan dari oleh masyarakat yang
artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui kelompok-kelompok potensial di
masyarakat bahkan semua komponen masyarakat.
Sebagaimana diketahui bahwa disparitas masalah kesehatan masih menjadi
permasalahan dalam upaya pembangunan kesehatan di Indonesia yang diindikasikan dari
masih tingginya angka kesakitan akibat penyakit menular dan tidak menular, kejadian
luar biasa (KLB) akibat penyakit menular, serta masih rendahnya perilaku sehat
masyarakat. Upaya promosi kesehatan yang dilakukan diharapkan dapat mereduksi
masalah kesehatan tersebut.
Depkes RI (2008) menitiberatkan bahwa promosi kesehatan bukan hanya sekedar
proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya menfasilitasi perubahan perilaku.
Secara teknis, promosi kesehatan dapat dijabarkan dalam berbagai program dan
kegiatan yang diformulasikan untuk mewujudkan perubahan perilaku masyarakat juga
mengupayakan perubahan secara sosial dan lingkungan fisik yang mengarah pada
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Committee on Health Education and Promotion Terminology yang dikutip oleh
McKenzie (2007) mendefenisikan promosi kesehatan sebagai kombinasi terencana
apapun dari mekanisme pendidikan, politik, lingkungan, peraturan, maupun mekanisme
organisasi yang mendukung tindakan dan kondisi kehidupan yang kondusif untuk
kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Pada
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan (Depkes RI, 2006) disebutkan bahwa
promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Dalam melakukan promosi kesehatan tidak terlepas dari perilaku. Perilaku tidak
hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga
dimensi ekonomi. Sistem nilai dan norma merupakan ramburambu bagi seseorang untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sistem nilai dan norma “dibuat” oleh
masyarakat untuk dianut oleh individu-individu anggota masyarakat tersebut. Namun
demikian sistem nilai dan norma, sebagai sistem sosial, adalah sesuatu yang dinamis.
Artinya, sistem nilai dan norma suatu masyarakat akan berubah mengikuti perubahan-
perubahan lingkungan dari masyarakat yang bersangkutan (Depkes RI, 2006).
Hasil Konferensi Internasional ke-4 tentang promosi kesehatan, yang dikutip oleh
Liliweri (2007), menyatakan bahwa prioritas promosi kesehatan dalam abad 21 adalah:
(1) Mempromosikan tanggung jawab sosial bagi kesehatan; (2) Meningkatkan modal
untuk pengembangan kesehatan ; (3) Konsolidasi dan perluasan kemitraan untuk
kesehatan; (4) Meningkatkan kapasitas komunitas dan memperkuat individu dan ; (5)
Melindungi keamanan infrastruktur promosi kesehatan.
2.1.2 Strategi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat
paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan,
yaitu
(1) Gerakan pemberdayaan,
(2) Bina suasana, dan
(3) Universitas Sumatera Utara advokasi, yang diperkuat oleh kemitraan serta metode dan
sarana komunikasi yang tepat (Depkes RI, 2006).
Menurut Notoadmodjo (2003) yang mengutip pendapat Hopkins, defenisi
advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacammacam
bentuk komunikasi persuasif. Advokasi dapat diartikan sebagai upaya atau proses yang
strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak
yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi diarahkan untuk
menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan
perundang-undangan), dana, sarana, dan lainlain sejenis.
Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang
umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana
pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama,
tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu “kebijakan”
(tidak tertulis) di bidangnya. Tidak boleh dilupakan pula tokoh-tokoh dunia usaha, yang
diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-pemerintah (Puspromkes
Depkes RI, 2006).
Strategi advokasi dilakukan dengan melalui pengembangan kebijakan yang
mendukung pembangunan kesehatan melalui konsultasi pertemuanpertemuan dan
kegiatan-kegiatan lain kepada para pengambil keputusan baik kalangan pemerintah,
swasta maupun pemuka masyarakat (Notoatmodjo, 2005).
Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
Universitas Sumatera Utara diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau
melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah,
orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-
lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku
tersebut.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat, khususnya
dalam upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu
dilakukan Bina Suasana (Depkes RI, 2006). Pada pelaksanaannya terdapat tiga
pendekatan dalam Bina Suasana, yaitu
(1) Pendekatan Individu,
(2) Pendekatan Kelompok
(3) Pendekatan

Masyarakat Umum (Depkes RI, 2006), dengan penjelasan sebagai berikut:


1. Bina Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh masyarakat.
Melalui pendekatan ini diharapkan mereka akan menyebarluaskan opini yang
positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan. Mereka juga diharapkan dapat
menjadi individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan
dengan bersedia atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut
misalnya seorang pemuka agama yang rajin melaksanakan 3 M yaitu Menguras,
Menutup dan Mengubur demi mencegah munculnya wabah demam berdarah. Lebih
lanjut bahkan dapat diupayakan agar mereka bersedia menjadi kader dan turut
menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan
perilaku individu.
2. Bina Suasana Kelompok, ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam masyarakat,
seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), Kelompok
keagamaan, Perkumpulan Seni, Organisasi Profesi, Universitas Sumatera Utara
Organisasi Wanita, Organisasi Siswa/Mahasiswa, Organisasi Pemuda, dan lain-lain.
Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau bersama-sama dengan pemuka/tokoh
masyarakat yang telah peduli. Diharapkan kelompok-kelompok tersebut menjadi peduli
terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya.
Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga
mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang
terkait, dan atau melakukan kontrol sosial terhadap individu-individu anggotanya.
3. Bina Suasana Masyarakat Umum, dilakukan terhadap masyarakat umum dengan
membina dan memanfaatkan media-media komunikasi, seperti radio, televisi, koran,
majalah, situs internet, dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dengan
pendekatan ini diharapkan media-media massa tersebut menjadi peduli dan mendukung
perilaku yang sedang diperkenalkan.
Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai
pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota
masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang
diperkenalkan. Strategi bina suasana dilakukan melalui:
(1) Pengembangan potensi budaya masyarakat dengan mengembangkan kerja sama
lintas sektor termasuk organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pemuda, wanita
serta kelompok media massa
(2) Pengembangan penyelenggaraan penyuluhan, mengembangkan media dan sarana,
mengembangkan metode dan teknik serta hal-hal lain yang mendukung
penyelenggaraan penyuluhan.
Universitas Sumatera Utara Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi
secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta
proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu
atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau
menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice)
(Natoadmodjo, 2003).
Sasaran utama dari Pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta
kelompok masyarakat. Dalam mengupayakan agar seseorang tahu dan sadar, kuncinya
terletak pada keberhasilan membuat orang tersebut memahami bahwa sesuatu
(misalnya diare) adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya.
Sepanjang orang yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa
sesuatu itu merupakan masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia menerima
informasi apa pun lebih lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah yang
dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang
masalah yang bersangkutan (Depkes RI, 2006)
Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan
fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan mengajukan
harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini dapat
dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai panutan
(misalnya tentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya tak pernah
terserang diare karena perilaku yang dipraktikkannya). Bilamana sasaran sudah akan
berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh
dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat Universitas
Sumatera Utara diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan
adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat
(community organization) atau pembangunan masyarakat (community development).
Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta
menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai Lembaga-
lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan atau peduli
terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya, baik di antara mereka
maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat
dapat berdayaguna dan berhasilguna (Puspromkes Depkes RI, 2006)

Anda mungkin juga menyukai