Anda di halaman 1dari 35

Faktor internal

Faktor internal merupakan motivasi idealis yang membantu seseoarang dalam


belajar. Seseorang yang memiliki motif internal akan lebih kuat dalam proses
belajarnya dan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan di sekitarnya. Motif
internal lahir dari perenungan tentang konsep diri (filosofis) yang mempertanyakan
manfaat belajar itu sendiri. Seseorang belajar tentunya karena sadar akan
ketidaktahuan dirinya menguasai suatu pengetahuan atau keterampilan.
Seseorang yang sadar akan ketidaktahuan dirinya menguasai suatu pengetahuan
atau keterampilan, maka ia akan berusaha sekuat tenaga untuk mempelajarinya.
Inilah motif internal dalam diri manusia untuk memulai proses belajar.

Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah seluruh faktor yang mendukung proses belajar di luar motif
idealis yang dibahas di atas. Faktor eksternal meliputi peran dari orang tua,
pengajar, dan lingkungan sekitar. Faktor ini sering terabaikan yang diakibatkan
oleh sifatnya hanya tekanan atau paksaan yang diterima oleh murid. Murid yang
telah menganggap belajar hanya sebagai paksaan atau perintah pengajar, maka
belajar baginya hanya sekedar tuntutan kewajiban, yang jika tidak dilakukan akan
mendapatkan hukuman. Kondisi yang dapat mengurangi motivasi belajar murid
adalah ketika guru mendominasi proses belajar maka murid dijadikan sebagai
objek pasif yang hanya mendengarkan dan mentaati semua perintah guru.

Pengertian Health Education

Health education adalah pendidikan keperawatan terbagi menjadi dua tahap yaitu
tahap pendidikan akademik dan pendidikan profesi.

1. Tahap akademik menekankan pada pengetahuan dan teori yang bersifat


deskriptif, sedangkan tahap profesional diarahkan pada tujuan praktis, sehingga
menghasilkan teori preskriptif dan deskriptif.

2. Tahap profesi hanya akan di dapat dilingkungan klinis karena lingkungan klinis
merupakan lingkungan multiguna yang dinamik sebagai tempat pencapaian
berbagai kompetensi praktik klinis seperti tercantum dalam.

Pengertian pendidikan kesehatan adalah proses membuat orang mampu


meningkatkan kontrol dan memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan yang direncanakan
untuk individu, kelompok atau masyarakat agar belajar tentang kesehatan dan melakukan
perubahan-peubahan secara suka rela dalam tingkah laku individu (Entjang, 1991)

Wood dikutip dari Effendi (1997), memberikan pengertian pendidikan kesehatan


merupakan sejumlah pengalaman yang pengaruh menguntungkan secara kebiasaan, sikap
dan pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perseorangan, mayarakat dan
bangsa. Kesemuannya ini, dipersiapkan dalam rangka mempermudah diterimannya secara
suka rela perilaku yang akan meningkatkan dan memelihara kesehatan.

Menurut Steward dikutip dari Effendi (1997), unsur program kesehatan dan
kedokteran yang didalamnya terkandung rencana untk merubah perilaku perseorangan dan
masyarakat dengan tujuan untuk membantu tercapainya program pengobatan, rehabilitasi,
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.

Menurut Ottawwa Charter (1986) yang dikutip dari Notoatmodjo S, memberikan


pengertian pendidikan kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai
derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental dan social, maka masyarakat harus
mampu mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dam mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial, budaya, dan sebagainya).

Menurut Notoadmodjo (2003), pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi


atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan.

Menurut Azwar cit Machfoedz (2006), pendidikan kesehatan adalah sejumlah


pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap, dan
pengetahuan yang ada hubungannya dengan kesehatan perseorangan, masyarakat, dan
bangsa.kurikulum profesional.

Dapat dirumuskan bahwa pengertian pendidikan kesehatan adalah upaya untuk


mempengaruhi, dan atau mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau
masyarakat, agar melaksanakan perilaku hidup sehat. Sedangkan secara operasional,
pendidikan kesehatan merupakan suatu kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2003).

2.1.1 Tujuan Health Education

Untuk mengubah pemahaman perilaku belum sehat menjadi perilaku sehat. Menurut
Machfoedz (2006) citAzwar (1983: 18), membagi menjadi 3 macam, yaitu:

1. Perilaku yang menjadikan kesehatan sebagai suatu yang bernilai di masyarakat


sehingga kader kesehatan mempunyai tanggung jawab didalam penyuluhannya
mengarahkan cara hidup sehat menjadi kebiasaan masyarakat sehari-hari.
2. Secara mandiri mampu menciptakan perilaku sehat bagi dirinya sendiri maupun
kelompok, dalam hal ini pelayanan kesehatan dasar diarahkan agar dikelola sendiri oleh
masyarakat dalam bentuk yang nyata contohnya adalah posyandu.

3. Mendorong perkembangan dan penggunaan sarana pelayanan kesehatan yang ada


secara tepat.

2.1.2 Faktor-faktor yang mendukung proses pendidikan kesehatan

Factor-faktor yang mendukung proses pendidikan kesehatan antara lain :

1. Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik


(pelaku pendidikan)

2. Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain)

3. Output (melakukan apa yang diharapkan atau perilaku).

2.1.3 Faktor-faktor yang menghambat proses pendidikan kesehatan

Faktor internal

 Diri sendiri

 Keluarga

 Motivasi

Faktor eksternal

 Pengaruh lingkungan

 Pengaruh iptek

 Pengaruh budaya

2.2 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :


1. Dimensi sasar.

a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.

2. Dimensi tempat pelaksanaan

a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga

b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.

c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran


masyarakat atau pekerja.

3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan

a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal :


peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.

b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal :


imunisasi

c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early


diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan
sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.

d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan


memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.

2.2.1 Tingkat pelayanan pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan


(five levels of prevention) dari Leavel dan Clark cit Herawani (2001), yaitu :

1) Promosi kesehatan (Health Promotion)

Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam kebersihan


perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan berkala,
peningkatan gizi dan kebiasaan hidup sehat.
2) Perlindungan khusus (Specific Protection)

Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan


kesadaran masyarakat. Misalnya tentang pentingnya imunisasi sebagai cara
perlindungan terhadap penyakit pada anak maupun orang dewasa. Program imunisasi
merupakan bentuk pelayanan perlindungan khusus.

3) Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)

Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena rendahnya tingkat


pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penyakit yang terjadi di
masyarakat. Keadaan ini menimbulkan kesulitan mendeteksi penyakit yang terjadi di
masyarakat, masyarakat tidak mau periksa dan diobati penyakitnya. Kegiatan pada
tingkat pencegahan ini meliputi pencarian kasus, penyembuhan dan pencegahan
berlanjutnya proses penyakit, pencegahan penyebaran penyakit menular, dan
pencegahan komplikasi.

4) Pembatasan cacat (Disability Limititato)

Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena masyarakat sering


didapat tidak mau melanjutkan pengobatannya sampai tuntas aau tidak mau
melakukan pemeriksaan dan pengobatan penyakit secara tuntas atau tidak mau
melakukan pemeriksaan dan pengobatan penyakit secara tuntas. Hal ini terjadi karena
kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penyakitnya.
Pada tingkat ini kegiatan meliputi perawatan untuk menghentikan penyakit,
pencegahan komplikasi lebih lanjut, mengatasi kecacatan dan mencegah kematian.

5) Rehabilitasi (Rehabilitation)

Pada tingkat pendidikan kesehatan diperlukan karena setelah sembuh dari suatu
penyakit tertentu, seseorang mungkin menjadi cacat. Untuk memulihkan
kecacatannya itu diperlukan latihan-latihan. Untuk melakukan suatu latihan yang baik
dan benar sesuai program yang ditentukan, diperlukan adanya pengertian dan
kesadaran dari masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ada rasa malu dan takut
tidak diterima untuk kembali ke masyarakat setelah sembuh dari suatu penyakit atau
mungkin masyarakat tidak mau menerima anggota masyarakat lainnya yang baru
sembuh dari suatu penyakit.
2.2.2 Pendidikan kesehatan dalam keperawatan

Prinsip pendidikan kesehatan

1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan


pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan
sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.

2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada
orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah
kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.

3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya
sendiri.

4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.

2.3 Faktor faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar

Secara umum factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan


atas dua kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal . kedua factor tersebut
saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil
belajar.

2.4 Factor internal

Factor internal adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis
dan factor psikologiss.

a) Factor fisiologis

Factor-faktor fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi


fisik individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.

Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya


sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar
akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya,
kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang
maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar
, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :

a. menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk
kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan
tubuh cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk
belajar,

b. rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat.

c. istirahat yang cukup dan sehat.

Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung,


peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar,
terutama panca indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah
aktivitas belajar dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu masuk
bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia
dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas
belajar adalah mata dan telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun siswwa perlu
menjaga panca indra dengan baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat
kuratif. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan,
memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi
makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.

b) Factor psikologis

Factor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat


memengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi
proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.

a) kecerdasan /intelegensia siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psiko-fisik dalam


mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui
cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan
kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan
dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan
organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi
(executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.

Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses


belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi
iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih
sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu,
semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu
bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya.
Sebagai factor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka
pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap
calon guru professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat
kecerdasannya.

Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah


penggolongan tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh
Terman dan Merill sebagai berikut ((Fudyartanto 2002).

Distribusi Kecerdasan IQ menurut Stanford Revision

Tingkat kecerdasan (IQ) Klasifikasi

140 – 169 Amat superior

120 – 139 Superior

110 – 119 Rata-rata tinggi

90 – 109 Rata-rata

80 – 89 Rata-rata rendah

70 – 79 Batas lemah mental

20 — 69 Lemah mental

Dari table tersebut, dapat diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia,
yaitu:

A. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ


140—IQ 169;
B. Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139;
C. Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;
D. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;
E. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;
F. Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ
79;
G. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—
IQ 69, yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang
tua dan guru atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan
psikolog atau psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat
kecerdasan yang mana, amat superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah
mental. Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat
berharga untuk memprediksi kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap
tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu megarahkan dan merencanakan
bantuan yang akan diberikan kepada siswa.

b) Motivasi

Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar
siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994).
Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan
terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.

Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan
motivasi ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam
diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang
siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca,
karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga
telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki
pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak
tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).

Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi


intrinsic untuk belajar anatara lain adalah:

a. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas.

b. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju.

c. Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari


orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan
lain sebaginya.

d. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib,
teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungansecara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah.

c) Minat

Secara sederhana,minaat (interest) nerrti kecemnderungan dan kegairahan yang


tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003)
minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya
terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian,
keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.

Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan
motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak
bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar
di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.

Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik
mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran
yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh
domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif,
maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan
atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi
dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.

d) Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses


belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap
terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative
(Syah, 2003).

Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak
senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk
mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya
berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap
profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,seorang guru akan berusaha
memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian
sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha
untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan baik dan menarik sehingga
membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan;
meyakinkansiswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi ddiri siswa.

e) Bakat

Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara
umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003).
Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan
umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah
kemampuan seseorang menjadi salah satukomponen yang diperlukan dalam proses
belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil.

Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai
prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat
tertentu, akan lebih mudah menyerap informasiyang berhungan dengan bakat yang
dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.

Karena belajar jug dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para
pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki
oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakatnya.

2.5 Faktor-faktor eksogen/eksternal

Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal


juga dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan
bahwa faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi
dua golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.

1. Lingkungan social
a. Lingkungan social sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-
teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa.
Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa
untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat
menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi
pendorong bagi siswa untuk belajar.

b. Lingkungan social masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat


tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang
kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat
memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika
memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar
yang kebetulan belum dimilkinya.

c. Lingkungan social keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi


kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi
keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat
memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara
anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2. Lingkungan non social.

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;

a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas


dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu
lemah/gelap, suasana yang sejuk dantenang. Lingkungan alamiah
tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas
belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak
mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.

b. Factor instrumental,yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan


dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat
belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua,
software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah,
bukupanduan, silabi dan lain sebagainya.

c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Factor ini


hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga
denganmetode mengajar guru, disesuaikandengan kondisi
perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan
kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru harus
menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang
dapat diterapkan sesuai dengan konsdisi siswa.

2.6 Alat Bantu dan Media Pendidikan Kesehatan

1. Alat bantu (peraga)

Pengertian ;

Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan bahan


pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga. Elgar Dale membagi
alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus menggambarkan
tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam suatu kerucut. Menempati
dasar kerucut adalah benda asli yang mempunyai intensitas tertinggi disusul
benda tiruan, sandiwara, demonstrasi, field trip/kunjungan lapangan, pameran,
televisi, film, rekaman/radio, tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-
kata saja sangat kurang efektif/intensitasnya paling rendah.

Faedah alat bantu pendidikan

1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.

2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.

3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.

4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.

5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.

6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima


kepada orang lain.

7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para


pendidik/pelaku pendidikan.

8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan. Menurut


penelitian ahli indra, yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam
otak adalah mata. Kurang lebih 75-87%pengetahuan manusia
diperoleh/disalurkan melalui mata, sedangkan 13-25% lainnya tersalurkan
melalui indra lain. Di sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih
mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan
pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami,
dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.

10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh


Definisi dan Pendidikan Pomosi Kesehatan
Secara istilah definisi promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan masyarakat
(health promotion) mempunyai dua pengertian. Pertama, sebagai bagian dari tingkat
pencegahan penyakit. Sedangkan pengertian yang kedua, promosi kesehatan diartikan
sebagai upaya memasarkan atau menjual, memperkenalkan pesan-pesan kesehatan
sehingga masyarakat menerima (dalam artian menerima perilaku kesehatan) yang
akhirnya masyarakat mau berperilaku hidup sehat.
Menurut Level dan Carlk ada lima tingkat pencegahan penyakit dalam prespektif
kesehatan masyarakat, yakni:
 Health promotion (Peningkatan/promosi kesehatan)
 Spesific protection (perlindungan khusus melalui imunisasi)
 Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan kecatatan)
 Disability limitation (membatasi atau mengurangi terjadinya kecatatan)
 Rehabilitation (pemulihan)
Bergesernya pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan, tidak terlepas dari
sejarah praktik pendidikan kesehatan di dalam kesehatan masyarakat. Dari hasil-hasil studi
yang dilakukan oleh WHO dan para ahli pendidikan kesehatan, terungkap bahwa
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi tetapi praktik mereka masih
rendah. Hal ini berarti bahwa peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
tidak diimbangi dengan perubahan perilakunya. Dengan begitu diketahui bahwa
pendidikan kesehatan menimbulkan kesan yang negatif. Oleh sebab itu, agar pendidikan
kesehatan global tidak terkesan negatig, maka para ahli pendidikan kesehatan global yang
dimotori oleh WHO, pada tahun 1984 merevitalisasi pendidikan kesehatan tersebut
dengan menggunakan istilah promosi kesehatan (health promotion). Dengan penggunaan
istilah promosi kesehatan sebagai “pengganti” pendidikan kesehatan ini, mempunyai
implikasi terhadap batasan atau definisinya.
Batasan promosi kesehatan menurut Yayasan Kesehatan Victoria (victoria Health
Foundation-Australia, 1997) mengatakan:
“Health Promotion Is A Program are design to bring about ‘change’ within people,
organization, communites, and their environment”

b. Promosi kesehatan dan Perilaku


Masalah kesehatan masyarakat, termaksud penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama,
yaitu perilaku dan non perilaku (fisik, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya). Upaya
intervensi terhadap faktor perilaku dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yakni:
 Pendidikan (education)
 Paksaan atau tekanan (coercion)
Promosi kesehatan merupakan revitalisasi dari pendidikan kesehatan, maka dapat
dikatakan bahwa promosi kesehatan merupakan upaya intervensi terhadap faktor perilaku
dalam kesehatan masyarakat. Menurut Lawrence Green (1980), perilaku ditentukan oleh
3 faktor utama, yakni:
 Faktor predisopsi (predisposing)
Merupakan faktor yang dapat mempredisopsi terjadinya perilaku pada diri seseorang
atau masyarakat dikarenakan pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat
tersebut terhadap apa yang dilakukan.

 Faktor pemungkin (enabling factors)


Faktor pemungkin adalah fasilitas, sarana atau prasarana yang mendungkung
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
 Faktor penguat (reinforcing factors)
Merupakan faktor yang memperkuat terjadinya perilaku seseorang dikarenakan tokoh
masyarakat merupakan faktor penguat tersebut.
Dengan demikian kegiatan promosi kesehatan sebagai pendekatan perilaku dapat
diarahkan kepada 3 faktor tersebut.
 Promosi Kesehatan terhadap Faktor Predisopsi
Dengan melakukan kegiatan berupa pemberian informasi atau pesan kesehatan dan
penyeluhan kesehatan. Kegiatan ini dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap
tentang kesehatan, sehingga akan terjadinya perilaku sehat pada masyarakat.
 Promosi Kesehatan terhadap Faktor Pemungkin
Dengan melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui pengorganisasian
atau pengembangan masyarakat. Dengan, kegiatan ini masyarakat mampu untuk
memfasilitasi diri mereka sendiri untuk berperilaku sehat.
 Promosi Kesehatan terhadap Faktor Penguat
Dengan melakukan pelatihan-pelatihan kepada para tokoh masyarakat, baik formal
maupun informal. Dengan adanya pelatihan maka para tokoh masyarakat akan
menstranformasikan pengetahuan-pengetahuan tentang kesehatan kepada
masyarakat sesuai dengan ketokohan mereka.

c. Visi dan Misi Promosi Kesehatan


Visi promosi kesehatan (khususnya di Indonesia) tidak terlepas dari visi
pembangunan kesehatan di Indonesia, seperti yang tercantum dalam undang-undang
keshatan RI No. 23 Tahun 1992, yakni:
“meningkatkanya kemampuan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatannya, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif
secara ekonomi maupun sosial.” Dengan demikian dapat dirumuskan “masyarakat mau
dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya.”
Upaya-upaya untuk mewujudkan visi promosi kesehatan disebut “misi promosi
kesehatan”. Secara umum misi promosi kesehatan sekurang-kurangnya ada tiga hal,
yaitu:
 Advokat (advocate)
Kegiatan yang ditujukan untuk para pengambil keputusan dari berbagai tingkat, dan
sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan kegiatan ini adalah meyakinkan para pejabat
penentu kebijakan, bahwa program kesehatan yang akan dijalnkan tersebut penting
(urgen).
 Menjembatani (mediate)
Menjambantani dalam promosi kesehatan merupakan perekat kemitraan di bidang
pelayanan kesehatan. Kemitraan sangat penting karena tanpa kemitraan sektor
kesehatan tidak mampu menangani masalah-masalah kesehatan yang begitu
kompleks dan luas.
 Memampukan (enable)
Promosi kesehatan memiliki misi untuk memampukan masyarakat. Hal ini berarti, baik
secara langsung atau melalui tokoh-tokoh masyarakat, promosi kesehatan harus harus
memberikan ketrampilan-ketrampilan kepada masyarakat agar mandiri di bidang
kesehatan.

d. Strategi Promosi Kesehatan


Berdasarkan rumusan WHO (1994), strategi promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3
hal, yaitu:
 Advokasi (advocacy)
Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para
pembuat keputusan dan diberbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau
mendukung program kesehatan yang diinginkan.

 Dukungan sosial
Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial
melalui tokoh-tokoh masyarakat, baik tokoh masyarakat formal maupun informal.
 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditunjukan kepada
masyarakat langsung.

e. Ruang Lingkup promosi kesehatan


Ilmu-ilmu yang dicakup promosi kesehatan dapat dikelompokan menjadi 2 bidang, yaitu:
 Ilmu perilaku
 Ilmu-ilmu yang diperlukan untuk intervensi perilaku
Berdasarkan dimensi dan tempat pelatanaksanaannya ruang lingkup promosi kesehatan
terbagi atas 2 duamensi, yaitu:
 Pelayanan preventif dan promotif
Pelayanan bagi kelompok masyarakat yang sehat, agar kelompok ini tetap sehat dan
bahkan meningkat status kesehatannya.
 Pelayanan kuratif dan rehabilitatif
Pelayanan kelompok masyarakat yang sakit, agar kelompok ini sembuh dari sakitnya
dan menjadi pulih kesehatannya.

B. Metode dan Media Promosi Kesehatan


a. Metode promosi kesehatan
Promosi atau pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau
usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu.
Ada beberapa metode dalam promosi kesehatan diantaranya, adalah:
 Metode Promosi Individual (perorangan)
Dalam promosi kesehatan, metode yang bersifat individual igunakan untuk membina
perilaku baru atau membina seseorang yang telah tertarik kepada suatu perubahan
perilaku atau invasi.
 Metodi Promosi Kelompok
Dalam memilih metode promosi kelompok, harus mengingat besarnya kelompok
sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok yang besar,
metodenya akan beda dengan kelompok kecil.
 Metode Promosi Kesehatan Massa
Digunakan untuk mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditunjukan kepada
masyarakat yang sifatnya massa atau publik.

b. Media Promosi Kesehatan


Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilakan
pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media
cetak, elektronika dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkat
pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif
terhadap kesehatan.
Penggolongan media promosi kesehatan.
 Berdasarkan bentuk umum penggunaannya
 Berdasarkan cara reproduksi
C. Aplikasi Promosi Kesehatan
Ada beberapa aplikasi promosi kesehatan diantara adalah:
a. Perencanaan Promosi Kesehatan
erupakan suatu proses diagnosis penyebab masalah, penetapan prioritas masalah dan alokasi
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan.
Langkah-langkah dari dalam perencanaan promosi kesehatan:
 Menentukan kebutuhan primosi kesehatan
 Diagnosis masalah
 Menetapkan prioritas
 Mengembangkan komponen promosi kesehatan
 Menentukan tujuan promosi kesehatan
 Menentukan sasaran promosi kesehatan
 Menentukan isi promoksi kesehatan
 Menentukan metode yang akan digunakan
 Menentukan media yang akan digunakan
 Menyususn rencana evaluasi
 Menyusun jadwal pelaksanaan

b. Evaluasi Promosi Kesehatan


pada prinsipnya, evaluasi promosi kesehatan sama dengan evaluasi kesehatan lainnya,
karakteristiknya ialah dalam indikator yang di samping memakai indikator epidomogolik
sebagai indikator dampak seperti upaya kesehatan lainnya, dalam mengukur efek, lebih
menggunakan indikator perilaku. Indikator kesehatan (secara sistem) mencakup input,
proses, keluaran, efek dan dampak, pada tahap perencanaan implementasi maupun evaluasi
suatu upaya kesehatan. Indikator kesehatan dapat menjadi:
 Penunjuk masalah kesehatan
 Penunjuk keadaan sumber daya kesehatan
 Penunjuk kesehatan lingkungan
 Keadaan kebijakan kesehatan.
c. Promosi Kesehatan Melalui Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat
 PMM dalam “Disiplin Keilmuan” Pendidikan dan Promosi Kesehatan
Minat pokok “disiplin keilmuan” Pendidikan dan Promosi Kesehatan dalam kompleks
kesehatan masyarakat adalah masalah perubahan perilaku kesehatan. Minat pokok ini yang
menjadikan khas pendidikan dan promosi kesehatan yang membedaknya dari “disiplin
keilmuan” lain dibidang kesehatan masyarakat. Pengorganisasian dan Pengembangan
Masyarakat (PMM) merupakan teknologi yang digunakan untuk melakukan intervensi pada
faktor pendukung (enabling factors) sebagai salah satu prasyarat untuk terjadinya proses
perubahan perilaku.
 Pendekatan Direktif dan Non Derektif
Pada pendekatan yang bersifat non direktif, maka diambil asumsi bahwa masyarakat
tahu apa sebenarnya yang mereka butuhkan dan apa yang baik uttuk mereka. Peranan
pokok ada pada masyarakat, sedangkan petugas lebih bersifat menggali dan
mengembangkan potensi masyarakat.
d. Promosi Kesehatan Di Sekolah
Promosi kesehatan di sekolah merupakan langkah yang strategis dalam upaya peningkatan
kesehatan masyarakat, karena hal ini didasarkan pemikiran bahwa:
 Sekolah merupakan lembaga yang dengan sengaja didirikan untuk membina dan
menigkatkan kualitas sumber daya manusia, baik fisik, mental, moral, maupun
intelektual.
 Promosi kesehatan melalui komunitas sekolah ternyata paling efektif di antara
upaya kesehatan masyarakat yang lain, khususnya dalam pengembangan perilaku
hidup sehat.
Ada beberpa program promosi kesehatan di sekolah diantaranya, adalah:
 Menciptkan lingkungan sekolaha yang sehat
 Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan
 Keamanan umum sekolah dan lingkungannya

Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP)

Garis-garis Besar Program Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai silabus.
GBPP suatu mata pelajarana atau mata kuliah tertentu disusun untuk satu semster. GBPP
sangat bermanfaat untuk dosen sabagai pedoman mengajar dalam satu semester. GBPP
memberikan petunjuk secara lengkap setiap pertemuan kuliah demi pertemuan, secara rinci
dengan tujuan perkuliahan, ruang lingkup, media yang digunakan, serta materi yang diajarkan.

Garis-garis Besar Program Pembelajaran biasa juga disebut sebagai course outline, atau outline
perkuliahan. GBPP meliputi TIU (tujuan instruksi umum) dan TIK (tujuan instruksi khusus).
Tujuan instruksional umum (TIU) atau istilah lainnyageneral instructional objective berisi
kompetensi-kompetensi umum yang diharapkan dikuasai, atau ditampilkan oleh peserta didik
setelah menyelesaikan suatu mata kuliah. Kompetensi itu terdiri dari kata kerja (verb) dan object
(object).

Tujuan Instuksional Khusus merupakan uraian atau jabaran dari kompetensi umum yang
terdapat di dalam TIU. Dosen sebagai pendidik harus mengetahui apa – apa saja unsur yang
terdapat dalam membuat TIK.. Dalam menyusun TIK terdapat empat unsur yang harus ada
yaitu; mahasiswa, behavior (kata kerja), degree, dan condition (ABCD). Kompetensi khusus
dalam TIK mempiliki jenjang taksonomi yang lebih rendah dari kompetensi yang terdapat di
dalam TIU.

Dalam GBPP juga perlu dijelaskan mengenai estimasi waktu pengajaran. setiap pertemuan dan
materi yang disampaikan perlu diberi satuan waktu agar pemberian materi atau pengajaran
dapat terarah dan terjadwal dengan baik.

Tidak lupa pula Garis-garis Besar Program Pembelajaran perlu mencantumkan sumber-sumber
pustaka pada materi yang diajarkan, sebagai referensi peserta didik (mahasiswa) utnuk lebih
mendalami materi yang dijelaskan.

Satuan Acara Pengajaran

NoSAP (Satuan Acara Pengajaran) adalah pokok pengajaran yang meliputi satu atau beberapa
pokok bahasan untuk diajarkan selama satu kali atau beberapa kali pertemuan.AP mengandung
komponen-komponen kegiatan belajar mengajar, media dan alat pengajaran dan evaluasi.

SAP lebih menjelaskan tahapan-tahapan dalam satu kali pertemuan kuliah. Yaitu meliputi :

a. pendahuluan.

dalam tahapan pendahuluan ini di setiap pertemuannya berkisar antara 5-10 menit awal.
Tujuannya adalah persiapan individu menghadapi materi yang akan diberikan dalam satu kali
pertemuan perkuliahan tersebut. Dosen menjelaskan kepada mahasiswa secara global apa saja
yang akan diberikan dalam pertemuan tersebut.

b. tahap penyajian

Merupakan proses belajar mengajar. Berkisar 80-90% dari keseluruhan waktu perkuliahan untuk
membahas materi. Materi diberikan meliputi uraian, contoh, dan soal.

c. tahap penutup
Merupakan proses mereview ulang apa saja yang telah diberikan dalam satu pertemuan tersebut
dan memberikan kesimpulan dari materi hari itu. Penutup juga bisa berupa umpan balik, dan
persiapan untuk materi selanjutnya.

Nah, itulah penjelasan singkat tentang Garis-garis Besar Program Pembelajaran dan Satuan
Acara Ppengajaran serta perbedaan antara keduanya, kesimpulannya adalah GBPP dapat juga
dikatakan sebagai silabus yang sekarang ini terdapat di sekolah, demikain juga SAP dapat
dikatakan sama dengan Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

Berikut contoh GBPP dan SAP yang dapat anda Unduh


dihttp://documents.tips/documents/format-gbpp-dan-sap-dikti.html

MENU

PUTRA NUSANTARA
PUTRA NUSANTARA ASKEP KEPERAWATAN MANAJEMEN Makalah Discharge Planning (Perencanaan Pemulangan)

Makalah Discharge Planning (Perencanaan Pemulangan)

January 30, 2018 ASKEP KEPERAWATAN MANAJEMEN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan adalah suatu disiplin ilmu yang komplit. Asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat merupakan rangkaian tindakan yang ditujukan
untuk mengatasi permasalah yang dialami oleh pasien. Dengan melaksanakan
asuhan keperawatan yang baik diharapakan menjadikan permasalahan yang
di alami oleh pasien segera teratasi.

Setelah pasien menjalani perawatan di rumah sakit, tidak jarang pasien pulang
dengan kondisi yang belum mandiri sepenuhnya. Beberapa pasien pulang
dengan status kondisi critical. Pada kondisi seperti proses pemulangan menjadi
sangat sensitif. Perawat harus mampu menangkap permasalahan ini dengan
baik dan mengantisipasinya. Pasien yang pulang dengan kondisi critical atau
membutuhkan bantuan, seringkali menjadikan kebingungan bagi keluarga untuk
melanjutkan perawatan dirumah. Untuk mengatasi hal ini pemulangan haruslah
direncanakan dengan baik oleh seluruh konponen pemberi asuhan di rumah
sakit.

Rencana pemulangan yang dilakukan terintegrasi oleh seluruh pemberi asuhan


haruslah terkoordinasi dengan baik. Perawat dalam hal ini memegang peranan
yang sangat signifikan. Hal ini membutuhkan pemahaman yang baik bagi
perawat dalam masalah discharge planningatau rencana pemulangan.

Discharge planning atau rencana pemulangan menjadi isu yang sangat penting
ahir-ahir ini. Dengan masuknya discharge planning dalam standar akreditasi
rumah sakit baik versi KARS maupun JCI menjadikan semua rumah sakit dituntut
mampu melaksanakan proses discharge planning dengan baik. Perawat
sebagai salah satu pemberi asuhan wajib memahami discharge
planningbeserta urgensinya agar dapat memberikan asuhan yang berkualitas
bagi pasienya.

B. Tujuan
Untuk memahami konsep discharge planning dan mengetahui peran perawat
dalam discharge planning.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Discharge Planning


Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan dan
aktivitas-aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan
yang kontinu dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga
pelayanan kesehatan.1 Discharge planning juga didefenisikan sebagai proses
mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit
yang lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan kesehatan
umum. Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian
berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang
kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan,
perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan.2
Discharge planning adalah suatu proses yang digunakan untuk memutuskan apa
yang perlu pasien lakukan untuk dapat meningkatkan kesehatannya.
Dahulu, disharge planning sebagai suatu layanan untuk membantu pasien
dalam mengatur perawatan yang diperlukan setelah tinggal di rumah sakit. Ini
termasuk layanan untuk perawatan di rumah, perawatan rehabilitatif,
perawatan medis rawat jalan, dan bantuan lainnya. Sekarang discharge
planning dianggap sebagai proses yang dimulai saat pasien masuk dan tidak
berakhir sampai pasien dipulangkan. Keluar dari rumah sakit tidak berarti
bahwa pasien telah sembuh total. Ini hanya berarti bahwa dokter telah
menetapkan bahwa kondisi pasien cukup stabil untuk melakukan perawatan
dirumah.3
Discharge planning merupakan suatu proses interdisiplin yang menilai perlunya
sebuah perawatan tindak lanjut dan seseorang untuk mengatur perawatan
tindak lanjut tersebut kepada pasien, baik perawatan diri yang diberikan oleh
anggota keluarga, perawatan dari tim profesional kesehatan atau kombinasi
dari keduanya untuk meningkatkan dan mempercepat kesembuhan pasien.4

B. Tujuan Discharge planning


Tujuan dari dilakukannya discharge planning sangat baik untuk kesembuhan dan
pemulihan pasien pasca pulang dari rumah sakit. Tujuan discharge
planning/perencanaan pulang antara lain sebagai berikut5:

1. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial.

2. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga.

3. Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien.

4. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain

5. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan


serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan
pasien

6. Melaksanakan rentang keperawatan antara rumah sakit dan masyarakat.

Di dalam perencanaan pulang, terdapat pemberian edukasi atau discharge


teaching dari tim kesehatan. Discharge teaching harus melibatkan keluarga
pasien atau perawat lainnya untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan
home care yang tepat. Discharge teaching bertujuan agar pasien5 :

1. Memahami mengenai penyakitnya

2. Melakukan terapi obat secara efektif

3. Mengikuti aturan diet secara hati-hati

4. Mengatur level aktivitasnya

5. Mengetahui tentang perawatan yang dilakukan

6. Mengenali kebutuhan istirahatnya

7. Mengetahui komplikasi yang mungkin dialami


8. Mengetahui kapan mencari follow up care

C. Manfaat Discharge planning


Perencanaan pulang mempunyai manfaat antara lain sebagai berikut5:

1. Memberi kesempatan kepada pasien untuk mendapat panjaran selama di


rumah sakit sehingga bisa dimanfaatkan sewaktu di rumah.

2. Tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk menjamin kontinutas


keperawatan pasien.

3. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada


penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan
keperawatan baru.

4. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan keperawatan


rumah.

Manfaat lain dari discharge planning, diantaranya adalah:

1. Menurunkan jumlah kekambuhan

2. Penurunan perawatan kembali ke rumah sakit dan kunjungan ke ruangan


kedaruratan yang tidak perlu kecuali untuk beberapa diagnosa

3. Membantu pasien untuk memahami kebutuhan setelah perawatan dan


biaya pengobatan

4. Setelah pasien dipulangkan, pasien dan keluarga dapat mengetahui apa


yang telah dilaksanakan, apa yang harus dan tidak boleh dilakukan dan
bagaimana mereka dapat meneruskan untuk meningkatkan status
kesehatan pasien

5. Ringkasan pulang dapat disampaikan oleh perawat praktisi atau


perawat home care dan mungkin dapat dikirim ke dokter yang terlibat
untuk dimasukkan dalam catatan institusi untuk meningkatkan
kesinambungan perawatan dengan kerja yang kontinu ke arah tujuan dan
pemantauan kebutuhan.
D. Prinsip Discharge planning
Tingkat keberhasilan dari discharge planning serta penyembuhan pasien harus
didukung terhadap adanya prinsi-prinsip yang mendasari, yang juga
merupakan tahapan dari proses yang nantinya akan mengarah terhadap hasil
yang diinginkan. Prinsip discharge planning antara lain6:

1. Mempunyai pengetahuan yang spesifik terhadap suatu proses penyakit


dan kondisinya

2. Dapat memperkirakan berapa lama recovery pasien, serta perbaikan


kondisi yang muncul dari proses penyembuhan tersebut

3. Melibatkan serta selalu berkomunikasi dengan pasien, keluarga atau


pengasuh dalam proses discharge planning

4. Turut serta dalam menangani masalah dan kesulitan yang mungkin akan
muncul terhadap pasien

5. Melibatkan suatu proses dalam tim multidisiplin

6. Selalu mengkomunikasikan rencana yang akan dilakukan dengan tim


multidisiplin untuk menghindari adanya kesalahan

7. Membuat suatu arahan yang tepat dan tindak lanjut yang sesuai dengan
hasil

8. Memiliki suatu koordinasi tim untuk tindak lanjut rencana perawatan


berkelanjutan dan memiliki informasi tentang nama tim kesehatan yang
bertanggung jawab untuk setiap tindakan, serta dalam kasusu yang
kompleks dilakukan identifikasi satu pemimpin kasus

9. Disiplin, tegas serta selalu melaksanakan aktivitas dari discharge


planning

10. Meninjau dan selalu memperbarui rencana untuk progress yang lebih
baik

11. Selalu memberikan informasi yang akurat terhadap semua yang terlibat.

Prinsip discharge planning yang lain5yaitu:

1. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan


kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.

2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi. Kebutuhan ini dikaitkan dengan


masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga
kemungkinan masalah yang mungkin timbul di rumah dapat segera
diantisipasi.
3. Perencanaa pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang
merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja
sama.

4. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang


ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang
disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia atau
fasilitas yang tersedia di masyarakat.

5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan.


Setiap pasien masuk tatanan pelayanan maka perencanaan pulang harus
dilakukan.

E. Jenis Discharge planning


Klasifikasi jenis pemulangan pasien adalah sebagau berikut5:

1. Conditioning discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan pulang ini


dilakukan apabila kondisi pasien baik dan tidak terdapat komplikasi.
Pasien untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada pengawasan
dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat.

2. Absolute discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara ini merupakan


akhir dari hubungan pasien dengan rumah sakit. Namun apabila pasien
perlu dirawat kembali, maka prosedur perawatan dapat dilakukan
kembali.

3. Judicial discharge (pulang paksa), kondisi ini pasien diperbolehkan pulang


walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi
pasien harus dipantau dengan melakukan kerja sama dengan perawat
puskesmas terdekat.

F. Komponen Discharge planning


Ada beberapa komponen spesifik dari discharge planning yang harus
didokumentasikan meliputi:

1. Peralatan atau barang yang diperlukan dirumah; pastikan bahwa


keluarga dapat memperoleh atau mengetahuinya dimana keluarga
dapat mendapatkan segala peralatan atau barang yang dibutuhkan
pasien
2. Perkenalkan cara penggunaan peralatan atau barang yang diperlukan
pasien, termasuk ajarkan dan demonstrasikan cara perawatan pasien
kepada keluarga

3. Untuk diet, sarankan pada ahli nutrisi untuk mengajarkan pasien dan
keluarga agar memahami makanan yang seharusnya dikonsumsi maupun
tidak.

4. Obat-obatan selalu dipastikan selalu tersedia di rumah

5. Untuk prosedur tertentu, seperti penggantian dresssing, dapat dilakukan


dirumah. Pada kondisi awal, prosedur harus didampingi oleh perawat
supervisi dan klien atau keluarga dapat mengikuti untuk mempraktekkan
dibawah pengawasan perawat supervisi

6. Pada setiap kunjungan, perawat selalu mendokumentasikan apakah


pasien dan keluarga mendapatkan atau menyediakan obat atau alat
yang dibutuhkan pasien dirumah

7. Membuat janji untuk kunjungan rumah selanjutnya

8. Ajarkan mengenai aktivitas yang dianjurkan dan boleh dilakukan serta


yang tidak diperbolehkan

9. Dokumentasikan setiap edukasi yang telah diajarkan pada pasien dan


keluarga
Hal penting sebelum dilakukannya discharge planning antara lain:

1. Identifikasi dan kaji apa yang kebutuhan pasien yang harus dibantu
pada discharge planning

2. Kolaborasikan bersama pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya untuk


memfasilitasi dilakukannya discharge planning

3. Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang strategi pencegahan


agar tidak terjadi kekambuhan atau komplikasi

4. Rekomendasikan beberapa pelayanan rawat jalan atau rehabilitasi pada


pasien dengan penyakit kronis

5. Komunikasi dan koordinasikan dengan tim kesehatan lainnya tentang


langkah atau rencana dari discharge planning yang akan dilakukan

G. Mekanisme Discharge planning


Discharge planning mencakup kebutuhan seluruh pasien, mulai dari
fisik, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Proses ini tiga fase, yaitu akut,
transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Pada fase akut, diutamakan upaya
medis untuk segera melaksanakan discharge planning. Pada fase transisional,
ditahap ini semua cangkupan pada fase akut dilaksankan tetapi urgensinya
berkurang. Dan pada fase pelayanan berkelanjutan, pasien mampu untuk
berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan
berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan.1
Contoh format discharge planning sebagai berikut1 :
1. Pengkajian

a. Sejak pasien masuk kaji kebutuhkan discharge planning pasien, focus


pada terhadap kesehatan fisik, status fungsional, sistem pendukung
sosial, finansial, nilai kesehatan, latar belakang budaya dan etnis,
pendidikan, serta tintangam terhadap keperawatan.

b. Kaji pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan berhubunga


dengan kondisi yang akan diciptakan di rumah tempat tinggal pasien
setelah keluar dari rumah sakit sehingga terhindar dari komplikasi

c. Kaji cara pembelajaran yang disukai oleh pasien agar pendidikan


kesehatan yang diberikan bermanfaat dan dapat ditangkap oleh
pasien maupun keluarga. Tipe materi pendidikan yang berbeda-
beda dapat mengefektifkan cara pembelajaran yang berbeda
pada pasien.

d. Kaji bersama-sama dengan pasien dan keluarga terhadap


setiap faktor lingkungan di dalam rumah yang mungkin menghalangi
dalam perawatan diri seperti ukuran ruangan, kebersihan jalan menuju
pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi, ketersediaan alat-alat yang
berguna (seorang perawat perawatan di rumah dapat dirujuk untuk
membantu dalam pengkajian).

e. Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam mengkaji


kebutuhan untuk rujukan pelayanan kesehatan rumah maupun fasilitas
lain.

f. Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap keberlanjutan perawatan


kesehatan di luar rumah sakit. Mencakup pengkajian terhadap
kemampuan keluarga untuk mengamati care giver dalam memberikan
perawatan kepada pasien. Dalam hal ini sebelum mengambil
keputusan, mungkin perlu berbicara secara terpisah dengan pasien
dan keluarga untuk mengetahui kekhawatiran yang sebenarnya atau
keragu-raguan diantara keduanya.

g. Kaji penerimaan pasien terhadap penyakit yang sedang diderita


berhubungan dengan pembatasan.

h. Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain


tentang kebutuhan setelah pemulangan (seperti ahli gizi, pekerja
sosial, perawat klinik spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan
di rumah). Tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda.

2. Perencanaan
Perry dan Potter (2005) hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah
dilaksanakan adalah sebagai berikut:

a. Pasien atau keluarga sebagai caregiver mengerti akan


keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah (atau fasilitas lain),
penatalaksanaan atau pengobatan apa yang dibutuhkan.

b. Pasien dan keluarga mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan


diri.

c. Rintangan kepada pergerakan pasien dan ambulasi telah


diubah dalam setting rumah.

3. Penatalaksanaan
Perry dan Potter (2005) penatalaksanaan dapat dibedakan dalam dua
bagian, yaitu penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari
pemulangan, dan penatalaksanaan yang dilakukan pada hari
pemulangan.

a. Persiapan Sebelum Hari Pemulangan Pasien


1) Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah demi memenuhi
kebutuhan pasien.
2) Mempersiapkan pasien dan keluarga dengan memberikan informasi
tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan komunitas. Rujukan
dapat dilakukan sekalipun pasien masih di rumah.
3) Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar serta kemauan
untuk belajar, mengadakan sesi pengajaran dengan pasien dan
keluarga secepat mungkin selama dirawat di rumah sakit. Pamflet,
buku-buku, atau rekaman video dapat diberikan kepada pasien
muapun sumber yang yang dapat diakses di internet.
4) Komunikasikan respon pasien dan keluarga terhadap penyuluhan
dan usulan perencanaan pulang kepada anggota tim kesehatan
lain yang terlibat dalam perawatan pasien.

b. Penatalaksanaan pada Hari Pemulangan


Perry dan Potter (2005) berpendapat apabila beberapa aktivitas
berikut ini dapat dilakukan sebelum hari pemulangan, maka
perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif. Adapun aktivitas
yang dilakukan yaitu:
1) Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu yang
berhubungan dengan perawatan di rumah. Kesempatan terakhir
untuk mendemonstrasikan kemampuan juga bermanfaat.
2) Periksa instruksi pemulangan dokter, masukkan dalam terapi, atau
kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus. (Instruksi harus
dituliskan sedini mungkin). Persiapkan kebutuhan yang mungkin
diperlukan pasien selama perjalanan pulang (seperti tempat tidur
rumah sakit, oksigen, feeding pump).
3) Pastikan pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam kebutuhan
transportasi menuju ke rumah.
4) Tawarkan bantuan untuk memakaikan baju pasien dan semua
barang milik pasien. Jaga privasi pasien sesuai kebutuhan.
5) Periksa seluruh ruangan dan laci untuk memastikan barang-barang
pasien. Dapatkan daftar pertinggal barang-barang berharga
yang telah ditandatangani oleh pasien, dan instruksikan penjaga
atau administrator yang tersedia untuk menyampaikan barang-
barang berharga kepada pasien.
6) Persiapkan pasien dengan prescription atau resep
pengobatan pasien sesuai dengan yang diinstruksikan oleh
dokter. Lakukan pemeriksaan terakhir untuk kebutuhan informasi
atau fasilitas pengobatan yang aman untuk administrasi diri.
7) Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji follow up ke kantor
dokter.
8) Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah
pasien membutuhkan daftar pengeluaran untuk
kebutuhan pembayaran. Anjurkan pasien dan keluarga
mengunjungi kantornya.
9) Dapatkan kotak untuk memindahkan barang-barang pasien. Kursi
roda untuk pasien yang tidak mampu ke mobil ambulans. Pasien
yang pulang dengan menggunakan ambulans diantarkan oleh
usungan ambulans.
10) Bantu pasien menuju kursi roda atau usungan dan gunakan sikap
tubuh dan teknik pemindahan yang sopan. Dampingi pasien
memasuki unit dimana transportasi yang dibutuhkan sedang
menunggu. Kunci roda dari kursi roda. Bantu pasien pindah ke
mobil pribadi atau kendaraan untuk transportasi. Bantu keluarga
menempatkan barang-barang pribadi pasien ke dalam
kendaraan.
11) Kembali ke bagian, dan laporkan waktu pemulangan kepada
departemen pendaftaran/penerimaan. Ingatkan bagian
kebersihan untuk membersihkan ruangan pasien.

4. Evaluasi

a. Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang


penyakit, pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala
yang harus dilaporkan kepada dokter.

b. Minta pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan


setiap pengobatan yang akan dilanjutkan di rumah.

c. Perawat yang melakukan perawatan rumah memperhatikan keadaan


rumah, mengidentifikasi rintangan yang dapat membahayakan bagi
pasien, dan menganjurkan perbaikan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Discharge planning adalah komponen sistem perawatan berkelanjutan sebagai
perencanaan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada pasien dan
keluarganya yang dituliskan untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada
unit yang lain didalam atau diluar suatu agen pelayanan kesehatan umum,
sehingga pasien dan keluarganya mengetahui tentang hal-hal yang perlu
dihindari dan dilakukan sehubunagan dengan kondisi penyakitnya.

Tujuan utama discharge planning adalah membantu klien dan keluarga untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Sedangkan, manfaat discarge
planning bagi pasien diantaranya dapat menurunkan jumlah kekambuhan,
penurunan kembali ke rumah sakit, dan kunjungan ke ruangan kedaruratan yang
tidak perlu kecuali untuk beberapa diagnosa serta dapat kembantu klien untuk
memahami kebutuhan setelah perawatan dan biaya pengobatan.

Tahap-tahap discharge planning pada dasarnya sama dengan tahap-tahap


dalam asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.

B. Saran
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan institusi dapat melaksanakan tahap-tahap discharge planning
dalam memberikan suhan keperawatan pada pasien secara tepat.

2. Bagi mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang tata cara
pelaksanaan discarge planning dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien secara tepat.

3. Bagi masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat memahami tujuan dan manfaat dari
discharge planning.
Download versi pdf klik disini

DAFTAR PUSTAKA

1. Potter P&. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. 4th ed. Jakarta: EGC;
2005.
2. Kozier, Erb, Bernman, Synder.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.
Konsep, Proses Dan Praktik. 7th ed. Jakarta: EGC; 2011.
3. Birjandi A, Lisa BM. Discharge Planning Handbook for Healthcare: Top
10 Secrets to Unlocking a New Revenue Pipeline. London: CRC Press;
2008.
4. Bull MJ. Discharge planning for older people : a review of current research.
2000;5(2):70-74.
5. Nursalam. Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktek
Keperawatan Profesional. (3, ed.). Jakarta: Salemba Medika; 2011.
6. Lees L. Timely Discharge from Hospital. Birmingham: England NHS
Foundation Trust; 2012.

Anda mungkin juga menyukai