Anda di halaman 1dari 66

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Kesehatan

2.1.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara

terencana pada diri individu,kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri

dalam mencapai tujuan hidup sehat. Nyswander mengatakan bahwa pendidikan

kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri manusia yang ada

hubungannya dengan tercapainya tujuan kesehatan perorangan dan masyarakat.

Pendidikan kesehatan bukanlah sesuatu yang dapat diberikan oleh seseorang

kepada orang lain dan bukan pula suatu rangkaian tata laksana yang akan

dilaksanakan ataupun hasil yang akan dicapai, melainkan suatu proses

perkembangan yang selalu berubah secara dinamis yang didalamnya seseorang

dapat menerima atau menolak keterangan baru, sikap baru dan perilaku baru yang

ada hubungannya dengan tujuan pendidikan. Menurut Committee President on

Health Education (1997) yang dikutip Soekidjo Notoatmodjo (1997), pendidikan

kesehatan adalah proses yang menjebatani kesenjangan antara informasi

kesehatan dan praktek kesehatan,yang memotivasi seseorang untuk memperoleh

informasi dan berbuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya menjadi lebih sehat

dengan menghindari kebiasaan yang buruk dan membentuk kebiasaan yang

menguntungkan kesehatan.

6
2.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Menurut WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmojo (1997). Tujuan ini

dapat diperinci lebih lanjut menjadi :

1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.

2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.

3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada.

2.1.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmojo (1997) Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat

dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan kesehatan,

tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan, dan tingkat pelayanan pendidikan

kesehatan.

1. Sasaran pendidikan kesehatan

Dari dimensi sasaran, ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dibagi

menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.

2. Tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan

Menurut dimensi pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung di

berbagai tempat sehingga dengan sendirinya sasarannya juga berbeda. Misalnya :

7
a. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid,

yang pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaa kesehatan sekolah (UKS).

b. Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, dilakukan di Pusat Kesehatan

Masyarakat, Balai Kesehatan, Rumah Sakit Umum maupun Khusus dengan

sasaran pasien dan keluarga pasien.

c. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau

karyawan.

3. Tingkat pelayanan pendidikan kesehatan

Dalam dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat

dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari

Leave dan Clark, yaitu:

a. Promosi Kesehatan (Health Promotion)

Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam kebersihan

perorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan berkala,

peningkatan gizi, dan kebiasaan hidup sehat.

b. Perlindungan Khusus (Specific Protection)

Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan untuk miningkatkan

kesadaran masyarakat, misalnya tentang pentingnya immunisasi sebagai cara

perlindungan terhadap penyakit pada anak maupun orang dewasa. Program

imunisasi merupakan bentuk pelayanan perlindungan khusus. Contoh lainnya

adalah perlindungan kecelakaan di tempat kerja.

c. Diagnosa Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt

Treartment)

8
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena rendahnya tingkat

pengetahuan dan kesadara masyarakat akan kesehatan dan penyakit yang

terjadu di masyarakat. Keadaan ini menimbulkan kesulitan mendeteksi

penyakit yang terjadi di masyarakat, masyarakat tidak mau diperiksa dan

diobati penyakitnya. Kegiatan pada tingkat pencegahan ini meliputi pencarian

kasus individu atau massal, survey penyaringan kasus, penyembuhan dan

pencegahan berlanjutnya proses penyakit, pencegahan penyebaran penyakit

menular, dan pencegahan komplikasi.

d. Pembatasan Cacat (Disability Limitation)

Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena masyarakat sering

didapat tidak mau melanjutkan pengobatannya sampai tuntas atau tidak mau

melakukan pemeriksaan dan pengobatan penyakitnya secara tuntas.

Pengobatan yang tidak layak dan tidak sempurna dapat mengakibatkan orang

yang bersangkutan menjadi cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk

melakukan sesuatu. Hal ini terjadi karena kurangnya pengertian dan

kesadaran masyarakat akan kesehatan dan penyakitnya. Pada tingkat ini

kegiatan meliputi perawatan untuk menghentikan penyakit, pencegahan

komplikasi lebih lanjut, serta fasilitas untuk mengatasi cacat dan mencegah

kematian.

e. Rehabitasi (Rehabilitation)

Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena setelah sembuh dari

suatu penyakit tertentu, seseorang mungkin menjadi cacat. Untuk

memulihkan kecacatannya itu diperlukan latihan-latihan. Untuk melakukan

suatu latihan yang baik dan benar sesuai program yang ditentukan, diperlukan

9
adanya pengertian dan kesadaran dari masyarakat yang bersangkutan. Di

samping itu, ada rasa malu dan takut tidak diterima untuk kembali ke

masyarakat setelah sembuh dari suatu penyakit atau sebaliknya masyarakat

mungkin tidak mau menerima anggota masyarakat lainnya yang baru sembuh

dari suatu penyakit.

Pentingnya suatu pendidikan kesehatan dalam keperawatan dapat

digambarkan seperti yang di kemukakan Notoatmojo (1997) tentang status

kesehatan, perilaku, dan pendidikan kesehatan dengan memodifikasi konsep Blum

dan Green seperti pada gambar berikut ini :

Keturunan

Pelayanan Status
kesehatan Lingkungan
Kesehata
n

Perilaku

Predisposing Factor Enabling Factors Reinforcing Factors


(pengetahuan, sikap, (sikap dan perilaku
kepercayaan, tradisi, (ketersediaan sumber
daya/fasilitas) petugas kesehatan)
nilai, dan sebagainya

PPM Pemasaran Training,


Komunikasi Sosial Pengembangan
dinamika kelompok Pengembangan Organisasi
Organisasi

Pendidikan Kesehatan
(dalam Keperawatan)

Gambar 2.1 Skema Hubungan Status Kesehatan,Perilaku dan Pendidikan


Kesehatan

10
2.1.4 Faktor – faktor Yang mempengaruhi Pendidikan Kesehatan

Menurut Lawrence Green (1980) yang dikutip dalam Notoadmodjo (2003)

faktor–faktor yang mempenggaruhi pendidikan kesehatan adalah terdiri dari 3

faktor yaitu :

1) Predisposing Factors

Faktor Predisposisi yang terwujud seperti sikap, kepercayaan, keyakinan

dan nilai-nilai

2) Enabling Factors

Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau

tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana (sumber daya)

3) Reinforcing Factors

Faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku terhadap

pendidikan

2.1.5 Langkah - langkah Pendidikan Kesehatan

Menurut Swanson dan Nies dalam Nursalam dan Efendi (2008) ada

beberapa langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan pendidikan

kesehatan, yaitu :

a. Tahap I. Perencanaan dan pemilihan strategi

Tahap ini merupakan dasar dari proses komunikasi yang akan dilakukan

oleh pendidik kesehatan dan juga merupakan kunci penting untuk memahami

kebutuhan belajar sasaran dan mengetahui sasaran atau pesan yang akan

disampaikan.

11
Tindakan perawat yang perlu dilakukan pada tahap ini antara lain:

1) Review data yang berhubungan dengan kesehatan, keluhan, kepustakaan,

media massa, dan tokoh masyarakat.

2) Cari data baru melalui wawancara, fokus grup (dialog masalah yang

dirasakan).

3) Bedakan kebutuhan sasaran dan persepsi terhadap masalah kesehatan,

termasuk identifikasi sasaran.

4) Identifikasi kesenjangan pengetahuan kesehatan.

5) Tulis tujuan yang spesifik, dapat dilakukan, menggunakan prioritas, dan ada

jangka waktu.

6) Kaji sumber- sumber yang tersedia (dana,sarana dan manusia)

b. Tahap II. Memilih saluran dan materi/media.

Pada tahap pertama diatas membantu untuk memilih saluran yang efektif

dan matri yang relevan dengan kebutuhan sasaran. Saluran yang dapat digunakan

adalah melalui kegiatan yang ada di masyarakat. Sedangkan materi yang

digunakan disesuaikan dengan kemampuan sasaran.

Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah :

1) Identifikasi pesan dan media yang digunakan.

2) Gunakan media yang sudah ada atau menggunakan media baru.

3) Pilihlah saluran dan caranya.

c. Tahap III. Mengembangkan materi dan uji coba

Materi yang ada sebaiknya diuji coba ( diteliti ulang ) apakah sudah sesuai

dengan sasarandan mendapat respon atau tidak.

12
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah:

1) Kembangkan materi yang relevan dengan sasaran.

2) Uji terlebih dahulu materi dan media yang ada. Hasil uji coba akan

membantu apakah meningkatkan pengetahuan, dapat diterima, dan sesuai dengan

individu.

d. Tahap IV. Implementasi

Merupakan tahapan pelaksanaan pendidikan kesehatan.

Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Bekerjasama dengan organisasi yang ada di komunitas agar efektif

2) Pantau dan catat perkembangannya.

3) Mengevaluasi kegiatan yang dilakukan.

e. Tahap V. Mengkaji efektifitas

Mengkaji keefektifan program dan pesan yang telah disampaikan terhadap

perubahan perilaku yang diharapkan. Evaluasi hasil hendaknya berorientasi pada

kriteria jangka waktu (panjang / pendek) yang telah ditetapkan.

Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi

proses dan hasil.

f. Tahap VI. Umpan balik untuk evaluasi program

Langkah ini merupakan tanggung jawab perawat terhadap pendidikan

kesehatan yang telah diberikan. Apakah perlu diadakan perubahan terhadap isi

pesan dan apakah telah sesuai dengan kebutuhan sasaran. Informasi dapat

13
memberikan gambaran tentang kekuatan yang telah digunakan dan

memungkinkan adanya modifikasi.

Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Kaji ulang tujuan, sesuaikan dengankebutuhan.

2) Modifikasi strategi bila tidak berhasil.

3) Lakukan kerjasama lintas sektor dan program.

4) Catatan perkembangan dan evaluasi terhadap pendidikan

kesehatan yang telah dilakukan.

5) Pertahankan alasan terhadap upaya yang akan dilakukan.

6) Hubungan status kesehatan, perilaku, dan pendidikan kesehatan.

2.1.6 Metode Pendidikan Kesehatan

1. Metode Pendidikan Individual (Perorangan)

Dalam pendidikan kesehatan, metode pendidikan yang bersifat individual

ini digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang telah

mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar digunakannya

pendekatan individual ini karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan

yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.

Agar petugas kesehatan mengetahui dengan tepat serta membantunya maka perlu

menggunakan metode ini. Bentuk daripada pendekatan ini, antara lain :

a. Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counceling)

Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Stiap

masalah yang dihadapi oleh klien dapat di bantu penyelesaiannya. Akhirnya klien

tersebut akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran dan penuh pengertian akan

menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku).

14
b. Interview (Wawancara)

Cara ini sebenarnya merupakan bagian daripada bimbingan dan penyuluhan.

Wawancara antarapetugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi

mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, ia tertarik atu belum menerima

perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang sudah atau yang akan

diadopsi itu mempunyai dasar pengertian da kesadaran yang kuat. Apabila belum,

maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode Pendidikan Kelompok

Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus mengingat besarnya

kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk kelompok

yang besar, metodenya akan lain degan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode

akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan.

a. Kelompok Besar

Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu

lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain :

1. Ceramah

Metode ini baik untuk beberapa sasaran yang berpendidikan tinggi maupun

rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metod ceramah

adalah

b. Persiapan : ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai

materi dari yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus

mempersiapkan diri dengan :

1) Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi bila

disusun dengan menggunakan diagram atau skema.

15
2) Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide,

transparan, sound sistem dan sebagainya.

c. Pelaksanaan : kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila

penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat

mengetahui sasaran (dalam arti psikologi), penceramah tersebut dapat

melakukan hal-hal sebagai berikut :

1) Sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh bersifat ragu-ragu

atau gelisah.

2) Suara hendaknya cukup keras dan jelas.

3) Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah.

4) Berdiri di depan (dipertengahan). Tidak boleh duduk.

5) Menggunakan alat-alat bantu lihat (AVA) semaksimal mungkin.

c. Seminar

Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan

menengah ke atas. Seminar adalah sutau penyajian (presentasi) dari satu ahli atau

beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasnya dianggap

hangat di masyarakat.

a. Kelompok Kecil

Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang. Metode-metode yang

cocok untuk kelompok kecil ini antara lain :

d. Diskusi kelompok

Dalam diskusi kelompok agar semua anggota kelompok dapat bebas

berpartisipasi dalam diskusi maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian

rupa sehingga mereka dapat berhadap-hadapan satu saling memandang satu sama

16
lain, misalnya dalam bentuk lingkaran dan segi empat. Untuk memulai diskusi

pemimpin diskusi harus memberikan pancingan-pancingan yang dapat berupa

pertanyaan-pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik yang dibahas.

e. Curah pendapat (Brain strorming)

Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya

sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya pada permulaannya dimana

pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian setiap

peserta memberikan jawaban-jawaban atau tanggapan (cara/pendapat). Tanggapan

atau jawaban-jawaban teersebut ditampung dan ditulis di dalam flipchart atau

papan tulis.

f. Bola salju (Snow balling)

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 pasang) dan

kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang dari 5

menit maka tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan

masalah tersebut dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang

sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan

demikian seterusnya sehinnga akhirnya akan terjadi diskusi seluruh anggota

kelompok.

g. Kelompok-kelompok kecil (Buzz group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz group)

yang kemudian diberi suatu permasalahan-permasalahan yang sama atau tidak

sama dengan kelompok lain. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok

didiskusikan kembali dan dicari kesimpulannya.

17
h. Role play (Memainkan peranan)

Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai

pemegangperan tertentu untuk memainkan peranannya.

i. Permainan simulasi (Simulation game)

Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi kelompok.

Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti

permainan monopoli.

3. Metode Pendidikan Drill

Kata “Drill” berasal dari bahasa Inggris yang berarti latihan

berulang- ulang baik yang bersifat “trial and error” ataupun melalui

prosedur rutin tertentu (Sardiman, 2006). Metode ini memberikan

kesempatan sebanyak- banyaknya kepada peserta didik untuk berlatih

keterampilan. Hal tersebut dijelaskan Nana Sudjana (2013) sebagai berikut.

Metode Drill adalah suatu kegiatan melakukan hal yang sama,

berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat

suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan agar menjadi

bersifat permanen. Ciri yang khas dari metode ini adalah kegiatan berupa

pengulangan yang berkali-kali dari suatu hal yang sama.

Dengan demikian terbentuklah pengetahuan-siap atau keterampilan-

siap yang setiap saat siap untuk di pergunakan oleh yang

bersangkutan.Menurut Roestiyah (2008) Metode Drill merupakan suatu

teknik yang dapat diartikan sebagai suatu cara mengajar di mana siswa

melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, siswa memiliki ketangkasan atau

keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari.

18
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Metode

Drill adalah suatu cara pendidikan bahan pelajaran dengan jalan melatih

siswa SLB nanti khususnya agar menguasai pembelajaran dan ketrampilnya.

Dari segi pelaksanaannya siswa terlebih dahulu telah dibekali dengan

pengetahuan secara teori secukupnya. Kemudian dengan tetap dibimbing

oleh guru dan peneliti, siswa SLB disuruh mempraktikkannya sehingga

menjadi mahir dan terampil.

Metode Drill biasa disebut dengan latihan, namun istilah latihan


sering disama artikan dengan istilah tes atau ujian. Padahal maksudnya
berbeda, latihan bermaksud agar pengetahuan dan kecakapan tertentu
dapat dikusai sepenuhnya oleh siswa SLB nantinya, sedangkan tes atau ujian
hanyalah untuk sekedar mengukur sejauh mana siswa SLB nanti telah
menyerap pelajaran tersebut.

Macam – macam Metode Drill bentuk-bentuk metode drill dapat

direalisasikan dalam berbagai bentuk teknik, yaitu sebagai berikut:

1) Teknik Inquiry (kerja kelompok)

Teknik ini dilakukan dengan cara mengajar sekelompok anak didik

untuk bekerja sama dan memecahkan masalah dengan cara mengerjakan

tugas yag diberikan.

2) Teknik Discovery (penemuan)

Dilakukan dengan melibatkan anak didik dalam proses kegiatan

mental melalui tukar pendapat, diskusi.

3) Teknik Micro Teaching

19
Digunakan untuk mempersiapkan diri anak didik sebagai calon guru

untuk menghadapi pekerjaan mengajar di depan kelas dengan memperoleh

nilai tambah atau pengetahuan, kecakapan dan sikap sebagai guru.

4) Teknik Modul Belajar

Digunakan dengan cara mengajar anak didik melalui paket belajar

berdasarkan performan (kompetensi).

5) Teknik Belajar Mandiri

Dilakukan dengan cara menyuruh anak didik agar belajar sendiri, baik

di dalam kelas maupun luar kelas (Mujib, 1993).

Tujuan Metode Drill

Tujuan Metode Drill adalah untuk memperoleh suatu ketangkasan,

keterampilan tentang suatu pengetahuan yang dipelajari anak dengan

melakukannya secara praktis, dan siap di pergunakan bila sewaktu-waktu

diperlukan. Sedangkan menurut Roestiyah (2008), dalam strategi belajar

mengajar teknik Metode Drill ini biasanya dipergunakan dengan tujuan

agar:

1) Memiliki keterampilan motoris/gerak, seperti menghafal kata-kata,

menulis, mempergunakan alat atau membuat suatu benda;

melaksanakan gerak dalam olah raga.

2) Mengembangkan kecakapan intelek, seperti mengalikan, membagi,

menjumlahkan, mengurangi, menarik akar dalam hitungan

mencongak. Mengenal benda atau bentuk dalam pelajaran

matematika, ilmu pasti, ilmu kimia, tanda baca dan sebagainya.

20
3) Memiliki kemampuan menghubungkan antara sesuatu keadaan dengan

hal lain, seperti sebab akibat banjir – hujan, antara tanda huruf dan

bunyi -ing, -ny dan lain sebagainya, penggunaan lambing atau simbol

di dalam peta.

Dari keterangan-keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

tujuan dari Metode Drill adalah untuk melatih kecakapan-kecakapan

motoris dan mental untuk memperkuat asosiasi yang dibuat.

Jadi Metode Drill berfungsi untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan

yang telah merupakan kenyataan serta usaha untuk memperoleh

ketangkasan, ketetapan dan keterampilan latihan tentang sesuatu yang di

pelajari.

Prinsip-Prinsip Metode Drill

Menurut Winarno Surakhmad (2007), Penerapan Metode Drill dalam

pembelajaran hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.

1) Sebelum diadakan latihan tertentu, terlebih dahulu siswa harus diberi

pengertian yang mendalam.

2) Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersikap diagnostik:

a) Pada taraf permulaan jangandiharapkan reproduksi yang

sempurna.

b) Dalam percobaan kembali harus diteliti kesulitan yang timbul.

c) Respon yang benar harus diperkuat.

d) Baru kemudian diadakan variasi, perkembangan arti dan kontrol

21
3) Masa latihan secara relatif singkat, tetapi harus sering dilakukan.

4) Pada waktu latihan harus dilakukan proses essensial.

5) Di dal\am latihan yang pertama-tama adalah ketepatan, kecepatan dan

pada akhirnya kedua-duanya harus dapat tercapai sebagai kesatuan.

6) Latihan harus memiliki arti dalam rangka tingkah laku yang lebih luas.

a) Sebelum melaksanakan, siswa perlu mengetahui terlebih dahulu arti

latihan itu.

b) Ia perlu menyadari bahwa latihan-latihan itu berguna untuk

kehidupan selanjutnya.

c) Ia perlu mempunyai sikap bahwa latihan-latihan itu diperlukan untuk

melengkapi belajar.

Langkah-langkah Penggunaan Metode Drill

Sebelum melaksanakan Metode Drill, kita harus mempertimbangkan

tentang sejauh mana kesiapan kita, siswa dan pendukung lainnya yang

terlibat dalam penerapan metode ini.

1) Tahap Persiapan

Pada tahap ini, ada beberapa hal yang dilakukan, antara lain :

a) Merumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa

b) Menentukan dengan jelas keterampilan secara spesifik dan berurutan

c) Menentukan rangkaian gerakan atau langkah yang harus dikerjakan

untuk menghindari kesalahan

22
d) Melakukan kegiatan pradrill sebelum menerapkan metode ini secara

penuh

2) Tahap Pelaksanaan

a) Langkah pembukaan

Dalam langkah pembukaan, beberapa hal yang perlu dilaksanakan

oleh guru diantaranya mengemukakan tujuan yang harus dicapai, bentuk-

bentuk latihan yang akan dilakukan.

b) Langkah pelaksanaan

(1) Memulai latihan dengan hal-hal yang sederhana dulu

(2) Menciptakan suasana yang menyenangkan atau menyejukkan

(3) Meyakinkan bahwa semua siswa tertarik untuk ikut

(4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk terus berlatih

c) Langkah mengakhiri

Apabila latihan sudah selesai, maka guru harus terus memberikan

motivasi untuk siswa terus melakukan latihan secara berkesinambungan

sehingga latihan yang diberikan dapat semakin melekat, terampil dan

terbiasa.

3) Penutup

a) Melaksanakan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan yang

dilaksanakan oleh siswa.

23
b) Memberikan latihan penenangan.

Kelebihan dan Kelemahan Metode Drill

Menurut Jusuf Djajadisastra (1982), Metode Drill memiliki kelebihan

dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangan tersebut dijelaskan

sebagai berikut.

1. Kelebihan Metode Drill

a) Bahan pelajaran yang diberikan dalam suasana yang sungguh-sungguh

akan lebih kokoh tertanam dalam ingatan siswa, karena seluruh

pikiran, perasaan, kemauan dikonsentrasikan pada pelajaran yang

dilatihkan.

b) Anak didik akan dapat menggunakan daya pikir dengan lebih baik,

karena dengan pengajaran yang baik maka anak didik akan menjadi

lebih teratur, teliti dan mendorong daya ingatnya.

c) Adanya pengawasan, bimbingan dan koreksi yang segera serta

langsung dari guru, memungkinkan siswa untuk melakukan perbaikan

kesalahan saat itu juga. Hal ini dapat menghemat waktu belajar. Selain

itu siswa langsung mengetahui prestasinya.

2. Kelemahan Metode Drill

a) Latihan yang dilakukan di bawah pengawasan yang ketat dan suasana

serius mudah sekali menimbulkan kebosanan.

24
b) Tekanan yang lebih berat, yang diberikan setelah siswa merasa bosan

atau jengkel tidak akan menambah gairah belajar dan menimbulkan

keadaan psikis berupa mogok belajar/latihan.

c) Latihan yang terlampau berat dapat menimbulkan perasaan benci

dalam diri siswa, baik terhadap pelajaran maupun terhadap guru.

d) Latihan yang selalu diberikan di bawah bimbingan guru, perintah

guru dapat melemahkan inisiatif maupun kreatifitas siswa.

e) Karena tujuan latihan adalah untuk mengkokohkan asosiasi tertentu,

maka siswa akan merasa asing terhadap semua struktur-struktur baru

dan menimbulkan perasan tidak berdaya.

3. Upaya mengatasi kelemahan Metode Drill

Setelah melakukan praktek di dalam kelas, peneliti memiliki beberapa

cara untuk mengatasi kelemahan dalam penerapan Metode Drill, yang

antara lain :

a) Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan

b) Memanfaatkan media pembelajaran yang menarik

c) Mengajak siswa untuk berperan aktif

d) Menunjuk siswa yang kurang aktif untuk menjawab pertanyaan

sehingga siswa yang lain juga akan siap dan memperhatikan pelajaran

25
2.2 Konsep Ketrampilan

2.2.1 Pengertian Ketrampilan

Keterampilan berasal dari kata terampil yang berarti cakap, mampu, dan

cekatan. Iverson (2001) mengatakan keterampilan membutuhkan pelatihan dan

kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang dapat lebih membantu menghasikan

sesuatu yang lebih bernilai dengan lebih cepat.

Robbins (2000) mengatakan keterampilan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu :

1. Basic Literacy Skill : Keahlian dasar yang sudah pasti harus dimiliki oleh

setiap orang seperti membaca, menulis, berhitung serta mendengarkan.

2. Technical Skill : Keahlian secara teknis yang didapat melalui pembelajaran

dalam bidang teknik seperti mengoperasikan kompter dan alat digital

lainnya.

3. Interpersonal Skill : Keahlian setiap orang dalam melakukan komunikasi

satu sama lain seperti mendengarkan seseorang, memberi pendapat dan

bekerja secara tim.

4. Problem Solving : Keahlian seseorang dalam memecahkan masalah dengan

menggunakan logika atau perasaanya.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan

Notoadmodjo (2007) mengatakan keterampilan merupakan aplikasi dari

pengetahuan sehingga tingkat keterampilan seseorang berkaitan dengan tingkat

pengetahuan, dan pengetahuan dipengaruhi oleh :

1. Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pengetahuan yang

dimiliki. Sehingga, seseorang tersebut akan lebih mudah dalam menerima dan

26
menyerap hal-hal baru. Selain itu, dapat membantu mereka dalam menyelesaikan

hal-hal baru tersebut.

2. Umur

Ketika umur seseorang bertambah maka akan terjadi perubahan pada fisik

dan psikologi seseorang. Semakin cukup umur seseorang, akan semakin matang

dan dewasa dalam berfikir dan bekerja.

3. Pengalaman

Pengalaman dapat dijadikan sebagai dasar untuk menjadi lebih baik dari

sebelumnya dan sebagai sumber pengetahuan untuk memperoleh suatu kebenaran.

Pengalaman yang pernah didapat seseorang akan mempengaruhi kematangan

seseorang dalam berpikirdalam melakukan suatu hal. Ranupantoyo dan Saud

(2005) mengatakan semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang

ditekuni, maka akan semakin berpengalaman dan keterampilan kerja akan

semakin baik.Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan

secara langsung menurut Widyatun (2005), yaitu:

a. Motivasi

Merupakan sesuatu yang membangkitkan keinginan dalam diri seseorang

untuk melakukan berbagai tindakan. Motivasi inilah yang mendorong seseorang

bisa melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang sudah diajarkan.

b. Pengalaman

Merupakan suatu hal yang akan memperkuat kemampuan seseorang dalam

melakukan sebuah tindakan (keterampilan). Pengalaman membangun seseorang

untuk bisa melakukan tindakan-tindakan selanjutnya menjadi lebih baik yang

dikarenakan sudah melakukan tindakan-tindakan di masa lampaunya.

27
c. Keahlian

Keahlian yang dimiliki seseorang akan membuat terampil dalam melakukan

keterampilan tertentu. Keahlian akan membuat seseorang mampu melakukan

sesuatu sesuai dengan yang sudah diajarkan.

Dari pembahasan tersebut , dapat kita ambil kesimpulan bahwa

keterampilan merupakan suatu bentuk kemampuan yang mmpergunakan pikiran

dan perbuatan dalam menyelesaikan atau mengerjakan sesuatu dengan efektif dan

efisien.

2.2.3 Ketrampilan Anak Retradasi Mental

Menurut Dewi (2019) Anak normal mempelajari keterampilan hidup

sehari-hari (makan, berpakaian, toilet training, dan keterampilan sosial seperti

bermain, dan berinteraksi dengan orang lain) dengan mudah, yaitu dengan

mengamati orang lain dan bimbingan orang dewasa. Tapi anak-anak dengan

retardasi mental sering tidak mampu mempelajari keterampilan-keterampilan

tersebut. Melalui upaya sistematis dan menggunakan teknik yang tepat, sangat

mungkin untuk mengajar dan melatih mereka melakukannya. Tekhnik dengan

modifikasi tingkah laku sangat berguna dan efektif dalam penatalaksanaan anak-

anak dengan retardasi mental, termasuk di antaranya :

a. Reinforcement positif dan pemberian reward: Memperhatikan, memuji anak

dan memberikan beberapa hadiah seperti permen atau mainan setiap kali

anak menunjukkan perilaku yang diinginkan atau berusaha untuk belajar,

dapat meningkatkan motivasi anak untuk belajar.

b. Modelling : Menunjukkan anak bagaimana cara melakukan sesuatu dan

mendorong anak untuk memulai melakukan hal yang sama merupakan

28
metode yang bagus untuk mengajarkan anak. Ini lebih baik daripada hanya

secara lisan mengatakan atau menginstruksikan anak.

c. Shaping: yaitu mengajarkan bentuk sederhana dari sebuah aktivitas yang

rumit, kemudian secara perlahan menaikkan tingkat kesulitannya.

d. Chaining: Sebuah kegiatan, seperti berpakaian, dapat dipecah menjadi

beberapa langkah kecil yang berurutan. Anak dapat diajarkan keterampilan

ini langkah demi langkah. Seringkali, back-chaining atau mengajarkan

terlebih dahulu langkah terakhir dan kemudian mundur merupakan cara

yang lebih efektif.

e. Physical guidance : Jika anak tidak dapat belajar dengan cara modelling, ia

dapat diajarkan dengan cara memegang tangan anak dan menunjukkan

mereka bagaimana suatu hal dilakukan. Setelah pengulangan seperti itu,

bimbingan secara fisik ini dapat perlahan-lahan ditarik sehingga anak

belajar untuk melakukan tugas secara independen.

Sumber : Talenta Center.com

2.3 Konsep Cuci Tangan

2.3.1 Pengertian Cuci Tangan

Menurut WHO (2009) cuci tangan adalah suatu prosedur/ tindakan

membersihkan tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir atau

Hand rub dengan antiseptik (berbasis alkohol). Sedangkan menurut James (2008),

mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan

dan pengontrolan infeksi.

Kebersihan tangan yang tak memenuhi syarat juga berkontrubusi

menyebabkan penyakit terkait makanan, seperti infeksi bakteri salmonella dan E.

29
Coli infection. Mencuci tangan dengan sabun akan membuat bakteri lepas dari

tangan (IKAPI, 2007).

Menurut KBBI, mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan

membersihkan tangan dan jari jemari dengan menggunakan air ataupun cairan

lainnya oleh manusia dengan tujuan untuk menjadi bersih, sebagai bagian dari

ritual keagamaan, ataupun tujuan-tujuan lainnya.

2.3.2 Manfaat Cuci Tangan

Wirawan (2013) menjelaskan bahwa manfaat mencuci tangan selama 20

detik yaitu sebagai berikut:

a. Mencegah risiko tertular flu, demam dan penyakit menular lainnya sampai

50%.

b. Mencegah tertular penyakit serius seperti hepatitis A, meningitis dan lain-

lain.

c. Menurunakan risiko terkena diare dan penyakit pencernaan lainnya sampai

59%.

d. Jika mencuci tangan sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan,

sejuta kematian bisa dicegah setiap tahun.

e. Dapat menghemat uang karena anggota keluarga jarang sakit

2.3.3 Tujuan Cuci Tangan

Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan mikroorganisme

sementara yang mungkin ditularkan ke orang lain dan mencuci tangan merupakan

tidakan yang paling efektif untuk mencegah dan mengendalikan adanya infeksi

nosokomial (Kozier dan Erb’s, 2009). Cuci tangan menggunakan sabun, bagi

30
sebagian besar masyarakat sudah menjadi kegiatan rutin sehari-hari tapi bagi

sebagian masyarakat lainnya, cuci tangan dengan menggunakan sabun belum

menjadi kegiatan rutin, terutama bagi anak-anak. Cuci tangan menggunakan sabun

dapat menghilangkan sejumlah besar virus dan bakteri yang menjadi penyebab

berbagai 20 penyakit terutama penyakit yang menyerang saluran cerna seperti

diare dan penyakit infrksi saluran akut (Tiedjen, 2004).

2.3.4 Waktu untuk melakukan cuci tangan

Mencuci tangan memakai sabun sebaiknya dilakukan sebelum dan setelah

beraktifitas. Berikut ini adalah waktu yang tepat untuk mencuci tangan memakai

sabun menurut Ana (2015):

a. Sebelum dan sesudah makan.

Pastilah hal ini harus dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari

terkontaminasinya makanan yang akan kita konsumsi dengan kuman, sekaligus

mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh kita.

b. Sebelum dan sesudah menyiapkan bahan makanan

Bukankah kuman akan mati ketika bahan makanan dimasak? Memang

benar. Masalahnya bukan terletak pada bahan makanannya, tetapi kuman – kuman

yang menempel pada tangan anda ketika mengolah bahan mentah.

c. Sebelum dan sesudah mengganti popok

Untuk menjaga sterilnya kulit bayi dari kuman – kuman berbahaya yang

dapat menginfeksi, maka anda wajib untuk mencuci tangan dengan benar sebelum

dan sesudah mengganti popok bayi.

31
d. Setelah buang air besar dan buang air kecil

Ketika melakukan buang air besar dan buang air kecil kuman dan bakteri

akan mudah menempel pada tangan anda, dan harus dibersihkan.

e. Setelah bersin atau batuk

Sama seperti buang air kecil dan buang air besar, ketika bersin atau

batuk, itu artinya anda sedang menyemburkan bakteri dan kuman dari mulut

dan hidung anda. Refleks anda pastinya menutup mulut dan hidung dengan

tangan, yang artinya, kuman akan menempel pada tangan anda.

f. Sebelum dan setelah menggunakan lensa kontak

Hal ini dilakukan agar tidak terjadi infeksi pada bagian mata ketika anda

menempelkan lensa kontak pada mata anda.

g. Setelah menyentuh binatang

Bulu binatang merupakan penyumbang bakteri dan kuman yang sangat

besar, sehingga anda wajib mencuci tangan anda setelah bersentuhan dengan

binatang, terutama yang berbulu tebal.

h. Setelah menyentuh sampah

Sampah, sudah pasti merupakan sumber bakteri dan kuman yang sangat

berbahaya bagi tubuh. Wajib hukumnya bagi anda untuk mencuci tangan setelah

menyentuh sampah.

32
i. Sebelum menangani luka

Luka, terutama pada bagian tubuh tertentu akan sangat sensitive terhadap

bakteri dan kuman. Apabila anda tidak mencuci tangan sebelum menangani

luka, maka kemungkinan terjadinya infeksi karena bakteri dan kuman akan

menjadi semakin tinggi.

j. Setelah memegang benda “umum”

Mungkin agak berlebihan, tetapi anda harus tahu, benda – benda umum

memiliki kandungan bakteri dan kuman yang sangat tinggi, sehingga wajib

anda bersihkan.

2.3.5 Peralatan dan Perlengkapan Mencuci Tangan Dengan Benar

Peralatan dan perlengkapan mencuci tangan pakai sabun menurut Dahlan

dan Umrah (2013), peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk mencuci

tangan adalah :

1) Sabun biasa atau antiseptik

2) Handuk bersih

3) Wastafel atau air mengalir.

2.3.6 Faktor yang mempengaruhi perilaku cuci tangan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2004), salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku mencuci tangan diantaranya adalah pengetahuan.

Pengetahuan siswa tentang mencuci tangan yang diperoleh siswa dari guru,

diantaranya tentang waktu dan cara mencuci tangan. Sehingga dengan

33
pengetahuan tersebut akan menyebabkan perilaku mencuci tangan siswa relatif

kurang.

2.3.7 Teknik Mencuci Tangan

WHO (2009) mengeluarkan regulasi tentang peraturan mencuci tangan baik

pada kegiatan medis maupun kalangan umum (perseorangan). Prosedur dalam

melakukan kegiatan mencuci tangan bersih juga telah diatur jelas. Prosedur cuci

tangan bersih dengan sabun adalag sebagai berikut :

1. Basahi tangan dengan air

2. Gunakan sabun yang cukup untuk menutupi permukaan tangan,

3. Gosok kedua telapak tangan hingga timbul busa pada seluruh permukaan

tangan

4. Telapak tangan kanan di atas punggung kiri dengan jari menyilang dan

sebaliknya

5. Gosok telapak tangan kanan dan kiri dengan jari menyilang, dengan jari

saling bertautan, putar/gosok kedua telapak tangan,

6. Gosok jempol kiri dengan arah memutar (rotasi) dengan tangan kanan

menggenggam jempol kiri dan sebaliknya, gosok dengan arah memutar.

7. Jari-jari tangan kanan menggenggam di telapak tangan kiri dan sebaliknya

8. Bilas dengan air bersih mengalir

9. Keringkan tangan dengan handuk/tissue sekali pakai.

10. Gunakan handuk untuk menutup kran

11. Dan tanganmu aman

34
Gambar 2.2 Langkah-langkah mencuci tangan dengan benar (WHO,2009)

Kegiatan mencuci tangan dapat menggunakan peralatan yang berbeda-beda.

Menurut Maria J. (2007) mencuci tangan diklasifikasikan menjadi mencuci tangan

tanpa air keran, cuci tangan dengan menggunakan air kran namun tanpa wastafel,

dan cuci tangan menggunakan air kran dan wastafel.

35
a. Mencuci tanpa air keran

Perlengkapan yang digunakan untuk mencuci tangan tanpa menggunakan

air kran yakni: ember yang berisi air, gayung, sabun, dan handuk atau lap tangan.

Cara melatihnya yakni guru menyuruh anak untuk mengikuti langkah-

langkahberikut:

1. Mengambil air dari ember dengan menggunakangayung,

2. Tangan yang memegang gayung yang berisi air menyirami kedua

belahtangannya,

3. Mengambil sabun padatempatnya,

4. Menggosok kedua belah tangannya dengan sabun, sampai tangan berbusa,

5. Mengembalikan sabun padatempatnya,

6. Kedua belah tangan digosok-gosok sehingga kotorankeluar,

7. Tangan anak memegang gayung dan mengambil air kemudian menyirami

kedua belah yang berbusa sampaibersih,

8. Bila kedua tangan belum bersih, dapat disiram lagi dengan air sampaibersih,

9. Bila kedua belah tangan yang sudah bersih dapat dikeringkan dengan

menggunakan handuk atau lapkering,

10. Mengambil handuk ataulap,

11. Mengeringkan tangan dengan menggunakan handuk ataulap,

12. Dan mengembalikan handuk atau lap padatempatnya.

b. Mencuci tangan menggunakan air kran, tanpawastafel

Perlengkapan yang digunakan yakni air kran, sabun batangan atau cair, dan

handuk atau lap kering.

Langkah-langkah mencuci tangan sebagai berikut:

36
1. Membuka kran, menaruh kedua belah tangan di bawah kran sampai bersih,

2. Setelah itu kranditutup,

3. Mengambil sabun pada tempatnya, kemudian menggosok pada kedua belah

tangan sampaiberbusa,

4. Mengembalikan sabun padatempatnya,

5. Setelah kedua belah tangan berbusa, anak dapat menggosok kedua belah

tangan sehingga kotorankeluar,

6. Anak membuka kran kembali, dan menaruh kedua belah tangan di bawah

kran sambil digosok-gosok sampaibersih,

7. Kran ditutupkembali,

8. Bila kedua belah tangan belum bersih (masih bersabun), anak dapat

membuka kran kembali dan menaruh kedua belah tangan di bawah kran

sambil gosok-gosok sehingga busa keluar

9. Bila kedua belah tangan sudah bersih dapat dikeringkan dnegan

menggunakan handuk atau lapkering

10. Mengambil handuk atau lapkering

11. Mengeringkan tangan dengan menggunakan handuk atau lap kering,

12. Dan mengembalikan handuk atau lap kering padatempatnya.

c. Mencuci tangan dengan menggunakan air kran, dan wastafel Perlengkapan-

perlengkapan yang dibutuhkan antara lain:kranair, sabun batangan atau cair,

dan handuk atau lap tangan. Langkah- langkah yang dilakukan dalam

mencuci tangan sebagai berikut:

1) Membuka kran, dan menaruh kedua belah tangan di bawah kran

sampaibersih,

37
2) Setelah itu kran ditutup,

3) Mengambil sabun yang terletak disamping wastafel (batangan atau cair),

kemudian menggosok kedua belah tangan menggunakan sabun

sampaiberbusa,

4) Menggosok kedua belah tangan tersebut sehingga kotorankeluar,

5) Membuka kran kembali, dan menaruh kedua belah tangan di bawah kran

sambil di gosok-gosok dampaibersih,

6) Setelah itu kran ditutupkembali,

7) Bila kedua belah tangan belum bersih (masih bersabun), anak dapat

membuka kran kembali dan menaruh kedua belah tangan di bawah kran

sambil gosok-gosok sehingga busa keluar,

8) Bila kedua belah tangan sudah bersih dapat dikeringkan dnegan

menggunakan handuk atau lapkering,

9) Mengambil handuk atau lapkering,

10) Mengeringkan tangan dengan menggunakan handuk atau lap kering,

11) Dan mengembalikan handuk atau lap kering padatempatnya.

Berdasarkan beberapa tata cara mencuci tangan di atas, kegiatan cuci tangan

dapat dilakukan menggunakan berbagai bahan dan media. Penerapan cuci tangan

dalam penelitian ini menggunakan peralatan kran dan handuk. Bahan yang

digunakan dalam mencuci tangan yakni air mengalir dan sabun antiseptik.

2.3.8 Cuci Tangan pada Anak Retradasi Mental

Kegiatan mencuci tangan bagi siswa cerebral palsy akan berpedoman pada

bahan ajar bina diri bagi kelas 3 SDLB tepatnya pada unit IV tentang kebersihan

38
tangan dan kaki. Pertimbangan pemilihan bahan ajar ini yakni menyesuaikan

kemampuan inteligensi siswa cerebral palsy yang setara dengan tunagrahita.

Penerapan standar kompetensi dan kompetensi dasar menggunakan bahan

ajar bina diri bagi kelas 3 SDLB-C1. Indikator pembelajaran keterampilan cuci

tangan yang ditetapkan dalam penelitian ini akan lebih dikhususkan pada cuci

tangan yang benar sesuai ketentuan WHO. Langkah-langkah mencuci tangan

sesuai ketentuan WHO (2009) sebagai berikut: a) basahi tangan dengan air

mengalir, b) mengambil sabun yang cukup untuk semua permukaan tangan, c)

usap dan gosok punggung tangan secara bergantian, d) gosok telapak kanan atas

ke tangan kiri pada sela-sela jari hingga bersih secara bergantian, e) bersihkan

ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan, f) gosok dan putar kedua ibu

jari secara bergantian, g) letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok

perlahan, h) membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir, i)

keringkan menggunakan tisu dan, j) matikan kran.

Mencuci tangan bagi siswa cerebral palsy akan disesuaikan dengan

pedoman mencuci tangan yang baik dan benar sesuai ketentuan WHO. Indikator

mencuci tangan disesuaikan dengan ketentuan WHO agar siswa cerebral palsy

dapat benar-benar memiliki keterampilan mencuci tangan yang baik dan benar.

Ketentuan mencuci tangan menurut WHO bagi siswa cerebral palsy perlu

diperjelas dalam langkah membuka kran, cara mengambil sabun, dan

memperkirakan jumlah sabun yang dibutuhkan. Kegiatan mencuci tangan yang

baik dan benar penting diajarkan pada siswa cerebral palsy agar dapat terhindar

dari berbagai mikroorganisme penyakit menular.

39
Tahapan mencuci tangan bagi anak cerebral palsy sebagai berikut: a) siswa

mampu membuka kran, b) siswa mampu membasahi kedua telapak tangan

setinggi pertengahan lengan memakai air yang mengalir, c) siswa mampu

menekan sabun cair yang telah disediakan, d) siswa mampu memperkirakan sabun

yang diambil (secukupnya), e) siswa mampu mengusap dan menggosok kedua

telapak tangan secara lembut, f) siswa mampu mengusap dan menggosok juga

kedua punggung tangan secara bergantian, g) siswa mampu menggosok sela-sela

jari, h) siswa mampu menggosokkan ujung jari secara bergantian pada telapak

tangan secara bergantian, i) siswa mampu menggosok dan memutar kedua ibu jari

secara bergantian, j) siswa mampu membilas seluruh tangan dengan air bersih

yang mengalir, k) siswa mampu mengeringkan memakai handuk atau tisu, l) dan

siswa mampu menutup kran.

2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah (usia 6 – 12

Tahun)

2.4.1 Tumbuh – Kembang Anak

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencangkup 2 peristiwa yang

sifatnya berbeda,tetap saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan

dan perkembangan. Sedangkan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan

pertumbuhan dan perkembangan per definisi adalah sebagai berikut :

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam

besar,jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa

diukur dengan ukuran besar (gram, pound,kilogram), ukuran panjang (cm, meter),

umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

40
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan

dapat diamalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut

adanya proses diferensiasi dari sel sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan

sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan

tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak

terhadap aspek fisik sedangkan perkembangan bekaitan dengan pematangan

fungsi organ/individu. Walaupun demikian, kedua peristiwa itu terjadi secara

sinkron pada setiap individu.

Sedangkan untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung

pada fungsi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seseoang,

merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaituk faktor

genetik, lingkungan bio-fisiko-sosial dan perilaku. Proses yang unik dan hasil

akhir yang berbeda – beda yang memberikan ciri tersendiri pada setiap anak.

Tujuan ilmu tumbuh kembang adalah mempelajari berbagai hal yang

berhubungan dengan segala upaya untuk menjaga dan mengoptimalkan tumbuh

kembang anak baik fisik, mental, dan sosial. Juga menegakkan diagnosis dini

setiap kelainan tumbuh kembang dan kemungkinan penanganan yang edektif,

serta mencari penyebab dan mencegah keadaan tersebut.

2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

41
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh

kembang anak, yaitu:

4. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan modal dasr dalam mencapai hasil akhir proses

tumbuh kembang anak. Melalui intruksi genetik yang terkandung di dalam sel

telur yang telah di buahi, dapat di tentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan.

Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelajaran, derajat sensitivitas

jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan

tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbgai faktor bawaan yang

normaal dan patologik, jenis kelamin,suku bangsa atau bangsa. Potensi genetik

yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif

sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal. Gangguan pertumbuhan di negara

maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik ini. Sedangkan di negara yang

sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain diakibatkan oleh faktor

genetik, juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang

anak yang optimal, bahkan kedua faktor ini dapat menyebabkan kematian anak-

anak sebelum mencapai usia Balita.

Disamping itu, banyak penyakit keturunan yang disebabkan oleh kelainan

kromosom, seperti sindrom Down, sindrom Turner, dll.

5. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau

tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan

tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya.

42
Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-fisiko-psiko-sosial” yang

mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya.

Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi:

a. Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam

kandungan (Faktor Prenatal).

b. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir

(Faktor postnatal).

2.4.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Sekolah (Usia 6-12 Tahun)

2.4.3.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik

A. Parameter Umum

1. Selama periode ini, anak perempuan biasanya tumbuh lebih cepat dan

umumnya tinggi dan berat badan anak perempuan melebihi anak laki-laki.

a. Tinggi badan

(1) Rata –rata anak usia sekolah bertambah tinggi 5 cm per tahun.

(2) Rata-rata tinggi anak usia 6 tahun adalah 112,5 cm.

(3) Rata-rata tinggi anak usia 12 tahun adalah 1475 cm.

b. Berat Badan

(1) Rata-rata berat badan anak usia sekolah bertambah 2-3 kg per tahun

(2) Rata –rata berat bdan anak usia 6 tahun mencapai 21 kg.

(3) Rata-rata berat badan anak usia 12 tahun mencapai 40 kg.

2. Selama masa praremaja, yaitu antara 10 dan 13 tahun, anak umumnya

mengalami pertumbuhan yang cepat.

3. Sistem imun tubuh bekerja lebih efisien, memungkinkan lokalisasi infeksi

dan respons antigen – antibodi yang lebih baik.

43
a. Anak usia sekolah mengembangkan imunitas terhadap sejumlah besar

organisme.

b. Sebagai besar anak usia sekolah mengalami beberapa jenis infeksi pada

tahun pertama sekolah karena peningkatan pajanan oleh anak-anak lain

dengan kuman.

B. Nutrisi

1. Kebutuhan Nutrisi

a. Kebutuhan kalori harian anak usia sekolah menurun berhubungan dengan

ukuran tubuh. Anak usia sekolah membutuhkan rata – rata 2400 kalori

perhari.

b. Pengasuh/orang tua harus tetap menekankan kebutuhan terhadap diet

seimbang yang sesuai dengan piramida makanan; tubuh menyimpan

cadangan makanan sebagai sumber kebutuhan pertumbuhan yang

meningkatk saat remaja.

2. Pilihan dan pola makanan

a. Anak terpajan dengan pengalamannya makan yang lebih luas di ruang

makan sekolah (kantin); anak mungkin tetap memilah – milih dalam hal

makanan tetapi harus lebih mempunyai kemauan untuk mencoba makanan-

makanan baru. Anak-anak dapat menukar,menjual atau membuang bekal

makan siang yang dibawa dari rumah.

b. Di rumah anak harus makan apa yang keluarga makan; pola yang

berkembang saat ini tetap beratahan pada anak hingga dewasa. Pola makan

anak dapat mencerminkan budaya keluarga.

44
c. Banyak anak usia sekolah tidak menyukai sayuran,casserole,hati, dan

makanan pedas. Mereka mungkin masih melanjutkan makanan favorit,

makan hanya dengan 1 jenis makanan pada satu waktu, misalnya roti

dilapisi jei dan selai kacang untuk makan sian.

d. Anggota keluarga memainkan peranan penting dalam memengaruhi pilihan

anak terhadap makanan, namun, teman sebaya, dan media juga berpengaruh.

Tanpa pengawasan orang dewasa, anak usai sekolah biasanya membuat

pilihan makanan yang buruk.

3. Kelebihan berat badan dan obesitas

Lebih dari 90% anak-anak yang obesitas, mengalami kelebihan berat badan

akibat makan berlebihan. Kurangnya aktivitas mempunyai peran penting dalam

menyebabkan obesitas.

C. Pola Tidur

1. Kebutuhan tidur setiap anak pada usia sekolah bervariasi, tetapi biasanya

memiliki rentan dari 8 sampai 95 jam tiap malam. Karena laju pertumbuhan

yang lambat, anak usia sekolah sebetulnya membutuhkan waktu tidur yang

lebih sedikit dibandingkan ketika remaja.

2. Waktu tidur anak dapat lebih larut daripada periode usia pra-sekolah, tetapi

harus ditentukan dengan tegas batasan waktunya dan mengikuti waktu

belajar di malam hari.

3. Membaca sebelum tidur dapat memudahkan tidur dan membentuk pola tidur

yang positif.

4. Anak-anak mungkin tidak menyadari rasa letih, jika diizinkan tetap

terbangun maka mereka akan kelelahan pada keesokan harinya.

45
D. Kesehatan Gigi

1. Mulai sekitar usia 6 tahun, gigi permanen tumbuh dan anak secara bertahap

kehilangan gigi desidua.

2. Kunjungan dokter gigi secara teratur adala penting, dan suplemen fluorida

harus dilanjutkan jika persediaan air tidak mengandung fluorida yang

cukup.a

3. Anda harus menyikat giginya setelah makan dengan sikat gigi nilon yang

lembut, karena kemampuan koordinasi anak telah meningkat pengawasan

dan bantuan orang tua biasanya tidak diperlukan.

4. Orang tua harus melakukan floosing (Pembersihan sela-sela gigi) sampai

anak usia 8-9 tahun.

5. Karies, maloklusi, danpenyakit periodontal semakin jelas pada kelompok

usia ini.

E. Eliminasi

1. Pada usia 6 tahun, 85% anak memiliki kendali penuh terhadap kandung

kemih dan defekasi.

2. Pola eliminasi hampir sama dengan pola orang dewasa.

a. Pengeluaran defekasi rata-rata 1-2 kali perhari.

b. Pembuangan urine terjadi 6 sampai 8 kali perhari. Rata-rata volume urine

pada anak-anak adalah 500 sampai 1000 mL/hari

3. Masalah-masalah yang umum terjadi antara lain :

a. Enuresis nokturnal (mengompol) terjadi pada 15% anak berusia 6 tahun 3%

anak usia 12 tahun, dan 1% pada anak usia 18 tahun.

46
b. Enkopresis (kebocoran feses pesisten) terjadi pada lebih dari 1,5% anak

yang berada di kelas dua.

c. Anak laki-laki lebih sering memiliki masalah mengompol dan konstipasi

dbandingkan anak perempuan. Masalah-masalah tertentu memerlukan

rujukan ke pelayanan kesehatan primer.

2.4.4 Perkembangan Motorik

2.4.4.1 Motorik Kasar

1. Bersepeda

2. Sepatu roda, rollerblanding, dan papan luncur

3. Kemampuan berlari dan melompat meningkat secara progresif.

4. Berenang

2.4.4.2 Motorik Halus

1. Menulis tanpa merangkai huruf (misal, hanya menulis salah satu huruf saja)

pada usia dini, menulis mungkin dengan merangkai huruf ( misal,

membentuk satu kata) pada tahun berikutnya (pada usia 8 tahun)

2. Mengusai lebih besar ketrampilan dan video games

3. Kemampuan bermain komputer (ketrampilan manual)

2.4.4.3 Perhatian Kemanan Terkait

1. Anak usia sekolah belajar untuk mulai bertanggung jawab terhadap

perawatan kesehatan pribadi dan pencegahan cedera.

2. Perkembangan ketrampilan kognitif melengkapi keputusan anak sendiri dan

membantu menolong mereka dalam menghindari berbagai jenis cedera

47
3. Anak usia sekolah masih rentan terhadap kecelakaan, terutama karena

peningkatan kemampuan motorik dan kemandirian (misal, anak bersepeda

jauh dari rumah dengan bebas)

a. Sumber utama cedera antara lain sepeda, papan luncur, dan tim yang aman,

dan pada aktivitas club olahraga, latihan yang baik dan tim yang

cocok(bermain dengan anak yang ukuran yang tubuhnya hampir sama )

dapat mengurangi risiko cedera.

b. Anak usia sekolah yang belajar berenang secara aman dan berlatih

menyelam, menggunakan sabuk pengaman dan helm sepeda dan tindakan

keamanan lainnya akan mengurangi risiko cedera.

4. Orang tua harus meneruskan memberikan bimbingan pada anak dalam

situasi yang baru dan mengacam keamanan.

5. Anak usia sekolah harus menerima penyuluhan tentang penggunaan dan

penyalahgunaan alkohol, tembakau (termasuk yang tembakau yang

dikunyah dan tembakau hirup), dan obat-obatan lain.

2.4.5 Perkembangan Psikososial

2.4.5.1 Tijauan (Erikson)

Erikson menyatakan krisis psikososial yang di hadapi anak pada usia 6 dan

12 tahun sebagai “industri versus inferioritas”

a. Hubungan dengan orang terdekat anak meluas hingga mencangkup teman

sekolah dan guru.

b. Anak usia sekolah secara normal telah menguasai tiga tugas perkembangan

pertama (kepercayaan, otonomi, dan inisiatif) dan saat ini berfokus pada

penguasaan kepandaian (industry).

48
c. Perasaan industri berkembang dari suatu keinginan untuk pencapaian.

d. Perasaan inferioritas dapat tumbuh dari harapan yang tidak realistis atau

perasaan gagal dalam memenuhi standar yang ditetapkan orang lain untuk

anak. Ketika anak merasa tidak adekuat, rasa percaya dirinya akan menurun.

1. Anak usia sekolah terikat dengan tugas dan aktivitas yang dapat ia

selesaikan.

2. Anak usia sekolah mempelajari peraturan, kompetensi, dan kerja sama

untuk mencapai tujuan.

3. Hubungan sosial menjadi sumber pendukung yang penting semakin

meningkat.

2.4.5.2 Rasa Takut dan Stresor

1. Sebagian perasaan takut yang terjadi sejak masa kanak – kanak awal dapat

terselesaikan atau kurang, namun anak dapat menyembunyikan rasa

takutnya untuk menghindaris dikatakan sebagai “pengecut” atau “bayi”.

2. Rasa takut yang sering terjadi

a. Gagal disekolah

b. Gertakan

c. Guru yang mengitimidasi

d. Sesuatu yang buruk terjadi pada orang tua.

3. Stresor yang sering terjadi

a. Stresor untuk anak usia sekolah yang lebih kecil, yaitu dipermalukan,

membuat keputusan, membutuhkan izin/persetujuan,kesepian, kemandirian,

dan lawan jenis.

49
b. Stresor untuk anak usia sekolah yang lebih besar yaitu kematangan seksual,

rasa malu, kesehatan, kompetisi, tekanan dari teman seabaya, dan keinginan

untuk menggunakan obat-obatan.

4. Orang tua dan pemberi asuhan lainnya dapat membantu menggurangi rasa

takut anak dengan berkomunikasi secara empati dan perhatian tanpa

menjadi overprotektif.

5. Anak perlu mengetahui bahwa orang – orang mendengarkan mereka dan

memahami perkataannya.

2.4.5.3 Sosialisasi

1. Masa usia sekolah merupakan periode perubahan dinamis dan kematangan

sering dengan peningkatan keterlibatan anak dalam aktivitas yang lebih

kompleks, membuat keputusan , dan kegiatan yang memiliki tujuan.

2. Ketika anak usia sekolah belajar lebih banyak mengenai tubuhnya

perkembangan sosial berpusat pada tubuh dan kemampuannya.

3. Hubungan dengan teman sebaya memegang peranan penting yang baru.

4. Aktivitas kelompok, termasuk tim olahraga, biasanya menghabiskan banyak

waktu energi.

2.4.5.4 Bermain dan mainan

1. Bermain jadi ebih kompetitif dan kompleks selama periode usia sekolah.

2. Karalteristik kegiatan meliputi tim olahraga, klub rahasia, aktivitas “geng”,

pramuka atau organisasi lainnya, puzzle yang rumit, koleksi, permainan

papan, membaca, dan mengagumi pahlawan tertentu.

3. Peraturan dan ritual merupakan aspek penting dalam bermain dan

permainan.

50
4. Mainan, permainan, dan aktivitas yang menerimanya pertumbuhan dan

perkembangan meliputi:

a. Permainan kartu dan papan bertingkat yang rumit

b. Buku dan kerajinan tangan

c. Musik dan seni

d. Kegiatan olahraga (misal, berenang)

e. Kegiatan tim

f. Video games ( Tingkat pemantauan orang tua terhadap isi pemainan untuk

menghindari pajanan terhadap perilaku kekerasan dan seksual yang tidak

dikehendaki)

2.4.5.5 Disiplin

1. Anak usia sekolah mulai menginternalisasikan pengendalian diri dan

membutuhkan sedikit pengarahan dari luar. Mereka melakukannya,

walaupun membutuhkan orang tua aau orang dewasa lain yang dipercaya

untuk menjawab pertanyaan dan memberikan bimbingan untuk membuat

keputusan.

2. Tanggung jawab pekerjaan rumah tangga membantu anak usia sekolah

merasa bahwa mereka merupakan bagian penting keluarga dan

meningkatkan rasa pencapaian terhadap prestasi mereka.

3. Izin mingguan, diatur dengan sesuai kebutuhan dan tugas anak, membantu

dalam mengajarkan ketrampilan, nilai, dan rasa tanggung jawab.

4. Ketika mendisiplikan kan anak sekolah, maka orang tua dan pemberi asuhan

lain harus menyusun batasan yang konkret dan beralasan (memberikan

51
penjelasan yang menyakinkan) serta mempertahankan peraturan sampai

batas minimal.

2.4.6 Perkembangan Psikoseksual

2.4.6.1 Tinjaun (Freud)

1. Periode latensi, yang terjadi dari usia 5 sampai 12 tahun.menunjukkan tahap

yang relatif tidak memperhatikan masalah seksual sebelum masa pubertas

dan remaja

2. Selama periode ini, perkembangan harga diri berkaitan erat dengan

perkembangan ketrampilan untuk menghasilkan konsep nilai dan

menghargai seseorang.

2.5.4.2 Perkembangan Seksual

1. Masa praremaja dimulai pada akhir usia sekolah. Perbedaan pertumbuhan

dan kematangan di antara kedua gender semakin nyata pada masa ini.

2. Pada tahap awal usia sekolah, anak memperoleh lebih banyak pengetahuan

dan sikap mengenal seks. Selama masa usia sekolah, anak menyaring

pengetahuan dan sikap tersebut.

3. Pertanyaan mengenai seks memerlukan jawaban jujur yang berdasarkan

tingkat pemahaman anak.

2.5.5 Perkembangan Kognitif

2.5.5.1 Tinjaun (Piaget)

52
1. Anak berusia antara 7 dan 11 tahun berada dalam tahap konkret operasional,

yang ditandai dengan penalaran induktif tindakan logis, dan pikiran konkret

yang reversibel.

2. Karakteristik spesifik tahap ini antara lain :

a. Transisi dari egosentris ke pemikiran objektif (melihat dari sudut pandang

orang lain, mencari validasi dan bertanya)

b. Berfokus pada kenyataan fisik saat ini disertai ketidakmampuan melihat

untuk melebihi kondisi saat ini.

c. Kesulitan menghadapi masalah yang jauh, masa depan atau hipotesis

d. Perkembangan berbagai klasifikasi mental dan aktifitas yang diminta

e. Perkembangan prinsif konservasi (volume, berat, massa, dan angka)

3. Aktivitas yang khas pada anak tahap ini antara lain ;

a. Mengumpulkan dan menyotir benda (misal, kartu baseball, boneka dan

kelereng)

b. Meminta/memesan barang-barang menurut ukuran, bentuk, berat, dan

kriteria lain.

c. Mempertimbangkan pilihan dan variabel ketika memecahkan masalah.

2.5.5.2 Bahasa

1. Anak mengembangkan pola artikulasi orang dewasa formal pada usia 7

sampai 9 tahun.

2. Anak belajar bahwa kata-kata dapat dirangkai dalam bentuk terstruktur.

3. Kemampuan membaca merupakan saah satu ketrampilan paling penting

yang dikembangkan oleh anak.

2.5.6 Perkembangan Moral

53
Menurut Kohlberg, anak-anak sampai pada tingkat konvensional tahap

konformitas peran, biasanya anatara usia 10 dan 13 tahun. Mereka mengalami

peningkatan keinginan untuk menyenangkan orang lain. Mereka juga mengamati

dan untuk beberapa pengembangan, eksternalisasi standar orang lain dan ingin di

anggap “baik” oleh orang-orang yang pendapatnya mereka anggap penting.

2.6 Retradasi Mental

2.6.1 Pengertian Retradasi Mental

Menurut WHO (dikutip dari Menkes 1990), retradasi mental adalah

kemampuan mental yang tidak mencukupi. Carter CH (dikutip dari Toback C.)

mengatakan retradasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelgensi

yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan

beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.

Menurut Crocker AC 1983, retradasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi

intelegensi yang rendah, yang diserta adanya kendala dalam penyesuain perilaku,

dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly

Budhman, seseorang dikatakan retradasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai

berikut :

1. Fungsi intelektual umum dibawah normal

2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial

3. Gejalanya timbul daam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.

Fungsi intelektual dapat diketahui dengan test fungsi kecerdasan dan hasilnya

dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ (Intelegence Quotient).

IQ adalah MA / CA x 100 %

54
M. A = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil test

C. A = Chronological Age, umur berdasarkan perhitungan tanggal lahir.

Yang dimaksud dengan fungsi intelegtual dibawah normal, yaitu apabila

dibawah 70. Anak ini tidak dapat mengikuti pendidikan sekolah biasa, karena cara

berpikinya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya lemah,

demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah.

Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku adaptif sosial adalah

kemampuan seseorang untuk mandiri, menyesuaikan diri dan mempunyai

tanggung jawab sosial yang sesuai dengan kelompok umur dan budayanya. Pada

penderita retradasi mental gangguan perilaku adaptif yang menonjol adalah

kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya. Biasanya tingkah

lakunya kekanak-kanakan tidak sesuai dengan umur.

2.6.2 Klasifikasi Retradasi Mental

Menurut IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan sebagai

berikut (dikutip dari Swaiman 1989):

Nilai IQ

Sangat Superior 130 atau lebih

Superior 120 – 129

Diatas rata – rata 110 – 119

Rata – rata 90 – 110

Retradasi mental borderline 70 – 79

55
Retradasi mental ringan (mampu didik) 52 – 69

Retradasi mental ringan (mampu latih) 36 – 51

Retradasi mental berat 20 – 35

Retradasi mental sangat berat dibawah 20

Yang disebut retradasi mental apabila IQ di bawah 70, retradasi mental

tipe ringan mampu didik, retradasi mental tipe sedang mampu latih, retradasi

mental tipe berat dan sangat berat memerukan pengawasan dan bimbingan seumur

hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya maka Melly Budhiman membagi :

1. Tipe Klinik

Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena

kelainan fisik maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan

organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus-menerus dan kelainan

ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak

yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh

karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya.

2. Tipe Sosial Budaya

Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak

dapat mengikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut

juga retardasi enam jam. Karena begitu mereka keluar sekolah, mereka dapat

bermain seperti anak-anak normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari

golongan sosial ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini tidak dapat

melihat adanya kelainan pada ananknya, mereka mengetahui kalau anaknya

retardasi dari gurunya atau dari para psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali

56
tidak naik kelas.pada umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan

retardasi mental ringan.

2.6.3 Faktor penyebab retradasi mental

Anak yang menderita retardasi mental tersebut disebabkan akibat infeksi

atau intoksikasi, akibat dari dalam kandungan, gangguan metabolisme,

pertumbuhan atau gizi kurang, akibat penyakit otak yang nyata, pengaruh pranatal

yang tidak jelas, dan akibat prematuritas (Maramis, 2005). Retardasi mental

mungkin dapat di cegah jika keluarga ingin memiliki anak sebaiknya periksakan

terlebih dahulu kondisi ibunya apakah mengalami kelainan pada rahimnya,

pemberian gizi pada ibu hamil dan bayinya pun haruslah seimban.

Penyebab retardasi mental bisa berasal dari bakat (turunan), berasal dari

faktor lingkungan dan faktor ibu yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor internal

Menurut Lumbantobing (2001) ada beberapa faktor penyebab yang

dinyatakan sebagai dasar terjadinya retardasi mental, misalnya faktor cedera yang

terjadi di dalam rahim, saat bayi tersebut masih berbentuk janin, keadaan waktu

dilahirkan : sianosis, depresi pernafasan, usia gestasi yang kurang dari 30 minggu,

Lahir dengan cunan atau lahir rangsangan.

Diperkirakan juga ada sejumlah faktor genetik lainnya yang dapat

menimbulkan gangguan retardasi mental. Demikian pula halnya dengan beberapa

faktor prenatal yang di alami oleh ibu – ibu yang hamil misalnya ibu – ibu yang

mengalami campak Jerman (Rubella) sering anak yang dikandungnya kemudian

hari akan mengalami retardasi mental. Sehingga perawatan bagi ibu hamil dan

57
bayinya kelak sangat diperlukan agar tidak terjadi gangguan perkembangan bagi

bayinya kelak.

A.Supratiknya, (1995) menyebutkan faktor genetik kromosom

menyebabkan retardasi mental. Kelainan kromosom tertentu dapat mengakibatkan

kelainan metabolik yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak secara

negatif dan menyebabkan retardasi mental.

Retardasi mental juga disebabkan oleh kesalahan jumlah kromosom

(sindorma Down), defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma

Angelman, sindroma Prader Willi), dan trasnlokasi kromosom. Akibat penyakit

otak yang nyata (Postnatal) dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat

neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder rudapaksa atau pandangan) dan

beberapa reaksi sel – sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul

etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel otak ini dapat bersifat degenerative,

infiltrative, radang, proliferative, sklerotik atau rearatif. Prematuritas dan

kehamilan wanita di atas 40 tahun juga dapat menjadi penyebab kasus retardasi

mental. Hal ini berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat

badannya kurang dari 2500 gram dan atau dengan masa hamil kurang dari 38

minggu. (Siti Salmiah, 2010).

b. Faktor eksternal

Cedera pada saat kelahiran (persalinan) juga dapat membuat bayi yang

dilahirkan mengalami retardasi mental. Ada teori lain yang menyebutkan bahwa

adanya variasi somatik yang dikarenakan perubahan fungsi kelenjar internal dari

sang ibu selama terjadinya kehamilan, dan hal ini belum diketahui lengkap

58
mekanismenya. Selain itu, perlu diwaspadai penyakit – penyakit yang terjadi pada

awal masa kanak – kanak, Karena hal yang demikian dapat menimbulkan

retardasi mental.

Menurut Lumbantobing (2001) ada beberapa faktor penyebab Faktor

neonatal yang dinyatakan sebagai dasar terjadinya retardasi mental antara lain:

1) Cara menghisap, minum atau menangis yang abnormal

2) Terdapat anomali muka dan ekstremitas yang asismetris

3) Membutuhkan inkubator atau oksigen, kejang, berat badan yang kurang

maju, malnutrisi, muntah, dan demam.

Beberapa kondisi biologis yang dapat mengakibatkan retardasi mental

adalah (A. Supratiknya, 1995) : pertama prematuritas dan trauma fisik, banyak

anak yang lahir prematur dengan berat badan kurang dari dua setengah kilogram

ternyata memiliki gangguan saraf dan retardasi mental. Cedera fisik pada saat bayi

lahir atau tak lama sesudah lahir juga dapat menyebabkan kerusakan pada otak

yang berakibat lebih lanjut pada retardasi mental. Kedua malnutrisi dan sebab

lainnya dapat menyebabkan kelainan pada bayi, kekurangan protein baik pada

waktu bayi masih dalam kandungan maupun sesudah bayi dilahirkan juga dapt

menyebabkan retardasi mental. Radiasi dan tumor otak juga dapat mengakibatkan

penyebab kerusakan otak dan retardasi mental.

Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan

metabolism (misalnya gangguan metabolism lemak, karbohidrat dan protein),

sindroma reye, dehidrasi hipernatremik hipotiroid konginetal, hipoglikemia

(diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik), pertumbuhan atau gizi

59
termasuk dalam kelompok ini seperti kwashiorkor, marasmus dan malnutrisi dapat

mengakibatkan retardasi mental (Siti Salmiah, 2010). Sehingga jika ibu

mengandung sebaiknnya selalu mendapatkan perawatan dari dokter atau bidan

yang terkait, ibu hamil harus memeriksa keadaan dirinya, setelah bayi lahir

gizinya pun harus seimbang sehingga kelak anak tidak akan mengalami gangguan

perkembangan.

c. Faktor ibu

Beberapa faktor resiko bagi retardasi mental Lumbantobing (1997), yaitu:

1) Usia ibu saat melahirkan anak retardasi mental kurang dari 16 tahun atau

bahkan lebih dari 40 tahun (bagi yang baru pertama kali hamil pada usia

lebih dari 35 tahun)

2) Kosanguintas (hubungan darah atau keluarga) yang dekat antara suami dan

isteri, misalnya sepupu dekat.

3) Abnormalitas pada serviks (tumor)

4) Ibu malnutrisi

5) Penyakit atau gangguan lainnya, diantaranya: diabetes militus, malnutrisi,

ketagihan obat

6) Riwayat abortus sebelumnya, lahir mati dan kelainan plasenta Usia ibu juga

perlu diperhatikan jika ingin memiliki anak, program kehamilan disesuaikan

dengan usia ibu agar tidak terjadi hal – hal yang diingkan. Sehingga

pemeriksaan sebelum hamil pun sangat penting.

A.Supratikna, (1995) meyebutkan Infeksi dan keracunan, pada ibu hamil

yang terkena penyakit sipilis, bayi yang dikandungnya dapat terinfeksi dan

60
menyebabkan kerusakan otak. Kerusakan otak ini juga dapat terjadi akibat infeksi

sesudah bayi dilahirkan. Obat – obatan tertentu, yang dikonsumsi oleh ibu selama

hamil atau yang dikonsumsi bayi secara berlebihan, dapat menyebabkab bayi

keracunan yang mengakibatkan kerusakan otak.

Banyak kasus retardasi mental yang juga disebabkan oleh kondisi biologis

tertentu yang menimbulkan disfungsi organik pada otak dan berakibat

menghambat seluruh pertumbuhannya.

Biasanya retrdasi mental muncul sejak lahir atau sejak masih kanak –

kanak. Oleh karena itu retardasi mental digolongkan ke dalam gangguan

perkembangan. Jika ada orang dewasa yang mengalami kondisi seperti retardasi

mental pada usia diatas 18 tahun mungkin ia mengalami cedera pada otaknya

akibat kecelakaan atau mengalami penyakit seperti alzheimer tidak dapat

dikategorikan mengalami keterbelakangan mental meskipun memiliki ciri yang

sama yaitu, menurunya fungsi kognitif, yang sering diartikan kemampuan

seseorang.

Retardasi mental dapat dicegah dan penyebab retardasi mental yang

sampai saat ini belum dapat diobati. Menurut Lumbantobing (2001) penyebab

retardasi mental yang dapat dicegah, yaitu:

a. Asfikasia lahir dan taruma lahir

Kehamilan yang tidak terkontrol, bimbingan persalinan yang tidak

adekuat, misalnya dilakukan oleh dukun beranak dan fasilitas persalinan yang

tidak memadai. Meningkatkan kemampuan membimbing persalinan serta

61
pengolahan semasa hamil dapat mengurai kemungkinan Asfikasia lahir serta

taruma lahir dan retardasi mental dapat dicegah

b. Infeksi

Penyakit infeksi seperti morbili (campak) dan pertusus ( batuk rejan) dapat

menyebabkan retardasi mental. Kedua penyakit ini dapat dicegah.

c. Malnutrisi berat

Malnutrisi protein merupakan masalah gizi yang perlu dipecahkan pada

kelompok ekonomi lemah.

d. Difisiensi yodium

Yodium dapat mempengaruhi perkembangan mental anak, kadang

juga menyebabkan retardasi mental berat anak.

e. Difisiensi besi

Kekurangan zat besi dapat membuat keterlambatan

perkembangan anak.

f. Ikterus neonatorum

Ikterus yang berat pada bayi dapat mengakibatkan kerusakan otak dan

retardasi mental.

g. Jajas lahir

Jajas lahir yang dapat diidentifikasi merupakan penyebab dari sekitar 10

persen penderita retardasi mental.

62
Dari uraian di atas dapat disimpulkan riwayat retardasi mental harus

ditelusuri dari sumber informasi orangtua atau pengasuh. Faktor resiko bisa

disebabkan oleh faktor ibu, faktor pada saat perinatal, faktor neonatal.

Dari beberapa paparan di atas dapat diambil kesimpulan banyak faktor yang

mempengaruhi terjadinya retardasi mental antara lain adalah kesalahan jumlah

kromosom, kelahiran prematur yang terjadi pada bayi dan kemhamilan ibu usia 40

tahun, keracunan dalam kandungan yang disebabkan virus, dan gizi yang kurang

baik. Jika retardasi mental muncul setelah usia 18 tahun hal itu bukan mengalami

retardasi mental, karena retardasi mental muncul pada usia sebelum 18 tahun.

2.6.4 Ciri – ciri anak retradasi mental

Retardasi mental bukan suatu penyakit. Retardasi mental merupakan hasil

dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan

terhadap intelektualitas dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan

atau tanpa gangguan jiwa maupun gangguan fisik lainnya (Siti Salmiah, 2010).

Pada kenyataannya IQ (Intelligence Quotent) bukanlah merupakan satu – satunya

patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental,

melainkan harus di nilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan spesifik yang

berbeda. Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang

tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif dan hasil tes psikometrik.

Seseorang dikatakan mengalami retardasi mental bila memenuhi kriteria

sebagai berikut (Siti Salmiah, 2010:6):

63
a. Fungsi intelektual umum di bawah normal.

Fungsi ini dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya

dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ.

b. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial.

Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu di bawah usia 18 tahun.

Gejala retradasai mental seperti perilaku yang kekanak – kanakkan, gangguan

perilaku adaptif dan kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar.

c. Ciri fisik yang terlihat diantaranya adalah down sindrom, gangguan

pertumbuhan gigi.

Menurut S.D Gunarsa & S. Y. D Gunarsa (2006:153) ciri – ciri retardasi

mental adalah fungsi intelegensi yang berada di bawah rata – rata, mengalami

kesulitan dalam belajar, gangguan perilaku adaptif dan kesulitan menyesuaikan

diri dengan masyarakat sekitar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan anak yang mengalami retardasi

mental ringan biasanya terlihat tidak berbeda dengan perkembangan anak – anak

normal lainnya. Biasanya hal ini baru disadari setelah anak memasuki usia

sekolah dasar, dan anak mengalami kesulitan dalam belajar dari pada anak normal

yang lainnya. Tetapi anak dengan retaradsi mental sangat berat sudah dapat

terlihat dari bayi karena tidak dapat melakukan apa pun.

2.6.5 Karakteristik anak retradasi mental

Anak retardasi mental memiliki karakteristik yang berbeda dari anak normal

lainnya. Mengacu pada fungsi intelektual yang secara jelas berada di bawah rata-

64
rata atau normal, sehingga menyebabkan perkembangan kecerdasan dimiliki

banyak hambatan, untuk itu diperlukan layanan khusus guna membantu

mengoptimalkan kemampuan dan potensinya, hal ini terutama yang berkaitan

dengan perawatan diri. Sehingga pada kehidupannya kelak dapat mandiri dan

tidak selalu tergantung pada orang lain (Apriyanto, 2012).

Menurut Delphie dalam Yusuf (2015) karakteristik retardasi mental adalah

sebagai berikut:

a. Pada umumnya, anak dengan gangguan perkembangan mempunyai pola

perkembangan perilaku yang tidak sesuai dengan kemampuan potensialnya.

b. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan perilaku

maladaptif, yang berkaitan dengan sifat agresif secara verbal atau fisik,

perilaku yang suka menyakiti diri sendiri, perilaku suka menghindarkan diri

dari orang lain, suka menyendiri, suka mengucapkan kata atau kalimat yang

tidak masuk akal atau sulit dimengerti maknanya, rasa takut yang tidak

menentu sebab akibatnya, selalu ketakutan, serta sikap suka bermusuhan.

c. Pribadi anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kecenderungan

yang sangat tinggi untuk melakukan tindakan yang salah.

d. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan khusus seperti terhambatnya

perkembangan gerak, tingkat pertumbuhan yang tidak normal, kecacatan

sensori, khususnya pada persepsi penglihatan dan pendengaran sering

tampak pada anak dengan gangguan perkembangan.

e. Sebagian dari anak dengan gangguan perkembangan mempunyai kelainan

penyerta serebral palsi, kelainan sarafotot yang disebabkan oleh kerusakan

bagian tertentu pada otak saat dilahirkan ataupun saat awal kehidupan.

65
Mereka yang tergolong memiliki serebral palsi mempunyai hambatan pada

intelektual, masalah berkaitan dengan gerak dan postur tubuh, pernapasan

mudah kedinginan, buta warna, kesulitan berbicara disebabkan adanya

kekejangan otot-otot mulut (artikulasi), serta kesulitan sewaktu mengunyah

dan menelan makanan yang keras seperti permen karet, popcorn, sering

kejang otot (seizure).

f. Secara keseluruhan, anak dengan gangguan perkembangan (retardasi

mental) mempunyai kelemahan pada segi berikut.

1) Keterampilan gerak.

2) Fisik yang kurang sehat.

3) Kurangnya perasaan percaya terhadap situasi dan keadaan sekelilingnya.

4) Keterampilan kasar dan halus motor yang kurang.

g. Dalam aspek keterampilan sosial, anak dengan gangguan perkembangan

umumnya tidak mempunyai kemampuan sosial, antara lain suka menghindar

dari keramaian, ketergantungan hidup pada keluarga, kurangnya

kemampuan mengatasi marah, rasa takut yang berlebihan, kelainan peran

seksual, kurang mampu berkaitan dengankegiatan yang melibatkan

kemampuan intelektual, dan mempunyai pola perilaku seksual secara

khusus.

h. Anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keterlambatan pada

berbagai tingkat dalam pemahaman dan penggunaan bahasa, serta masalah

bahasa dapat memengaruhi perkembangan kemandirian dan dapat menetap

hingga pada usia dewasa.

66
i. Pada beberapa anak dengan gangguan perkembangan mempunyai keadaan

lain yang menyertai, seperti autisme, serebral palsi, gangguan

perkembangan lain (nutrisi, sakit dan penyakit, kecelakaan dan luka),

epilepsi, dan disabilitas fisik dalam berbagai porsi.

2.7 Penelitian Terdahulu

Menurut Asrita (2016). Menunjukkan bahwa metode bermain puzzle

berpengaruh terhadap kemampuan cuci tangan anak tunagrahita. Metode

pembelajaran pada anak tunagrahita harus sesuai dengan kemampuannya untuk

mencapai pembelajaran yang efektif. Metode yang digunakan dalam

meningkatkan keterampilan anak tunagrahita tentunya menggunakan metode

pembelajaran yang menghibur. Metode bermain puzzle adalah media permainan

anak yang sangat menarik dan menyenangkan yang akan merubah dan

meningkatkan kemampuan anak untuk berperilaku sehat. Desain yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Quasy Eksperiment. Data dianalisis menggunakan uji

Mann Whiteney dan Wilcoxon. Hasil penelitian pada kelompok intervensi

didapatkan nilai p=0,002<0,05, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan

nilai p=0,564>0,005.

Menurut Dahlia (2018). Bahwa terdapat pengaruh metode praktik dan

bernyanyi terhadap ketrampia cuci tangan bersih pada anak dengan retradasi

mental sedang. Desain penelitian yang digunakan adalah pra eksperimen

menggunakan rancangan one group pretest posttest design. Teknik pengambilan

sampel yang digunakan adalah total sampling dengan sampel 17 anak retardasi

mental sedang. Lembar observasi menggunakan 6 langkah cuci tangan dari

NHSGGC.

67
Menurut Astuti (2017). Dari Hasil pengabdian masyarakat ini

menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup sebelum

perlakuan yaitu 18 (60,0%)anak dan hampir seluruh responden memiliki

pengetahuan baik setelah perlakuan yaitu 28 (93,3%) anak. . Metode: Pelaksanaan

pengabdian masyarakat ini dilakukan pada anak tunagrahita di SDLB Negeri

Tuban berjumlah 30 anak dengan menggunakan SOP sebagai pembelajaran

pelatihan cuci tangan yang disesuaikan dengan kemampuan anak tunagrahita

tersebut melalui pre-test dan post-test.

Menurut Rita Andayani (2016). Bahwa metode drill media flash card

berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan dan praktik cuci tangan. Metode:

Jenis penelitian adalah true experimental dengan pendekatan one group pretest-

posttest. Besar sampel penelitian adalah 10 responden. Instrumen yang digunakan

adalah flash card, kuesioner, dan check list. Hasil: Hasil uji wilcoxon

menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan (p=0,005) dan praktik (p=0,011)

tentang cuci tangan pakai sabun pada anak dengan tunagrahita.

Menurut Ani (2018). Bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara

penyuluhan dengan metode drill terhadap terhadap pengetahuan, sikap, dan

praktik cuci tangan pada siswa tunagrahita di SLB Negeri Pahlawan Kabupaten

Indramayu. Design penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan

eksperimen semu (quasi eksperiment) dengan bentuk pre and post test without

control, yakni dengan dengan melakukan observasi pertama (pretest) yang diikuti

dengan intervensi (penyuluhan), dan setelah itu dilakukan observasi terakhir

(posttest). Sampel penelitian berjumlah 23 siswa. Instrumen penelitian yang

digunakan berbentuk kuesioner untuk mengukur pengetahuan dan sikap

68
responden, dan lembar cek list untuk mengobservasi cara mencuci tangan. Hasil

uji Wilcoxon digunakan untuk menganalisis data pengetahuan didapatkan nilai

Asymp. Sig (2-tailed) adalah .000; nilai Asymp. Sig (2-tailed) adalah .000 dan

data data praktik cuci tangan meimilki nilai Asymp. Sig (2-tailed) adalah .000,

yang berarti nilai nilai p value 0,000 (p<0,05) menunjukkan hasil penelitian

menurut statistik sangat bermakna

2.8 Kerangka Konseptual

Faktor Internal Faktor Eksteral Faktor Ibu

 Cedera di dalam Cedera pada saat  Usia ibu


rahim kelahiran  Kosanguitas
 Keadaan waktu  Ibu Malnutrisi
lahir  dll
 Kedaan waktu
dilahirkan :
sianosis, depresi,
dll.
 Faktor genetik

Siswa Retradasi Faktor Yang


Penyuluhan Pendidikan Mental SLB Mempengaruhi
Kesehatan Cuci Tangan Semesta Lluarrr Cuci Tangan
Biasa
6 langkah cuci tangan yang - Tingkat
benar menurut WHO dengan Pengetahuan
Handwash Fakto yang - Perilaku
mempegaruhi - Sikap
Ketrampilan anak - Motivasi
retradasi mental - Lingkungan
Pendidikan
69
Umur

Pegalaman
Keterangan :

: Tidak diteliti

: Diteliti

: Hubungan

: Pengaruh

Gambar 2.2 Kerangka konseptual, Efektivitas Pendidikan Kesehataan Dengan


Metode Driil Terhadap Ketrampilan Cuci Tangan Pada Anak
Retradasi Mental Di SLB Semesta Lluarrr Biasa Kabupaten
Mojokerto

2.9 Hipotesis Penelitian

H1 : Ada pengaruh efektifitas pendidikan kesehataan dengan metode

driil terhadap ketrampilan cuci tangan pada anak retradasi mental di SLB

Semesta Lluarrr Biasa Kabupaten Mojokerto

70
71

Anda mungkin juga menyukai