Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU

A. PENDIDIKAN KESEHATAN

1. Prinsip – prinsip Pendidikan Kesehatan

Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan itu penting untuk menunjang
program – program kesehatan yang lain. Akan tetapi, pengakuan ini tidak didukung oleh kenyataannya.
Artinya, dalam program – program pelayanan kesehatan kurang melibatkan pendidikan kesehatan, tetapi
kurang memberikan bobot. Argumentasi mereka adalah karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan
jelas memperlihatkan hasil. Dengan kata lain, pendidikan kesehatan itu tidak membawa manfaat bagi
masyarakat dan tidak mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena merupakan ‘ behavioral
investmen’ jangka panjang. Hasil investasi pendidikan kesehatan baru dapat beberapa tahun kemudian.
Dalam waktu yang pendek ( immediate impact) pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan
atau peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan pengatahuan saja belum akan
berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan.

Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah (
intermediate impact ) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada
meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran ( outcome ) pendidikan kesehatan. Hal ini
berbeda dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan yang dapat langsung
memberikan hasil ( immediate impact ) terhadap penurunan angka kesakitan.

a. Peranan pendidikan kesehatan


Semua ahli kesehatan masyarakat membicarakan status kesehatan mengacu kepada
H.L.Blum. dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat, sebagai salah satu negara yang sudah
maju. Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap
kesehatan.

Kemudian berturut – turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan
kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh factor – factor tersebut terhadap status kesehatan di
negara – negara berkembang, terutama Indonesia, belum ada penelitian. Apabila dilakukan
penelitian mungkin hasilnya berbeda – beda tergantung masyarakatnya.

b. Konsep pendidikan kesehatan


Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan dalam bidang kesehatan.
Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogic praktis atau
praktik kebidanan. Oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan
yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.pendidikan adalah suatu proses belajar yang
berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkebangan, atau perubahan ke
arah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat.

Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa mausia sebagai makhluk sosia dalam
kehidupannya unuk mencapai kelebihan ( lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tau
dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau
masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.

Kegiatan proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseoarang
adapat dikatakan belajar apabila dalam dirinya teradi perubahan, dar tidak tahu menjadi tahu,
dari tidak dapat menegrjakan menjadi dapat menegerjakan sesuatu. Namun demikian, tidak
semua perubahan semacam itu terjadi dapat berjalan. Perubahan ini terjadi bukan hasil proses
belajar, tetapi karena proses kematangan.kegiatan belajar mempunyai cirri- cirri :

Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok atau
masyarakat yang sedang belajar, baik actual maupun potensial. Cirri kedua dari hasil belajar
adalah bahwa perubahan tersebut didapatka karena kemampuan baru yang berlaku untuk
waktu yang relative lama. Cirri ketiga adalah bahwa perubahan terjadi karena usaha yang
didasari bukan karena kebetulan.

Bertitik tolak dari konsep pendidikan tersebut, maka konsep pendidikan kesehatan itu juga
proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dan tidak tahu tentang nilai
kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah – masalah kesehatannya
sendiri menjadi mampu, fan lain sebagainya.

Disamping konsep pendidikan kesehatan tersebut, para ahli pendidikan kesehatan juga telah
mencoba membuat batasan tentang pendidikan kesehatan yang berbeda – beda, sesuai dengan
konsep mereka masing – masing tentang pendidikan. Batasan – batasan yang sering dijadikan
acuan antara lain dari : Nyswander, Stuart, Green, tim ahli WHO, dan sebagainya.

c. Pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan

Perbedaan pendidikan dan promosi kesehatan hanya pada penekanan saja. Apabila
pendidikan kesehatan dalam mencapai perubahan perilaku masyarakat ditekan pada factor
predisposisi perilaku, dengan pemberian informasi atau peningkatan pengetahuan dan sikap.
Sedangkan promosi kesehatan upaya perubahan perilaku hidup sehat masyarakat, tidak hanya
ditujukan kepada factor predisposisi atau peningkatan pengetahuan dan sikap saja, tetapi juga
terhadap factor yang lain, yakni “enabling” ( pemungkin) dan “ reinforcing” (penguat).

Dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan.


Upaya perubahan perilaku kesehatan bukan hanya ditekankan pada upaya penyuluhan atau
pemberian informasi – informasi kesehatan guna meningkatkan pengetahuan dan sikap
positif terhadap kesehatan saja. Promosi kesehatan juga meandang penting upaya
meningkatkan factor- factor lain seperti sarana dan prasarana atau fasiltas untuk terwujudnya
perilaku hidup sehat tersebut. Contoh: agar masyarakat mau mengonsumsi makanan yang
bergizi, minum air bersih, buang air besar dijamban, dan sebagainya, tidak hanya cukup
untuk diberi pengetahuan atau pemahaman tentang hal tersebut.
Tetapi masyarakat juga harus diberi kemampuan atau fasilitasi agar mereka mampu membeli
atau menghasilkan makanan yang bergizi, mempunyai atau mudah mengakses air bersih,
mampu membuat jamban keluarga, dan sebagainya.

Bergesernya pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan, tidak terlepas dari sejarah
praktik dan praksis pendidikan kesehtan masyarakat di Indonesia maupun di negara – negara
berkembang lainnya. Praksis pendidikan kesehatan pada umumnya terlalu menekankan
perubahan perilaku masyarakat, dengan memberikan informasi atau penyuluhan kesehatan
melalui berbagai media dan tekhnilogi pendidikan dengan harapan masyarakat akan
berperilaku hidup sehat tersebut sangat lamban, sehingga dampaknya terhadap pendidikan
kesehatan masyarakar sangat kecil. Oleh sebab itu dengan penggunaan promosi kesehatan
sebagai revitalisasi pendidikan kesehatan ini akan lebih baik lagi praktik dan hasilnya.

B. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KESEHATAN

Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :

1. Dimensi sasarana.
a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individual

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.


c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.

2. Dimensi tempat pelaksanaan


a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga.

b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.

c. Pendidikan kesehatan di institusi pelayanan kesehatan.

d. Pendidikan kesehatan di tempat – tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan.

e. Pendidikan kesehatan di tempat – tempat umum.

3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan

a. Kesehatan ( healt promotion )


b. Dalam tingkat ini diperlukan pendidikan kesehatan misalnya: dalam peningkatan
gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan hygine perorangan.
c. Perlindunagan khusus ( spesific protection )

Dalam program ini imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindunagan khusus ini
pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di negara – negara berkembang.

d. Diagnosis dini dan pengobatan segera ( early diagnosis and promt treatment )

Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan


penyakit, maka sulit mendeteksi penyakit – penyakit yang terjadi dalam masyarakat. Bahkan
kadang – kadang, masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya.

d. Pembatasan cacat ( disability limitation)

Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit,
maka sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain,
mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya.
Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapatmengakibatkan orng yang bersangkutan cacat
mengalami ketidakmampuan.

e. Rehabilitatif ( rehabilitation )

Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang – kadang orng menjadi cacat. Untuk
memulihkan cacatnya tersebut kadang – kadang diperlukan latihan tertentu. Oleh karena
kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak akan segan melakukan latihan –
latihan yang dianjurkan.

C. SUB BIDANG KEILMUAN PENDIDIKAN KESEHATAN

a. Komunikasi
Komunikasi (terutama komunikasi kesehatan) paralel dengan pendidikan (promosi
kesehatan). Karena komunikasi merupakan kegiatan untuk mengondisikan faktor –
faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan
dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negatif tentang penyakit, makanan,
lingkungan dan sebagainya, mereka tidak berperilaku sesuai dengan nilai – nilai
kesehatan.untuk itu diperlukan komunikasi dan informasi – informasi tentang kesehatan.

b. Dinamika kelompok
Dinamika kelompok adalah salah satu metode pendidikan kesehatan yang efektif untuk
menyampaikan kesehatan kepada sasaran pendidikan. Oleh sebab itu, dinamika
kelompok diperlukan juga dalam mengondisikan faktor – faktor predisposisi perilaku
kesehatan, dan harus dikuasai oleh setiap petugas kesehatan.

c. Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat ( PPM )

Masyarakat harus mampu untuk mengorganisasi komunitasnya sendiri dalam


komunitasnya sendiri untuk berperan serta dalam penyediaan fasilitas- fasilitas. Untuk
itu para petugas kesehatan harus dibekali ilmu PPM.

d. Pengembangan kesehatan masyarakat desa ( PKMD )

PKMD pada prinsipnya adalah wadah partisipasi masyarakat dalam bidang


pengembangan kesehatan. Filosofi dari PKMD adalah pelayanan kesehatan untuk
mereka, dari mereka dan oleh mereka. Disamping itu PKMD adalah bentuk operasional
dari Primary Health Care yang merupakan wahana untuk mencapai kesehatan
internasional.

e. Pemasaran sosial ( Social Marketing )

Dalam rangka pendidikan kesehatan, pemasaran sosial diperlukan untuk intervensi dalam
faktor- faktor pendukung dan pendorong dalam perubahan perilaku masyarakat.

f. Pengembangan organisasi

Agar institusi kesehatan sebagai organisasi pelayanan kesehatan dan organisasi


masyarakat mampu berfungsi sebagai faktor pendukung dan pendorong perubahan
perilaku perubahan masyarakat, maka perlu dinamisasi dari organisasi tersedbut. Oleh
sebab itu mahasiswa sebagai calon petugas kesehatan harus menguasai ilmu
pengembangan organisasi ( PO ) tersebut.

g. Pendidikan dan pelatihan ( DIKLAT )

Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah
pendidik kesehatan ( Health Educator ). Untuk itu maka petugas kesehatan harus
mempunyai sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai – nilai kesehatan. Demikian pula
petugas lain atau tokoh masyarakat, juga merupakan panutan perilaku dalam ( termasuk
) perilaku kesehatan. Oleh sebab itu mereka harus mempunyai sikap dan perilaku positif.
Untuk mencapai hal tersebut, petugas kesehatan dan para petugas lain harus memperoleh
pendidikan dan pelatihan khusus tentang kesehatan atau pendidikan kesehatan dan ilmu
perilaku. Maka dari itu, mahasiswa kesehatan harus memperoleh keterampilan
pendidikan dan pelatihan.

h. Pengembangan media ( teknologi pendidikan kesehatan)

Fungsi media dalam pendidikan adalah sebagai alat peraga untuk menyampaikan
informasi tentang kesehatan. Oleh sebab itu mahasiswa kesehatan mahasiswa harus
menguasai teknik – teknik pengembangan media.

i. Perencanaan dan evaluasi pendidikan kesehatan

Perencanaan dan evaluasi program pendidikan kesehatan mempunyai kekhususan bila


dibandingkan dengan program dan evaluasi program – program kesehatan lain. Hal ini
disebabkan karena tujuan program pendidikan sebagai indikator keberhasilan dari
program pendidikan kesehatan adalah perubahan pengetahuan, sikap, perilaku sasaran
yang memerlukan pengukuran khusus.
j. Antropologi kesehatan
Untuk melakukan pendekatan perubahan perilaku kesehatan, petugas kesehatan harus
menguasai berbagai macam latar belakang budaya masyarakat yang bersangkutan.

k. Sosiologi kesehatan

Petugas kesehatan juga perlu mendalami tentang aspek – aspek sosial masyarkat dan
oleh karenanya mereka harus menguasai sosiologi, terutama sosiologi kesehatanl.

l. Psikologi.

Psikologi merupakan dasar dari ilmu perilaku untuk memahami perilaku individu,
kelompok, maupun masyarakat, maka tidak lepas dari mempelajari psikologi.

D. METODE PENDIDIKAN PERILAKU

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan
harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, masyarakat, dan kelompok atau individu
dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya
pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya. Dengan kata
lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan
perilaku sasaran.

Dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan pendidikan
yaknik perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor- faktor yang
mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping masukannya sendiri juga metode
materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat – alat
bantu/alat peraga. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka faktor- faktor tersebut
haru bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti bahwa masukan (sasaran pendidikan )
tertentu harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan dengan
sasaran, demikian juga alat bantu pendidikan diseesuaikan. Untuk sasaran kelompok,
metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran
massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya.

1. Metode pendidikan Individual (perorangan).


Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu :
1. Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif.
2. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
3. Akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh pengertian
akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1. Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2. Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui
apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan
kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode pendidikan Kelompok


Metode pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau kecil,
karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran
pendidikan.
a. Kelompok besar
1. Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2. Seminar ; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas.
Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik
yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.

b. Kelompok kecil.
1. Diskusi kelompok ;
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara
peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan mengeluarkan
pendapat, pimpinan diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga
diskusi berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.

2. Curah pendapat (Brain Storming) ;


Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian
peserta memberikan jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis
dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar
dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan
akhirnya terjadi diskusi.

3. Bola salju (Snow Balling)


Tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian dilontarkan suatu
pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit tiap 2 pasang bergabung menjadi satu.
Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2
pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan
demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.

4. Kelompok kecil-kecil (Buzz group)


Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu
permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok
mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari
kesimpulannya.

5. Memainkan peranan (Role Play)


Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk memainkan
peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll, sedangkan
anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana
interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.

6. Permainan simulasi (Simulation Game)


Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam bentuk
permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli
dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan papan main. Beberapa orang menjadi
pemain, dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber.

3. Metode Pendidikan Massa


Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya menggunakan atau
melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking) Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan
Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain
b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun radio,
pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu
penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio adalah juga merupakan pendidikan
kesehatan massa. Contoh : ”Praktek Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron ”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan kesehatan
massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu siang (th 2006)
e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab /konsultasi
tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah juga
bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke Posyandu”. Andalah yang dapat
mencegahnya (Pemberantasan Sarang Nyamuk).

E. ALAT BANTU DAN MEDIA PENDIDIKAN KESEHATAN

I. Alat Bantu ( Peraga )


1. Pengertian
Alat bantu pendidikan adalah alat – alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan
pendididikan / pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga, karena berfungsi untuk
membantu dan meragakan sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran.
Alat peraga disusun berdasarkan prinsip bahwa pengatahuan yang ada pada setiap manusia itu
diterimaatau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk
menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan
yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengarahkan indera
sebanyak mungkin kepada suatu objek , sehingga mempermudah penerimaan pesan.
Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus
menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam suatu kerucut. Menempati
dasar kerucut adalah benda asli yang mempunyai intensitas tertinggi disusul benda tiruan,
sandiwara, demonstrasi, field trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio,
tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat kurang efektif/intensitasnya
paling rendah.
a. Faedah Alat Bantu Pendidikan
1. Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2. Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3. Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4. Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang
lain.
7. Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku
pendidikan.
8. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
9. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya
memberikan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat sesuatu yang memang diperlukan
akan menimbulkan perhatiannya, dan apa yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan
pengertian baru baginya, yang merupakan pendorong untuk melakukan / memakai sesuatu
yangbaru tersebut.
10. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. Didalam menerima sesuatu yang baru,
manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan atau lupa. Untuk mengatasi hal tersebut”
AVA ( Audio Visual Aids ) akan membantu menegakkan pengetahuan – pengetahuan yang telah
diterima manusia, sehingga apa yang diterima akan lebih lama tinggal / disimpan didalam
ingatan.

b. Macam – Macam Alat Bantu Pendidikan Kesehatan.


Pada garis besarnya hanya ada 2 alat bantu pendidikan atau alat peraga:
1. Alat bantu melihat ( Visual Aids ).
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera mata ( penglihatan ) pada waktu
terjadinya proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk :
• Alat yang diproyeksikan, misalnya : slide, film, filmstrip, dsb.
• Alat yang tidak diproyeksikan :
 Dua dimensi, gambar peta, bagan
 Tiga dimensi, bola dunia, boneka. Dsb

2. Alat bantu dengar ( Audio Aids )


Adalah alat yang dapat membantu menstimulasi indera pendengaran, pada waktu proses
penyampaian bahan pendidikan / pengajaran, misalnya piringan hitam, radio, pira suara, dsb.
3. Alat bantu lihat – dengar
Seperti televisi, dan video kaset.
Alat peraga juga dapat dibedakan menjadi dua ( 2 ) macam menurut pembuatannya dan
penggunaannya, :

 Alat peraga yang complicated ( rumit ), seperti film, filmstrip, slide, yang memerlukan listrik
dan proyektor
 Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan – bahan setempat yang
mudah diperoleh : bambu, karton, kaleng bekas, kertas koran, dsb. Beberapa contoh alat peraga
yang dapat digunakan di berbagai tempat :
• Dirumah tangga seperti leaflet, model buku bergambar, dan benda –benda yang nyata.
• Dikantor dan sekolah seperti papan tulis, flipcart, poster , buku cerita, boneka
• Dimasyarakat, poste, spanduk ,leaflet, flanelgraph.
Ciri – ciri alat peraga kesehatan yang sederhana :
• Mudah dibuat
• Bahan- bahannya dapat diperoleh dari bahan – bahan lokal
• Mencerminkan kebiasaan, kehidupan , dan kepercayaan setempat
• Ditulis ( digambar dengan sederhana )
• Bahasa setempat dan mudah dimengerti oleh masyarakat setempat
• Memenuhi kebutuhan petugas kesehatan dan masyarakat.

c. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan


• Individu atau kelompok
• Kategori – kategori sasaran seperti kelompok umur, pendidikan dan pekerjaan, bahasa yang
mereka gunakan
• Adat istiadat serta kebiasaan
• Minat dan perhatian
• Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima
Alat – alat peraga tersebut sedapat mungkin dapat dipergunakan oleh :
• Petugas – petugas kesehatan
• Kadar kesehatan
• Guru – guru sekolah dan tokoh masyarakat
• Pamong desa

d. Merencanakan dan Menggunakan Alat Peraga


Sebelum membuat alat peraga, kita harus merencanakan dan memilih alat peraga yang paling
tepat untuk digunakan. Oleh karena itu perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
1. Tujuan yang hendak dicapai.
a. Tujuan pendidikan :
• Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep –konsep
• Mengubah sikap dan persepsi
• Menanamkan tingkah laku dan kebiasaan yang baru
b. Tujuan penggunaan alat peraga:
• Sebagai alat bantu dalam latihan
• Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah
• Untuk mengingatkan suatu pesan atau informasi
• Untuk menjelaskan fakta- fakta, prosedur dan tindakan

2. Persiapan penggunaan alat peraga.


Sebelum menggunakan alat peraga sebaiknya petugas mencoba terlibuh dahulu alat – alat
tersebut, yang masih dalam bentuk kasar sebelum diproduksi seluruhnya. Gunanya tes percobaan
ini adalah untuk mengetahui sejauh mana alat peraga tersebut dapat dimengerti oleh sasaran
pendidikan.
Cara melakukan percobaan tersebut antara lain :
1. Merencanakan terlebih dahulu tes pendahuluan untuk suatu media yang akan diproduksi.
2. Menentukan pokok – pokok yang akan dipesankan dalam media tersebut
3. Menentukan gambar – gambar pokok atau simbol – simbol yang disesuaikan dengan ciri –
ciri sasaran.
4. Memperlihatkan alat peraga/ media tersebut kepada sasaran tercoba
5. Menanyakan kepada sasaran tercoba :
a. Apakah mereka mengalami kesukaran dalam memahami pesan – pesan, kata- kata dan
gambar – gambar dalam media tersebut
b. Menanyakan hal – hal yang tidak dimengerti
c. Mencatat komentar dari sasaran tercoba
d. Melakukan perbaikan alat peraga tersebut
e. Mendiskusikan alat yang dibuat tersebut dengan orang lain atau para ahli

3. Cara menggunakan alat peraga :


Cara menggunakan alat peraga sangat tergantung pada alatnya. Disamping itu juga
dipertimbangkan faktor sasaran pendidikannya. Untuk masyarakat yang buta huruf akan lain
dengan masyarakat yang telah berpendidikan, dan yang lebih penting alat yang digunakan harus
menarik sehingga menibulkan minat para peserta. Pada waktu menggunakan AVA hendaknya
memperhatikan hal berikut :
a. Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati
b. Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan itu adalah penting
c. Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar agar mereka tidak kehilangan kontrol dari
pihak pendidik
d. Nada suara hendaknya ditukar – tukar agar pendengar tidak bosan
e. Ikutsertakan para pesertanya atau pendengar, berikan kesempatan untuk memegang dan
mencoba alat tersebut.
f. Jika perlu berilah selingan humor.

II. Media Pendidikan Kesehatan


Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio visual
aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel)
untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah
penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”. Berdasarkan fungsinya sebagai
penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik,
media papan (bill board)
1. Media Cetak
a. Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
b. Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
c. Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
d. Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya
dalam bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di baliknya berisi
kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
e. Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah
kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
f. Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang biasanya
ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
g. Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.

2. Media Elektronik

a. Televisi ; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab,


pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.
b. Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
c. Video Compact Disc (VCD).Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan
pesan/informasi kesehatan.

d. Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.

3. Media Papan (Bill Board)


Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan
atau informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan yang
ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus/taksi).

F. PERILAKU KESEHATAN

1. Konsep Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil
hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respons). Ia membagi respons menjadi 2

a. Respondent respons/reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan


tertentu. Perangsangan semacam ini disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respons-
respons yang relatif tetap, misalnya : makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya
yang kuat akan menimbulkan mata tertutup, dll. Respondent respons (respondent behavior) ini
mencakup juga emosi respons atau emotional behavior. Emotional respons ini timbul karena hal
yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan. Misalnya menangis karena sedih/sakit,
muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan
pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkat-jingkat karena senang,
dll.

b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembang
diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau
reinforcer, karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau
memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan. Contoh : Apabila seorang anak
belajar atau telah melakukan suatu perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan
menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut. Dengan kata
lain, responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.

2. Perilaku Kesehatan
Yaitu suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup
4 (empat) :

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespons, baik
pasif (mengetahui, mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya maupun di luar
dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit
tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkatan-
tingkatan pencegahan penyakit, misalnya : perilaku pencegahan penyakit (health prevention
behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur dengan
kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi,dll. Persepsi adalah sebagai
pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.

b. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan tradisional maupun


modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas
kesehatan, dan obat-obatan, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan
pengguanaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respons seseorang terhadap


makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan
praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi,
pengelolaan makanan, dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons
seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini
seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan air kotor,
dengan limbah, dengan rumah yang sehat, dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor),
dan sebagainya.

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health
behavior) sebagai berikut :
1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau
kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk juga
tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan,
sanitasi, dan sebagainya.

2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang individu yang merasakan sakit, untuk merasakan merasakan dan mengenal keadaan
kesehatannya atau rasa sakit, termasuk kemampuan atau pengetahuan individu untuk
mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit, serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.

3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakuakan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini
disamping berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap
orang lain, terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab
terhadap kesehatannya.

3. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang
terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons berbentuk 2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak
secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misal tanggapan atau sikap batin dan
pengetahuan. Misalnya ; seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah suatu penyakit
tertentu, meski ia tak membawa anaknya ke puskesmas, seseorang yang menganjurkan orang
lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di atas ibu itu telah tahu guna imunisasi
dan orang tersebut punya sikap positif mendukung KB, meski mereka sendiri belum melakukan
secara konkret terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih
terselubung (covert behavior).

b. Bentuk aktif, yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada
kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi dan orang
pada kasus kedua sudah ikut KB dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu
perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ”overt behavior”.

4. Domain Perilaku Kesehatan

a. Menurut Bloom
1. Perilku kognitif (kesadaran, pengetahuan)
2. Afektif (emosi )
3. Psikomotor (gerakan, tindakan)

b. Menurut Ki Hajar Dewantara.


a. Cipta (peri akal)
b. Rasa (peri rasa)
c. Karsa (peri tindak)

c. Ahli-ahli lain
a. Knowledge (pengetahuan), yaitu hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan (rasa, lihat, dengar, raba, bau) terhadap suatu obyek tertentu.

b. Attitude (sikap), yaitu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus
atau obyek. Ahli lain menyatakan kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak.

c. Practice (tindakan/praktik). Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan
(overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang positif
terhadap imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas
imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor
fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari fihak lain, misal suami atau istri, orang
tua atau mertua, sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana.

d. Metode pendidikan untuk mengubah masing-masing domain perilaku


Merubah Pengetahuan Merubah Sikap Merubah Praktik
Ceramah Diskusi Kelompok Latihan sendiri
Kuliah Tanya Jawab Bengkel kerja
Presentasi Role Playing Demonstrasi
Wisata Karya Pemutaran film Eksperimen
Curah pendapat Video
Seminar Tape Recorder
Studi kasus Simulasi
Tugas baca
Simposium
Panel
Konferensi

5. Tiga Faktor Pokok Yang Melatarbelakangi/Mempengaruhi Perilaku :


Faktor Predisposing, berupa pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dll.
a. Faktor Enabling/pemungkin, berupa ketersediaan sumber-sumber/fasilitas, peraturan-
peraturan.
b. Faktor Reinforcing/mendorong/memperkuat, berupa tokoh agama, tokoh masyarakat.

PERUBAHAN PERILAKU DAN PROSES BELAJAR

1. Teori Stimulus dan Transformasi


Teori stimulus - respon kurang memperhitungkan faktor internal, dan transformasi yang
telah memperhitungkan faktor internal. Teori stimulus respon yang berpangkal pada
psikologi asosiasi menyatakan bahwa apa yang terjadi pada diri subjek belajar adalah
merupakan rahasia atau biasa dilihat sebagai kotak hitam ( black box). Belajar adalah
mengambil tanggapan - tanggapan dan menghubungkan tanggapan - tanggapan dengan
mengulang - ulang. Makin banyak diberi stimulus, makin memperkaya tanggapan pada
subyek belajar.
Teori transformasi yang berlandaskan psikologi kognitif, menyatakan bahwa belajar
adalah merupakan proses yang bersifat internal di mana setiap proses tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, antara lain metode pengajaran. Faktor eksternal
itu misalnya persentuhan, repetisi/pengulangan, penguat. Faktor internal misalnya fakta,
informasi, ketrampilan, intelektual, strategi.

2. Teori-teori belajar sosial (social learning)


a. Teori belajar sosial dan tiruan dari Millers dan Dollard

Ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan;


1. Tingkah laku sama (same behavior).
Contoh : dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama.

2. Tingkah laku tergantung (macthed dependent behavior).


Contoh : kakak-beradik yang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka
membawa coklat (ganjaran). Adiknya juga mengikuti. Adiknya yang semula hanya
meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meski kakaknya tak ada, ia akan lari
menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.

3. Tingkah laku salinan (copying behavior) Perbedaannya dengan tingkah laku


bergantung adalah dalam tingkah laku bergantung ini si peniru hanya bertingkah laku
terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah
laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa lalu dan masa
yang akan datang. Tingkah laku model dalam kurun waktu relatif panjang ini akan
dijadikan patokan si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang
akan datang, sehingga lebih mendekati tigkah laku model.

b. Teori belajar sosial dari Bandura dan Walter


1. Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah laku baru melalui
asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
2. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition), dimana
tingkah laku yang tidak sesuai dengan model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah
laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul
tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
3. Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah laku-tingkah laku yang sudah
pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah
laku model.

G. PERAN PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM KESEHATAN


MASYARAKAT

Kesehatan merupakan hasil interksi berbagai faktor, baik faktktot internal maupun
eksternal. Faktor eksternal terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari
berbagai faktor, antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik,
ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar, faktor – faktor yang
mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan
menjadi 4 ( Blum, 1974 ). Berdasarkan urutan besarnya pengaruh terhadap kesehatan
teresebut adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, lingkungan,
dsb.
2. Perilaku
3. Pelayanan kesehatan
4. Hereditas ( keturunan )

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat hendaknya dialamatkan kepada 4


faktor tersebut. Dengan kata lain, intervensi atau upaya kesehatan masyarakat juga
dikelompokkan menjadi 4, yakni intervensi terhadap lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan, dan hereditas.
Intervensi terhadap lingkungan fisik adalah dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan,
sedangkan terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, ekonomi, dalam bentuk program
– program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi masyarakat, penstabilan
politik dan keamanan. Intervensi terhadap faktor pelayanan kesehatan adalah dalam
bentuk penyediaan dan atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem
dan manajemen pelayanan kesehatan. Sedangkan intervensi terhadap faktor hereditas
antara lain, dengan perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi ibu hamil.
Dengan gizi yang baik, ibu hamil akan menghasilkan anak yang sehat dan cerdas.
Sebaliknya ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan anak dengan berat badan yang
kurang, sakit – sakitan dan bodoh. Disamping itu pendidikan kesehatan bagi kelompok
yang mempunyai faktor resiko menurunkan penyakit tertentu.
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku.
Namun demikian, ketiga faktor lain ( lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas )
juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan. Secara terperinci dapat dijelaskan
sebagai berikut.
1. Peran pendidikan dalam faktor lingkungan.
Perilaku masyarakat yang tidak mengoptimalkan sanitasi dan fasilitas lainnya, baik
berupa fisik maupun non fisik.

2. Peran pendidikan kesehatan dalam perilaku


Pendidikan kesehatan ialah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilku
masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Artinya pendidikan kesehatan berupaya agar
masyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan mereka,
bagaimana mencegah atau menghindari hal – hal yang merugikan kesehatan mereka dan
kesehatan orang lain, kemana seharusnya mencari pengobatan bilamana sakit.
Kesadaran masyarakat tentang kesehatan disebut “Melek Kesehatan “ ( Helath Literacy
). Pendidikan kesehatan pada akhirnya bukan hanya mencapai melek kesehatan pada
masyarakat saja, namun yang lebih penting ialah mencapai perilaku kesehatan ( Healthy
Behaviour ). Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari ( Knowledge ) dan disikapi
( Attitude ) ,melainkan harus dikerjakan atau dilaksanakan dalam kehidupan sehari – hari
( Practice ). Hal ini berarti bahwa tujuan akhir dari pendidikan kesehatan adalah agar
masyarakat dapat mempraktekkan hidup sehat bagi diri sendiri dan bagi masyarakat, atau
masyarakat dapat berperilaku hidup sehat ( Healthy Life Style).

3. Peran pendidikan kesehatan dalam pelayanan kesehatan.


Dalam rangka perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah indonesia dalam hal ini
departemen kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan masyarakat dalam bentuk
pusat pelayanan kesehatan masyarakat ( Puskesmas ). Tidak kurang dari 7000 puskesmas
tersebar di seluruh indonesia. Namun pemanfaatan puskesmas oleh masyarakat belum
optimal.

4. Peran pendidikan kesehatan dalam faktor hereditas.


Orang tua khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan status
kesehatan kepada anak –anak mereka. Orang tua yang sehat dan gizinya baik akan
mewariskan kesehatan yang baik pula kepada anaknya, sebaliknya kesehatan orang tua,
khususnya kesehatan ibu yang rendah dan kurang gizi, akan mewariskan kesehatan yang
rendah pula kepada anaknya. Rendahnya kesehatan orang tua terutama ibu, bukan hanya
karena sosial ekonominya rendah, tetapi sering juga disebabkan karena orang tua, atau
ibu tidak mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatannya, atau tidak tahu
makanan yang bergizi yang harus dimakan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan
diperlukan pada kelompokk , agar masyarakat dan orang tua dapat menyadari dan
melakukan hal – hal yang dapat mewariskan kesehatan yang baik kepada keturunan
mereka.
Disamping itu, banyak penyakit yang dapat diturunkan kepada anak oleh orang tua, baik
itu ayah maupun ibu. Bagi kelompok masyarakat yang berisiko menderita penyakit
turunan ( asma, rematik, jantung koroner ) harus diberikan pengertian sehubungan
dengan penyakti- penyakit tersebut agar lebih berhati – hati dan mengurangi akibat
serius dari penyakit tersebut.
Apabila kita cermati peran kesehatan dalam 4 faktor yang mempengaruhi kesehatan
tersebut, maka sebenarnya masing – masing faktor tersebut terkati dengan perilaku
manusia, yakni perilaku masyarakat dalam menyikapi dan mengelola lingkungannya.
Perilaku masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, perilaku
masyarakat dan petugas kesehatan dalam menyikapi dan mengelola fasilitas atau
pelayanan kesehata, kesadaran, praktik hidup sehat dalam mewariskan status kesehatan
kepada anak atau keturunannya.
Untuk mengondisikan faktor- faktor tersebut diperlukan pendidikan kesehatan. Itulah
sebabnya maka pendidikan kesehatan tidak terlepas dari perilaku. Pendidikan kesehatan
selalu terikat dengan perilaku.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat sangat diperlukan pendidikan
kesehatan. Pendidikan masyarakat akan diberikan atau di informasikan oleh tenaga
kesehatan . Oleh sebab itu seluruh tenaga kesehatan hendaknya dapat melakukan
kegiatan tersebut, seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat,memberikan
bimbingan atau pelatihan kepada kader – kader di dalam ruang lingkup masyarakat.
Dengan adanya pendidikan kesehatan dalam masyarakat hendaknya akan mempengaruhi
atau merubah sikap dan perilaku masyarakat tersebut yaitu (PHBS).

B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
pemakalah mohon saran agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pemakalah dan pembaca.

Anda mungkin juga menyukai