Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM

OLEH

NOPI INDARSIH

NIM. 01.16.077

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia serta hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal
yang berjudul “Terapi Relaksasi Nafas Dalam” ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga penulis berterima kasih pada bapak Dr.
Yulianto S.Kep.Ners.,M.Kes selaku pembimbing akademik Keperawatan
Gerontik yang telah memberikan tugas ini.

Penulis sangat berharap proposal ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai terapi aktivitas kelompok
khususnya teknik relaksasi nafas dalam. Penulis juga menyadari sepenuhnya
bahwa didalam proposal ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik, saran serta usulan demi
memperbaiki proposal yang telah penulis buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga proposal sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya proposal yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon
kritik dan saran yang membangun dari Anda demiperbaikan proposal ini di waktu
yang akan datang.

Nganjuk, 28 November 2020

Penulis
PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM

A. Latar Belakang

Penyakit jantung coroner (PJK) ialah penyakit jantung yang terutama


disebabkan karena penyempitan arteria koronaria akibat proses aterosklerosis
atau spasme atau kombinasi keduanya. PJK terus menjadi penyebab utama
kematian diantara individu orang-orang dewasa di Australia dan Selandia
Baru, keadaan ini tetap berlanjut sekalipun terjadi peningkatan dalam
pencegahan dan penanganan penyakit (Esther,2009). Perubahan gaya hidup
yang terjadi pada masyarakat membawa dampak terhadap perkembangan
penyakit degeneratif, salah satunya adalah PJK. WHO memperkirakan sekitar 17
juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler, pada tahun 2005 sekitar 7,6
juta meninggal dunia akibat PJK. Penyakit ini merupakan salah satu masalah
kesehatan utama yang banyak diderita oleh masyarakat diseluruh dunia
termasuk Indonesia. WHO memperkirakan sekitar 17 juta orang meninggal
akibat penyakit kardiovaskuler, setiap 5 detik satu orang meninggal akibat
serangan jantung. Sekitar 80% dari kematian tersebut terjadi di negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah.
Di Amerika setiap tahunnya 550 orang meninggal karena PJK. Hasil
survey yang dilakukan Departemen Kesehatan RI menyatakan prevalensi PJK
di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat (Majid,2007). Dampak utama
PJK adalah gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke dalam jaringan miokard
akibat penurunan aliran darah coroner. Kurangnya pasokan darah karena
penyempitan arteri coroner mengakibatkan gejala angina.
Angina pectoris merupaka suatu sindrom klinis didapatkan sakit dada yang
timbul waktu melakukan aktivitas karena adanya iskemik miokard. Hal ini
menunjukan telah terjadi > 70% penyempitan arteria koronaria. Angina pectoris
dapat muncul sebagai angina pectoris stabil (APS) dan dapat berkembang
menjadi lebih berat yaitu Sindroma KOroner Akut (SKA) atau dikenal
dengan serangan jantung mendadak (heart attack) dan menyebabkan
kematian (Majid,2007).
Hasil survey yang dilakukan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
menyatakan prevalensi menunjukan PJK menempati peringkat ke 3 penyebab
kematian setelah stroke dan hipertensi. Angka kejadian PJK berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes pada tahun 2007 adalah
sebanyak 7,2% (Azahra,2011). Fakta menunjukan bahwa PJK menyumbang 40%
dari seluruh kematian, sebanyak 17 juta kasus didiagnosa baru PJK tercatat setiap
tahunnya. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Sumber Waras, kasus PJK dari
tahun ke tahun cenderung meningkat, tahun 2011 sebanyak 41 kasus dan tahun
2012 terdapat 87 kasus PJK. Kemungkinan terjadinya PJK ditentukan oleh factor
tertentu, yaitu factor yang tidak dapat dirubah dan factor yang dapat dirubah
melalui perubahan gaya hidup. Faktor yang tidak dapat diubah yaitu umur, jenis
kelamin, ras dan factor herediter.Sedangkan factor yang dapat dirubah yaitu
hiperkolesterolemia, hipertensi, rokok, banyak makan lemak, kurang olah raga,
stress dan obesitas (Tambayong,2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Lansia dapat melakukan teknik nafas dalam sendiri atau dengan
bimbingan
2. Tujuan Khusus
a. Lansia dapat memahami teknik nafas dalam
b. Lansia dapat mengetahui keuntungan melakukan teknik nafas dalam
c. Lansia dapat melakukan teknik nafas dalam dengan baik
C. Setting
Lansia dan mahasiswa duduk bersama setelah itu mengambil posisi
nyaman (duduk) untuk memulai teknik nafas dalam di ruangan.
D. Pelaksanaan
Hari/tanggal : Sabtu, 29 November 2020
Waktu : 10.00 – 10.30 WIB
Tempat : Ruang Tamu Ny.R
E. Rencana Kegiatan
1. Kegiatan : Teknik relaksasi nafas dalam dengan lansia dengan penyakit
jantung koroner/ congestive heart failure
2. Materi : - Pengertian teknik relaksasi nafas dalam
- Manfaat teknik relaksasi nafas dalam
- Mekanisme kerja teknik relaksasi nafas dalam
- Indikasi teknik relaksasi nafas dalam
- Kontraindikasi teknik relaksasi nafas dalam
- Teknik relaksasi nafas dalam
F. Langkah kegiatan

No Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Peserta


1. 5 Menit Pembukaan :
1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan
3. Menjelaskan topik kegiatan 3. Memperhatikan
4. Menjelaskan tujuan 4. Memperhatikan
5. Membuat kontrak waktu dan 5. Memperhatikan
meminta kerjasama dengan
peserta
2. 20 Menit Pelaksanaan :
1. Menjelaskan tentang pengertian 1. Mendengarkan dan
teknik relaksasi nafas dalam memperhatikan
2. Menjelaskan manfaat teknik
relaksasi nafas dalam 2. Mendengarkan dan
3. Menjelaskan mekanisme kerja memperhatikan
teknik relaksasi nafas dalam
3. Mendengarkan dan
4. Menjelaskan indikasi teknik
memperhatikan
relaksasi nafas dalam
5. Menjelaskan kontraindikasi
teknik relaksasi nafas dalam
4. Mendengarkan dan
6. Menjelaskan teknik relaksasi
memperhatikan
nafas dalam

3 10 menit Penutup :
1. Mengevaluasi atau meminta 1. Menjawab dan
lansia mengulang kembali mengulangi
teknik relaksasi nafas dalam
2. Memberikan inforcement 2. Memperhatikan
positif pada lansia
3. Mendengarkan dan
3. Memberikan motivasi kepada
memperhatikan
lansia agar menerapkan gaya
hidup sehat dan langkah-
langkah dalam melakukan
teknik relaksasi nafas dalam
4. Menjawab salam
4. Memberikan salam penutup

G. Evaluasi
a. Evaluasi struktur
- Kesiapan mahasiswa dalam memberikan sudah cukup matang
b. Evaluasi proses
- Pelaksanaan sesuai dengan alokasi waktu
- Peserta mengikuti kegiatan dengan aktif
c. Evaluasi hasil
- Peserta mampu mendemonstrasikan kembali langkah – langkah dalam
melakukan teknik relaksasi nafas dalam

MATERI
TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM

A. Pengertian
Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011), relaksasi nafas dalam adalah
pernafasan abdomen dengan frekuensi lambat atau perlahan, berirama, dan
nyaman yang dilakukan dengan memejamkan mata.
B. Manfaat
1) Pasien mendapatkan perasaan yang tenang dan nyaman
2) Mengurangi rasa nyeri
3) Pasien tidak mengalami stress
4) Melemaskan otot untuk menurunkan ketegangan dan kejenuhan yangbiasanya
menyertai nyeri
5) Mengurangi kecemasan yang memperburuk persepsi nyeri
6) Relaksasi nafas dalam mempunyai efek distraksi atau penglihatan perhatian
Menurut D'silva, F., H., V., & Muninarayanappa, N. (2014, March)
“Effectiveness Of Deep Breathing Exercise (DBE) On The Heart Rate Variability,
BP, Anxiety & Depression Of Patients With Coronary Artery Disease”
menunjukkan hasil bahwa relaksasi napas dalam efektif dalam menurunkan
kecemasan pada pasien penyakit arteri coroner. Hal tersebut terbukti dari hasil
penelitian dimana responden yang diberikan intervensi relaksasi napas dalam
mengalami penurunan kecemasan dari kecemasan berat menjadi kecemasan ringan dan
sedang. Dari 65 responden, 21 responden (52.5%) memiliki kecemasan ringan dan 17
responden (42.5%) dengan kecemasan sedang, dan sisanya mengalami depresi depresi
ringan serta hipertensi baik pre hipertensi maupun yang termasuk dalam hipertensi.

C. Mekanisme
Slow deep breathing secara teratur akan meningkatkan sensitivitas
baroreseptor dan mengeluarkan neurotransmitter endorphin sehingga
mengstimulasi respons saraf otonom yang berpengaruh dalam menghambat pusat
simpatis (meningkatkan aktivitas tubuh) dan merangsang aktivitas parasimpatis
(menurunkan aktivitas tubuh atau relaksasi). Apabila kondisi ini terjadi secara
teratur akan mengaktivasi cardiovasculer contro center (CCC) yang akan
menyebabkan penurunan heart rate, stroke volume, sehingga menurunkan cardiac
output, proses ini memberikan efek menurunkan tekanan darah Johan (2000
dalam Tahu, 2015). Proses fisiologi terapi nafas dalam (deep breathing) akan
merespons meningkatkan aktivitas baroreseptor dan dapat mengurangi aktivitas
keluarnya saraf simpatis dan terjadinya penurunan kontraktilitas, kekuatan pada
setiap denyutan berkurang, sehingga volume sekuncup berkurang, terjadi
penurunan curah jantung dan hasil akhirnya yaitu menurunkan tekanan darah
sehingga mengurangi kecemasan (Muttaqin, 2009 dalam Khayati et all, 2016).
D. Indikasi
1) Pasien yang mengalami nyeri nyeri akut tingkat ringan sampai dengan sedang
akibat penyakit yang kooperatif
2) Pasien yang nyeri kronis
3) Nyeri pasca operasi
4) Pasien yang mengalami stress
E. Kontraindikasi
Terapi relaksasi nafas dalam tidak diberikan pada pasien yang mengalami
sesak nafas.

F. Teknik Terapi Relaksasi Nafas Dalam


Menurut Earnest (1989) dalam Setyoadi & Kushariyadi (2011),, teknik
relaksasi nafas dalam dijabarkan seperti berikut :
1) Klien menarik nafas dalam dan mengisi paru dengan udara, dalam 3 hitungan
(hirup, dua,tiga).
2) Udara dihembuskan perlahan-lahan sambil membiarkan tubuh menjadi rileks
dan nyaman. Lakukan penghitungan bersama klien (hembuskan, dua, tiga).
3) Klien bernafas beberapa kali dengan irama normal.
4) Ukangi kegiatan menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Biarkan
hanya kaki dan telaopak kaki yang rilaks. Perawat meminta klien
mengonsentrasikan pikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.
5) Klien mengulangi langkah keempat dan mengonsentrasikan pikiran pada
lengan, perut, punggung dan kelompok otot yang lain.
6) Setelah seluruh tubuh klien rileks, ajarkan untuk bernafas secara perlahan-
lahan. Bila nyeri bertambah hebat, klien dapat bernafas secara dangkal dan
cepat.

Anda mungkin juga menyukai