Anda di halaman 1dari 6

ANATOMI DAN FISIOLOGI PLASENTA

SERTA FISIOLOGI KALA III

Oleh :

HILDA HAZARANI
PO.71.24.1.18.018
TINGKAT 2 REGULER A
Dosen Pengampuh : Kharisma Virgian, S.ST., M.Keb.

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2019


ANATOMI DAN FISIOLOGI PLASENTA
SERTA FISIOLOGI KALA III

A. Anatomi dan Fisiologi Plasenta


1) Pengertian Plasenta
Plasenta disebut juga dengan tembuni atau ari-ari merupakan sebuah
organ dalam kandungan di masa kehamilan. Pertumbuhan dan perkembangan
plasenta penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Plasenta
terbentuk sempurna pada minggu ke-16 dimana desida parietalis dan desidua
kapsilaris telah menjadi satu. Normalnya plasenta terletak pada bagian korpus
uteri bagian depan atau bagian belakang yang sedikit mengarah ke fundus
uteri. Plasenta memiliki berat antara 500-600 gram. Plasenta berbentuk bundar
dengan ukuran sekitar 15 cm x 20 cm, tebalnya kurang lebih 2,5-3 cm.
Umumnya plasenta paling dikenal dengan fungsinya yang memberikan
nutrisi yang bersumber dari ibu kepada janin. Namun plasenta juga memiliki
beberapa fungsi lain sebagai berikut:
1. Nutritif
Plasenta berfungsi sebagai alat pemberian makanan dan nutrisi
yang dibutuhkan oleh janin.
2. Respiratif
Plasenta berfungsi sebagai alat penyalur zat asam O2 dan
pembuangan CO2.
3. Eksresi
Plasenta berfungsi sebagai alat untuk mengeluarkan sampah hasil
metabolisme. Ginjal, hati, usus belum berfungsi dengan baik sehingga
alat pembuangan sisa metabolisme dibuang ui yang dapat
menghubungkan janin dengan dunia luar secara tidak langsung
4. Plasenta juga berfungsi untuk menghasilkan hormon sebagai berikut :
a) Korionik Gonadotropin
Berfungsi merangsang korpusluteum menjadi korpus
gravidarum sehingga tetap mengeluarkan estrogen,
progesteron, dan korpus luteum yang akan terus berfungsi
sampai uri berbentuk sempurna
b) Korionik Somato Mamma Tropin
Untuk metabolisme protein yang akan menimbulkan
pertumbuhan janin dan mengatur metabolisme karbohidrat dan
lemak.
c) Estrogen
Untuk mendukung tumbuh kembang otot rahim, retensi air
dan garam, perkembangan payudara sebagai persiapan ASI,
dan melaksanakan sintesis protein.
d) Progesteron
Sebagai alat penenang otot rahim selama hamil,
menghalamgi proses pematangan folikel degraf sehingga tidak
terjadi ovulasi.
e) Alat-Alat Penyalur Antibodi (Imunisasi)
Janin mempunyai kekenalam khusus sampai umur 4 bulan
yang selanjutnya akan menurun. Antibodi yang dibentuk ibu
melalui uri memyebabkan bayi kebal terhadap infeksi. Antibodi
ini disalurkan melalui ASI sehingga kolostrum harus diberikan.
f) Barier (Pertahanan)
Sel trofoblas pada plasenta bertindak sebagai barier
terhadap beberapa bakteri dan virus obat-obatan yang
membahayakan pertumbuhan janim dalam.uterus, dihalangi
masuknya melalui plasenta.
Plasenta memiliki beberapa tipe. Berdasarkan bentuknya terbagi
atas plasenta normal, plasenta suksenturiata (satu lobus terpisah),
plasenta bilobus (2 lobus), plasenta trilobus (3 lobus). Berdasarkan
letaknya plasenta terbagu menjadi beberapa tipe, yaitu:
a. Plasenta normal : jonjot khorion (villi chorialis) melekar pada
endometrium tak sampai memran basal
b. Plasenta Adhesiva : Plasenta ini melekat erat pada
endometrium tak sampai membran basal.
c. Plasenta Akreta : Plasenta melekat pada endometrium sampai
menemnus membran basal.
d. Plasenta Inkerta : Melekat sampai menemnus otot rahim
(myiometrium)
e. Plasenta Perkreta : Melekat atau menembus serosum atau
peritoneum.

2) Bagian-bagian Plasenta
 Bagian janin (fetal Portion)
Vili korialis yang berasal dari korion, ruang-ruang interviler.
Amnion yang tampak licin, dibawah amnion berjalan, cabang-cabang
pembuluh darah pusat, tempat insertari tali pusat pada bagian fetal.
 Bagian Maternal (Maternal Portion)
Bagian yang terdiri atas beberapa koledon kurang lebih 15-20
kotiledon. Berwarna kemerahanan dan berbentuk seperti ada celah-
celah.
 Tali Pusat
Bagian yang behubungan drngan plasenta. Tali pusat memiliki
panjang rata-rata 25-60 cm. Panjang terpendek tali pusat 2,5 cm.
Sedangkan terpanjang kurang lebih 200 cm.
3) Pengertian Tali Pusat
Tali pusat adalah jaringan pengikat yang menghubungkan plasenta dan
janin. Tali pusat berfungsi untuk menjaga viabilitas (kelangsungan hidup) dan
memfasilitasi pertumbuhan embrio dan janin. Tali pusat tersusun dari 90% air
dan terhubung dengan cakram intervertebral (80%) serta kartilago tulang
rawan sendi 95%. Tali pusat inilah yang nantinya akan dijepit setelah bayi
lahir.
Bagian tali pusat yang berhubungan dengan plasenta disebut dengan
insertio. Apabila ditengah disebut dengan insertio sentralis. Apabila letaknya
sedikit ke pinggir disebut dengan insertio lateralis. Apabila letaknya di
pinggir uri disebut dengan insertio marginalis. Namun, terkadang tali pusat
juga berada di luar uri dan terhubung dengan uri melalui selaput janin yang
disebut dengan insertio valamentosa.

4) Hubungan Tali Pusat dan Plasenta


Tali pusat memliki hubungan yang sangat erat dengan plasenta. Apabila
terjadi masalah pada tali pusat maka nutrisi, oksigen dan imuniras tidak akan
tersampaikan ke janin. Karena tali pusat berfungsi sebagai alat penyalur /
penghubung seluruh kebutuhan yang dibutuhkan janin dari ibu ke plasenta
serta pengeluaran sisa-sisa metabolisme dari janin ke ibu. Maka dari itu
apabila terjadi masalah pada tali pusat maka janin akan mengalami gangguan
dalam penerimaan seluruh kebutuhan dan juga terjadi gangguan pengeluaran
metabolisme pada janin.

B. Fisiologi Kala III


1) Mekanisme Pelepasan Plasenta
Kala III dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketubah. Kala III berlabgsung selama 15 – 30 menit,
baik pada primipara dan multipara. Kala III sering disebut dengan kala
uri atau kala pengeluaran plasenta. Adanya kontraksi uterus pada kala II
menyebabkan plasenta terpisah dari dinding uterus. Berat plasenta
mempermudah terlepasnya selaput ketuban yang terkupas dan
dikeluarkan. Tempat pelekatan plasenta juga menentukan kecepatan
pemisahan dan metode ekspulsi plasenta. Selaput ketuban dikeluarkan
dengan penonjolan bagian ibu atau bagian janin.
Pada kala III, otot uterus berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setekah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan
berkurangnya tempat perlekatan plasenta. Hal ini dikarenakan tempat
perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas plasenta akan turum ke bagian bawah
uterus atau ke dalam vagina.
2) Tanda – Tanda Pelepasan Plasenta
 Terjadi semburan darah secara tiba-tiba katena pecahnya
penyumbat retro plasenter saat plasenta pecah.
 Terjadi perunahan uterus yang semula discoid menjadi globuler.
 Perubahan uterus, yaitu menjadi naik di dalam abdomen.
 Hasil menunjukkan bahwa setelah plasenta lepas TFU akan
naik. Disebabkan karena adanya oergerakan plasenta ke segmen
bawah rahim.
3) Fase Lepasnya Plasenta
Fase ini adalah tahap dimana plasenta menyempurnakan pemisahan
dari dinding uterus. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dan plasenta. Plasenta terpisah karena adanya pergerakan pasif
dari pladenta dan gerakan aktif otot uterus pada tempat melekatnya
plasenta. Keadaan ini mengakibatkan sobeknya plasenta di lapisan
spongiosa, namun bisa juga dikatakan fase pelepasam plasenta terjadi di
myometrium yang berkontraksi mengikuti penyusutan volume cavum
uteri setelah bayi lahir. Pemisahan plasenta ini biasanya terjadi sekitar 8
menit. Cara pelepasan plasenta dibagi menjadi 2 macam :
 Secara Schultze
Pelepasan yang dimulai di bagian tengah plasenta dan
terjadi hematoma retroplasentair yang selanjutnya mengangkat
plasenta dari dasarnya. Plasenta dengan hematoma diatasnya
sekarang jatuh ke bawah dan menarik lepas selaput janin.
Bagian plasenta yang tampak pada vulva adalah permukaan
fetal, sedangkan hematoma berada dalam kantong yang beputar
balik. Pada pelepasan secara scultze tidak terjadi perdarahan
sebelum plasenta lahir atau sekurang-kurangmya terlepas secara
keseluruhan. Ketima plasenta labir darah pun akan mengalir.
Pelepasan dengan cara ini palinh sering dialami ibu bersalin.
 Secara Duncan
Pelepasan yang dimulai dari pinggir plasenta, lalu darah
memgalir antara selaput janin dan dinding rahum.
Menyebabkan adanya perdarahan sejak bagian dari plasenta
lepas dan terus berlangsung sampai seluruh bagian plasenta
terlepas. Pelepasan plasenta dengan cara ini sering terjadi pada
plasenta dengan letak yang lebih rendah.
4) Penanganan Jika Plasenta Tidak Lepas
a. Plasenta Tertinggal
Penanganan yang harus dilakukan ketika plasenta tertinggal
adalah menempatkan bayi untuk disusui, stimulasi puting susu,
mengatur wanita pada posisi jongkok, memastikan kandung
kemih kosong dengan cara kateterisasi jika kandung kemih
penuh dan tidak mampu buang air kecil. Dapat juga dilakukan
dengan memberikan injeksi oksitosin intraumbilikalis dengan
larutan 10 IU pitocin yang dilarutkan dengan 20 cc normal
saline ke vena umbilikalis.
b. Plasenta Akteta
Penanganannya dengan cara melakukan pemeriksaan
mikroskopis untuk mengetahui apakah plasenta akreta atau
bukan. Jika menunjukkan plasenta akreta maka lakukan rujukan
untuk mendapakan indakan histerektomi darurat.
c. Plasenta Belum Lahir
Apabila plasenta belum lahur pada 15 menit pertama maka
bidan dapat memberikan suntikan oksitosin 10 IU dengan IM
dosis kedua. Lakukan pemeriksaan kandung kemih, apabila
penuh kosongkan kandung kemih menggunakan cara
kateterisasi. Gunakan teknik aseptik untuk memasukkan
kembali penegangan tali pusat dan dorso-kronial. Nasehati
keluarga untuk melakukan rujukan apabila plasenta tidak lahir
dalam 30 menit.
Pada menit ke -30 lakukan lagi penegangan tali pusat untuk
terakhir kalinya. Apabila masih belum lahir lakukan rujukan
apabila fasilitas rujukan dapat dijangkau. Namun, apabila
fasilitas rujukan sulit dijangkau maka lakukan tindakan plasenta
manual. Pastikan petugas kesehatan telah terlatih dan kompeten
agar tindakan dapat berjalan dengan baik sesuai prosedur.

Anda mungkin juga menyukai