NICU
RUMAH SAKIT Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
OLEH
HASMI
R014182051
Mengetahui,
A. Definisi :
Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan
minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). The American Academy of
Pediatric, mengambil batasan 38 minggu untuk menyebut prematur. Bayi prematur
adalah bayi yang lahir di bawah dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2.500
gram (Manuaba, 2015). Bayi prematur merupakan bayi yang lahir pada usia
kehamilan kurang atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan
lahir (Wong, 2009).
Bayi prematur adalah bayi yang lahir setelah 24 minggu dan sebelum 37
minggu kehamilan, dengan berat badan 2500 gram atau kurang saat lahir, terlepas
dari usia kehamilan tepat atau dibawah 37 minggu (Brooker, 2008).
B. Klasifikasi :
Usia kehamilan normal bagi manusia adalah 40 minggu. Menurut World
Health Organization (WHO), usia kehamilan pada bayi yang baru lahir dikategorikan
menjadi prematur, normal, dan lebih bulan. Kelahiran prematur terjadi sebelum 37
minggu usia kehamilan dan bisa dibagi menjadi 3. Usia kehamilan ini dihitung dari
hari pertama setelah siklus menstruasi terakhir (Bobak, Jensen, & Lowdermilk, 2012).
Menurut Bobak, Jensen, & Lowdermilk, 2012 Bayi prematur diklasifikasikan
dalam tiga golongan, antara lain :
1. Bayi Derajat Prematur di Garis Batas (Border Line Prematur) Berat badan
bayi 2500 gr dengan masa gestasi 37 minggu. Masalah yang sering muncul
pada golongan ini adalah adanya ketidakstabilan tubuh, kesulitan menyusu,
ikterik, respiratory distress syndrome (RDS) mungkin muncul. Lipatan pada
kaki sedikit, payudara lebih kecil, lanugo banyak, dan genitalia kurang
berkembang.
2. Bayi Prematur Sedang (Moderately Prematur) Masa gestasi antara 31–36
minggu dengan berat badan 1500–2500 gram. Masalah yang biasa muncul
dalam golongan ini adalah adanya ketidakstabilan tubuh, pengaturan glukosa,
RDS, ikterik, anemia, infeksi, kesulitan menyusu. Seperti pada bayi prematur
di garis batas tetapi lebih parah, kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah
yang tampak.
3. Bayi Sangat Prematur (Extremely Prematur). Masa gestasi antara 24 – 30
minggu dengan berat badan berkisar antara 500-1400 gram. Hampir semua
bayi prematur dalam golongan ini memiliki masalah komplikasi yang berat.
Ukuran kecil dan tidak memiliki lemak, kulit sangat tipis, dan sering kali
kedua matanya masih berdempetan.
C. Etiologi
Faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur diantaranya:
1. Faktor ibu yaitu riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan
antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidromion, penyakit jantung /penyakit
kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi, trauma, dan kebiasaan
merokok (Prawirohardjo, 2014).
2. Faktor janin seperti cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramion, ketuban pecah
dini cacat bawaan dan infeksi (Prawirohardjo, 2014).
3. Faktor Plasenta yaitu kelahiran prematur yang disebabkan oleh faktor plasenta
meliputi: plasenta previa, dan solutio plasenta (Surasmi, Handayani, &
Kusuma, 2010).
4. Faktor Khusus : serviks inkompeten Persalinan prematur berulang, overistensi
uterus, kehamilan ganda, kehamilan dengan hidramnion (Manuaba, 2015)
5. Terjadi produksi prostaglandin. Secara anatomis kutub bawah persambungan
selaput janin dengan desidua yang menutupi koralis servikalis tersambung
dengan vagina. Meskipun demikian susunan anatomis ini menyediakan jalan
masuk bagi penyebaran mikroorganisme ke dalam jaringan intrauteri dan
kemudian menginvasi kantomh amnion. Mikroorganisme ini menginduksi
pembentukan sitokinin yang memicu produksi prostaglandin dan mendorong
terminasi kehamilan lebih dini (Cunningham, 2014).
6. Terjadi pada wanita multipara, karena adanya jaringan parut uterus akibat
kehamilan dan persalinan sebelumnya (berulang), yang menyebabkan tidak
adekuatnya persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis
dan mencakup uterus lebih luas. Plasenta yang melekat tidak adekuat ini
mengakibatkan isoferitin yang merupakan protein hasil produki sel limfosils
T untuk menghambat reaktivitas uterus dan melindungi buah kehamilan
diproduksi sediki. Sehingga dengan keadaan demikian risiko untuk mengalami
persalinan prematur menjadi lebih besar (Cunningham, 2014).
7. Wanita yang pernah melahirkan lebih dari 1 kali atau yang termasuk paritas
tinggi mempunyai risiko lebih tinggi mengalami partus prematur karena
menurunnya fungsi alat reproduksi dan meningkatkan pula risiko terjadinya
perdarahan antepartum yang dapat menyebabkan terminasi kehamilan lebih
awal (Cunningham, 2014).
D. Manisfestase Klinik
Menurut Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2010 manifestase klinis pada bayi
prematur adalah :
Berat lahir sama dengan atau kurang dari 2.500 gram.
Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm.
Lingkaran dada kurang dari 30 cm.
Lingkaran kepala kurang dari 33 cm.
Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
Kepala relative lebih besar dari badannya, kulit tipis, transparan, lanugonya
banyak, lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltic usus.
Tangisnya lemah dan jarang, pernafasan tidak teratur dan sering timbul apnea.
Reflek tonik leher lemah dan refleks morro positif.
Alat kelamin pada bayi laki- laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang,
testis belum turun kedalam skrotum. Untuk bayi perempuan klitoris menonjol,
labia minora belum tertutup labia mayora.
Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannnya lemah.
Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit.
Fungsi saraf yang belum atau kurang matang mengakibatkan reflex hisap,
menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif.
Tulang rawan dan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya sehingga
seolah- olah tidak teraba tulang rawan dan daun telinga
Pergerakannya kurang dan masih lemah, pernapasan belum teratur
Otot-otot masih hipotonik
Pernapasan sekitar 45 sampai 50 kali per menit
Frekuensi nadi 100 sampai 140 kali per menit
Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea (gagal napas)
Kepala tidak mampu tegak
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Cunningham, 2014) pemeriksaan penunjang pada bayi prematur yaitu :
Pemantauan glukosa darah terhadap hipoglikemia
Nilai normal glukosa serum : 45 mg/dl
Pemantauan gas darah arteri
Normal untuk analisa gas darah apabila kadar PaO2 50 – 70 mmHg dan kadar
PaCO2 35 – 45 mmHg dan saturasi oksigen harus 92 – 94 %.
Kimia darah sesuai kebutuhan
1) Hb (Hemoglobin)
Hb darah lengkap bayi 1 – 3 hari adalah 14,5 – 22,5 gr/dl
2) Ht (Hematokrit)
Ht normal berkisar 45% - 53%
3) LED darah lengkap untuk anak – anak:
- Westerfreen : 0 – 10 mm/jam
- Wintrobe : 0 – 13 mm/jam
4) Leukosit (SDP)
Normalnya 10.000/ mm³. pada bayi preterm jumlah SDP bervariasi
dari 6.000 – 225.000/ mm³.
5) Trombosit
Rentang normalnya antara 60.000 – 100.000/ mm³.
6) Kadar serum / plasma pada bayi premature (1 minggu) adalah 14 – 27
mEq/ L
7) Jumlah eritrosit (SDM) darah lengkap bayi (1 – 3 hari) adalah 4,0 – 6,6
juta/mm³.
8) MCHC darah lengkap : 30% - 36% Hb/ sel atau gr Hb/ dl SDM
- MCH darah lengkap : 31 – 37 pg/ sel
- MCV darah lengkap : 95 – 121 µm³
9) Ph darah lengkap arterial prematur (48 jam) : 7,35 – 7,5
Pemeriksaan sinar sesuai kebutuhan
Penyimpangan darah tali pusat
F. Penatalaksanaan
Menurut Hariati (Mendri & Prayogi, 2017) bayi yang lahir prematur memerlukan
perawatan yang lebih intensif karena bayi prematur masih membutuhkan lingkungan
yang tidak jauh berbeda dari lingkungannya selama dalam kandungan. Oleh karena
itu, di rumah sakit bayi prematur akan mendapatkan perawatan sebagai berikut:
1. Pengaturan suhu
Bayi prematur sangat cepat kehilangan panas badan atau suhu tubuh bahkan
dapat juga terjadi hipothermia, karena pusat pengaturan suhu tubuh belum
berfungsi dengan baik. Oleh karena itu bayi dirawat dalam inkubator.
Inkubator dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban agar bayi
dapat mempertahankan suhu normal. Suhu inkubator untuk bayi kurang dari
2000 gram adalah 35˚C dan untuk berat 2000-2500 gram maka suhunya 34˚C
agar bayi dapat mempertahankan suhunya sampai 37˚C.
2. Pencegahan infeksi
Bayi prematur sangat rentan terhadap infeksi karena kadar immunoglobulin
yang masih rendah, aktifitas bakterisidial neutrofil, efek sitotoksik limfosit
juga masih rendah, fungsi imun belum dapat mengidentifikasi infeksi secara
aktual. Bayi akan mudah menghadapi infeksi terutama infeksi nosokomial.
Perawatan umum yang biasa dilakukan adalah tindakan aseptik,
mempertahankan suhu tubuh, membersihkan jalan nafas perawatan tali pusat
dan memberikan cairan melalui infus.
3. Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi Bayi Prematur
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi diantaranya menentukan pemilihan
susu, cara pemberian dan jadwal pemberian sesuai dengan kebutuhan pada
bayi prematur. Susu adalah sumber nutrisi yang utama bagi bayi. Selama
belum bisa mengisaplly dengan benar, minum susu dilakukan dengan
menggunakan pipet atau melalui enteral (Manuaba, 2007). Reflek hisap pada
bayi prematur belum sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya enzim
pencernaan terutama lipase masih kurang disamping itu kebutuhan protein 3-5
g/hari dan tinggi kalori (110 kal/kg/hari) agar berat badan bertambah. Jumlah
ini lebih tinggi dari yang diperlukan bayi cukup bulan. Pemberian minum
dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam agar bayi tidak menderita
hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Sebelum pemberian minum pertama
harus dilakukan pengisapan cairan lambung. Untuk mengetahui ada tidaknya
atresia esofagus dan mencegah muntah. Permulaan cairan diberikan sekitar
50–60 ml/kg BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 ml/kg
BB/hari.
4. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi yang
berhubungan dengan daya tahan tubuh. Pemantauan dan monitoring harus
dilakukan secara ketat (Prawirohardjo, 2006). Setiap bayi yang lahir akan
ditimbang berat badannya. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang
menggambarkan komposisi tubuh bayi secara keseluruhan mulai dari kepala,
leher, dada, perut, tangan, dan kaki. Berat badan yang rendah saat lahir
menunjukkan kondisi bayi yang kurang sehat.
5. Membantu beradaptasi
Perawatan di rumah sakit pada bayi yang tidak mengalami komplikasi
bertujuan membantu bayi beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah
suhunya stabil dan memenuhi kriteria pemulangan biasanya sudah dibolehkan
dibawa pulang. Beberapa Rumah Sakit yang menggunakan patokan berat
badan untuk pemulangan bayi prematur, sebagai contoh bayi prematur
diperbolehkan pulang jika berat minimal 2 kg atau 2000 gram.
6. Pemberian Oksigen
Ekspansi paru yang memburuk merupakan masalah serius bagi bayi prematur
yang dikarenakan tidakadanya surfaktan. Kadar oksigen yang tinggi akan
menyebabkan kerusakan jaringan retina bayi yang dapat menimbulkan
kebutaan.
7. Bantuan pernapasan
Segera setelah lahir jalan napas orofaring dan nasofaring dibersihkan dengan
isapan yang lembut. Pemberian terapi oksigen harus hati-hati dan diikuti
dengan pemantauan terus menerus tekanan oksigen darah arteri antara 80-100
mmHg. Untuk memantau kadar oksigen secara rutin dan efektif dapat
digunakan elektroda oksigen melalui kulit (Surasmi, Handayani, & Kusuma,
2010).
8. Mengkaji kesiapan untuk intervensi terpilih yaitu beri stimulasi bila perlu pada
status bayi dan kesiapannya, dorong fleksi pada posisi terlentang dengan
menggunakan gulungan selimut, berikan bayi pembatas tubuh melalui
pembedongan atau menggunakan gulungan selimut pada tubuh dan kakinya
(Mendri & Prayogi, 2017).
G. Komplikasi
Menurut (Mendri & Prayogi, 2017) Komplikasi yang sering terjadi pada bayi
prematur diantaranya adalah :
1. Respiratory distress syndrome (RDS)
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan sindromgan gguan
pernafasan. Gangguan kesehatan yang dialami bayi prematur cukup rentan dan
bisa mengancam jiwanya. Ancaman yang paling berbahaya adalah kesulitan
bernapas. Hal ini akibat paru-paru serta seluruh sistem pernapasannya, seperti
otot dada dan pusat pernafasan di otak, serta belum dapat bekerja secara
sempurna atau imatur (Mendri & Prayogi, 2017)
2. Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat menimbulkan gangguan lebih lanjut. Bayi prematur merupakan
salah satu penyebab terjadinya asfiksia (Bobak, Jensen, & Lowdermilk,
2012).
3. Aspirasi Mekonium
Merupakan penyakit paru yang berat yang ditandai dengan pneumonitis
kimiawi dan obstruksi mekanis jalan nafas. Penyakit ini terjadi akibat inhalasi
cairan amnion yang tercemar mekonium peripartum sehingga terjadi
peradangan jaringan paru dan hipoksia. Pada keadaan yang berat proses
patologis berubah menjadi hipertensi pulmonal peristen, morbiditas lain dan
kematian. Bahkan dengan terapi yang tepat, bayi yang parah sering kali
meninggal atau menderita kerusakan neurologis jangka panjang
(Cunningham, 2014)
4. Hipotermia
Bayi prematur akan dengan cepat kehilangan panas tubuh dan menjadi
hipotermia, karena pusat pengaturan panas tubuh belum berfungsi dengan
baik. Kemampuan untuk mempertahankan panas tubuh bayi prematur terbatas
karena pertumbuhan otot- otot yang belum memadai dan lemak subkutan yang
sedikit, belum matangnya system saraf pengatur suhu tubuh (Surasmi,
Handayani, & Kusuma, 2010).
5. Hipoglikemia
Hipoglikemia pada bayi prematur terjadi karena jumlah glukosa yang rendah
karena cadangan glikogen belum mencukupi. Glukosa berfungsi sebagai
makanan otak pada tahun pertama kelahiran pertumbuhan otak sangat cepat
sehingga sebagian besar glukosa dalam darah digunakan untuk metabolisme
(Mendri & Prayogi, 2017)
6. Gangguan Imunologi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG.
Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis
serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik (Prawirohardjo, 2006).
7. Perdarahan intraventricular haemorrhage (IVH)
Perdarahan kecil dalam lapisan germinal ventrikel leteral otak sering dijumpai
pada pemeriksaan ultrasonografi bayi prematur, terutama yang mengalami
asfiksia atau masalah pernapasan yang berat yang mengakibatkan hipoksia,
hipertensi dan hiperkapnia pada bayi. Keadaan ini menyebabkan aliran darah
ke otak bertambah sehingga mudah terjadi perdarahan pada otak
(Prawirohardjo, 2006).
8. Kejadian PDA ( Patent Ductus Arteriosus ) adalah keadaan yang umum pada
bayi prematur. Penutupan ductus arteriosus yang tertunda akan
mengakibatkan penurunan oksigen ke sirkulasi sistemik sehingga menjadikan
faktor predisposisi pada gangguan oksigenasi (Bobak, Jensen, & Lowdermilk,
2012).
9. Gangguan Pencernaan dan Nutrisi
Distensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang. Volume lambung
berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah (Prawirohardjo,
2006). Saluran pencernaan yang belum berfungsi sempurna membuat
penyerapan makanan tidak optimal. Aktifitas otot pencernaan belum sempurna
membuat pengosongan lambung lambat (Bobak, Jensen, & Lowdermilk,
2012).
10. Anemia
Anemia fisiologik pada bayi prematur disebabkan oleh supresi eritropoesis
pasca lahir, persediaan besi janin yang sedikit, serta bertambah besarnya
volume darah akibat pertumbuhan yang lebih cepat. Oleh karena itu anemia
pada bayi prematur terjadi lebih dini (Wong, 2009).
11. Gangguan Pada Otak
Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial pada neonatus.
Penambahan aliran darah ke otak disebabkan karena tidak adanya otoregulasi
cerebral pada bayi prematur, sehingga mudah terjadi perdarahan
(Prawirohardjo, 2014).
Kriteria APGAR
Lima kriteria Skor Apgar :
Kriteria Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Appearance seluruhnya biru atau warna kulit tubuh normal warna kulit tubuh , tangan ,
(warna kulit) pucat merah muda , dan kaki
tetapi kepala dan normal merah muda , tidak
ekstermitas kebiruan ada sianosis
(akrosianosis)
Pulse tidak teraba <100 kali/menit >100 kali/menit
(denyut
jantung)
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan
terganggu.
2. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi ke dinginan atau suhu tubuh
rendah.
3. Riwayat penayakit sekarang
Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu, berat badan
kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai
3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-
10 normal.
4. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur, kehamilan ganda, hidramnion.
5. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM, TB Paru,
Tumor kandungan, Kista, Hipertensi.
6. ADL
Pola Nutrisi
Reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya absorbsi
kurang/lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu.
Pola Istirahat tidur : terganggu oleh karena hipotermia.
Pola Personal hygiene : tahap awal tidak dimandikan.
PolaAktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas.
PolaEliminasi : BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
7. Pemeriksaan
Pemeriksaan Umum
- Kesadaran compos mentis
- Nadi
180X/menit pada menit I kemudian menurun sampai 120-
140X/menit
-RR
80X/menit pada menit I kemudian menurun sampai 40X/menit
- Suhu : kurang dari 36,5 C
PemeriksaanFisik
- Kepala
Lingkar kepala 32-35 cm, rambut hitam atau merah, panjang
rambut 2 cm, kulit wajah kemerahan dan licin.
- Panjang badan
Kurang dari 48 cm .
- Berat badan
Kurang dari 2.500 gram, lapisan lemak subkutan sedikit/tidak ada.
- Thorax
Lingkar dada 30-38 cm.
- Abdomen
Penonjolan abdomen, tali pusat layu, peristaltic usus terdengar
maksimal kurang dari 5 detik.
- Genetalia
Pada bayi laki-laki testis belum turun ke scrotum, pada bayi
perempuan labio mayora belum menutupi labia minora .
- Anus
Keluar meconium
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan berdasarkan Doenges, 2015 & NANDA, 2018
1. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan
kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
imaturitas produksi enzim.
4. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan ketidak matanan paru-
paru karena kurang produksi surfactan.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplay O2 ke jaringan
6. Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan tonus otot.
C. Intervensi keperawatan.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Respiratory Status : Gas exchange Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- ketidakseimbangan Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Pasang mayo bila perlu
Respiratory Status : ventilation Lakukan fisioterapi dada jika perlu
perfusi ventilasi
Vital Sign Status Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- perubahan membran
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
kapiler-alveolar Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….
tambahan
Gangguan pertukaran pasien teratasi dengan Berikan bronkodilator ;
DS:
- sakit kepala ketika kriteria hasi: -………………….
Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan -………………….
bangun
Barikan pelembab udara
- Dyspnoe oksigenasi yang adekuat
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
- Gangguan penglihatan Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari
DO: keseimbangan.
tanda tanda distress pernafasan
- Penurunan CO2 Monitor respirasi dan status O2
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara
- Takikardi Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
- Hiperkapnia nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
- Keletihan penggunaan otot tambahan, retraksi otot
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
- Iritabilitas supraclavicular dan intercostal
- Hypoxia bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Monitor suara nafas, seperti dengkur
- kebingungan Tanda tanda vital dalam rentang normal Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
- sianosis AGD dalam batas normal
- warna kulit abnormal kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Status neurologis dalam batas normal
Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
(pucat, kehitaman)
- Hipoksemia adanya ventilasi dan suara tambahan
- hiperkarbia Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
- AGD abnormal Observasi sianosis khususnya membran mukosa
- pH arteri abnormal Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
- frekuensi dan kedalaman
persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat
nafas abnormal
tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut
jantung
Bobak, I. M., Jensen, M. D., & Lowdermilk, D. L. (2012). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas . Jakarta: EGC.
Brooker, C. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC), Ed. 6, Edisi Bahasa Indonesia.
Indonesia: CV. Mocomedia.
Cunningham, F. G. (2014). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2015). Manual Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Herdman, H., & Kamitsuru, S. (2018). Nanda diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.
Manuaba, I. A. (2015). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta: EGC.
Mendri, N. K., & Prayogi, A. S. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit dan
Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: Pustaka Baru Press.
Moorhead , S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcome
Classification (NOC), Ed. 5, Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: CV.
Mocomedia.
Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka .
Surasmi, A., Handayani, S., & Kusuma, H. N. (2010). Perawatan Bayi Risiko Tinggi.
Jakarta: EGC.
Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik . Jakarta: EGC.