Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

Asuhan Keperawatan pada An. H dengan


Penyakit Speech Delay di Ruangan Mother & Child RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar Tahun 2019

Kelompok 1 :

Sarina Sukri Pegi Yuliani


Nurindah Wahyuni Noor Azizah Lukman
Aisyah Girindra Nurfadillah R
Rugaiyah Suryanti

CI LAHAN CI INSTITUSI

[ ] [ ]

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga Laporan Jurnal Kelompok sebagai salah satu tugas pada stase anak dapat
terselesaikan dengan baik. Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini ialah untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada kami sebagai mahasiswa
Program Studi Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Hasnuddin.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari cara penulisan maupun isi
dari laporan ini, karenanya kami siap menerima baik kritik maupun saran dari pembimbing
dan pembaca demi tercapainya kesempurnaan dalam pembuatan berikutnya.

Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini,
kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.

Makassar, Juli 2019

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 4
BAB II........................................................................................................................................ 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 6
1. Defenisi ....................................................................................................................... 6
2. Etiologi........................................................................................................................ 7
3. Manifestasi Klinis .................................................................................................... 11
4. Pemeriksaan penunjang ......................................................................................... 12
5. Penatalaksanaan ...................................................................................................... 12
B. Tinjauan Pengaruh Gadget terhadap Anak ............................................................. 14
1. Anak dan Gadget ..................................................................................................... 15
2. Pengaruh Negatif Gadget terhadap anak .............................................................. 16
3. Pengaruh Gadget terhadap kemampuan anak .................................................... 18
BAB III .................................................................................................................................... 21
SINTESIS JURNAL ................................................................................................................ 21

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Perkembangan merupakan adanya penambahan kemampuan (skill) berkaitan


dengan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
menyangkut adanya proses deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-
organ dan sistem organ yang berkembang sehingga masing-masing dapat memenuhi
fungsinya (Soetjiningsih, 2013). Salah satu aspek perkembangan yang memerlukan
perhatian adalah perkembangan bahasa dan bicara.
Gangguan pada sektor bicara dan bahasa merupakan salah satu masalah yang
paling sering terjadi pada anak terutama pada masa balita. Perkembangan bahasa dan
bicara merupakan indikator seluruh perkembangan anak, karena perkembangan
bahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya sebab
melibatkan perkembangan kognitif, sensori motorik, psikologis, emosi dan
lingkungan sekitar (Soetjiningsih, 2013).
Berdasarkan National Center For Health Statistic (NCHS) orang tua
melaporkan angka kejadian keterlambatan bicara pada anak adalah 0,9% pada anak
yang berumur 5-14 tahun. Berdasarkan hasil penelitian Mondal , Bhat, Plakkal ,
Thulasingnam, Ajayan, & Poorna ,(2016) mengatakan bahwa prevalensi anak yang
mengalami keterlambatan bicara dan dan bahasa adalah 27% anak dibawah umur 3
tahun.
Prevalensi keterlambatan perkembangan pada sektor berbahasa dan bicara di
Indonesia belum pernah diteliti. Kendalanya adalah dalam menentukan kriteria
keterlambatan perkembangan berbahasa namun berdasarkan survei epidemiologik di
7 provinsi pada tahun 2014 diperkirakan prevalensi keterlambatan bicara pada anak
di Indonesia sekitar 3-10% dari jumlah seluruh balita yang ada (Komnas
Penanggulangan Gangguan Pendengaran & Ketulian, (2016) dikutip dari Rohman,
Astikasari, & Weto, (2018).
Anak-anak dengan gangguan keterlambatan bicara merupakan proses
perkembangan yang tertunda dari kondisi normal, karena itu disebabkan oleh
beberapa faktor yang tidak berasal dari kelainan kehamilan atau penyakit bawaan
namun dikarenakan pola asuh orang tua pada anak. Stimulasi yang tidak sesuai
dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak atau karena faktor lingkungan yang

4
tidak memberikan dukungan yang baik untuk proses perkembangan anak seperti
membiasakan anak bermain gadget.
Gadget merupakan perangkat elektronik yang memiliki fungsi khusus pada
setiap perangkatnya. Gadget menjadi bagian dari permainan anak-anak yang sulit
untuk dipisahkan dalam aktivitas keseharian mereka. Dalam kurun waktu 2 tahun,
antara tahun 2011 dan 2013, data dari Febrino, (2017) mengatakan bahwa pemakaian
dan kepemilikan teknolgi mobile oleh anak dibawah usia 8 tahun lebih meningkat 2
kali lipat pada 2013, sebagian besar anak (78%) menggunakan gadget.
Ketika anak diberikan gadget membuat anak menjadi nyaman, senang, tenang
dan mudah dalam pengawasan. Akhirnya orang tua pun jarang menemani anak dalam
bermain padahal keikutsertaan orang tua dalam permainan anak dapat membantu
perkembangan anak. Peran orang tua sebagai teman bermain anak tidak terjadi,
karena perannya digantikan oleh gadget.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN MENGENAI SPEECH DELAY (Keterlambatan Bicara)

1. Defenisi
Speech delay/ keterlambatan berbicara adalah masalah dalam komunikasi
dan bagian bagian yang berhubungan dengannya seperti fungsi organ bicara.
Keterlambatan dan kelainan mungkin bervariasi dari yang ringan tau tidak ada
pengaruhnya berhadap kehidupan sehari-hari dan sosialisasi, sampai yang tidak
mampu untuk mengeluarkan suara atau memahami dan mempergunakan bahasa
Hanya sebagian kecil anak-anak dengan kelainan bicara dan bahasa yang termasuk
sangat berat. Kadang-kadang mereka terisolasi dari teman-temannya dan lingkungar
pendidikannya. Kelainan komunikasi dan bahasa juga dapat timbul sebagai dampak
dari adanya kelainan kognitif, neurologis, dan fisik.
Perkembangan bahasa secara normal pada anak dapat dibagi dalam
beberapa fase yaitu:
a. Umur 1 tahun : dapat berbicara dua atau tiga kata yang sudah bermakna.
Contoh menirukan suara binatang, menyebutkan nama “papa”, “mama”. Dalam
berbicara 25 % kata-katanya tidak jelas dan kedengarannya tidak biasa
(unfimiliar).
b. Umur 2 tahun : dapat menggunakan 2 sampai 3 phrase serta memiliki
perbendaharaan bahasa kurang-lebih 300 kata, serta mampu menggunakan kata
“saya”, “milikku”. 50 % kata-kata konteksnya masih belum jelas.
c. Umur 3 tahun : berbicara 4 hingga 5 kalimat serta memiliki sekitar 900 kata.
Dapat menggunakan kata siapa, apa, dan dimana dalam menanyakan suatu
pertanyaan. 75 % kata-kata dan kalimat jelas.
d. Umur 4-5 tahun : memiliki 1500 - 2100 kosa kata. Dapat menggunakan
grammar dengan benar terutama yang berhubungan dengan waktu. Dapat
menggunakan kalimat dengan lengkap baik, kata-kata, kata kerja, kata depan,
kata sifat maupun kata sambung. 100 % kata-kata sudah jelas dan beberapa
ucapan masih belum sempurna.
e. Umur 5 - 6 tahun ; memiliki 3000 kata, dapat menggabungkan kata jika, sebab,
dan mengapa (Wong , 2008).

6
Menurut Van Tiel (2011) terdapat beberapa jenis speech delay antara lain:
a. Speech and language expressif disorder yaitu anak yang mengalami gangguan
pada ekspresi bahasa
b. Spesific languge impairment yaitu gangguan bahasa merupakan gangguan
primer yang disebabkan karena gangguan perkembangannya sendiri, tidak
disebabkan karena gangguan sensoris, gangguan neurologis, dan gangguan
kognitif (inteligensi)
c. Centrum auditory processing disorder yaitu gangguan bicara tidak disebabkan
karena masalah pada organ pendengarannya. Pendengarannya sendiri berada
dalam kondisi baik, namun mengalami kesulitan dalam pemrosesan informasi
yang tempatnya didalam otak
d. Pure dysphatic development yaitu gangguan perkembangan bicara dan bahasa
ekspresif yang mempunyai kelemahan pada sistem fonetik
e. Gifted visual spatial learner yaitu karakteristik giffed visual spatial learner baik
pada tumbuh kembangnya, kepribadiannya mapupun karakteristik gifednessnya
sendiri
f. Diynchronous develpoment yaitu perkembangan seorang anak gifted pada
dasarnya terdapat penyimpangan perkembangan dari pola normal. Ada
ketidaksinkronan perkembangan internal dan ketidaksinkronan perkembangan
eksternal (Van, 2011).
2. Etiologi
Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan berbicara adalah
gangguan pendengaran, kelainan organ biacara, retardasi mental,kelainan genetik
atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan
deprivasi lingkungan. Faktor penyebab gangguan bicara dapat dirinci sebagai
berikut:
a. Faktor Internal.
Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti faktor persepsi,
kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan
bicara pada anak.
1) Persepsi. Kemampuan membedakan informasi yang masuk disebut persepsi.
Persepsi berkembang dalam 4 aspek: pertumbuhan, termasuk perkembangan
sel saraf dan keseluruhan sistem; stimulasi, berupa masukan dari lingkungan
meliputi seluruh aspek sensori, kebiasaan, yang merupakan hasil dari skema

7
yang sering terbentuk. Kebiasaan, habituasi, menjadikan bayi mendapat
stimulasi baru yang kemudian akan tersimpan dan selanjutnya dikeluarkan
dalam proses belajar bahasa anak
2) Kognisi. Anak pada usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam
kelompok umum maupun konsep yang lebih besar. Anak belajar
mewakilkan, melambangkan ide dan konsep.
3) Genetik. Berbagai penelitian menunjukkan, bahwa gangguan bahasa
merupakan kecenderungan dalam suatu keluarga yang dapat terjadi sekitar
40% hingga 70%. Separuh keluarga yang memiliki anak dengan gangguan
bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki masalah bahasa.
Orang tua dapat berpengaruh karena faktor keturunan sehingga bertanggung
jawab terhadap faktor genetik
4) Prematuritas. Penyebab khusus berkaitan antara permasalahan periode pre
atau perinatal dengan gangguan bicara dan bahasa juga telah dibuktikan.
Infeksi selama kehamilan, imaturitas dan berat badan lahir rendah dilaporkan
mempunyai efek negatif pada perkembangan bicara dan bahasa.
b. Faktor Eksternal (Faktor Lingkungan)
Faktor lingkungan termasuk yang paling menentukan. Faktor lingkungan di
mana seorang anak dibesarkan telah lama dikenal sebagai faktor penting yang
menentukan perkembangan anak. Banyak anak yang berasal dari daerah yang
sosial ekonominya buruk disertai berbagai layanan kesehatan yang tidak
memadai, asupan nutrisi yang buruk merupakan keadaan tekanan dan gangguan
lingkungan yang mengganggu berbagai pertumbuhan dan perkembangan anak,
diantaranya gangguan bahasa (Sunanik , 2013).
Dalam studi tentang gangguan bahasa dan bicara (Speech Language
Pathology), secara umum gangguan berbicara meliputi, gangguan kefasihan,
gangguan artikulasi, dan gangguan suara.
1) Gangguan Kefasihan
Penderita yang mengalami gangguan kefasihan berbicara (fluency
disorder) biasanya mengalami kegagapan, pengulangan kata-kata, latah,
atau memperpanjang bunyi, silaba, atau kata tertentu. Gangguan kefasihan
umum terjadi pada anak-anak, misalnya menambahkan bunyi ‘oh’,
mengganti kalimat (seperti ‘mama pergi – mama ke pasar’), mengulangi
frasa (seperti ‘aku mau, aku mau, aku mau pulang’, atau mengulangi bunyi

8
(seperti ‘a-a-a- aku mau permen). Seiring bertambahnya usia dan
pengetahuannya tentang bahasa, gangguan kefasihan tersebut bisa hilang.
Namun demikian, gangguan tersebut bisa saja bertahan hingga dewasa yang
dapat menghambatnya dalam interaksi sosial.
Gagap biasanya diderita oleh anak-anak dan biasanya hilang seiring
pertambahan usianya. Namun demikian, tidak sedikit orang dewasa yang
menderita gagap. Orang yang gagap sebenarnya tahu bahwa tuturan yang
dihasilkannya tidak benar, namuin mereka tidak mampu mengendalikannya
ujarannya. Selain gangguan komunikasi, orang yang mengalami kegagapan
juga dapat mengalami gangguan psikologis seperti minder dan enggan
bergaul.
Belum ada yang tahu penyebab yang pasti mengapa seseorang
mengalami kegagapan. Namun, para ilmuan menemukan bahwa 50%
penderita gagap memiliki riwayat anggota keluarga yang mengalami
kegagapan. Hal ini menunjukan bahwa gagap merupakan gangguan yang
dibawa secara genetis. Para peneliti tersebut juga menemukan bahwa laki-
laki lebih banyak menderita gagap dari pada perempuan.
Selain gagap, gangguan kefasihan juga dapat berupa gangguan
psikogenik seperti berbicara manja, berbicara kemayu, dan latah.
2) Gangguan Artikulasi
Artikulasi bunyi melibatkan organ bicara seperti lidah, gigi, bibir,
dan palatal. Ganguan artikulasi dapat diakibatkan oleh kangker mulut dan
tenggorokan, kecelakaan, bawaan lahir (seperti celah bibir), atau faktor lain
yang mengakibatkan rusaknya organ bicara. Orang yang mengalai
gangguan artikulasi biasanya bermasalah dalam melafalkan bunyi atau
melafalkan bunyi dengan keliru. Perubahan bunyi b menjadi w, seperti pada
pelafalan ’wambut’ untuk kata ‘rambut’, penghilangan bunyi, seperti pada
pelafalan ‘and’ untuk kata ‘hand’, salah pengucapan, seperti pada pelafalan
‘tsutsu’ untuk kata ‘susu’. Beberapa kesalahan artikulasi juga dipengaruhi
oleh faktor bahasa ibu dan dialek daerah.
Gangguan artikulasi pada anak-anak masih dianggap normal, namun
seiring perkembangannya, jika gangguan artikulasi masih terjadi, maka hal
tersebut sudah dapat dianggap sebagai sebuah kelainan atau penyakit.
Walaupun gangguan artikulasi pada anak-anak tidak menghambatnya dalam

9
berkomunikasi, namun pada usia sekolah biasanya mereka menjadi bahan
tertewaan teman-temannya.
Selain faktor rusaknya organ wicara, faktor neurologis juga dapat
mengakibatkan gangguan artikulasi. Dysarthria adalah gangguan motorik
yang diakibatkan oleh lesi pada otak di daerah yang bertanggung jawab
untuk perencanaan, eksekusi, dan pengendalian gerakan otot yang
dibutuhkan untuk berbicara. Dysarthria umumnya ditemukan pada orang
yang pernah mengalaim stroke, tumor, dan penyakit degenerative seperti
Parkinson. Orang yang mengalami Dysarthria biasanya mengalami serak
atau parau, bahkan tidak dapat berbicara sama sekali. Penderita biasanya
berbicara pelan, tidak jelas, dan sulit dimengerti karena kesalahan artikulasi
konsonan. Indikasi lain Dysarthria biasanya penderita berbicara melalui
hidung dan seperti bergumam. Namun demikian, gejalana tergantung pada
lokasi dan kadar kerusakan sistem saraf.
3) Gangguan Suara
Ganguan suara meliputi gangguan nada, gangguan kualitas bunyi,
dan gangguan kenyaringan. Gangguan suara biasanya dapat berupa
kemonotanan nada, parau, serak, bunyi yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi, atau kualitas bunyi nasal seseorang. Gangguan suara dapat
diakibatkan oleh, kecelakaan, kerusakan atau penyakit pada tenggorokan.
Kerusakan atau penyakit pada tenggorokan dapat menyebabkan pita suara
tidak bekerja dengan baik sehingga menyebabkan gangguan suara.
Spasmodic dysphonia merupakan gangguan suara disebabkan oleh
kejangnya pita suara. Hal tersebut menggangu aliran udara pada pita suara
sehingga menghasilakn buny tersendat, gemetar, suara merintih. Kejang
pada pita suara juga dapat menyebabkan Aphonia (hilangnya suara),
puberphonia (rentang suara yang sangat tinggi) dan dysphonia (penurunan
kualitas suara) (Ackermann, Herman, Hertrich, & Ziegler, 2010).
4) Gangguan irama/kelancaran
Salah satu jenis perilaku komunikasi ditandai dengan adanya
pengulangan bunyi atau suku kata dan perpanjangan serta blocking pada
saat berbicara. Misalnya seperti gagap dan bicara latah.

10
5) Gangguan menelan
Disfagia merupakan kesulitan menelan yang terbagi menjadi fase
oral, fase faringeal ,dan fase esofageal yang disebebkan oleh kondisi
patologis, psikogenik dan neurologis.
3. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda & gejala yang mungkin anda temukan pada anak dengan
kelainan bahasa ekspresif dan reseptif sebagai berikut:
a. 4-6 bulan
1) Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya
2) Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
b. 8-10 bulan
1) Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian
2) Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya
3) 9-10 bulan tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis
c. 12-15 bulan
1) 12 bulan, belum menunjukkan mimik, belum mampu mengeluarkan
suara, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan
sesuatu, tidak ada kontak mata dengan orang lain
2) 15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh”, tidak
memperlihatkan 6 mimik yang berbeda, tidak dapat mengucapkan 1-3
kata
d. 18-24 bulan
1) 18 bulan, belum dapat mengucapkan 6-10 kata, tidak menunjukkan ke
sesuatu yang menarik perhatian
2) 20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik
3) 21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana
4) 24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat, tidak
memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi:telepn:piring dan
lain lain, belum dapat ,meniru tingkah laku atau pun kata-kata orang
lain, tidak mampu menunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya
e. 30-36 bulan
1) 30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga
2) 36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan yang
tidak dapat dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga

11
f. 3-4 tahun
1) 3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal,
dan tidak memiliki minat bermain dengan sesamanya
2) 3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah” diucapkan
“aya”
3) 4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap
(Narulita, 20019)
4. Pemeriksaan penunjang
a. BERA (Brain Evoked Response Audiometry) merupakan cara pengukuran evoked
potensial (aktifitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat pusat neural dan traktus
didalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus audiotorik
b. Pemeriksaan audiometrik
Pemeriksaan audiometrik dilakukan untuk anak anak yang sangat kecil dan untuk
anak anak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu.
Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometrik
1) Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan
dengan melihat respon dari anak jika stimulus bunyi. Respon yang diberikan
berupa menoleh kearah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi.
2) Audiometrik bermain, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan
sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada
tempat tertentu bila ia mendengar bunyi. Dapat dimulai paa usia 3-4 tahun.
3) Audiometrik bicara. Pada tes ini dipakai kata kata yang sudah disusun dalam
silabus pada daftar yang disebut : phonetically balance word LBT (PB List).
Anak diminta untuk mengulangi kata kata yang didengar melalui kaset tape
recorder. Pada tes ini dapat dilihat anak dapat mebedakan bunyi s,r,n,c,h,ch.
Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam berbicara
sehari hari dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar.
4) Audiometrik objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus (Virginia &
Meredith , 2017)

5. Penatalaksanaan
Penanganan gangguan bicara diawali dengan identifikasi pasein (Sastra, 2011)
seperti, riwayat kesehatan, kemampuan berbicara, kemampuan mendengar,
kemapuan kognitif, dan kemampuan berkomunikasi. Kemudian penanganan

12
dilanjutkan dengan diagnosis gangguan yang dialami pasien. Setelah hasil diagnosis
didapat, barulah diterapkan terapi yang tepat untuk Pasien.
a. Terapi Bicara
Terapi bicara biasanya menggunakan audio atau video dan cermin. Setelah
pasien mengetahui gangguan yang dideritanya, terapis kemudian mengajarkan
kemampuan berbicara dengan menggunakan metode yang sesuai dengan usia pasien.
Terapi bicara anak-anak biasanya menggunakan pendekatan bermain, boneka,
bermain peran, memasangkan gambar atau kartu. Terapi bicara orang dewasa
biasanya menggunakan metode langsung, yaitu melalui latihan dan praktek. Terapi
artikulasi pada orang dewasa berfokus untuk membantu pasien agar dapat
memproduksi bunyi dengan tepat. Terapi ini biasanya meliputi bagaimana
menempatkan posisi lidah dengan tepat, bentuk rahang, dan mengontrol nafas agar
dapat memproduksi bunyi dengan tepat. Untuk gangguan suara, terapi berfokus pada
bagaimana menghasilkan bunyi yang baik dan memperbaikan tingkah laku yang
mengakibatkan gangguan vokal
b. Terapi Oral Motorik
Terapi ini menggunakan latihan yang tidak melibatkan proses bicara, seperti
minum melalui sedotan, menium balon, atau meniu terompet. Latihan ini bertujuan
untuk melatih dan memperkuat otot yang digunakan untuk berbicara.
c. Terapi Berbasis Komputer
Seiring perkembangan teknologi, para ahli patologi bahasa dan bicara
mengembangkan berbagai piranti lunak yang dapat membantu dalam proses terapi
gangguan bicara, diantaranya:
1) TinyEYE merupakan piranti lunak yang memungkinkan terapi bicara dapat
dilakukan dari jarak jauh. Metode yang digunakan pada piranti ini sama
dengan metode yang dipakai pada terapi tatap muka.
2) Fast ForWord merupakan piranti lunak yang dirancang berdasarkan
masalah pada proses pendengaran. Piranti ini menggunakan permainan
yang dirancang untuk memperlambat tempo suara sehingga memungkinkan
pengguna untuk membedakan bunyi.
3) TWIST (Technology with Innovative Speech Therapy) merupakan piranti
lunak yang dikembangkan untuk terapi berbicara bagi penderita stroke,
penderita geger otak, penderita penyakit degeneratif saraf, dan anak-anak
yang mengalami gangguan berbicara.

13
4) Terapi Intonasi Melodi dapat diterapkan pada penderita stroke yang
mengalami gangguan berbahasa. Musik atau melodi yang digunakan
biasanya yang bertempo lambat, bersifat lrik, dan mempunyai tekana yang
berbeda (Sastra, 2011).
Selain mengembangkan berbagai metode dan instrumen terapi berbicara,
para ahli juga mengembangkan komunikasi alternatif bagi para penderita gangguan
berbicara agar dapat berkomunikasi, seperti bahasa isyarat, bahasa tubuh, papan
komunikasi, atau yang lebih canggih seperti piranti elektronik yang dapat
memproduksi suara.
Gangguan berbicara patut menjadi perhatian serius karena menyangkut aspek
yang sangat penting dalam kehidupan manusia, yaitu komunikasi. Gangguan
berbicara yang meliputi gangguan kefasihan, gangguan artikulasi, dan gangguan
suara walaupun tidak mengancam kehidupan, namun dapat mempengaruhi
kepercayaan diri dan kualitas kehidupan. Berbagai penyebab baik faktor genetis
maupun faktor non genetis, seperti cacat lahir, kecelakaan, kanker, stroke, geger
otak, dan faktor sosial dapat menyebabkan gangguan bicara. Dengan adanya terapi
bicara dengan berbagai metode terapi banyak orang yang telah terbantu untuk dapt
menjalankan kehidupan dengan kepercayaan diri dan memperoleh kualitas hidup
yang lebih baik.

B. Tinjauan Pengaruh Gadget terhadap Anak

Kemajuan teknologi sekarang sudah semakin pesat, dimana gadget merupakan


piranti atau instrument yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik
dirancang lebih canggih dibandingkan teknologi yang diciptakan sebelumnya. Gadget
baik laptop, ipad, table atau smartphone adalah teknologi yang berisi aneka aplikasi
dan informasi mengenai semua hal yang ada di dunia ini. Anak yang pada periode
emasnya sedang mengalami penanaman karakter, sifat dan moral, harus mendapatkan
perhatian serius. Periode emas atau yang disebut Golden Age adalah pada rentang usia
0-12 tahun. Golden Age Pertama (0-6 tahun) dan Golden Age Kedua (7-12 tahun).
Kegagalan pada masa ini dalam pola pengasuhan dan pendidikan akan berpengaruh
kepada masa kedewasaanya. Maka orang tua, pendidik dan masyarakat harus
membibing mereka agar terhindar dari pengaruh negatif.

14
1. Anak dan Gadget
Perubahan zaman yang terjadi tidak hanya secara fisik, teknologi tetapi juga
social budaya. Saat ini tidak aeh lagi melihat anak kecil berusia balita sudah
menggunakan gadget. Berbagai survey telah mengukur waktu yang dihabiskan
anak di depan layar. Hasilnya menyatakan, betapa besar perubahan yang terjadi di
ranah media selama 15 tahun terakhir.
Untuk pertama kali dalam sejarah peradaban manusia, media menjadi sarana
paling lazim bagi anak untuk mempelajari norma-norma social dan budaya.
Perubahan lar biasa disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, penggunaan telepon
seluler. Telepon seluler merupakan barang teknologi yang penggunaanya paling
cepat menyebabr di sepanjang sejarah dunia.
Gadget adalah teknologi baru dimana setiap orang bisa selangkah lebih maju
dari kemarin. Bagaimanapun juga gadget diperlukan, mempermudah kehidupan
dan berpengaruh positif untuk umat manusia. Melalui gadget, komunikasi
menjadi mudah dan murah, serta yang lebih penting adalah bagaimana
memanfaatkan gadget untuk mempengaruhi perilaku sosial masyarakat secara
baik. Masyarakat modern termasuk anak-anak, memang tidak bisa dilepaskan lagi
dari gadget.
Ketergantungan bahkan kecanduan gadget harus benar-benar menjadi
perhatian kita. Karena dibalik sebuah kecanduan pasti menimbulkan efek tertentu.
Sehingga kita memang mesti berhati-hati. Jangan sampai efek negative dari
kecanduan ini tidak merusak kehidupan kita.
Kecanduan didefinisikan sebagai kelekatan yang kompleks, progresif,
berbahaya, dan sering juga melumpuhkan, seperti zat psikoaktif (alcohol, heroin,
zat adiktif lainnya) atau perilaku (seks, judi, kerja) yang dengannya individu
secara kompulsif mencari perubahan perasaan. Kecanduan juga akan akan terjadi
pada pengguna gadget. Gejala pola perilaku yang digolongkan sebagai pecandu
(symptom kecanduan) gadget diantaranya sebagai berikut:
a. Pikiran pecandu internet (gadget) terus-menerus tertuju pada aktivitas
berinternet dan sulit untuk dibelokkan kearah lain
b. Adanya kecenderungan penggunaan waktu berinternet (gadget) yang terus
bertambah demi meraih tingkat kepuasan yang saa dengan yang pernah
dirasakan sebelumnya

15
c. Kejadian yang bersangkutan secara berulang gagal untuk mengontrol atau
menghentikan penggunaan internet (gadget)
d. Adanya perasaan tidak nyaman, murung atau cepat tersinggung/marah,
ketika yang bersangkutan berusaha menghentikan penggunaan internet.
Kecanduan pada internet (gadget, sosmed) juga memberi dampak negatif yang
besar pada sisi spiritual, seperti malas, terkikisnya keimanan kepada pencipta, dan
kerusakan dalam hubungan dengan sesama manusia.
2. Pengaruh Negatif Gadget terhadap anak
Gadget yang hampir seluruh aplikasinya menggunakan internet, sekilas memang
banyak sekali kegunaan dan keuntungannya, namun tidak dipungkiri gadget juga
membawa dampak negative. Hal inilah yang harus diwaspadai agar anak kita tidak
terpengaruh oleh dampak negatifnya
1. Pengaruh Negatif Gadget terhadap perilaku Anak
a. Perilaku emosi
Anak dianggap sudah kebablasan bermain gadget jika sehari bermain
gadget. Perhatian seorang pecandu gadget hanya akan tertuju kepada dunia
maya, dan jika dia dipisahkan dengan gadget maka akan muncul perasaan
gelisah dan bad tempered. Mereka tidak tahan jika harus berlama-lama
berpisah dengan gadgetnya.
Jadi salah satu bentu pengaruh negative dari penggunaan gadget yang
berlebihan pada anak adalah perilaku emosi yang tidak terkendali terhadap
gadgetnya. Sehingga dengan emosi tersebut anak akan lebih mengutamakan
gadgetnya dan akan mengeyampingkan belajarnya.
b. Perilaku sosial
Jika perilaku emosi (berhubungan dengan diri sendiri) yang mulai
menyimpang tidak segera diatasi, maka level berikutnya adalah gangguan
pada perilaku sosial. Dampak gadget paling terasa nyata adalah penurunan
dalam kemampuan bersosialisasi. Anak yang terlalu asyik bermain dengan
gadget menjadi tidak peduli dengan lingkungan sekitar, sehingga tidak
memahami etika bersosialisasi.
Selain itu, anak yang mengakses situs jejaring dunia maya secara
berlebihan jga dapat membuat anak berpikir bahwa mencari teman bisa
dilakukan dengan melalui internet. Media Kompas memuat journal Infant
Behavior and Development yang menjelaskan semakin panjang durasi

16
interaksi anak dengan perangkat elektronik, semakin parah gangguan yang
dialaminya, anak akan menjadi semakin pasif.
Para peneliti pun yakin bahwa apabila anak semakin tergantung pada
alat elektronik, maka hubungannya dengan orang tua pun akan merenggang da
dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan perilaku sosial tersebut.
c. Perilaku Kekerasan atau Agresif
Beberapa pakar berpendapat bahwa tayangan sadism maupun
kejahatan berpengaruh buruk terhadap pribadi anak. Pada dasarnya, anak
senang meniru orang lain. Hal ini akan mendorong anak untuk mempraktikkan
kejahatan serupa. Maraknya perilaku kekerasan yang di semua daerah bisa
ditemukan kasusnya.
Salah satu pemicunya adalah kemajuan teknologi, seperti penggunaan
gadget untuk konten kekerasan, maraknya media sosial dan akibat
pemakaiannya tanpa pengawasan dan pendampingan. Tanpa sadar, sedikit
demi sedikit perilaku anak berubah, mulai dari tantrum (suka berteriak-teriak),
malas bergaul, kekerasan ringan hingga menjadi kebiasaan akibat konten
kekerasan yang mereka saksikan. Jika terus berlangsung dalam jangka panjang
ini bisa menjadi karakter anak. Jika dalam hal fisik-motorik muncul perilaku
pasif akibat pemakaian gadget, sebaliknya perilaku agresif yang dipicu emosi
sosial justru menunjukkan gejala agresif bahkan kekerasan.
d. Perilaku malas dan obesitas
Menurut studi yang dilakukan para ahli dari University of Virginia,
Amerika Serikat, siswa TK yang bermai gadget selama 1-3 jam sehari
cenderung mengalami peningkatan risiko obesitas sehingga 30%. Semakin
panjang durasi interaksi anak dengan perangkat elektronik, maka akan
semakin parah gangguan yang dialaminya.
Diketahui bahwa obesitas pada anak meningkatkan risiko stroke dan
penyakit jantung sehingga menurunkan angka harapan hidup. Beberapa
penelitian menunjukkan, terlalu sering berinteraksi dengan perangkat
elektronik memicu otak melepaskan dopamin. Zat ini dilepaskan ketika Anda
melihat sesuatu yang menarik dan penghargaan.
Namun, memiliki kebiasaan berinterkasi dengan gadget sejak kecil.
membuat anak mencari penghargaan dari perangkat tersebut, akhirnya ia lebih
memilih duduk dengan gadget ketimbang bermain dengan anak lain. Anak

17
akan cenderung pasif atau malas, malas bergerak, malas bermain, malas
berolahraga, malas keluar rumah (bermain di luar) dan bentuk-bentuk pasif
lainnya.
e. Perilaku Tidur dan Belajar
Tidur adalah mekanisme istirahat bagi tubuh, otak dan organ-organ
tubuh untuk mengalami pemulihan. Selain untuk kesehatan, tidur yang cukup
membuat tubuh segar untuk beraktivitas lagi. Tidak semua orang tua
mengawasi anaknya saat menggunakan gadget sehingga kebanyakan anak pun
mengoperasikan gadget di kamar tidurnya. Sehingga tidur mereka jadi
terganggu.
Sebuah studi menemukan, 75% anak-anak menggunakan gadget di
kamar tidur mengalami gangguan tidur yang berdampak pada penurunan
prestasi belajar mereka. Penelitian yang melibatkan 2050 anak oleh The
Seattle Children’ Institute di Amerika menyatakan, menonton acara apapun di
tablet atau televisi lewat dari jam 7 malam, bisa menyebabkan anak usia 3-5
tahun sulit tidur, mimpi buruk, dan kelelahan saat bangun.
3. Pengaruh Gadget terhadap kemampuan anak
Menurut Rich dalam Frunk, J.B menjelaskan bahwa dengan pengelolaan
waktu pemakaian gadget, game juga berpengaruh positif pada anak. Anak-anak
yang bermain game terutama permainan yang berkonsep manajemen, strategi
ataupun teka-teki dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan
otak.
Namun menggunakan gadget secara berlebihan, maka anak-anak kehilangan
waktu dan semangat untuk bermain dengan teman-temannya, padahal bermain
bersama teman-temannya adalah cara dan media anak untuk membangun
kecerdasannya. Orang tua harus selalu hati-hati, penggunaan gadget bisa saja
membuat seorang anak cerdas secara logika, namun belum tentu cerdas secara
emosi. Berikut ini adalah pengaruh gadget pada berbagai jenis kemampuan anak
secara spesifik
a. Kemampuan kognitif- Akademik
Gadget bisa menjadi media bagi anak untuk mengetahui aneka
pengetahuan dan informasi terkini. Namun bagi anak yang kecanduan,
muncul perilaku yang sulit untuk berkonsentrasi, tidak bisa fokus, tidak

18
memperhatikan apa yang diajarkan dan memiliki topik atau perhatiannya
sendiri.
Keberadaan gadget yang membuat segala sesuatu menjadi instan alias
serba cepat membuat anak tidak tertantang untuk melakukan analisis
dalam menghadapi permasalahan (kemampuan analisis anak). Linda Blair,
seorang psikolog klinikal, menyatakan bahwa menatap layar gadget bisa
menurunkan level melantonin, zat alami yang diproduksi tubuh untuk
beristirahat atau tidur. Layar gadget juga diduga dapat meningkatkan
tingkat hormone cortisol yang memicu timbulnya stres. Stres dan kurang
tidur menyebabkan anak sulit berkonsentrasi.
b. Kemampuan Fisik-Motorik dan Kesehatan
Anak-anak sekarang sangat pandai, mereka bisa menggunakan alat-alat
teknologi dengan sangat cepat, dan mengakses aplikasi dan fitur yang
orang tua pun belum tentu mengerti. Aplikasi edukasi di gadget dianggap
bisa membantu anak-anak menjadi lebih pintar, tetapi banyak orang tua
tidak sadar kebiasaan main gadget malah menghambat perkembangan fisik
anak.
c. Menghambat perkembangan motorik halus
Psikolog anak Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengatakan orangtua
sebaiknya tidak membiarkan anak bermain gadget sebelum usia dua tahun,
karena bisa menghambat stimulus fisik atau motorik anak. Pemakaian
gadget yang cukup dengan sentuhan juga bisa membuat motorik halus
anak tidak bekerja dengan baik. Tidak bisa mencengkram, menggenggam
dan tidak bisa memegang alat-alat tulis dengan baik, akhirnya mewarnai,
menulis tidak menarik, bahkan anak menjadi malas menulis.
d. Merusak Mata dan Tulang Belakang
Penggunaan gadget secara berlebihan dapat memperberat kerja otot
mata dalam mengatur fokus, dan menimbulkan ketegangan mata. Hal ini
dapat mempercepat timbulnya kelainan miopi (mata minus) pada anak-
anak.
Kekhawatiran baru munculnya gejala sakit punggung dan leher pada
usia yang semakin muda yang meluas. Riset yang diprakarsai oleh
Abertawe Bro Morgan University (ABMU) Health Board, setelah jumlah
anak yang dirawat meningkat dua kali lipat hanya dalam waktu enam

19
bulan. Menurut fisioterapis, Lorna Taylor, sakit punggung dan leher
merupakan dampak negatif peningkatan penggunaan gadget dan
perubahan gaya hidup
e. Kerusakan Otak
Jika pemakaian gadget adalah untuk pornografi, maka pengaruh
negatif terhadap kemampuan otak akan sangat kuat yang diberi istilah
merusak otak. Ahli Bedah Otak dari AS, Dr. Donald Hilton Jr,mengatakan
bahwa pornografi sesungguhnya merupakan penyakit, karena mengubah
struktur dan fungsi otak, atau dengan kata lain “merusak otak”. Terjadi
perubahan fisiologis otak, ketika seseorang memasukkan gambar-gambar
pornografi lewat mata ke otaknya.
Penggunaan materi pornografi yang kecanduan mampu merusak
lima bagian otak, dan cenderung irreversible brain injury atau sulit sekali
bahkan bisa tak tersembuhkan. Dari semua teori di atas, telah jelas terlihat
bahwa gadget mempengaruhi prilaku dan kemampuan anak. Pemakaian
gadget bisa saja berpengaruh positif pada kemampuan matematika dan
logika, namun berpengaruh negatif pada kemampuan emosi-sosial dan
kemampuan fisik-motorik. Khusus dalam pemakaian gadget untuk
pornografi akan merusak otak, yang otomatis akan menurunkan
kemampuan anak

20
BAB III

SINTESIS JURNAL

Penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati, (2019) menjelaskan bahwa gadget


menjadi bagian dari permainan anak-anak yang sulit untuk dipisahkan dalam aktivitas
keseharian anak. Ketika anak diberikan gadget atau sering melakukan aktivitas
dengan gadget membuat anak menjadi nyaman, senang, tenang dan orang tua merasa
mudah dalam pengawasan. Orang tua pun merasa nyaman dan tenang karena anak
tidak menganggu orang tua dalam beraktivitas. Akhirnya orang tua pun jarang
menemani anak dalam bermain dan peran orang tua digantikan oleh gadget.
Hal ini menjadi dampak yang buruk bagi anak terutama pada anak usia dini,
dimana dalam periode ini anak memiliki pola belajar meniru dari apa yang dilihat.
Usia dini merupakan usia sebelum 6 tahun yang pada masa ini merupakan masa
pertumbuhan dan masa perkembangan anak yang pesat. Pentingnya perkembangan
ini maka anak memerlukan stimulasi yang tepat untuk menunjang perkembangan
anak (Sukmawati, 2019).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh gadget
terhadap pekembangan bicara naka uisa 3 tahun dengan metode yang digunakan
adalah metode kualitaitif dengan menggunakan pengamatan dan wawancara. Adapun
subyek penelitiannya adalah anak usia 3 tahun (Sukmawati, 2019).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang berusia 3 tahun dan
menggunakan gadget dalam frekuensi tinggi (penggunaan gadget lebih dari 2 jam)
akan memberikan dampak neagtif seperti penurunan kosentrasi, malas melakukan
kegiatan fisik, penurunan dalam bersosialisasi, menghambat kemampuan bicara dan
bahasa anak. Selain penggunaan gadget yang berlebihan, dukungan dan dorongan
orang tua juga mempengaruhi ketembatan bicara anak.

21

Anda mungkin juga menyukai