Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI

Ukuran Status Kesehatan dalam Epidemiologi :


Morbiditas-Insidensi , Angka Prevalensi

Disusun Oleh :

Kelompok 6

Nuraevina M (C12114304)

Andi Humaerah (C12114322)

Velicia M. V. G Tjen (C12114504)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2016

i
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Makalah kelompok kami dapat terselesaikan. Pokok bahasan makalah ini
disesuaikan dengan materi dan kompetensi yang diajarkan pada Pendidikan Tinggi
Keperawatan. Makalah ini berisi tentang materi respirasi telah diberikan kepada
kelompok kami yaitu mencakup materi Ukuran Status Kesehatan dalam
Epidemiologi : Morbiditas-Insidensi , Angka Prevalensi.

Atas terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih


kepada teman-teman dari kelompok kami yang telah terlibat, baik secara langsung
maupun tidak dalam penyusunan makalah ini. Dan semua pihak yang telah
mendukung terselesaikannya penyusunan makalah ini.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan dalam


makalah ini. Kami mengharapkan masukan yang membangun dari pembaca agar
makalah ini terus menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa keperawatan.

Wassalam

Penyusun

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
A. Insidensi ................................................................................................................. 3
B. Istilah dalam Morbiditas ...................................................................................... 9
C. Prevalensi ............................................................................................................. 16
BAB III PENUTUP ...................................................................................................... 27
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap gangguan di dalam fungsi maupun struktur tubuh seseorang
dianggap sebagai penyakit. Penyakit, sakit, cedera, gangguan dan sakit
semuanya dikategorikan di dalam istilah tunggal morbiditas. Morbiditas
(kesakitan) merupakan derajat sakit, cidera atau gangguan pada suatu populasi.
Morbiditas juga meupakan suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera,
atau keberadaan suatu kondisi sakit. Morbiditas biasanya dinyatakan dalam
angka prevalensi atau insidensi yang umum atau spesifik. Morbiditas juga
mengacu pada agka kesakitan; jumlah orang yang sakit dibandingkan dengan
populasi tertentu yang sering kali merupakan kelompok yang sehat atau
kelompok yang berisiko.

Mortalitas (kematian) dan angka kematian seperti yang dibahas


sebelumnya digunakan sebagai indikator status kesehatan. Angka morbiditas
atau angka kesakitan juga digunakan sebagai indikator status kesehatan.

Pada tahun 1959, WHO menetapkan tiga ukuran morbiditas dalam


laoran the Expert commitee on Health Statistics. Ukuran pertama adalah jumah
orang yang sakit, ukuran kedua adalah periode atau lama sakit yang dialami,
dan yang ketiga adalah durasi (waktu- jam, hari, tanggal, minggu, bulan)
penyakit. Di dalam epidemiologi, ukuran turunan dari kedua indikator tersebut.
Setiap kejadian penyakit, kondisi, gangguan, atau kesakitan dapat diukur
dengan angka inidensi dan angka prevalensi. Pada makalah ini akan membahas
lebih lanjut tentang definisi, rumus dasar dan interpretasi hasil dari ukuran
morbiditas epidemiologi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dan angka insidensi beserta rumus dari Insidensi?
2. Apa saja istilah yang berkaitan dengan morbiditas?
3. Bagaimana definisi dan angka insidensi beserta rumus dari Prevalensi?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui istilah yang berkaitan dengan morbiditas
2. Untuk mengetahui definisi dan angka insidensi beserta rumus dari
Prevalensi
3. Untuk mengetahui definisi dan angka insidensi beserta rumus dari
Insidensi

2
BAB II
PEMBAHASAN
Ada tiga angka kesakitan kunci yang digunakan dalam epidemiologi : (1)
insidensi, (2) prevalensi, 3) angka serangan. Subkategori atau angka spesifik yang
dapat membantu memperjelas atau memberikan informasi lebih lanjut mengenai
tiga angka kunci tersebut digunakan untuk mendeskripsikan situasi wabah tertentu.

A. Insidensi
Insidensi digunakan sebagai alat ukur rate dari kasus baru penyakit,
gangguan, atau cidera yang terjadi dalam sutu populasi.Insidensi adalah jmlah
kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam suatu periode waktu
dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode waktu tertentu.
Istilah insidensi terkadang digunakan secara bergantian dengan istilah angka
insidensi. Untuk dapat menghitung angka insidensi suatu penyakit, (Timmreck,
2004) sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu tentang :

a. Data tentang jumlah penderita baru

b. Jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru ( Population at Risk)

Angka Insidensi :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
𝑥1.000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎

1. Isu-Isu Seputar Pembilang/ penyebut dalam Angka Insidensi

Penyebut yang digunakan dalam angka inidensi harus secara akurat


mewakili jumlah orang yang berisiko atau jumlah orang yang diteliti dalam
kelompok atau populasi. Seiring perjalanan waktu, jumlah orang yang
berisiko dalam populasi akan berubah. Beberapa orang mulai berisiko di
akhir periode yang ditetapkan sebagai periode penelitian, sementara yang
lain mulai bebas dari risiko sesaat setelah periode penelitian dimulai. Untuk
menanmpung masalah mengenai penduduk yang tinggal sementara waktu
dalam komunitas populasi yang lebih besar, ahli epedimiologi mengambil
jumlah populasi/ kasus pada pertengahan waktu dalam satu periode untuk

3
mewakili rata-rata populasi yang berisiko. Contoh, jika studi insdensi
diperkirakan berjalan selama satu tahun berdasarkan penanggalan umum,
populasi bersisiko akan ditentukan saat keberadaanya pada tanggal 1 Juli.

Karena angka insidensi digunakan untuk meneliti kasus baru suatu


penyakit, hanya individu yang berisiko yang akan terkena penyakit; dengan
kata lain, populasi berisiko, harus dimasukkan dalam penyebut. Penyebut
tidak mencakup mereka yang sedang mengidap penyakit tersebut, dari
dahulu mengidapnya (jika mereka tidak lagi rentan terhadapnya), atau kebal
terhadapnya akibat imunisasi. Akan tetapi, dalam populasi yang lebih besar
akan lebih baik jika data penyebut tidak dikoreksi dengan cara
mengeluarkan individu yang tidak berisiko. Jika yang digunakan sebgai
penyebut adalah data sensus, data kasus berpenyakit jagna sampai dibuang.
Contoh, jika kasus campak dihitung dengan menggunakan data sensus dari
kabupaten sebagai penyebutnya kasus mereka yang pernah terkena campak
jangan disingkirkan.

a. Pembilang dalam Insidensi

Peran pembilang dalam insidensi adalah untuk menyediakan


informasi yang spesifik tentang kejadian suatu penyakit. Jika jumlah
kasus atau organ beragam, pembilang harus dapat dengan jelas
menunjukkan perbedaan-perbedaannya. Periode waktu yang digunakan
untuk menghitung insdensi harus cukup untuk menjamin stabilitas
pembilang itu. Pembilang adalah jumlah kasus baru atau insidensi yang
dimulai dalam satu periode waktu. Pada populasi yang lebih kecil, dan
kelompok-kelompok seperti sekolah umum, pabrik, universitas, dan
rumah sakit, pembilang dari angka inisidensi harus merupakan jumlah
yang tepat dari kasus baru atau kejadian dimulainya sakit, atau orang
yang jatuh sakit pada kelompok tertentu dalam satu periode waktu,
sementara penyebut angka insidensi harus mencakup mereka yang bebas
dari penyakit pada permulaan periode waktu itu.

4
b. Penyebut orang-waktu/orang-tahun
Pada studi prospektif, yaitu pada investigasi yang melacak kasus
seiring perjalanan waktu ke depan, orang-tahun (person year)
digunakan sebagai penyebut dalam perhitungan angka insidensi.
Orang-tahun digunakan ketika banyak factor dating secara bersamaan
seperti usia, jenis kelamin, ras, dalam periode waktu yang bervariasi
dan jika variasi waktu itu disebabkan oleh individu yang keluar dan
masuk penelitian pada waktu yang berbeda dan pada usia yang berbeda,
semua itu membuat perhitungan menjadi sulit. Karakteristik perorangan
dan waktu digunakan sebagai informasi penyebut dalam angka
insidensi berjangka pendek. Jika ukuran sampel besar, risiko rendah dan
periode waktunya panjang, orang-tahun dapat berfungsi dengan sangat
baik. Masalah yang muncul adalah apabila pajanan terhadap risiko tidak
jelas sementara waktu penelitian tidak tetap dan kegiatan-individu
beragam selama periode waktu tersebut. Masalah lain adalah bahwa
seiring perjalanan waktu, usia juga bertambah sehingga kemungkinan
besar dapat menimbulkan perubahan pada data. Ada 3 hal yang harus
ada untuk mendapatkan validitas orang-tahun, yaitu :
1) Propabilitas penyakit atau risiko harus konstan selama periode
penelitian;
2) Diasumsikan bahwa mereka yang keluar/mengundurkan diri dari
penelitian memiliki tingkat patologi yang sama dengan mereka yang
tetap bertahan dan mengikuti penelitian sampai terakhir;
3) Untuk beberapa subjek, kondisi patologis mungkin sangat parah dan
memburuk dengan cepat sehingga orang-orang tertentu di observasi
kurang dari periode penelitian yang seharusnya.

2. Metode angka insidensi

Angka insidensi (insidensi rate) dapat digunakan untuk penyakit


akut menular berjangka pendek (mis. Kolera atau campak) atau dapat

5
digunakan untuk mengukur kondisi kronis atau berjangka panjang (mis,
kanker atau diabetes melitus). Ada dua pendekatan yang digunakan untuk
angka insidensi.

a. Angka insidensi kumulatif (cumulative incidence rate)


Merupakan salah satu metode dengan jumlah orang yang digunakan
sebagai penyebut. Rate dapat berubah dari waktu ke waktu dan semakin
panjang periode yang digunakan, semakin besar kemungkinan
seseorang untuk melakukan kesalahan dalam merata-ratakan rate yang
berbeda. Insidensi kumulatif digunakan untuk mengkaji sekelompok
orang yng diikuti perkembangannya selama periode waktu yang sama .
b. Force of morbidity.
Dalam force of morbidity, populasi dan elemen waktu digunakan
untuk dalam penyakit, yang pembilangnya mliputi jumlah kasus baru
dari suatu penyakit atau gangguan. Jumlah ini adlah jumlah kasus baru
suatu penyakit yang terjadi per unit populasi dan pada kurun waktu
tertentu. Metode ini juga digunakan untuk memperkirakan risiko yang
dimilki seseorang yang sehat unuk terkena suatu penyakit selama
periode waktu tertentu, force of morbidity dapat disebut dengn
kepadatan insidensi. (insidence density). Angka insidensi per orang
terkadang juga digunakan. Angka insidensi per orang dinyatakan
sebagai seseorang yang berisiko dan bukan sebagai suatu satu unit
populasi yang berisiko, seperti per 1.000 populasi yang menjadikan
ukuran ini suatu populasi.

Beberapa konsep dasar insidensi untuk menentukan angka insidensi


suatu wabah, populasi atau kelompok harus dikaji secara prospektif
waktunya mundur ke belakang) guna memastikan keluasan dan rate kasus
baru penyakit yang terjadi. Proses kejaidan penyakit yang diikuti selama
bebrapa waktu akan menghasilkan suatu kurva epidemi. Inti dari konsep
insidensi,jika ada dugaan KLB adalah mengkonfirmasi suatu diagnosis
penyakit atau menetapkan sumber terjadinya pristiwa itu, jika berasal dari

6
sumber nonpatogen. Selain itu, informasi yang mamadai berdasrkan
peristiwa itu, jika berasal dari sumber nonpatogen. selain itu, informasi
yang memadai berdasarkan ilmu biomedis yang kuat haus tersedia untuk
mengevauai status kesehatan orang di dalam kelompok populasi yang
berisiko.dari informasi ini, ahli epidemiologi harus dapat membagi individu
tersebut ke dalam kelompok yang terinfeksi berpenyakit atau kelompok
yang tidak terinfeksi (tidak berpenyakit).

Informasi bisa berada dari laporan individu, dokter, badan


pemelihara kesehatan, catatan medis di rumah sakit atau klinik.pemeriksaan
klinik (screening klinis) mungkin dibutuhkan unutk memastikan atau
membutikan terjadinya KLB. Saat mengumpulkan data mengenai KLB
pada beberapa populasi, informasi yang didapat harus dapat dibandingkan
diantara populasi yang berbeda; jumlah dari tipe data yang sama haus
digunakan untuk membedakan kelompok atau populasi. Data yang tidak
konsisten atau tidak terbukti mungkin harus disingkirkan atau dibuang.

3. Waktu dalam Insidensi

Insidensi sesuai dengan dengan definisi formal rate dinyatakan


sebagai suatu perubahan per unit waktu. Waktu atau tanggal awitan atau
ditemukannya KLB sangat penting dalam studi dan penentuan insidensi.
Langkah pertama adalah menetapkan diagnosis bandingnya; akan tetapi,
tanpa waktu awitan penyakit, insidensi menjadi sulit diukur. Waktu awitan
beberapa penyakit akut, serangan jantung atau kejadian akut lainnya dapat
ditentukan dalam hitungan jam. Penyakit atau kejadian lain mungkin jauh
lebih sulit ditentukan waktu awitannya yang tepat, mis, penyakit efisema
kronis.

Pada keadaan yang waktu awitannya sulit ditentukan, kejadian


paling objektif, jelas dan paling awal yang dapat dibuktikan harus dijadikan
sebagai waktu awitan . Pada penyakit yang berkembang diam-diam sperti
kanker atau stroke, kejadian paling awal yang dapat dibuktikan, diagnosis

7
kanker, atau kejadian cidera serebrovaskular pada stroke akan dijadikan
waktu awitan yang digunakan dalak peelitian dan penetapan insidensi
stroke. Pada penyakit yang berkembang secara perlahandan duam-diam
seperti penyakit kejiwaan, waktu awitan mungkin harus ditentukan sndiri
oleh ahli epidemiologi akan menstandarisasi dan mengkalrfikasi
permalasahan yang ditemukan dalam pebelitian spesifik yang di kemudian
hari mungkin menimbulkan peftanyaan. Contoh, dalam penyalahgunaan zat,
mis, penyalahgunaan kokain, keaidan penggunaanya dapat dijadikan
tanggal atau waktu awitan. . satu populasi harus diikuti perkembangannya
daam populasi dan mengukur ngka kemunculan kasus baru untuk
memudahkan pembuatan pernyataan tentang probabilitas risiko anggota
populasi.

Angka insidensi harus meliputi satu periode waktu dan memilki


keterbatasan khuss dalam elemn waktunya. Elemen waktu harus
mempunyai tanggal awal dan tanggal akhir, misalnya satu tahun. Setiap
interval waktu dapt digunakan sebagi periode waktu unuk menghitung
insidensi,tetapi harus cukup lama untuk menjamin stabilitas pembilang.

Jika periode waktu penyakit yang diteliti berlangsung dalam


keseluruhan durasi epidemi yang berjangka pendek, hal ini disebut angka
seranagn. Angka serangan digunakan untuk mengalisis epidemi pada
populasi kecil tertentu yang terpajan beberapa penyakit atau kejadian yang
menyebabkan cedera, seperti keracunan makanan, tercapai zat kimia, atau
kejadian yang berhubungan dengan lingkungan.

4. Prinsip - prinsip penggunaan angka insidensi


a. Angka insidensi dapat digunakan untuk mengestims probabilitas
ataunresiko terkena suatu penyakit selama satu periode waktu tertentu.
b. Jika angka inisidensi meningkat, kemungkinan atauprobabilitas risiko
terkenan penyakit juga meningkatkan cidera, seperti keracunan makan,
terpajan zat atau kejadian yang berhubungan dengan lingkungan.

8
c. Waktu-jika angka inisidensi secara konsiten leboh tinggi selama kurun
waktu tertentu dalam satu tahun(seperti saat musim dingin), risiko
terkena penyakit pada saat itu meningkat; misalnya, angka influenza
paling tinggi terjadi saat musi dingin.
d. Tempat-jika angka inisidensi secara konsisten lebih tinggi di antara
mereka yang tinggal di suat tempat tertentu, risiko seseorang untuk
terkena penyakit meningkt jika ia tinggal di tempat itu; misalnya risiko
terkena kasus valley fever sangat tinggi jika tinggal di daerah gurun
pasir barat Daya.
e. Orang-jika angka inisidensi secara konsisten lebih tinggi di antara
mereka yang memiliki faktor-faktor gaya hidup tertentu, risiko terkena
penyakit akan meningkat di kalangan kelompok itu; misalnya, kasus
kanker paru meningkat di kalangan perokok
f. Insidensi yang tinggi meyiratkan bahwa jumlah kasus yang baru juga
banyak sehingga risiko meningkat.
g. Jika angka insidensi penyakit terbukti memang tinggi , keberadaan
suatu epidemi atau kemungkinan terjadinya suatu epidemi dapat dapat
diketahui dan diperkirakan.

B. Istilah dalam Morbiditas


a. Risk ratio

Salah satu topik pokok yang berkaitan dengan risiko adalah risk
ratio. Risk ratio adalah rasio dari dua risiko terpisah. Risk ratio jug
disebut sebagai rasio insidensi kumulatif (cumulative insidensi ratio) dan
berkaitan dengan rate ratio . Risk ratio berasal dari perbandingan
probabilitas pengembangan suatu penyakit. Risk ratio juga digunakan
jika periode waktu penyakit memilki durasi yang sudah pasti. Pada
penyakit yang memiliki masa inkubasi yang pasti juga memilki satu
durasi yang pasti.

Contoh, kolera dengan satu masa inkubasi yang pasti juga


memilki satu durasi yang pasti. Pada penyakit yang memliki masa

9
inkubasi lama atau bervariasi, penetapan risk ratio membutuhkan periode
observasi yang cukup lama. Selama periode waktu yang yang pendek risk
ratio atau rasio dari setiap kelompok populasi akan mendekati 2,0 tetapi
jika periode waktu memanjang, semua anggota kelompok akan terpajan.
Rate ratio akan tetap konstan pada 2,0 selam periode observasi yang lebih
lama, tetapi risk ratio akan mendekati ,0 karena risiko perorangan
meningkat.

𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡


Risk ratio = 𝑃𝑟𝑜𝑏𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑛𝑎𝑛

Atau

𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑎𝑗𝑖


𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔

b. Realtive Risk

Realtive risk adalah ukuran tradisional yang digunakan untuk


mengkaji asosiasi di antara karakteristik kelompok dan penyakit. Relative
risk adalah rasio dari angka insidensi penyakit di antara mereka yang
terpajan suatu penyakit atau kematian yang terjadi di antara mereka yang
terpajan suatu penyakit dibandingkan dengan risiko mereka yang tidak
terpajan penyakit tersebut adalah hal yang berkaitan dengan relative risk.
Odd ratio, force of morbidity, dan rasio insidensi kumulatif adalah istilah
yang kelihatannya dipertukarkan dengan relative risk, tetapi relatif risk
mempunyai rumus yang khusus. Rasio insidensi kumulatif adalah angka
insidensi kumulatif mereka yang tidak terpajan.

Dalam relative risk ada dua asumsi yang digunakan. Asumsi 1 :


frekuensi penyakit atau kejadian dalam suatu populasi harus kecil. Asumsi
2 : Kasus-kasus penyakit ataukejadian harus mewakili kasus yang ada dalam
populasi dan kontrol studi merupakan perwakilan dari mereka yang bukan
kasus.

Rumus relative Risk disajikan dibawah ini :

10
Relative risk =
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑗𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑒𝑟𝑒𝑘𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑗𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘

c. Attributable Risk

Attributable risk adalah angka penyakit pada orang yang terpajan


yang dapat secara langsung dihubungkan dengan pajanan dari penyakit
tersebut. Attributable risk dihitung dengan cara mengurngi angka insidensi
(atau angka kematian) penyakit pada individu yyang tidak terpajan dari
individu yang terpajan. Diasumsikan bahwa penyebab penyakit memliki
peluang yang sama untuk mengakibatkan KLB penyakit atau kesakitan baik
pada individu yang terpajan maupun individu yang tidak terpajan. Attribute
risk adalah risiko peroragan atau selisih/perbedan risiko.

𝑝(𝑟−1)
Attributable risk = 𝑝(𝑟−1)+1 𝑥 100

d. Relative Risk dan Attack Rates

Relative risk termasuk rasio sejati dan disajikan sebagai rasio. Jika
reative risk dihitung dengan menggunakan angka serangan (attack rate),
hasil akhirnya adalah rasio angka serangan (attack rate ratio). Pendekatan
yang terbaik adalah dengan mengguanakan rasio dari yang “terpajan dan
sakit” dibagi dengan yang “tidak terpajan dan sakit”. Relative risk dapat
digunakan dalam angka serangan untuk mengukur risiko pajanan terhadap
keracunan makanan atau pajanan terhadap zat kimia atau risiko di industri.

𝑀𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡


Relative Risk = 𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡

e. Faktor Risiko dan Promosi Kesehatan


Salah satu area risiko yang menarik banyak perhatian di zaman ini
adalah faktor risiko pada penyebab penyakit, ketidakmampuan, cedera,
kondisi, gangguan, dan kematian. Fokus pada factor risiko adalah penting

11
karena fokus tersebut akan menunjukkan arah intervensi, pendidikan
kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan dan perlindungan kesehatan.
Dalam epidemiologi, faktor risiko juga telah diperhitungkan pada
beberapa aspek yang berbeda termasuk istilahnya yang dipergunakan secara
bergantian dengan agens penyebab. Dewasa ini istilah tersebut sering
dipakai pada penyakit kronis atau penyakit akibat gaya hidup dan perilaku.
Faktor risiko adalah perilaku atau pajanan yang berhubungan dengan
peningkatan risiko terhadap penyakit, cidera, kondisi, atau ketidakmampuan
yang dapat dialami di kemudian hari. Jika suatu risiko tertentu berhubungan
dengan peningkatan frekuensi kejadian penyakit, gangguan, cidera,
ketidakmampuan, atau kematian dini, dan asosiasi itu dapat dijelaskan
berdasarkan hubungan sebab akibat, hal itu dapat dinyatakan sebagai faktor
risiko.
Faktor risiko tidak hanya penting untuk mengidentifikasi, tetapi juga
dibutuhkan di dalam pengukuran status kesehatan. Frekuensi, bobot
masalah, tingkat pajanan dalam populasi, dan tindakan pencegahan,
kesemuanya itu bergantung pada data penelitian yang memperlihatkan efek
faktor risiko itu terhadap kelompok atau populasi. Dengan demikian faktor
apapun yang berhubungan penyakit, ketidakmampuan, cedera, atau
kematian yang diwakili oleh suatu peningkatan pada relative risk adalah
faktor risiko.
Satu hal yang berkaitan dengan faktor risiko adalah risk marker.
Risk marker adalah perilaku aktivitas, atau perbuatan kunci yang sudah
dibuktikan dengan baik danjelas berkaitan dengan peningkatan peluang
mendapatkan penyakit. Risk marker adalah suatu faktor risiko yang dapat
dinyatakan sebaga indikator peningkatan risiko yang harus diamati dan
dimodifikasi di dalam kelompok penelitian atau keseluruhan kelompok
populasi. Faktor risiko mirip dengan indikator status kesehatan, tetapi lebih
spesifik pada satu penyakit atau kondisi dan dapat diubah atau dikurangi.

12
A. Insidensi dan Angka Serangan

Sebagian dari populasi terkadang beresiko menjadi sakit atau terpajan


penyakit selama periode waktu tertentu. Periode waktu yang terbatas sering
kali dikaitkan dengan berkumpulnya sekelompok orang di satu lokasi untuk
menghadiri acara kusus, atau mungkin akibat pajanan di tempat kerja. Dengan
demikian, rentang waktu KLB hanya berlangsung singkat dan terbatas pada
kelompok orang tertentu. Jika hal ini terjadi, perhitungan insidensi menjadi
lebih mudah. Insidensi dan resiko pajanan sering kali tetap sama walaupun
periode waktunya dipersingkat atau agak lebih panjang. Periode waktu pajanan
dan resiko yang terbatas dan kelompok masyarakat beresiko yang juga terbatas
merupakan ciri unik angka serangan (attack rate). Angka serangan adalah
angka insidensi kumulatif dan dipakai dalam epidemik. Istilah angka infeksi
terkadang digunakan bersama-sama dengan angka serangan. Angka serangan
menunjukkan insidensi orang sakit yang menampakkan tanda dan gejala
penyakit dan juga mencakup kasus infeksi yang tidak tampak. Sebenarnya,
suatu serangan tersusun dari jumlah orang yang sakit akibat penyakit tertentu
dalam suatu periode waktu tertentu dan dalam kelompok tertentu.

Angkat serangan paling sering digunakan pada situasi keracunan


makanan atau pajanan zat kimia pada sekelompok pekerja. Pada kasus
keracunan makanan pada suatu kelompok tertentu, Investigasi wabah yang
dilakukan mencakup penyelidikan terhadap beragam sumber makanan, siapa
menyiapkan makanan apa, kasus orang yang sakit vs orang yang sehat, siapa
memakan apa, kapan, dan berapa banyak. Hasil investigasi dapat dipakai untuk
menghitung angka serangan.

Konsep epidemiologi dipakai untuk menentukan adatidaknya asosiasi


diantara risiko pajanan (memakan makanan) pada suatu kejadian kusus dan
penyakit tertentu. Ada tiga rumus angka serangan : (1) Angka serangan kasar
(crude attack rate), (2) Angka serangan umum (general attack rate), (3) Angka
serangan menurut jenis makanan (food-specific attack rate).

13
jumlah orang sakit akibat penyakit
Angka serangan kasar = jumlah orang yang menghadiri acara × 100

jumlah orang sakit (kasus baru)dalam periode waktu tertentu


Angka serangan = jumlah orang atau populasi beresiko dalam periode waktu tertentu × 100

jumlah orang yang memakan


makanan tertentu dan menjadi sakit
Angka serangan menurut jenis makanan = jumlah totoal orang yang × 100
memakan makanan tertentu

Angka serangan dihitung mulai dari perspektif yang lebih besar (angka
serangan kasar) kemudian ke focus yang lebih sempit (angka serangan), dan
akhirnya ke pengkajian yang sangan spesifik (angka serangan menurut jenis
makanan).

Angka Serangan Kasar (umum)

Angka Serangan (lebih spesifik)

Angka Serangan
menurut jenis
makanan
(sangat spesifik)

Gambar Angka serangan dihitung mulai dari angka serangan yang bersifat umum,
angka serangan dan angka serangan menurut jenis makanan.

1. Angka Serangan Sekunder

Angka serangan sekunder (secondary attack rate) dipakai dalam


investigasi penyakit infeksius dengan periode waktu yang terbatas dan
patogen yang terlibat memiliki masa inkubasi pendek. Angka serangan
sekunder sering kali digunakan pada saat kasus suatu penyakit terjadi di
dalam rumah yang sama atau kelompok kerja yang sama, dan saat kasus
primer penyakit terjadi di dalam periode waktu sebelum orang lain dalam

14
kelompok yang sama terkena penyakit. Jika orang lain dalam kelompok
jatuh sakit dan kejadiannya diakibatkan oleh infeksi primer, mereka
termasuk kasus sekunder. Mereka yang jatuh sakit akibat terinfeksi kasus
primer ditentukan dengan menggunakan angka serangan sekunder. Jumlah
orang yang pernah kontak atau terpajan pada penderita infeksi primer atau
sumber primer infeksi dalam masa inkubasi pathogen digunakan dalam
perhitungan rate ini. Pengkajian ini menggunakan jumlah total kasus yang
terpajan. Jumlah kasus penjumlah orang yang terpajan dikurangi kasus
indeks kemudian dikalikan dengan 100. Dengan kata lain, yang dikalikan
dengan 100 adalah jumlah orang yang terinfeksi per jumlah orang yang
rentan dan terpajan.

Pembilang dalam angka serangan sekunder mencakup jumlah kasus


penyakit yang terjaadi dalam kelompok atau rumah tangga yang sama
setelah kejadian awitan kasus primer atau kasus pertama dan yang terinfeksi
oleh kasus primer. Jumlah orang yang terinfeksi digunakan sebagai
pembilang. Jumlah orang yang rentan dan terpajan digunakan sebagai
penyebut. Penyebut tidak mencakup individu yang sebelumnya terkena
penyakit dan sekarang menjadi imun, atau individu yang mendaptkan
imunisasi; orang yang rentan merupakan satu-satunya variable yang
digunakan sebagai penyebut.

jumlah orang terpajan yang terkena penyakit


selama masa inkubasi
Angka serang sekunder = × 100
jumlah total orang yang terpajan kassus primer

Angka serang sekunder =


jumlah kasus selama kontak dengan kasus primer selama satu periode
× 100
jumlah total kontak

2. Pendekatan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada angka


insidensi

Jika berhadapan dengan peristiwa kesehatan dan keselamatan yang


berkaitan dengan pekerjaan, maka yang dipakai adalah angka kejadian (rate
of occurrence). Angka kejadian ini di dalam bidang kesehatan dan

15
keselamatan kerja (K3) disebut sebagai angka insidensi, hal ini
menyebabkan keracunan dan jangan sampai dipertukarkan dengan angka
insidensi yang dimaksud di dalam epidemiologi.

Angka insidensi dibidang K3 didasarkan ppada pajanan terhadap


100 peekerja purna – waktu dengan menggunakan 200.000 jam kerja
sebagai penyetaranya (100 pegawai bekerja 40 jam seminggu selama 50
minggu dalam setahun). Angka insidensi K3 dihitung berdasarkan setiap
kategori kehilangan hari kerja (day lost) atau keasus kejadian, bergantung
pada angka yang ditempatkan sebagai pembilang dalam rumus. Penyebut
harus merupakan jumlah total jam kerja seluruh pegawai selama periode
waktu yang sama seperti periode waktu saat kejadian atau kasus
berlangsung. Untuk menghitung insidensi K3 berdasarkan total kasus yang
tercatat diakhir tahun, kalikan jumlah kasus atau kejadian tersebut dengan
200.000 dan bagi hasilnya dengan jumlah jam kerja yang dijalani semua
pegawai dalam tahun tersebut. Berikut rusmus angka insidensi untuk bidang
K3.

jumlah cidera dan kesakitan X 200.000


Angka insidensi (total kasus yang tercatat)= total jam kerja semua pegawai x 100
selama satu periode waktu

jumlah hari kehilangan hari kerja


Angka insidensi (kehilangan hari kerja) = jumlah jam kerja seluruh pegawai x 100
selama periode satu waktu

C. Prevalensi
Pendamping insidensi adalah prevalensi. Sebagai alat ukur kesakitan,
prevalensi adalah jumlah kasus penyakit, orang yang terinfeksi, atau kondisi,
yang ada pada satu waktu tertentu, dihubungkan dengan besar populasi
darimana kasus itu berasal, misalnya, jumlah kasus campak dalam sebuah
populasi pada awal juli. Prevalensi penyakit kronis seperti atritis cukup tinggi
jika dibandingkan dengan insidensi lainnya. Insidensi memasukkan jumlah
kasus baru sementara prevalensi tidak. Prevalensi setara dengan insidensi yang
dikalikan dengan rata-rata durasi kasus.

16
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi didalam suatu
populasi (lihat tabel). beberapa faktor tersebut antara lain:

 Penyakit baru muncul di populasi sehingga menyebabkan angka inseidensi


meningkat. Jika insidensi meningkar, prevalensi juga meningkat.
 Durasi penyakit mempengaruhi prevalensi. Jika penyakit memilki durasi
yang panjang, prevalensi juga akan lebih lama berada pada posisi yang
tinggi.
 Intervensi dan perlakukan mempunyai efek pada prevalensi. Jikaa perlakuan
yang diberikan berhasil menunjukkan jumlah kasus, durasi penyakit dan
jumlah kasus akan menurun sehingga prevalensi juga menurun. Uimunisasi
menjegah munculnya kasus baru dan menurrunkan prevalensi.
 Harapan hidup yang lebih lama berarti dapat meningkatkan duarasi dan
dapat meningkatkan prevalensi penyakit kronis.
 Semakin banyak populasi yang sehat dan tidak berpenyakit akan
menurunkan prevalensi penyakit akut dank arena orang yang sehat menjadi
semakin tangguh, durasi kehidupan akan meningkat demikian pula dengan
harapan hidup populasi itu.

Tabel Faktor Pembanding yang Mempengaruhi Angka Prevalensi


Rate naik akibat Rate turun akibat
- Imigrasi kasus yang sakit - Imigrasi orang sehat
- Emigrasi orang sehat - Emigrasi kasus yang sakit
- Imigrasi kasus yang rentan atau - Peningkatan angka kasus yang
orang yang berpotensi menjadi sembuh
kasus - Peningkatan angka kematian
- Memanjangnya harapan hidup akibat penyakit
pasien tanpa penyembuhan - Penurunan kejadian kasus baru
(peningkatan durasi penyakit) - Pendekatan durasi penyakit
- Peningkatan kejadian kasus - Kematian
baru (peningkatan insidensi)

17
1. Angka Prevalensi

Prevalensi berarti semua. Dalam angka prevalensi, dikaji jumlah


semua orang didalam kelompok atau populasi yang mengalami penyakit
pada suatu waktu tertentu. Langkah prevalensi sebanding dengan angka
insidensi dikalikan dengan rata-rata durasi penyakit. Prevalensi dipengaruhi
oleh 2 elemen, (1) Jumlah individu yang terkena penyakit dimasa lalu, dan
(2) Lama atau durasi penyakit. Prevalensi akan bervariasi secara langsung
dalam kaitannya dengan durasi dan insidensi. Insidensi dan penanganan
yang sukses akan memperpanjang masa hidup dan akan berpengaruh pada
penunrunan angka prevalensi. Penurunan insidensi dan pemendekan durasi
penyakit akan menurunkan prevalensi. Jika durasi menunjukkan penurunan
yang signifikan, prevalensi tetap akan turun walaupun insidensi meningkat
(lihat tabel).

Angka prevalensi dan informasi yang didapat dari angka tersebut


akan membantu dalam perencanaan program layanan kesehatan masyarakat
dan layanan medis, dan dapat digunakan untuk memproyeksikan pelayanan
kesehatan dan kebutuhan akan tempat tidur di rumah sakit. Beberapa ahli
epidemiologi merasa bingung untuk memastikan penyebut yang tepat.
Mereka harus menentukan siapa total populasi yang sebenarnya (lihat rumus
prevalensi).

Ada dua konsep tambahan prevalensi yang perlu dibahas. Pertama,


prevalensi seumur hidup (lifetime prevalence), yaitu jumlah total individu
yang mengalami suatu kondisi, masalah, atau penyakit selama hidup
mereka, atau setidaknya dalam sebagian besar hidup mereka. Prevalensi
seumur hidup dianggap sebagai bentuk prevalensi periode. Konsep lainnya
adalah prevalensi tahunan (annual prevalence). Prevalensi tahunan adalah
jumlah total individu yang mengalami suatu kondisi, masalah, dan penyakit
pada suatu waktu tertentu dan dalam tahun tertentu. Kasus penyakit yang
dimulai sebelum tanggal dimulainya perhitungan prevalensi, tetapi berlanjut
sampai ke dalam periode penelitian, dimasukkan dalam angka prevalensi

18
tahunan. Kasus yang dimulai sebelum akhir masa studi, berlangsung
sepanjang tahun dan atau belum sembuh saat penelitian berakhir juga
dimasukkan dalam perhitungan. Pemberi layanan kesehatan, tenaga
professional bidang kesehatan masyarakat, atau ahli epidemiologi ingin
mengetahui apakah kasus epidemi itu memang baru dan menjadi masalah,
atau memang masalah lama. Pada beberapa kasus, data prevalensi periode
mungkin sedikit kegunaanya karena ukuran ini memasukkan baik prevalensi
maupun insidensi. Informasi yang lebih jelas dapat ditarik dari angka
insidensi bukan dari point prevalence rate (angka prevalensi satu titik
waktu) karena informasi angka insidensi lebih spesifik. Insidensi sulit untuk
diukur, sedangkan prevalensi dapat diukur hanya dengan satu studi atau
survey tunggal. Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk menghitung
angka prevalensi, dan informasi yang dihasilkan tetap sama walaupun ada
sedikit pengubahan pada metode atau tekniknya. Berikut rumus angka
prevalensi.

jumlah kasus penyakit yang ada


Angka prevalensi (1) = pada satu titik waktu × 1000
total populasi

jumlah total kasus penyakit pada waktu terteniu


Angka prevalensi (2) = total populasi yang berisiko pada waktu tertentu × 1000

2. Prevalensi Periode

Prevalensi periode (period prevalence) lebih rumit daripada angka


prevalensi kasar ataupun point prevalence (Timmreck, 2004). Prevalensi
periode mencakup total individu yang pernah mengalami penyakit yang
menjadai sorotan pada satu titik dalam periode waktu tertentu. Namun,
ukuran ini lebih jauh dari itu. Prevalensi periode dimulai pada satu titik
waktu dan berhenti pada satu titik waktu. Semua orang dengan penyakit
yang telah diderita pada periode waktu sebelumnya atau menjadai sakit pada
akhir periode waktu dimasukkan dalam perhitungan. Perhitungan juga
memasukkan kasus baru (insidensi) yang terjadi selama periode waktu studi,
begitu pula dengan kekambuhan (recurrence) penyakit selama satu periode
waktu yang berurutan (biasanya satu tahun). Ahli epidemiologi harus,

19
mendefinisikan setiap isu yang tidak jelas dan mebuat pernyataan tentang
isu tersebut. Contoh, jika ahli epidemiologi memutuskan untuk
memasukkan semua kasus kekambuhan penyakit dari enam bulan
sebelumnya dalam prevalensi periode, ia harus membuat sebuah pernyataan
dalam bentuk tabel atau narasi pada laporannya.

Cara lainnya, untuk menyatakan prevalensi periode adalah dengan


memmasukkan point prevalence di awal periode waktu kemudian ditambah
dengan semua kasus baru yang terjadi selama periode waktu itu.
Bagaimanapun cara melakukannya, prevalensi periode memerlukan
penetapan waktu yang spesifik untuk pengkajian penyakit tertentu.
Prevalensi periode adalah alat ukur yang kompleks. Ukuran ini ditetapkan
berdasarkan prevalensi yang terjadi di satu titik waktu, ditambah dengan
insidensi (kasus baru), dan kekambuhan selama satu periode waktu yang
berurutan, misalnya satu tahun. Mereka yang tidak berisiko mendapatkan
kasus baru penyakit tidak dimasukkan dalam pembilang. Berikut rumus
angka prevalensi periode.

Angka prevalensi periode = jumlah kasus penyakit yang ada


rata−rata populasi studi
dalam satu periode waktu × 1000

3. Kekambuhan Penyakit dalam Prevalensi Periode

Ahli epidemiologi, saat berhadpan dengan prevalensi periode dan


point prevalence, sering kali harus menentukan parameter yang
mempengaruhi penelitian atau perhitungan rate. Beberapa parameter
didefinisikan berdasarkan sifat penyakit atau kejadiannya. Beberapa ahli
epidemiologi berupaya keras mendefinisikan kasus kekambuhan ini. Sifat
penyakit membantu dalam pendefinisian beberapa parameter. Contoh,
peluang kekambuhan penyakit campak adalah kecil. Sebaliknya, gonorrhea
bisa menjadi penyakit kambuhan atau kasus baru. Jika sifat alami penyakit
menyebabkan penyakit menjadi kambuh dengan sendirinya, ahli
epidemiologi akan membuat suatu pernyataan tentang efek penyakit itu dan
akan memasukkannya sebagai kasus baru dalam prevalensi periode. Jika

20
sifat alami penyakit memang tidak menyebabkan kekambuhan atau jika
imunisasi prevalen di dalam populasi atau kasusnya, kasus kambuhan tidak
dihitung sebagai kasus baru (Efendi, 2009).

File kasus
Gonorrhea Pingpong (Penyakit Kambuhan)
Mahasiswa saling menularkan gonerrhea

Prevalensi periode dan point prevalence sering kali sulit ditentukan jika berkaitan
dengan kekambuhan suatu penyakit. Ahli epidemiologi mungkin akan merasa bingung
untuk memutuskan kapan suatu kasus bisa dimasukkan dalam perhitungan kasus baru
atau kasus kambuhan. Umumnya, setiap kasus kambuhan akan dihitung sebagai satu
kasus baru, walaupun kasus itu merupakan suatu kekambuhan.

Salah satu area tempat penyakit dapat kambuh adalah penyakit kelamin (sekarang
disebut sebagai penyakit menular seksual, PMS). Di banyak akademi dan universitas,
aktivitas seksual yang terjadi lebih tinggi dari rata – rata. Salah satu seorang mahasiswa
pria tingkat akhir suatu akademi pernah mengalami satu masalah PMS yang sebenarnya
masalah yang biasa, tetapi kejadiannya berbelit – belit. Pada satu musim dingin, ia
terkena gonorrhea sampai empat kali walaupun ia bersikeras mengatakan bahwa
kekasihnya hanya satu bagaimana asal mulanya salah satu dari mereka bisa mengalami
penyakit ini? Dokter yang menangani berspekulasi bahwa efek asam mariyuana
menyebabkan mereka melakukan hubungan seksual. “saya kira saya selalu berhubungan
dengan pacar saya, tetapi saya tidak pasti – terlalu pusing karena terlalu banyak
menghirup asap,” kata pria itu. Kekasihnya mengatakan bahwa “meski di pesta pun, saya
selalu setia pada Jim – rasa-rasanya”. Karena keduanya tidak mendapatkan perawatan
yang bersamaan, Jim akan muncul di klinik dengan gejala gonorrhea dan mendapatkan
perawatan; beberapa hari kemudian kekasihnya dating di klinik untuk menjalani
pengobatan. Jim kemudian dating kembali, terkadang beberapa waktu kemudian, dengan
penyakit yang sama. Proses ini terus berulang sampai beberapa kali kunjungan klinik
sampai akhirnya dokter menyadari penyebabbya. Ahli epidemiologi menyebut kejadian

21
ini sebagai kasusu “gonorrhea pingpong”. Didalam proses untuk bisa sembuh, setiap
pasangan terinfeksi kembali oleh pasangannya sendiri.

(Sumber: Time, vol. 9, No. 9, September 1, 1967, p.32)

Fakor lain yang harus dipertimbangkan pada penyakit kambuhan


adalah waktu. Jika beberapa waktu telah berlalu secara signifikan sejak
akhir perjalanan penyakit sampai awwitan kasus kambuhan, kasus
kambuhan dimasukkan sebagai kasus baru. Ahli epidemiologi harus
mengidentifikasi dan mendefinisikan faktor- faktor tidak biasa yang
melingkupi kekambuhan suatu kasus dalam prevalensi periode dan
kekambuhan tersebut harus konsisten dalam sifat dan perjalanan penyakit
yang tengah dikaji. Menurut Mausner, kasus kambuhan seperti ditemukan
dalam kasus 7 dan kasus 15 dalam gambar 5.6 tidak dimasukkan dalam
pembilang. Mereka yang tidak beresiko mendapatkan kasus baru penyakit
jangan sampai dimasukkan dalam pembilang. Kasus kambuhan dalam
periode penelitian dihitung hanya sekali dalam pembilang dan sekali dalam
penyebut; dihitung secara individual bukan sebagai kasus keseluruhan.
Akan tetapi, sifat alami penyakit dan kemampuannya untuk kambuh harus
diperhitung demikian pula dengan imunitas terhadap suatu penyakit,
keduanya didapt secara alami dan melalui vaksinasi. Jika suatu penyakit
seperrti gonorrhea dapat kambuh berulang kali, resikonya tetap sama dan
kasus baru tidak didasarkan pada inidividu itu. Jika imunitas alamiah tidak
terjadi, setiap kasus baru harus dihitung dalam rumus rate, baik sebagai
kasus baru maupun sebagai bagian dari populasi yang beresiko.

4. Point prevalence

Point prevalence adalah jumlah kasus individu yang mengalami


suatu penyakit, kondisi, atau kesakitan pada suatu titik waktu yang spesifik-
jumlah kasus yang ada pada satu titik waktu (Rajab, 2009). Point prevalence
mengukur keberadaan suatu penyakit, kondisi pada satu titik waktu yang

22
singkat, secara teoretis menghentikan waktu semenit, sejam, atau sehari, dan
menghitung kasus penyakit yang ada. Berikut rumus point prevalence rate.

jumlah kasus penyakit yang ada


Point prevalence rate = pada satu titik waktu × 1000
total populasi studi

5. Pemahaman Point Prevalence dan Prevalensi Periode

Gonorrhea adalah penyakit menular seksual yang umum. Gejala


penyakit ini akan tampak sekitar seminggu setelah pajanan. Wanita sering
menjadi karrier tak bergejala dari pathogen penyakit ini selama berminggu
– minggu bahkan sampai berbulan – bulan; gejala akan muncul dalam 7 –
21 hari dan baru terindentifikasi setelah dilakukan penelurusan terhadap
riwayat kontak seksual. Pada pria, masa inkubasi berlangsung selama 2 –
14 hari. Gejala yang muncul pada pria termaksud sensasi tersengan di
uretra diikuti dengan sulit berkemih dan keluanya cairan nanah dari penis.
Infeksi tanpa gejala telah diidentifikasi pada pria homoseksual dan
gonorrhea rectum ditemukan pada laki – laki dan perempuan.

Dari matriks point prevalence dan prevalensi periode dalam gambar


di atas, ada beberapa faktor pada angka kesakitan yang dapat
diidentifikasi:

 Total kasus, 13 orang dan 15 kasus gonorrhea

23
 Total populasi penelitian 300 mahasiswa kelas 3 dari SMU Central
City. Total populasi kelas 3 adalah 1.100 siswa.
 Point prevalence pada 22 september mencakup 7 kasus yang digunakan
sebagai pembilang (kasus yang termaksud – kasus 1, 2, 4, 5, 8, 12, 14,
15)
 Prevalensi periode, mencakup semua kasus dari 1 juni sampai 31 mei,
dengan kasus kambuhan yang diperlakukan sebagai kasus baru karena
kasus kambuhan sama seperti kasus baru yang disebabkan oleh sifat
alami gonerrhea. 15 kasus digunakan sebagai pembilang.
 Insidensi selama bulan November mencakup semua kasus baru dalam
periode waktu itu untuk semua populasi yang beresiko. Ada 4 kasus
baru di bulan November. Penyakit kambuhan diperlakukan sebagai
kasus baru.
6.ODDS RATIO

Rasio lain yang digunakan dalam pengkajian data-data morbiditas


adalah odds ratio. Peluang terpajan dan risiko terkena suatu penyakit dapat
ditentukan dengan odds ratio. Ada berbagai metode penggunaan odds ratio di
dalam epidemiologi, yaitu odds ratio prevalensi, cross-product ratio, odds
ratio pajanan, odds ratio penyakit, dan odds ratio risiko.

Odds ratio prevalensi digunakan dalam analisis studi cross-sectional.


Odds ratio digunakan untuk studi prevalensi bukan untuk studi insidensi.

Cross product/odds ratio akan lebih mudah dipahami jika


menggunakan matriks epidemiologi empat sel 2 x 2, karena rasio tersebut
memperbandingkan berbagai urutan status penyakit yang ada dalam matriks.

Cross-product ratio /odds ratio membandingkan yang terpajan/sakit


(A) dan yang tidak terpajan/tidak sakit (D) dengan yang terpajan/sakit (B) dan
yang tidak terpajan/tidak sakit (C) atau perbandingan AD/BC.

24
Odds ratio pajanan adalah rasio peluang orang yang terpajan dalam
kelompok yang sakit dibandingkan dengan peluang orang yang terpajan dalam
kelompok yang tidak sakit, atau A/B dibandingkan dengan C/D.

Pada insidensi dan pada kasus yang langka atau kasus yang asing,
AD/BC digunakan sebagai estimasi risk ratio dan juga sebagai rasio angka
insidensi orang-tahun (person-time incidence rate ratio. Selain itu, forces of
morbidity dapat digunakan untuk menentukan risk ratio pada kelompok yang
terpajan dan yang tidak terpajan.

Odds (rate-odds) ratio penyakit digunakan pada penelitian kohort dan


cross-sectional. Odds ratio penyakit adalah rasio peluang terkena penyakit
diantara orang yang terpajan (A?C) dibandingkan dengan peluang terkena
penyakit di antara orang yang tidak terpajan (B/D). proses ini menghilangkan
beberapa pilihan dan mengurangi AD/BC dan sebanding dengan odds ratio
pajanan.

TERPAJAN TIDAK TERPAJAN

SAKIT

A B

TIDAK SAKIT C D

GAMBAR 5.10 Matriks empat sel, 2 x 2, untuk mengkaji class-product


ratio/odds ratio

25
Odds ratio risiko adalah rasio yang menentukan peluang untuk
mendapatkan suatu penyakit jika terpajan, terhadap peluang untuk
mendapatkan suatu penyakit jika tidak terpajan, dan rasio ini dapat dipakai
dalam penelitian cross-sectional, kohort, dan mungkin juga untuk penelitian
kasus kontrol. Untuk menghitung odds ratio, matriks epidemiologi dapat
digunakan kembali. Akan tetapi, di dalam odd ratio, istilah terpajan
menggantikan istilah sakit.istilah tidak terpajan menggantikan istilah tidak
sakit. Istilah ada menggantikan terpajan. Istilah tidak ada menggantikan tidak
terpajan. Pembagian symbol P1, P2, P3, P4 masing-masing digunakan dalam
matriks untuk menggantikan A, B, C, D. dengan demikian, kita akan
mendapatkan matriks seperti berikut.

Rasio dari angka insidensi, yang sebenarnya adalah relative risk


menjadi rumus berikut.

P1 P3
+
P1 + P2 P3 + P4

Berikut adalah odds ratio karena kuantitasnya dapat dinyatakan sebagai


peluang untuk mendapatkan penyakit yang disertai dengan keberadaan dan
ketiadaan perilaku atau atau faktor penyebab penyakit. Odds ratio diperoleh
dengan mengalikan secara silang angka dalam matriks epidemiologi 2 x 2.

P1 P3
+
P2 P4

ADA TIDAK ADA

TERPAJAN

P1 P2

TIDAK TERPAJAN P3 P4

26
GAMBAR 5. 11 Matriks empat sel, 2 x 2, untuk odds ratio.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada tiga angka kesakitan kunci yang digunakan dalam epidemiologi :
(1) insidensi, (2) prevalensi, 3) angka serangan. Subkategori atau angka
spesifik yang dapat membantu memperjelas atau memberikan informasi lebih
lanjut mengenai tiga angka kunci tersebut digunakan untuk mendeskripsikan
situasi wabah tertentu.

Insidensi digunakan sebagai alat ukur rate dari kasus baru penyakit,
gangguan, atau cidera yang terjadi dalam sutu populasi.Insidensi adalah jmlah
kasus baru suatu penyakit yang muncul dalam suatu periode waktu
dibandingkan dengan unit populasi tertentu dalam periode waktu tertentu.
Istilah insidensi terkadang digunakan secara bergantian dengan istilah angka
insidensi.

27
Pendamping insidensi adalah prevalensi. Sebagai alat ukur kesakitan,
prevalensi adalah jumlah kasus penyakit, orang yang terinfeksi, atau kondisi,
yang ada pada satu waktu tertentu, dihubungkan dengan besar populasi
darimana kasus itu berasal, misalnya, jumlah kasus campak dalam sebuah
populasi pada awal juli. Prevalensi penyakit kronis seperti atritis cukup tinggi
jika dibandingkan dengan insidensi lainnya. Insidensi memasukkan jumlah
kasus baru sementara prevalensi tidak. Prevalensi setara dengan insidensi yang
dikalikan dengan rata-rata durasi kasus.

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, F. &. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Rajab, W. (2009). Buku ajar epidemiologi untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta:


EGC.

Timmreck, T. C. (2004). Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta: EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai