Anda di halaman 1dari 58

EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN SECANG

(Caesalpinia sappan Linn.) PADA WANITA DEWASA DENGAN


PRADIABETES

MERTIEN SA’PANG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Efek perglikemik


AntihiMinuman Secang (Caesalpinia sappan Linn.) pada Wanita sa Dengan
DewaPradiabetes” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi mbing dan
pembibelum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi pun. Sumber
mana informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan un tidak
maupditerbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan umkan dalam
dicantDaftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada t
InstituPertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Mertien Sa‟pang
NIM I151120041
RINGKASAN

MERTIEN SA‟PANG. Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia n


sappaLinn.) Pada Wanita Dewasa Dengan Pradiabetes. Dibimbing oleh AMMAD
MUHRIZAL MARTUA DAMANIK dan HADI RIYADI.

Saat ini diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
paling sering ditemui secara global. Diabetes mellitus adalah penyebab utama pat
keem atau kelima kematian di beberapa negara berpenghasilan tinggi dan juga
mulaimenjadi penyakit epidemik di banyak negara berpenghasilan rendah dan gah.
menen Prevalensi DM diperkirakan akan terus meningkat mengingat lensi
preva pradiabetes juga cukup tinggi dimana hasil studi Diabetes Prevention am
Progr(DPP) menunjukkan bahwa 10% penderita pradiabetes diperkirakan menjadi
akan penderita diabetes setiap tahunnya. Mengingat besarnya dampak f yang
negati disebabkan oleh prevalensi diabetes yang tinggi sehingga perlu kan
dilaku strategi pencegahan progresivitas pradiabetes menjadi diabetes. Salah
satunya dengan pemanfaatan minuman fungsional (minuman secang).
Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh intervensi
minu man secang terhadap kadar glukosa darah dan kadar insulin puasa pada
dewasa dengan pradiabetes. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah menganalisis
tingka t konsumsi, aktivitas fisik serta pengaruh intervensi minuman secang ap
terhad kadar glukosa darah puasa (GDP), dan kadar insulin puasa pada dewasa n
denga pradiabetes. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experimental
one g roup pre and post-test dengan 11 orang subjek dengan kriteria inklusi antara
lain: w anita berusia 20-60 tahun; hasil skrining awal GDP 100-125 mg/dL; telah
mend apat penjelasan penelitian dan bersedia menandatangani informed consent..
Kriter ia eksklusi antara lain: berpartisipasi dalam penelitian lain, mengonsumsi
suplemen secara rutin dan menjalani terapi pengobatan. Pada penelitian ini subjek
diberi kan intervensi minuman secang. Pembuatan produk intervensi berupa
minu man secang dilakukan di IPB Dramaga, sedangkan pengambilan darah dan
analis is glukosa darah dilaksanakan di Klinik Muhammadiyah Bubulak, Kab.
Bogor dan analisis insulin puasa di Laboratorium Departemen Patologi Klinik RS
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Seluruh kegiatan penelitian dilaksanakan sejak
bulan Maret 2014 hingga Januari 2015.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi karakteristik yaitu
usia, pendidikan terakhir, status pernikahan dan besar keluarga, status gizi sarkan
berdaindeks massa tubuh melalui pengukuran berat badan dan tinggi
badan, data konsumsi pangan food-recall 3x24jam selama intervensi, aktivitas
fisik, kadar glukosa darah puasa (GDP) dan insulin puasa subjek sebelum dan h
setelaintervensi. Analisis statistik deskriptif dilakukan pada data karakteristik nden
respomeliputi usia, pendidikan terakhir, status pernikahan, besar keluarga, s massa
indektubuh (IMT), data konsumsi pangan dan aktivitas fisik. Untuk analisis
mengperbedaan GDP dan insulin sebelum dan setelah intervensi minuman gunakan
menguji t berpasangan setelah uji normalitas Saphiro-Wilk.
Sebagian besar subjek memiliki status gizi overweight (63.64%),
kelom pok usia dewasa lanjut (41-60 tahun) (63.6%), tingkat pendidikan rendah
(81.8 %), status pernikahan menikah (90.9%), dan ukuran keluarga kecil (≤ 4
anggota ke luarga) (63.6%). Untuk tingkat kecukupan zat gizi sebagian besar miliki
subjek me tingkat kecukupan energi defisit tingkat ringan dan sedang sing
(masing-ma36.4%), tingkat kecukupan protein defisit tingkat ringan,sedang masing-
dan berat ( masing 27.3%), tingkat kecukupan lemak defisit tingkat berat n tingkat
(45,5%), dakecukupan karbohidrat cukup (72.7%). Terjadi penurunan dar glukosa
rata-rata kadarah puasa subjek setelah intervensi secara signifikan amun tidak
(p<0.05) Nterdapat perbedaan nyata antara kadar insulin puasa
sebelum dan setelah intervensi (p>0.05).
Melalui penelitian ini terlihat bahwa minuman secang dapat menurunkan
kadar glukosa darah puasa pada dewasa dengan pradiabetes, namun tidak uhi
mempengarkadar insulin. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ar
interaksi antkomponen aktif dengan zat gizi dan obat.

Kata kunci: minuman secang, pradiabetes, kadar glukosa darah, kadar insulin
puasa
SUMMARY

MERTIEN SA‟PANG. Antihyperglycemic Effect of Sappanwood (Caesalpinia


sappaLinn.) Drinks in Prediabetic Women. Supervised by MUHAMMAD L
RIZAMARTUA DAMANIK dan HADI RIYADI.

Diabetes mellitus is one of the most common non-communicable diseases,


globally. Diabetes mellitus is the fourth or fifth leading cause of death in the high- e
incomcountries and also began to become an epidemic disease in many low and e
middlincome countries. The prevalence of diabetes is estimated to increase the
givenprevalence of prediabetes is also high enough. Study from Diabetes ntion
PreveProgram (DPP) showed that 10% of people with prediabetes were ted to
expecbecome diabetics annually. Given the magnitude of the negative t caused
impacby the high prevalence of diabetes, prevention strategies for ession of
progrprediabetes becomes diabetes need to be conducted. One of them is tion of
utilizafunctional drinks (sappanwood drinks).
The main objective of this study was to determine the antihyperglycemyc of
effectsappanwood drinks in prediabetic women. There were four specific aims
of thepresent study: to determine consumption, level of nutritional adequacy, and
physical activity of subjects during the intervention; to analyze the effect of nwood
sappadrinks compared pre and post intervention on fasting blood glucose
(FBG ) of subject and; to analyze effect of sappanwood drinks compared pre and
post intervention on fasting insulin level of subject. This study used quasi
experi mental one group pre and post-test design with 11 subjects with inclusion
criteria: female, age 20-60 year, FBG 100-125 mg/dL. The exclusion criteria
were participating in other research, taking supplements and/or drugs. In this
study, subjects asked to drink 3x200 ml of sappanwood drinks/day for 28 days.
Manu facture products was conducted in Bogor Agricultural University (IPB)
Dram aga; sappanwood drinks intervention to blood sampling was conducted in
Balai Pengobatan Muhammadiyah, Bubulak, Bogor; whereas blood analysis was
condu cted in the Laboratory of Muhammadiyah, Bogor and Department of
Clinic al Pathology Laboratoty Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. The entire
research activities were conducted from March 2014 to January 2015.
Data collected from study participants included subject characteristics;
nutrit ional status; food recall 3x24 hours; physical activity; fasting blood glucose;
and f asting insulin level. Data analysis was performed using descriptive and
infere ntial. Descriptive analysis performed for subject characteristics, nutritional
status, food consumption and physical activity. To analyzed the differences en
betwe fasting blood glucose and fasting insulin level before and after the
interv ention tested by paired t-test. Before analysis, the normality test beforehand
on all variables used Shapiro Wilk test.
Most subjects had overweight nutritional status (63.64%), older adult
group(41-60) (63.6%) , low education level (81.8%), married (90.9%), and small y
famil (≤ 4 family members) (63.6%). For adequacy of nutrient level, most
subjects had mild and moderate deficit of energy intake (each 36.4%); mild, ate,
moder and severe deficit of protein intake (each 27.3%); severe deficit of fat
intake (45.5%); and sufficient of carbohydrate intake (72.7%). Mean FBG
subjects si gnificantly decreased after intervention of sappanwood drinks (p
<0.05), but there was no significant change in fasting insulin levels (p>0.05).
The result of this research suggested that the sappanwood drinks might
decrease fasti ng blood glucose in adult with prediabetes. Further study is required
in randomiz ed control trial and the interaction between bioactive compound and
drugs.

Keywords: fasting blood glucose, fasting insulin level, prediabetes,


sappanwood drinks,
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilar ang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau me nyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
peneli tian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjau an suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EFEK ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN SECANG
(Caesalpinia sappan Linn.) PADA WANITA DEWASA DENGAN
PRADIABETES

MERTIEN SA’PANG

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi
PRAKATA

Puji d an syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan topik
“Efek Antihiperglikemik Minuman Secang (Caesalpinia Sappan Linn.) Pada asa
Wanita DewDengan Pradiabetes”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof drh Muhammad Rizal
Martua Da manik, MRepSc, PhD dan Dr Ir Hadi Riyadi, MS selaku komisi g
pembimbinyang telah banyak memberikan saran, masukan dan motivasi kepada ta
penulis, serDr Ir Lilik Kustiyah, MSi selaku dosen penguji luar komisi atas rbaikan
saran dan peguna penyempurnaan tesis ini.
Ungk apan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua yang selalu
mendukung dan menjadi inspirator penulis Rusdin B. Sa‟pang, Agustina Kombo‟,
Junarti sert a kakak yang selalu membantu penulis Titien Sa‟pang dan adik-adik
pemberi sem angat Desi Sa‟pang, Syahputra Sa‟pang, Syahres Sa‟pang, Syahreni
Sa‟pang dan Syahrul Sa‟pang.
Penuli s juga menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada semua
pihak yang telah membantu, terutama kepada Direktorat Jenderal Pendidikan g
Tinggi yan telah memberikan Beasiswa Unggulan Dikti selama penulis n studi
menjalanka di Sekolah Pascasarjana IPB dan Dr Drs Saifuddin Siradjuddin,
MSi (Pem bimbing Skripsi) yang telah memberikan rekomendasi untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang master di Program Studi Ilmu Gizi SPS-IPB
Masyarakat, serta segala saran dan masukan selama penulis menempuh n itu
studi. Selai penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ketua Program Gizi
Studi Ilmu Masyarakat, para dosen, dan seluruh staf yang selalu membantu
penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
Tidak lupa pula ucapan terima kasih kepada teman-teman GMS S2 2012, n
teman-tema “Dara-Daeng Gizi” dan Forum Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi
Selatan atas bantuan, kebersamaan, dan dukungannya selama ini “Kalian Luar
Biasa!”. U capan terima kasih penulis sampaikan kepada Indria Ramadhani
sebagai reka n dalam penelitian ini atas kerjasama dan dukungan selama penelitian
berlangsung. Penulis menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari kata sempurna.
Semoga karya ilmiah tesis ini membawa manfaat.

Bogor, Oktober 2015

Mertien Sa’pang
i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN ii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Diabetes Mellitus dan Pradiabetes 5
Pangan Fungsional 9
Secang (Caesalpinia sappan Linn.) 9
3 KERANGKA PEMIKIRAN 11
4 METODE 13
Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian 14
Bahan Penelitian 14
Cara Penarikan Subjek 14
Tahapan Penelitian 16
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 17
Pengolahan dan Analisis Data 19
Definisi Operasional 21
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 22
Status Gizi Subjek 23
Karakteristik Subjek 23
Konsumsi Pangan 24
Aktivitas Fisik 26
Pengaruh Intervensi Minuman Secang terhadap Glukosa Darah Puasa 27
Pengaruh Intervensi Minuman Secang terhadap Kadar Insulin Puasa 30
6 SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 40
ii

DAFTAR TABEL

1 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek 14


2 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data 17
3 Kategori status gizi berdasarkan IMT 20
4 Kategori tingkat kecukupan enerrgi dan zat gizi makro 20
5 Kategori tingkat aktivitas fisik 21
6 Sebaran status gizi subjek 23
7 Sebaran karakteristik subjek 24
8 Rata-rata asupan dan tingkat konsumsi subjek 25
9 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro subjek 26
10 Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik 27
11 Kadar GD P sebelum dan setelah intervensi 28
12 Pengar uh faktor perancu terhadap perubahan kadar glukosa darah 29
13 Kadar insuli n puasa sebelum dan setelah intervensi 30
14 Pengar uh faktor perancu terhadap perubahan kadar insulin puasa 31

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka konsep diabetes 6


2 Progresivitas diabetes mellitus tipe 2 7
3 Alur metabolik pradiabetes dan sindrom metabolik 8
4 Struktur kimia brazilin 10
5 Kerangka pikir efek antihiperglikemik minuman secang pada pradiabetes 13
6 Jumlah dan tahapan penarikan subjek penelitian 15
7 Skema alur penelitian 16
8 Pengaruh fruktosa-2,6-bifosfat pada proses glikolisis 29
9 Mekanisme aksi insulin 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar persetujuan kode etik 37


2 Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan 38
3 Diagram alir proses pembuatan minuman secang 39
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai n


denga hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) yang terus-menerus terutama h
setelamakan karena kekurangan insulin yang diproduksi kelenjar pankreas atau
ketidakmampuan beberapa sel untuk menggunakan insulin (Sandjaja 2009). Saat
ini di abetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang paling sering ui
ditemsecara global. Diabetes adalah penyebab utama keempat atau kelima ian di
kematbeberapa negara berpenghasilan tinggi dan juga mulai menjadi kit
penyaepidemik di banyak negara berpenghasilan rendah dan gah.
menenDengan adanya komplikasi penyakit dari diabetes, seperti arteri er dan
koronpenyakit pembuluh darah perifer, stroke, nefropati diabetes, asi, gagal
amputginjal dan kebutaan yang mengakibatkan cacat meningkat, an hidup
harapberkurang dan biaya kesehatan masyarakat yang sangat Sehingga dapat
besar.disimpulkan bahwa diabetes salah satu masalah kesehatan aling mengancam
yang pdi abad 21 (Sicree et al. 2010).
Pada tahun 2012, International Diabetes Federation (IDF) dalam IDF
diabetes atlas memperkirakan 371 juta jiwa atau 8.3% dari 4,4 milyar penduduk
dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2030 diperkirakan gkat
menin menjadi 551 juta jiwa. Indonesia sendiri menduduki posisi ke-7
jumla h penduduk usia 20-79 tahun penderita diabetes terbanyak dengan 7,6 juta
jiwa (4,81%) setelah Cina, India, Amerika, Brazil, Rusia, dan Mexico.
Prevalensi DM diperkirakan akan terus meningkat mengingat prevalensi
tolera nsi glukosa terganggu (TGT) yang biasa disebut pradiabetes juga tinggi
dimana diperkirakan prevalensi TGT sebanyak 6.24% dari populasi penduduk usia
dunia 20-79 tahun dan diperkirakan akan meningkat hingga 6.7% pada tahun Di
2030. Indonesia sendiri dilaporkan dalam Riskesdas 2007 prevalensi TGT r
sebesa 10.2% dari penduduk usia >15tahun di perkotaan. Beberapa studi
meny atakan bahwa diperkirakan 70% penderita TGT akan menjadi penderita
diabetes dalam beberapa tahun. TGT merupakan kondisi kadar glukosa darah di
atas norma l, tapi belum memenuhi standar diagnosis diabetes. Kondisi ini akan
meruptahap kritis di mana bila tidak dilakukan perubahan gaya hidup dan batan
pengoyang adekuat maka subjek akan menderita diabetes.
Tingginya jumlah penderita diabetes juga memberikan dampak negatif pada
perek onomian. Perkiraan pengeluaran kesehatan global untuk mengobati dan gah
mence diabetes dan komplikasinya diperkirakan akan mencapai USD 376 pada
miliar tahun 2010. Pada tahun 2030, angka ini diproyeksikan melebihi USD iliar.
490 m Disajikan dalam Dolar International (ID), yang mengoreksi perbedaan daya
dalam beli, diperkirakan pengeluaran global terhadap diabetes akan knya ID
setida 418 miliar pada 2010, dan setidaknya ID 561 miliar pada tahun Rata-rata
2030. diperkirakan USD703 (ID878) per orang akan digunakan untuk
diabetes pada tahun 2010 secara global (IDF 2011).
Mengingat besarnya dampak negatif yang disebabkan oleh prevalensi
diabetes yang tinggi sehingga perlu dilakukan strategi pencegahan baik terhadap
pende rita pradiabetes maupun progresivitas pradiabetes menjadi diabetes. Salah
satuny a dengan pemanfaatan tanaman obat untuk menangani berbagai gejala
2

diabetes da n sebagian dari tanaman tersebut telah dibuktikan secara ilmiah


mempunyai kemampuan antihiperglikemik diantaranya kumis kucing, jahe,
secang dan flavonoid jeruk (Indariani 2011).
Salah satu bentuk pemanfaatan tanaman-tanaman obat tersebut diantaranya
adalah den gan memformulasikan dalam bentuk makanan atau minuman
fungsional berbasis herbal. Pangan fungsional merupakan pangan yang karena
kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar
manfaat ya ng diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya. Badan
Pengawas O bat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional adalah pangan
olahan yangmengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan h
kajian ilmia mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan
dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005).
Kayu secang sangat dikenal terutama di Sulawesi sebagai pemberi warna
pada air mi num dan juga digunakan dalam pembuatan minuman tradisional yaitu
bir pletok dan wedang secang (Winarti dan Nurdjanah 2005). Selain itu kayu
secang jugadigunakan sebagai obat diabetes oleh masyarakat di Kalimantan Barat
(Indariani 2011 ). Selain di Indonesia, kayu secang juga digunakan sebagai
minuman fungsional untuk antihaus, darah kotor, antidiabetik, dan tujuan lainnya
di India, Korea, Thailand, Taiwan dan Filipina.
Secara empiris, kayu secang digunakan sebagai obat luka, batuk berdahak, r,
darah kotopenawar racun, sipilis, menghentikan pendarahan, pengobatan nan,
pascapersalidesinfektan, antidiare dan astringent (Winarti dan Nurdjanah ain
2005). Sel secara empiris, beberapa tahun terakhir kayu secang juga sudah ara
terbukti sec ilmiah memiliki aktivitas farmakologi sebagai cytotoxic dan
antitumor, antimikroba, antivirus, antiinflamasi, imunostimulan, aktivitas k,
hipoglikemianticomplementary, hepatoprotektif dan lainnya.
Peneli tian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak kayu
secang memi liki kemampuan antihiperglikemik atau antidiabetik diantaranya,
kandungan brazilin dari secang secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa
pada plasm a darah tikus diabetes tetapi tidak meningkatkan kadar insulin, an
meningkatk sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi glukosa pada otot hewan ng
diabetes ya diberi asupan brazilin (Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011),
pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 100mg/kgBB selama 15 hari kan
mengakibat penurunan kadar glukosa sewaktu pada tikus diabetes secara ripada
signifikan da pemberian glibenclamide 5 mg (Swatriani 2012), brazilin aktivitas
memiliki hipoglikemik pada tikus diabetes dimana brazilin
meningkatk an metabolisme glukosa (Kim et al. 1995 dalam Badami et al. 2004).
Selain braz ilin, dalam ekstrak secang juga terkandung kuersitin dan tanin yang
diduga me miliki aktivitas antihiperglikemik yang dapat berperan dalam inhibisi
enzim α-glukosidase dan α-amilase (Cai et al. 2004).
Selain itu, Sireeratawong et al. (2010) telah melakukan uji toksisitas strak
terhadap ekkayu secang di tikus yang menunjukkan bahwa ekstrak kayu k
secang tida memiliki efek toksik baik pada tikus jantan dan betina pada dosis
pemberian 250, 500, 1000 dan 5000mg/kgBB dimana tidak terdapat ik itu
kelainan ba pada parameter berat badan dan organ, hematologi, pemeriksaan
kimia darah, necropsy, dan histopatologi pada kelompok intervensi dibandingkan
dengan kelompok kontrol.
3

Belum adanya laporan terkait efek antihiperglikemik kayu secang pada sia
manuserta kebiasaan warga Sulawesi Selatan yang mengonsumsi air rebusan secang
kayu menarik minat penulis untuk melakukan penelitian mengenai nfaatan air
pemarebusan kayu secang sebagai minuman fungsional untuk rita pradiabetes.
pende

Perumusan Masalah

Kebiasaan masyarakat Indonesia yang menggunakan kayu secang sebagai eri


warna pada air minum sehingga potensial untuk dikembangkan menjadi man
pembfungsional bagi penderita diabetes. Dari hasil penelitian sebelumnya ngan
minubrazilin yang terdapat pada kayu secang memiliki sifat hipoglikemik wi
kandu2004), kandungan tanin yang terdapat di kayu secang setelah perebusan a 20
(Badamenit bersifat astringent (Winarti dan Nurdjanah 2005) sehingga dapat hambat
selampenyerapan glukosa dan laju peningkatan glukosa darah.
meng Minuman fungsional yang masuk ke dalam tubuh, akan melewati sistem
rnaan yang kompleks. Lambung manusia mengandung HCl yang mampu
penceengaruhi aktivitas dari komponen-komponen dalam minuman fungsional, itu
mempsetelah diabsorpsi dan masuk ke dalam tubuh akan terjadi mekanisme si dan
selaininaktivasi, distribusi dan sekresi suatu senyawa yang melibatkan gai reaksi
aktivakimia dan enzimatis, sehingga diperlukan pengujian efek perglikemik dalam
berbakeseluruhan sistem metabolisme tubuh untuk eroleh data yang lebih
antihirepresentatif. Oleh karena itu diperlukannya studi lanjut terkait efek
mempantihiperglikemik minuman secang pada penderita betes.
lebih
pradia
Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efek perglikemik
minuman secang pada dewasa dengan pradiabetes. Tujuan s dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
antihi Mengkaji konsumsi pangan wanita dewasa dengan pradiabetes.
khusu Mengkaji aktivitas fisik wanita dewasa dengan pradiabetes.
1. Menganalisis pengaruh intervensi minuman secang terhadap kadar glukosa
2. darah puasa (GDP) pada wanita dewasa dengan pradiabetes
3. Menganalisis pengaruh intervensi minuman secang terhadap kadar insulin
puasa pada wanita dewasa dengan pradiabetes.
4.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


Intervensi minuman secang berpengaruh terhadap penurunan kadar gula
darah dan kadar insulin puasa pada dewasa dengan pradiabetes.
H1 :
4

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah tentang efek
antihipergli kemik minuman secang pada wanita dewasa dengan pradiabetes.
5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Mellitus dan Pradiabetes

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan


klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi hidrat
karbo (Price dan Wilson 2005). Prevalensi kejadian diabetes mellitus di cukup
dunia tinggi bahkan merupakan penyebab kematian keempat atau kelima di apa
beber negara berpenghasilan tinggi dan mulai menjadi penyakit epidemik di apa
beber negara berpenghasilan menengah dan rendah. Beberapa penelitian ir
terakh menunjukkan saat ini negara berkembang menghadapi masalah diabetes
yang cukup berat salah satunya adalah Indonesia (Sicree et al. 2010).
Kejadian diabetes biasanya disertai dengan adanya komplikasi penyakit
sepert i arteri koroner dan penyakit pembuluh darah perifer, stroke, nefropati
diabetes, amputasi, gagal ginjal dan kebutaan yang mengakibatkan cacat gkat,
menin harapan hidup berkurang dan biaya kesehatan masyarakat yang sangat
besar (Sicree et al. 2010). Perkiraan pengeluaran kesehatan global untuk obati
meng dan mencegah diabetes dan komplikasinya diperkirakan akan pai
menca USD 376 miliar pada tahun 2010. Pada tahun 2030, angka ini eksikan
diproy melebihi USD 490 miliar. Disajikan dalam Dolar International yang
(ID), mengoreksi perbedaan dalam daya beli, diperkirakan pengeluaran terhadap
global diabetes akan setidaknya ID 418 miliar pada 2010, dan setidaknya 1 miliar
ID 56 pada tahun 2030. Rata-rata diperkirakan USD703 (ID878) per orang
akan digunakan untuk diabetes pada tahun 2010 secara global (IDF 2011).
Diabetes merupakan penyebab utama terjadinya gangguan penglihatan dan
amputasi pada orang dewasa, serta menjadi penyebab terjadinya gagal ginjal,
gangguan saraf, serangan jantung dan stroke (Gambar 1). Sebagian besar kasus
diabetes terbagi atas dua tipe yaitu tipe 1 (insulin-dependent diabetes mellitus) pe
dan ti 2 (noninsulin-dependent diabetes mellitus) (Harvey dan Ferrier 2011). tes
Diabemellitus tipe 1 (DM tipe 1) adalah penyakit autoimun yang diturunkan genetik
secaradengan gejala-gejala yang secara bertahap menyebabkan perusakan logik sel-
imunosel yang memproduksi insulin. Pada diabetes mellitus tipe 2 (DM
tipe 2 ), faktor genetik juga menjadi faktor risiko dan juga dipengaruhi oleh status
gizi, pola makan dan gaya hidup. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi n
insulidan kerja insulin (Price dan Wilson 2006).
Prevalensi DM diperkirakan akan terus meningkat mengingat prevalensi
pende rita pradiabetes juga cukup tinggi. Pradiabetes atau hiperglikemik
inter mediet merupakan suatu keadaan di mana seseorang memiliki risiko tinggi
terhadap terjadinya penyakit DM tipe 2 (Gambar 2) yang diindikasikan sarkan
berda kadar glukosa darah yang berada di atas normal dan di bawah ng batas
amba diagnosis penyakit diabetes (WHO 2006). Kondisi pradiabetes diindikasikan
dapat apabila kadar glukosa darah seseorang 2 jam setelah konsumsi 75 gram
meng glukosa per oral berada di antara 140-199 mg/dl yang disebut kondisi
seringtoleransi glukosa terganggu (TGT) dan/atau kadar glukosa puasa pada selang
darah 100-125 mg/dl yang sering disebut kondisi glukosa darah terganggu (GPT)
puasa (Nathan et al. 2007). Prevalensi pradiabetes di dunia irakan mencapai 344
diperk juta orang dan diprediksi akan meningkat menjadi 470
6

juta orang di seluruh dunia pada tahun 2030 (IDF 2009). Menurut National
Diabetes F act Sheet, pada tahun 2011 jumlah penderita pradiabetes yang berusia
di atas 20 t ahun yang teridentifikasi sebanyak 79 juta orang atau sebesar 25.4%.
Prevalensi GPT di USA diperkirakan sebanyak 26%, sedangkan prevalensi TGT
sebanyak 1 5% dengan jumlah total 57 juta penduduk dewasa di USA dinyatakan
penyandangpradiabetes. IDF menyebutkan bahwa tahun 2013 prevalensi TGT di
yang menjasalah satu kriteria pradiabetes pada penduduk yang berusia dewasa di
20-79 tahunkawasan Asia Pasifik adalah sebesar 6.8% atau sekitar 110.1 juta nesia
orang. Indoberada di peringkat kedua di bawah China sebagai negara lah
dengan jumprevalensi diabetes usia 20-79 tahun terbanyak di kawasan Asia gan
Pasifik denjumlah 8.5 juta orang.

Diabetes Tipe 1 Diabetes Tipe 2

Pemicu sistem imun Obesitas

Kerusakan autoimun sel β Resistensi insulin


pada individu dengan
faktor genetik ditandai oleh disertai dengan

Hiperinsulinemia Penurunan
fungsi sel β
Hilangnya
kemampuan sekresi
insulin

sering de Diabetes Tipe 1 Diabetes Tipe 2


ngan gejala biasa dengan gejala
Poliuria
Polidipsia
Tanpa Poliuria
Polifagia Gejala Polidipsia
Defisiensi insulin absolut Polifagia
atau relatif

Me

Ketosis mungkin absen


tabolisme abnormal atau moderat pada
Komplikasi jangka panjang
diabetes tipe 2
↑ Pemecahan
jaringan
protein

↑Glikogenolisis ↓ Penyerapan ↑ Lipolisis Komplikasi Komplikasi


Glukosa ke makrovaskular mikrovaskular
↑Glukoneo sel
genesis seperti seperti
↑ Asam Lemak
bebas di
plasma Stroke Retinopati

↑ Produksi Penyakit Nepropati


glukosa di hati Cardiovaskular Neuropati
↑ Produksi
badan keton di
hati

Ga
Hiperglikemia Ketoacidosis

mbar 1 Kerangka konsep diabetes (Harvey dan Ferrier 2011)


7

Menurut Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas (2007) prevalensi betes


pradiayang ditandai dengan TGT di Indonesia pada penduduk yang berusia s 15
di atatahun dan bertempat tinggal di perkotaan adalah sebesar 10.2%. Jumlah ut
tersebdiperkirakan sekitar 24 juta penduduk Indonesia telah mengalami an ini.
kelainHal tersebut merujuk pada pemeriksaan glukosa di mana kadar sa yang
glukoterdeteksi antara 140-199 mg/dl.

Resistensi Hiper- Toleransi glukosa Diabetes


Penurunan fungsi
insulin insulinemia terganggu sel β tipe 2

Genetik
Genetik Toksisitas glukosa
Obesitas Toksisitas asam lemak bebas
Gaya hidup sehat
Penuaan

Komplikasi Mikrovaskular (Retinopati, nepropati,


neuropati)

Komplikasi makrovaskular (stroke, penyakit kardiovaskular)

G
ambar 2 Progresivitas diabetes mellitus tipe 2 (Harvey dan Ferrier 2011)

berad Pradiabetes adalah suatu keadaan di mana kadar glukosa darah seseorang a
kondidi atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam si
pradiadiabetes. Toleransi glukosa terganggu (TGT) merupakan suatu keadaan betes
mencayang terdeteksi di mana kadar glukosa darah 2 jam post prandial pai 140-
seseor199 mg/dl. Diagnosis TGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah ang 2 jam
140-1setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada di antara
terdia 99 mg/dl. Sedangkan GPT adalah suatu kondisi pradiabetes di mana gnosis
2007)kadar glukosa darah puasa pada selang 100-125 mg/dl (Nathan et al.
pende. Kadar glukosa darah yang tinggi juga disebut hiperglikemik. Pada rita
produDM tipe 2 atau pradiabetes hiperglikemik disebabkan oleh peningkatan ksi
penggglukosa dari gluconeogenesis di hati, disertai dengan penurunan unaan
glukosa di periferal (Harvey dan Ferrier 2010).
resiste Kondisi pradiabetes juga memiliki hubungan simultan dengan keberadaan
gluko n insulin dan disfungsi sel beta pankreas sebelum proses pengubahan sa
diabetes darah. Penderita pradiabetes 5-10% lebih berpotensi menjadi penderita
Oleh per tahunnya dibandingkan pada kondisi normoglikemik (WHO 2006).
poten karena itu dengan mengontrol penderita pradiabetes ini dapat menurunkan
si terjadinya penyakit diabetes mellitus.
insuli Resistensi insulin merupakan kondisi dimana tubuh dapat memproduksi n
hati pnamun tidak dapat menggunakannya secara baik. Sel-sel otot, lemak dan ada
dengaorang yang mengalami resistensi insulin tidak dapat merespon insulin n baik
Penyesehingga tubuh membutuhkan insulin lebih banyak (NIDDK 2008). bab
satu aterjadinya resitensi insulin diantaranya adalah (1) kelainan genetik dari tau
peninlebih protein yang membantu daya kerja insulin (2) malnutrisi janin (3) gkatan
adipositas viseral. Resistensi insulin terjadi sebagai bagian dari
8

sindrom res istensi insulin atau sindrom metabolik yang merupakan faktor risiko
diabetes tipe 2, aterosklerosis, hipertensi bergantung pada genetik individu
(Lebovitz 2001).
Sebagian besar penderita pradiabetes dan sindrom metabolik memiliki status
gizi lebih a tau obes. Pelepasan jaringan adiposa menjadi asam lemak bebas yang
berlebih da pat meningkatkan faktor risiko metabolik yang dapat menyebabkan n
diabetes da CVD (Deng dan Scherer 2010). Peningkatan asam lemak bebas i
menginduksresistensi insulin di otot, yang menyebabkan peningkatan kadar sma.
glukosa plaDalam jangka panjang, asam lemak bebas yang tinggi dapat u fungsi
mengganggsel beta melalui lipotoxicity, yang juga dapat mengakibatkan glukosa
konsentrasiyang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan karena peningkatan kosa dari
output glu hati, selain itu asam lemak bebas yang tinggi juga kan peningkatan
mengakibattrigliserida plasma (TG), yang dapat menurunkan
high-density lipoprotein (HDL) kadar kolesterol (Gambar 4) (Grundy 2012).

Proinflamasi
Protrombotik

Glukosa

Dislipidemia

Gambar 3 Alur metabolik pradiabetes dan sindrom metabolik (Grundy 2012)

Meng ingat besarnya dampak negatif yang disebabkan oleh prevalensi


Diabetes ya ng tinggi sehingga perlu dilakukan strategi pencegahan baik terhadap
pradiabetes maupun progresivitas pradiabetes menjadi diabetes. Cara
pencegahan nya dengan melakukan screening pradiabetes, perubahan gaya hidup,
program pe nurunan berat badan melalui metode medik dan terapi pengobatan.
American Diabe tes Association (ADA) merekomendasikan untuk melakukan
screening (pemeriksaan GDP, HbA1C dan/atau pemeriksaan toleransi glukosa
oral) pada dewasa yang memiliki status gizi overweight dan faktor risiko (Sue
Kirkman et al. 2012). Perubahan gaya hidup merupakan strategi utama yang
direkomend asikan. Hal ini dikarenakan perubahan gaya hidup mencegah
progresivita s diabetes secara efektif serta dapat juga menurunkan faktor risiko
diabetes lai nnya seperti obesitas, hipertensi dan dislipidemia. Perubahan gaya
hidup yang dimaksud dengan peningkatan aktivitas fisik (rutin melakukan
9

olahraga intensitas sedang 30-60 menit/hari, paling tidak 5 kali/minggu) dan ahan
perubpola makan, diet rendah karbohidrat atau energi serta peningkatan msi serat
konsu(Garber AJ et al. 2008). Penderita pradiabetes harus menurunkan badan
berat sebanyak 5% hingga 10 % dan harus terus dijaga. Penelitian mnya
sebelumenunjukkan bahwa perubahan gaya hidup tersebut harus terus kan dalam
dilakujangka waktu lama agar dapat memberikan manfaat yang nkan (Lindström
diingiet al. 2006; Kosaka et al. 2005).
Namun perubahan gaya sulit untuk terus dipertahankan, dilain pihak strategi
pence gahan menggunakan terapi pengobatan maupun penurunan berat badan
secara medik hanya diperuntukkan untuk kelompok pradiabetes yang sangat ko
berisi tinggi (Lindström et al. 2006). Pangan fungsional yang berasal dari an
tanam obat bisa menjadi salah satu metode yang dapat digunakan untuk gah
mence diabetes dan sebagian dari tanaman tersebut telah dibuktikan secara
ilmiah mempunyai kemampuan antihiperglikemik diantaranya kumis kucing, jahe,
secang dan flavonoid jeruk (Indariani 2011).

Pangan Fungsional

Badan Pengawas Obat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional ai


sebagpangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional
yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti
tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005).
Muchtadi (2001) menyatakan bahwa pangan fungsional memiliki tiga fungsi
dasar yaitu sensori (warna dan penampilan menarik serta cita rasa yang enak), onal
nutrisi(bergizi tinggi), dan fisiologikal (memberi pengaruh fisiologis bagi
tubuh ). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan antara lain mencegah
timbu lnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, meregulasi kondisi ritme
fisik tubuh, memperlambat proses penuaan dan membantu proses penyembuhan
(recovery).
Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat
dikata kan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk pangan
(buka n berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan alami; (2)
Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari; (3)
Mem punyai fungsi tertentu pada saat dikonsumsi, serta dapat memberikan peran
dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh,
mence gah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah
sakit, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan
(BPOM 2005).

Secang (Caesalpinia sappan Linn.)

Tanaman secang (Caesalpinia sappan Linn.) termasuk family


Legu minoseae dan merupakan divisi lignin dari tanaman kelas Magnoliopsida dan
genus Caesalpinia. Kulit kayunya dimanfaatkan orang sebagai bahan
pengo batan, pewarna, dan minuman penyegar. Secang dikenal dengan berbagai
nama, seperti seupeueng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Toba), lacang
10

(Minangkabau), secang (Sunda, Jawa dan Madura), sepang (Sasak), supa (Bima),
sepal (Timor), hape (Sawu), hong (Alor), sepe (Roti), sema (Manado), dolo ang
(Bare), sap(Makassar), sepang (Bugis), sepen (Halmahera selatan), savala utara),
(Halmaherasungjang (Ternate), roro (Tidore), sappanwood (Inggris), suou bukao
(Jepang), si(Filipina), faang (Thailand), dan vang nhuom (Vietnam) (Heyne mmens
1987 dan Ledan Soetjipto 1992).
Kayu secang banyak digunakan sebagai pewarna pada minuman. Kayu arna
secang bewjingga (brazilin) saat awal setelah ditebang dan dengan cepat arna
berubah w menjadi merah (brazilein) karena terekspos dengan oksigen dan
(Adawiyah Indriati 2003). Heyne (1987) menyatakan bahwa secang dapat a
tumbuh padberbagai macam tanah pada ketinggian 1000 m di atas permukaan pat
laut, di tem yang agak rindang tetapi lebih baik di tempat terbuka, diperbanyak
dengan biji,tersebar di India, Myanmar, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Sejak u
dahulu kay secang digunakan sebagai pewarna merah coklat untuk makanan
(Kalimantan) , tikar (Pahang), dan kain sampai abad ke-19, yang akhirnya terdesak
oleh pewar na yang lebih praktis (Lemmens dan Soetjipto 1992). Sekarang kayu
secang teru tama digunakan sebagai obat. Bahan ini dapat digunakan untuk nyakit
mengobati pe muntah darah, memar berdarah, murus darah dan juga dapat bagai obat
digunakan se sipilis dan sebagai obat luar untuk dioleskan. Masyarakat an Barat
di Kalimant telah menggunakan ekstrak kayu secang secara tradisional t diabetes.
sebagai oba Selain itu ekstrak air dari kayu secang juga digunakan obati penyakit
untuk meng diabetes dan komplikasinya (You et al. 2005). Ekstrak ri kayu secang
metanol da ini menunjukkan efek anti hiperglikemik dengan
meningkatkan toleransi glukosa (Widiyantoro et al. 2006).

Gambar 4 Struktur kimia brazilin (Jun et al. 2008)

Brazilin, yang bila teroksidasi akan menjadi brazilein, merupakan bahan


aktif dalam tanaman secang yang memiliki aktivitas farmakologi seperti relaksasi
pembuluh darah, anti arterosklerosis, analgesic (penahan sakit), hipoglikemik, anti
inflamasi, sitotoksik, aktivitas kontraksi otot, anti bakteri, anti viral dan (Jun
antioksidan et al. 2008).
Peneli tian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak kayu
secang me miliki kemampuan antihiperglikemik dimana brazilin secara signifikan
dapat men urunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes dengan
meningkatk an sensitivitas insulin dan tidak terdapat kenaikan dalam kadar insulin.
Selain itu, terdapat kenaikan pada sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi da
glukosa pa otot pada hewan diabetes yang diberi brazilin 3x500mg sehari ari
selama 14 h (Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011). Pemberian ekstrak kayu
11

secang dengan dosis 100mg/kgBB selama 15 hari mengakibatkan penurunan


kadar glukosa sewaktu pada tikus diabetes secara signifikan daripada pemberian
glibenclamide 5 mg (Swatriani 2012), penelitian lain juga menyatakan bahwa in
brazildapat meningkatkan metabolisme glukosa pada tikus diabetes (Kim et al.
1995 dalam Badami et al 2004).
Berdasarkan beberapa penelitian, ekstrak secang juga memiliki aktivitas si
inhibiterhadap enzim α-glukosidase dan α-amilase. Komponen dalam ekstrak g
secanyang diduga memiliki aktivitas antihiperglikemik adalah kuersetin dan (Diana
tannin2010; Cai et al 2004). Tannin dalam kayu secang sangat tinggi dan akan
merupkomponen dominan dalam polifenol kayu secang. Tanin dapat entuk
membkompleks dengan protein enzim sehingga enzim akan kehilangan mpuannya
kemasebagai katalisator.
Menurut penelitian Moon et al. (1990), Komponen kaesalpin P,
sappa nkalkon, 3-deoksisappanon,brazilin, dan protosappanin A telah
diiden tifikasi sebagai inhibitor terhadap enzim aldosa reduktase yang dapat
meny ebabkan komplikasi pada diabetes, dimana pemberian sappankalkon dengan
dosis sebesar 105 mol/l dapat menghambat aldosa reduktase sebesar 84% (Moon
et al. 1986; Li et al. 2004) sehingga dapat menghambat terjadinya diabetes
neuropati (Indariani 2011).
Selain itu, uji toksisitas ekstrak kayu secang juga sudah dilakukan oleh
Sireeratawong et al. (2010) pada tikus. Uji toksisitas dilakukan pada dosis akut
(5000mg/kgBB) dan subakut (250, 500, dan 100mg/kgBB) dengan berpedoman
pada pedoman yang dikeluarkan oleh WHO dan Organization of Economic eration
Coopand Development TG420 (OECD). Hasilnya menunjukkan bahwa k kayu
ekstrasecang tidak memiliki efek toksik baik pada tikus jantan dan betina pemberian
pada dosis 250, 500, 1000 dan 5000mg/kgBB dimana tidak terdapat an baik itu
kelainpada parameter berat badan dan organ, hematologi, pemeriksaan darah,
kimianecropsy, dan histopatologi pada kelompok intervensi dibandingkan n
dengakelompok kontrol.
12

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Telah lama diketahui bahwa DM tipe 2 merupakan penyakit degeneratif


yang berbasis genetik dengan sifat poligenik, dimana apabila komponen genetik
tersebut dis timulasi oleh gaya hidup yang salah seperti pola makan tidak sehat,
aktivitas fisik rendah dan obesitas berpotensi menimbulkan DM tipe 2.
Pradia betes merupakan kondisi dimana terdapat kelainan pada hasil tes
toleransi gl ukosa tetapi tidak dapat memenuhi kriteria diabetes melitus. Orang
dengan pra diabetes dianggap berisiko tinggi terhadap diabetes dari masyarakat
umum (Pric e 2005). Untuk menangani masalah diabetes yang tinggi selain strategi
penanggula ngan, strategi pencegahan juga perlu dilakukan baik terhadap
pradiabetes maupun progresivitas TGT menjadi diabetes. Pada penderita TGT,
intervensi f armakologis perlu diberikan, bila setelah melakukan pola makan sehat
dan latihan jasmani secara maksimal tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar
glukosa d arah. Ada dua macam obat hipoglikemik berdasarkan cara
pemberiann ya, yaitu berupa suntikan dan berupa tablet yang disebut obat
hipoglikemi k oral atau antidiabetes oral. Namun adanya efek samping dari
penggunaan obat, sehingga masyarakat saat ini cenderung menggunakan pangan
fungsional sebagai salah satu pilihan pengobatan termasuk konsumsi minuman
secang.
Pada awalnya kayu secang lebih dikenal sebagai pemberi warna pada air
minum dan juga digunakan dalam pembuatan minuman tradisional seperti bir
pletok dan wedang secang. Di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, kayu secang
dimasukkanke dalam air minum saat dimasak, karena penggunaan kayu secang pat
dianggap damematikan bakteri dan dapat memberikan warna yang bagus. Dan hun
beberapa ta terakhir terdapat beberapa penelitian yang telah membuktikan
kandungan- kandungan bioaktif yang terdapat dalam kayu secang, diantaranya
homoisoflavonoid dan komponen turunannya, protosappanin A, protosappanin B,
brazilin, da n brazilein. Jun et al. (2008) menyatakan bahwa komponen ini
memiliki k emampuan antioksidan yang berbeda-beda. Ekstrak kayu secang, in
protosappanA dan protosappanin B menunjukkan inhibisi yang lebih besar DA
terhadap M dan hidrogen peroksida sedangkan brazilein menunjukkan dalam
kemampuanmenangkap radikal hidroksil. Dengan komponen antioksidan tinggi
yang cukup diharapkan dapat menurunkan resistensi insulin pada dewasa iabetes.
dengan prad itu, hasil penelitian sebelumnya kandungan brazilin yang terdapat
Selainsecang memiliki sifat hipoglikemik (Badawi 2004), kandungan tanin
pada kayu pat di kayu secang setelah perebusan selama 20 menit bersifat
yang terda (Winarti dan Nurdjanah 2005) Selain tanin, ekstrak secang juga g
astringent kuersitin dimana kedua zat tersebut diduga memiliki aktivitas kemik
mengandun yang dapat berperan dalam inhibisi enzim α-glukosidase dan α- i et al.
antihipergli 2004). Kandungan brazilin dari secang secara signifikan dapat kadar
amilase (Ca glukosa pada plasma darah tikus diabetes tetapi tidak an kadar
menurunkan insulin, meningkatkan sintesis glikogen, glikolisis, dan kosa pada
meningkatk otot hewan diabetes yang diberi asupan brazilin (Moon et Indariani
oksidasi glu 2011), pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 100 elama 15
a.l 1990 dalam hari mengakibatkan penurunan kadar glukosa sewaktu pada
mg/kgBB s
13

tikus diabetes secara signifikan daripada pemberian glibenclamide 5 mg riani


(Swat2012), brazilin memiliki aktivitas hipoglikemik pada tikus diabetes a
dimanbrazilin meningkatkan metabolisme glukosa (Kim et al. 1995 dalam i et
Badamal. 2004).

Pola makan tidak Aktivitas Fisik Kegemukan


Genetik Rendah
seimbang

Pradiabetes

Kadar Insulin Kadar Glukosa


Puasa Darah

Intervensi Minuman
Secang

Penggunaan
Minuman
Fungsional
Kete
rangan:
= Peubah yang dianalisis = Hubungan yang dianalisis
= Peubah yang tidak dianalisis = Hubungan yang tidak dianalisis
Gamb
ar 5 Kerangka pikir efek antihiperglikemik minuman secang pada
pradiabetes
14

4 METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Peneli tian ini berupa intervensi minuman secang kemudian menganalisis


pengaruhny a terhadap kadar glukosa darah puasa dan insulin puasa. Desain
penelitian menggunakan Desain penelitian menggunakan quasi experimental one
group pre a nd post-test. Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
dari Komi si Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat
UniversitasDiponegoro No. 92/EC/FKM/2014 disajikan pada Lampiran 1. inuman
Produksi m secang dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan,
Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB. Analisis kadar GDP dilakukan di m
LaboratoriuKlinik Muhammadiyah, Kab. Bogor dan analisis kadar insulin di m
LaboratoriuDepartemen Patologi Klinik RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. ni
Penelitian idilaksanakan dari bulan Maret 2014 hingga Januari 2015.

Bahan

Bahan dalam penelitian ini adalah kayu secang dari Desa Pantilang Kec.
Bassesang Tempe Kab. Luwu Sulawesi Selatan yang diaplikasikan dalam air han
minum. Ba yang digunakan disiapkan untuk 11 orang selama 4 minggu Bahan
intervensi. tambahan lain yang digunakan meliputi 20 liter air, 924 cup kemasan.
plastik, danSedangkan alat-alat yang digunakan adalah cup sealer, kain kom,
saring, bas ember, dan gelas ukur. Skema pembuatan minuman secang da
disajikan paLampiran 1.

Cara Penarikan Subjek

Populasi dan Subjek


Populasi target adalah dewasa dengan pradiabetes di Kampung Bubulak,
Bogor Bara t. Subjek (unit penelitian) adalah populasi penelitian yang dipilih
secara purp osif dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagaimana terlihat pada
Tabel 1.
Tabel 1 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek
No Kriteria
Inklusi :
1. Wanita usia 20-60 tahun
2. Tidak dalam kondisi hamil atau menyusui
3. Menyetujui berpartisipasi (menandatangani informed consent)
4. Bersedia untuk mematuhi prosedur penelitian
5. Memiliki kadar GDP 100-125 mg/dL
Eksklusi :
1. Sedang menjalani terapi pengobatan
2. Sedang mengonsumsi suplemen
3. Berpartisipasi dalam penelitian lain
15

Besar Subjek
Penelitian ini membandingkan antara sebelum dan setelah intervensi dan
pada kelompok perlakuan (intervensi minuman). Salah jenis pertama (α) pkan
ditetasebesar 1%, power test sebesar 1-β (80%), dan peningkatan glukosa serum
darahsetelah intervensi sebesar δ, maka rumus untuk menghitung besar
subjek ditentukan sebagai berikut : 2
2� (Z1−a/2 + Z1−þ )2
n ≥
δ2
Keterangan :
n
Z1-α/2 = jumlah subjek minimal
= suatu nilai sehingga P(Z > Zα) = 1-α/2, Z adalah peubah acak normal
Z1-β baku
σ = suatu nilai sehingga P(Z > Zβ) = 1-β, Z adalah peubah acak normal baku
= 14.84 mg/dL (standar deviasi GDP berdasarkan penelitian Asemi et al.
δ 2013)
(Sumbe= 18 mg/dL (penurunan kadar GDP yang diharapkan setelah intervensi)
r : Steel dan Torrie 1991)
n=2
(14.84)2 (1.96 + 0.85)2 = 10.73
(18)2
Antisipasi
10% x dropout = 10%
10.73 = 1.07 10.73 + 1.07 = 11.8 ≈ 12subjek

α/2= 1Berdasarkan perhitungan dalam rumus matematis tersebut, dengan nilai Z1-
out 1 .96 dan nilai Z1-β = 0.85 dapat ditentukan n = 10.73. Untuk antisipasi drop 0
yang % sehingga menjadi 12 subjek sebagai batas minimal dari besar subjek
Gambdisyaratkan. Jumlah dan tahapan penarikan subjek dalam dilihat pada ar
6.
Wanita Dewasa pradiabetes (n=16)

Screening (pengambilan data glukosa darah puasa) menggunakan finger

Me
infomenuhi syarat inklusi dan mengisi Tidak memenuhi syarat
rmed consent (n = 13) inklusi (n = 3)

Drop out (n=2)

Subjek penelitian (n = 11)

Gambar 6 Jumlah dan tahapan penarikan subjek penelitian


16

Variabel Penelitian
Variabel utama yang diteliti dalam penelitian ini adalah pengaruh inuman
intervensi mkayu secang terhadap kadar glukosa darah dan resistensi riabel lain
insulin. Va dalam penelitian ini adalah pola konsumsi subjek. Selain itu
juga dikaji karakteristik subjek.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari tahap screening, pengambilan data, serta


intervensi minuman secang. Skema alur penelitian disajikan pada Gambar 7.
Kayu secang yang digunakan diperoleh dari Sulawesi Selatan yang
kemudian dii dentifikasi di Herbarium LIPI (Lampiran 2). Penelitian dimulai
dengan scr eening dan pengisian informed consent pada subjek. Setelah itu
dilakukan pengambilan data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB), aktivitas ola
fisik, dan p konsumsi responden. Pengukuran kadar GDP dan insulin puasa ada saat
dilakukan psebelum intervensi dan setelah intervensi.
Pemberian minuman secang sebanyak 200 ml (1 cup) diberikan kepada k
subjek untudiminum setiap hari selama 4 minggu (28 hari) sebanyak 3 cup per iani
hari (Swatr2012; Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011). Dalam setiap cup ecang
minuman s(200 mL) terdapat 0.22 g irisan kayu secang sesuai dengan dosis
perhitungandihitung melalui konversi dosis tikus ke manusia (Badami et al. atriani
2003; Sw 2012). Subjek mengonsumsi minuman secang yang kan oleh
didistribusipeneliti sebanyak 2 kali setiap minggunya, kemudian subjek an untuk
diinstruksikmenyimpannya di lemari es. Untuk memantau kepatuhan a subjek
subjek, makselalu diingatkan secara berkala untuk mengonsumsi produk, kepatuhan
dan tingkat subjek dikontrol secara berkala setiap 2 kali seminggu.

Pengambilan data tinggi badan, berat badan, Awal minggu pertama


dan karakteristik

Pengambi
kadar glu lan sampel darah untuk analisis Awal minggu pertama
kosa puasa dan insulin puasa

Intervensi
konsumsi
minuman secang, pengambilan data Awal minggu pertama
pangan dan aktivitas fisik s.d ke-4

Pengambi
kadar glu

lan sampel darah untuk analisis Akhir minggu ke-4


kosa puasa dan insulin puasa

Gambar 7 Skema alur penelitian


17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yang
melip uti karakteristik subjek. Karakteristik subjek meliputi usia, pendidikan
terakh ir, status pernikahan dan besar keluarga, status gizi berdasarkan indeks
massa tubuh melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan, data konsumsi
panga n food-recall 3x24jam (2 hari kerja dan 1 hari libur) selama intervensi,
aktivit as fisik (menggunakan Short-Form dari International Physical Activity
Questi onnaire (IPAQ), kadar glukosa darah puasa (GDP) dan insulin puasa subjek
sebelu m dan setelah intervensi. Jenis dan cara pengumpulan data disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data
Cara pengukuran atau Frekuensi
No Data
1 pengumpulan
Karakteristik subjek Wawancara dengan subjek Satu kali
(usia, pendidikan atau keluarga subjek sebelum
terakhir, status menggunakan kuisioner intervensi
pernikahan dan
2 besar keluarga)
Anthropometri

- Berat badan Penimbangan dengan Satu kali


(BB) timbangan berat badan injak sebelum
analog kapasitas 100 kg, intervensi
dengan ketelitian 0.1 kg
Pengukuran TB dengan
- Tinggi badan microtoise, dengan ketelitian
3 (TB) 0.1 cm

Konsumsi pangan Food Recall 3x24 jam


4 selama
intervensi
Aktivitas fisik Short form International 1 kali selama
5 physical activity intervensi
questionnaire (IPAQ)

Kadar glukosa
darah Dua kali (1 kali
- Glukosa darah Metode GOD-PAP sebelum
puasa (GDP) intervensi dan 1
6
kali setelah
intervensi)
Kadar Insulin Puasa Metode Dua kali (1 kali
electrochemiluminescence sebelum
immunoassay (ECLIA) intervensi dan 1
kali setelah
intervensi)
18

Pengambilan Darah
Sebelum pengambilan darah, subjek diinstruksikan untuk berpuasa 8-12
jam sebelu mnya dan hanya diperbolehkan untuk minum air putih. Pengambilan k
darah subjemelalui vena (venapuncture) oleh tenaga analis kesehatan yang ih.
sudah terlatAlat-alat yang digunakan untuk pengambilan darah berupa spuit
disposable,tourniquet, tabung reaksi, semprit, dan jarum.

Analisis Kadar Glukosa Darah


Untuk menganalisis kadar glukosa darah menggunakan metode GOD-PAP
(Glucose O xidase Peroxidase Aminophenazone Phenol) dengan menggunakan
serum seba nyak 1-2 ml. Setelah mengambil darah dari subjek, 1-2 ml sampel ke
dimasukkandalam tabung reaksi yang bersih dan kering (tanpa antikoagulan)
kemudian didiamkan selama 15 menit kemudian darah disentrifus dengan 000
kecepatan 3rpm selama 15 menit. Setelah itu serum (lapisan jernih berwarna a yang
kuning mudberada di bagian atas) diambil dengan pipet tetes dimasukkan lain yang
pada tabungbersih dan kering.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis glukosa darah ini berupa kapas,
alkohol, larutan standar 3 ml berisi glukosa 100 mg/dl atau 5.55 mmol/L, dan osa
reagen glukdarah yang dipakai dari produk manusia dengan nomor Catalog 00ml
10 260.4x1 komplit kit dengan komposisi RI 4 x 100 ml; 0.1 mmol/L fosfat
buffer pH 7 .5; 0.25 mmol/L 4-Aminophenazone; 0.75 mmol/L phenol; >15 KU/L
glucose oxi dase; >1.5 KU/L peroxidase; dan > 2.0 KU/L mutarotase. Adapun
alat-alat pe nelitian yang digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung, clinipet 0
ukuran 100 µl dan 10 µl, yellow dan blue tip, photometer analyzer BS 3000P, bath,
tisu, water tourniquet, spuit disposable, timer, dan botol semprot. Reagen standar
dan larutan siap pakai tanpa pengenceran serta reagen stabil sampai masa bila
kadaluarsa disimpan pada suhu 2-8°C serta reagen harus dihindarkan dari dan
kontaminasistabil selama 2 minggu pada 15-25°C.
Prinsip reaksi dari analisis glukosa darah ini adalah sebagai berikut:
GOD
Glucose + O2 + H2O Gluconicacid + H2O2
POD
2H2O2 + 4 – Aminophenazone + Phenol quinoenimine + 4H2O

Kadar glukosa ditentukan setelah oksidasi enzimatis dengan adanya glucose


oxidase. Be ntuk hydrogen peroxide bereaksi di bawah katalisis peroxidase dengan
phenol dan 4-aminophenazone kepewarna merah-violet quinoneimine sebagai
indikator. Prosedur analisis glukosa darah adalah sebagai berikut:
1. Men yiapkan 3 buah tabung reaksi yang digunakan untuk:
a. Blangko = 1000 µl reagen warna
b. Standar = 1000 µl reagen warna+10 µl standar
c. Sampel = 1000 µl reagen warna+10 µl standar+10 µl sampel
2. Masing-masing isi tabung dicampurkan sampai homogen
3. Menginkubasi pada suhu kamar selama 5 menit.
Hasil pemeriksaan dibaca menggunakan photometer analyzer BS 3000P gram
dengan proC/St, panjang gelombang 546 nm, faktor 36.77 dengan nilai osa darah
normal glukserum dan plasma adalah 75-100 mg/dl.
19

Analisis Kadar Insulin Puasa


Analisis kadar insulin puasa dilakukan menggunakan ochemiluminescence
electrimmunoassay (ECLIA). Uji ini menggunakan 2 di monoklonal spesifik
antibountuk insulin manusia. Pemeriksaan dilakukan n alat automatic analyzer
dengaCobas Elecsys 601 (Cobas e 601). Sampel yang akan berupa serum darah.
digunSebelum melakukan analisis, suhu sampel, ator dan reagent disamakan
kalibrdengan suhu ruang sekitar 20-25oC. Kemudian t diletakkan pada disk
reagenreagent, sedangkan kalibrator dan sampel pada disk l yang terdapat di
sampeanalyzer Cobas e 601. Sistem pada analyzer secara tis akan menghitung
otomakonsentrasi insulin pada sampel.
Pemeriksaan kadar insulin puasa menggunakan prinsip sandwich. Lama
pemer iksaan sekitar 18 menit. Pada tahap inkubasi pertama insulin dari 20 μl
sampe l membentuk kompleks sandwich dengan biotynilated monoclonal insulin
specif ic antibody dan monoclonal antibody insulin specific antibody yang dilabel
denga n kompleks ruthenium. Kemudian pada tahap inkubasi kedua, penambahan
strept avidin–coated microparticle menyebabkan kompleks sandwich terikat pada
fase s olid melalui interaksi dari biotin dan streptavidin. Kompleks sandwich yang
terikat tersebut ditarik ke permukaan elektroda secara magnetis. Komponen lain
yang tidak terikat dibuang dengan Procell/Procell M. Penambahan tegangan ke
elektr oda kemudian menginduksi reaksi electrochemiluminescent yang secara
langsu ng diukur oleh photomultiplier. Kemudian analyzer secara otomatis akan
menghitung konsentrasi insulin pada setiap sampel.

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, entry dan


cleani ng menggunakan dan program IBM SPSS Statistic versi 22. Analisis ik
statist deskriptif dilakukan pada data karakteristik responden meliputi usia, dikan
pendi terakhir, status pernikahan, besar keluarga, indeks massa tubuh (IMT),
data k onsumsi pangan dan aktivitas fisik. Data usia subjek dikategorikan menjadi
dewasa awal (20 sampai 40 tahun) dan dewasa lanjut (41 sampai 60 tahun)
(Adriani dan Wirjatmadi 2012). Data pendidikan terdiri atas kategori tidak tamat an
SD d SD/sederajat dan SMP/sederajat sampai SMA/sederajat. Data status ahan
pernikterdiri atas kategori menikah dan cerai hidup. Data besar keluarga uti
melipkategori keluarga kecil (≤ 4 orang) dan keluarga besar ≥4 orang) BN
(BKK1997).

Status Gizi
Status gizi subjek dilihat menggunakan indikator indeks massa tubuh
(IMT). Perhitungan IMT menggunakan rumus sebagai berikut:
BB (kg)
IMT=
TB (m)2
Keterangan:
IMT : Indeks massa tubuh (kg/m2)
BB : Berat badan (kg)
TB : Tinggi badan (m)
20

Hasil perhitungan IMT tersebut kemudian dikategorikan menjadi 5


kelompok (Tabel 3).

Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan IMT


Kategori status gizi IMT
Sangat kurus <17 kg/m2
Underweight 17 -18.4 kg/m2
Normal 18.5-25 kg/m2
Overweight 25.1-27 kg/m2
Obese >27 kg/m2
Sumber: Almatsier 2004

Konsumsi Pangan
Data asupan makanan yang diperoleh dari form Food Recall dalam satuan
Ukuran Ru mah Tangga (URT) dikonversikan ke dalam satuan gram dan dianalisis
kandungan energi dan zat gizi makronya menggunakan Tabel Komposisi Pangan
ecukupan energi dan zat gizi subjek dihitung menggunakan Angka Gizi
Indonesia. K
Kecukupan (AKG) menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) n
2013 denga koreksi BB aktual subjek. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi
diperoleh dengan membandingkan konsumsi energi dan zat gizi dengan
kecukupan energi dan zat gizi subjek.
Perhitungan-perhitungan tersebut menggunakan rumus sebagai berikut:

AKGi = (Ba/Bs) x AKGI

Keterangan:
Ba : Berat badan aktual (kg)
Bs : Berat badan rata-rata yang tercantum pada tabel AKG
AKGI : Angka kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat
(Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)

Tingkat kecukupan didapatkan dengan membandingkan konsumsi zat gizi


dengan kecukupan zat gizi masing-masing subjek. Kecukupan zat gizi subjek
dihitung mengunakan tabel AKG zat gizi tahun 2013 untuk wanita sesuai dengan
usia subjek, dengan penyesuaian menggunakan BB aktual subjek. Tingkat
kecukupan energi dan zat gizi makro dikategorikan sesuai dengan Tabel 4.

Tabel 4 Kategori tingkat kecukupan enerrgi dan zat gizi makro


Kategori Nilai
Defisit ting kat berat <70%
Defisit ting kat sedang 70-79%
Defisit ting kat ringan 80-89%
Cukup 90-120%
Lebih >120%
(Sumber: Kusharto dan Supariasa 2006)
21

Aktivitas Fisik
Data aktivitas fisik subjek dikumpulkan menggunakan kuesioner singkat
yang disesuaikan dari pedoman International Physical Activity Questionnaire
(IPAQ). Pada kuesioner ini menilai 3 jenis aktivitas yaitu aktivitas berat, sedang
dan berjalan. Data yang didapat dari kuesioner akan dikonversi menjadi skor MET
(Metabolic Equivalent of Task) sesuai dengan jenis aktivitas. Kemudian nilai as
aktivitfisik subjek (MET-menit/minggu) akan dihitung menggunakan rumus ai
sebagberikut:

MET-menit/minggu = skor METx jumlah menit x jumlah hari

Nilai MET-menit/minggu dari hasil perhitungan kemudian ditentukan


kategorinya yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik


Kategori Nilai MET-menit/minggu
Ringan (low) < 600
Sedang (moderate) 600-2999
Berat (high) ≥ 3000

Kadar Glukosa Darah Puasa dan Insulin Puasa


Hasil analisis kadar glukosa darah puasa dan insulin puasa disajikan dalam k
bentunumerik sesuai dengan hasil yang dikeluarkan oleh laboratorium.

Analisis Data
Analisis statistik secara deskriptif dilakukan pada data IMT, usia, status
pernikahan, pendidikan terakhir, besar keluarga, konsumsi pangan, dan aktivitas
fisik. Dilakukan uji beda paired sample t-test setelah uji normalitas Saphiro-Wilk.
Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan software Microsoft Excel dan
2007 SPSS 22.0 for Windows.

Definisi Operasional

Minuman secang adalah jenis minuman yang dibuat dari 0.22 g kayu secang yang
direbus dalam 200 mL air.
Karakteristik subjek adalah ciri-ciri khusus pada subjek yang meliputi usia, besar
keluarga, status pernikahan, dan pendidikan.
Pemberian intervensi adalah kegiatan pemberian minuman secang selama 28 hari.
at konsumsi adalahjumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi perhari
Tingktermasuk asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat dengan metode recall
3x24 jam (2 hari kerja dan 1 hari libur).
itas fisik adalah kegiatan yang dilakukan subjek 7 x 24 jam selama intervensi
Aktivyang diukur menggunakan kuesioner IPAQ.
etes adalah kondisi dimana kadar GDP 100-125 mg/dL dan/atau GD2PP
140-199
Pradiab mg/dL.
r glukosa darah puasa (GDP) adalah banyaknya glukosa darah yang
Kada terdapat dalam 100 mL darah yang diambil pada saat pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
22

Kadar ins ulin puasa adalah banyaknya insulin yang terdapat dalam 100 mL yang
darah diambil pada saat pasien tidak mendapat kalori tambahan tnya 8
sedikijam.
23

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Status Gizi Subjek

Penilaian status gizi subjek menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh


(IMT) selanjutnya dikategorikan menjadi normal (18.5-25 kg/m2), overweight
(25.1-27 kg/m2), dan obes (>27 kg/m2) (Almatsier, 2004).
Status gizi subjek berdasarkan IMT (indeks massa tubuh) ditampilkan
pada Tabel 6. Terlihat pada Tabel 6 bahwa sebagian besar subjek (63.64%) iki
memil status gizi overweight, masing-masing 18.18% subjek memiliki status
gizi n ormaldan obes. Status gizi subjek yang sebagian besar memiliki status gizi
lebih (overweight dan obes) dimana orang yang memiliki status gizi lebih weight
(over maupun obes) memiliki komposisi lemak tinggi sehingga memiliki
risiko gangguan toleransi glukosa yang dapat mengakibatkan pradiabetes dan
diabetes
(Wulandari 2014). Penelitian sebelumnya di India menunjukkan dimana gizi
status merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus dimana 9
dari 5 subjek wanita terdapat 35.6% yang memiliki status gizi obes 1 dan 15.3%
yang memiliki status gizi obes 2 (Manasagangotri 2007). Penelitian sejenis yang
dilaku kan di Manado menunjukkan sebagian besar pasien diabetes memiliki status
gizi l ebih. Hal ini yang dikarenakan faktor gaya hidup seperti kelebihan berat
badanatau tidak berolahraga sangat terkait dengan perkembangan diabetes tipe 2 d
(Awa et al. 2013). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penderita betes
pradia memiliki IMT dan lingkar pinggang yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang dengan kadar glukosa darah normal (Geiss et al. 2010).

Tabel 6 Sebaran status gizi subjek


Status gizi n %
Normal 2 18.18
Overweight 7 63.64
Obese 2 18.18
Total 11 100

Berbeda dengan penelitian lain, penelitian yang dilakukan Haffner et


al.(1990) menunjukkan bahwa IMT tidak berhubungan secara signifikan dengan an
kejadidiabetes, namun status gizi dapat meningkatkan risiko diabetes dengan
meningkatkan resistensi insulin. Selain berdasarkan hasil penelitian Trisnawati
(2013) itu kondisi obesitas berdasarkan IMT ditentukan oleh bentuk dan proporsi
tubuhsehingga belum tentu memberikan status obesitas yang sama pada semua asi
populterutama pada usia lanjut dan pada atlet yang banyak otot.

Karakteristik Subjek

Berdasarkan hasil cleaning data, telah diperoleh subjek yang memiliki data
lengkap berjumlah 11 orang. Tabel 7 menunjukkan data karakteristik subjek yang
meliputi usia, pendidikan terakhir, status pernikahan, besar keluarga berdasarkan
statusgizi. Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar keluarga subjek
24

(63.6%) ter masuk dalam kategori keluarga kecil yaitu keluarga yang memiliki
anggota keluarga tidak lebih dari empat orang (Hurlock 1997).

Tabel 7 Sebaran karakteristik subjek


Variabel n %
Usia (Tahun)
Dewasa lanjut (41-60) 7 63.6
Dewasa awal (20-40) 4 36.4
Total 11 100.0
Status pernikahan
Menikah 10 90.9
Cerai hidup 1 9.1
Total 11 100.0
Pendidikan Terakhir
Tidak tamat SD dan SD 9 81.8
SMP-SMA 2 18.2
Total 11 100.0
Besar keluarga
Keluarga kecil (≤ 4) 7 63.6
Keluarga besar (> 4) 4 36.4
Total 11 100.0

Berda sarkan sebaran karakteristik subjek pada Tabel 7, sebagian besar


subjek termasuk dalam kelompok usia dewasa lanjut (41-60 tahun) (63.6%) gkat
dengan tin pendidikan rendah (81.8%) dan memiliki status pernikahan 0.9%).
menikah (9 Adapun sebagian besar keluarga subjek termasuk dalam ukuran cil (≤
keluarga ke 4 anggota keluarga) (63.6%). Menurut Yuliasih dan Wirawanni n
(2009) selai status gizi, kejadian diabetes mellitus tipe 2 juga dipengaruhi oleh ana
faktor usia dim kelompok usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko lebih tinggi
dibandingka n dengan usia dibawah 40 tahun. Hasil penelitian sebelumnya juga
menunjukkan bahwa kelompok umur <45 tahun 72 % lebih rendah dibanding umur
kelompok ≥45 tahun (Trisnawati dan Setyorogo 2013). Hal sejalan juga oleh hasil
ditunjukkan dari National Health and Nutrition Examination Survey menunjukkan
(NHANES) bahwa kejadian TGT dan GPT lebih sering ditemui
pada usia >40 tahun (Tabák et al. 2012).
Risiko diabetes meningkat seiring dengan umur, khususnya pada usia lebih
dari 40 tah un, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan
intoleransi glukosa. Adanya proses penuaan menyebabkan berkurangnya
kemampuan sel β pancreas dalam memproduksi insulin. Selain itu pada individu
yang berusi a lebih tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot
sebesar 35 %. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot
sebesar 30 % dan memicu terjadinya resistensi insulin (Trisnawati dan Setyorogo
2013). Sela in itu prevalensi obes sentral, faktor risiko pradiabetes, pada orang
dewasa lebi h tinggi pada orang dewasa berumur 55 tahun atau lebih (Sugianti et
al. 2009; Janghorbani et al. 2007). Kejadian obes sentral ini dikarenakan
peningkatan pnumpukan lemak seiring dengan pertambahan umur seseorang
(Martins & Marinho 2003).
25

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan subjek dari satuan Ukuran Rumah Tangga (URT) versikan
dikon dalam satuan gram dan diolah menggunakan Tabel Komposisi n Indonesia
ke
Panga(TKPI). Kecukupan energi dan zat gizi subjek dihitung gunakan Angka
mengKecukupan Gizi (AKG) menurut Widyakarya Nasional n dan Gizi
Panga(WNPG) 2013 dengan koreksi BB aktual subjek.
Tingkat konsumsi energi dan zat gizi diperoleh dengan membandingkan
konsu msi energi dan zat gizi dengan kecukupan energi dan zat gizi subjek. Rata-
rata k onsumsi gizi subjek selama intervensi adalah 1727.1 kkal energi, 44.60 g n,
protei 40.81 g lemak dan 282.3 g karbohidrat. Berdasarkan angka kecukupan AKG
gizi ( 2013) untuk wanita berusia 20 sampai 60 tahun, diperoleh rata-rata tingkat
persentase konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat selama
intervensi masing-masing 80.79%, 75.93%, 72.45% dan 89.78% (Tabel 8).

Tabel 8 Rata-rata asupan dan tingkat konsumsi subjek


Energi/Zat Gizi Rata-rata±SD
Energi
Asupan (kkal) 1727.1 ± 327.4
Tingkat konsumsi (%) 80.79±12.17
Protein
Asupan (g) 44.60±9.30
Tingkat konsumsi (%) 75.93±12.73
Lemak
Asupan (g) 40.81±15.13
Tingkat konsumsi (%) 72.45±24.51
Karbohidrat
Asupan (g) 282.3±46.7
Tingkat konsumsi (%) 89.78±13.47

Tingkat konsumsi energi dan karbohidrat subjek masih tergolong defisit t


tingkaringan (80-89%) begitupun pada tingkat konsumsi protein dan lemak yang
tergolong defisit tingkat sedang (70-79%) (Kusharto dan Supariasa 2014).
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek dikategorikan kedalam lima pok
kelomyaitu defisit tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan,
cukup, dan lebih. Berdasarkan kategori tingkat kecukupan pada Tabel 9, sebagian
besar subjek memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat ringan dan sedang
(masing-masing 36.4%), tingkat kecukupan protein defisit tingkat ringan,sedang
dan b erat (masing-masing 27.3%), tingkat kecukupan lemak defisit tingkat berat
(45.5%), dan tingkat kecukupan karbohidrat cukup (72.7%). Hal ini sejalan n
dengahasil penelitian Waloya (2013) pada dewasa di Bogor dimana tingkat upan
kecukenergi sebagian besar subjek masih berada dalam kategori defisit.
Rendahnya asupan energi mempengaruhi kadar glukosa darah karena in
semaktinggi energi memacu resistensi insulin maka resistensi insulin dapat dalikan
dikendan tidak terjadi peningkatan kadar GDP. Hal ini dapat memberikan erancu
efek ppada hasil penelitian (dijelaskan pada Tabel 12 dan Tabel 14).
26

Tabel 9 Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro subjek


Tingkat kecukupan n %
Energi
Defisit tingkat berat 1 9.1
Defisit tingkat sedang 4 36.4
Defisit tingkat ringan 4 36.4
Cukup 2 18.2
Protein
Defisit tingkat berat 3 27.3
Defisit tingkat sedang 3 27.3
Defisit tingkat ringan 3 27.3
Cukup 2 18.2
Lemak
Defisit tingkat berat 5 45.5
Defisit tingkat sedang 1 9.1
Defisit tingkat ringan 2 18.2
Cukup 3 27.3
Karbohidrat
Defisit tingkat berat 1 9.1
Defisit tingkat sedang 1 9.1
Defisit tingkat ringan 1 9.1
Cukup 8 72.7

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik subjek dihitung menggunakan short form dari IPAQ.


Aktivitas fi sik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam n
penghitungapengeluaran energi (WHO 2004). Short form IPAQ ini menanyakan ga
mengenai titipe aktivitas fisik yaitu berjalan, aktivitas sedang dan aktivitas dian
berat kemu dikonversi ke METs (energi yang dibutuhkan untuk melakukan PAQ,
aktivitas) (I2005).
Latihan fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat penting
dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan
fisik terjadipeningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara
langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah (Indriyani et al. 2010).
Untuk penderita DM tipe 2 disarankan untuk melakukan aktivitas fisik selama 10-
15 menit/sesi dan disesuaikan dengan rekomendasi pengeluaran energi aktivitas
tersebut ditingkatkan paling tidak 30 menit setiap harinya (Albright et al. 2000).
Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa peningkatan
aktivitas fisik disertai dengan perubahan pola makan secara terus menerus dapat
mencegah perkembangan pradiabetes menjadi diabetes melitus tipe 2 (Yates et al.
2007). Sejalan dengan hasil penelitian tersebut American Diabetes Association
(ADA) merekomendasikan aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 150
menit/minggu untuk mencegah progresivitas prediabetes menjadi diabetes melitus
tipe 2 (Eikenberg & Davy 2013).
27

Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan kategori aktivitas fisik


Kategori aktivitas fisik n %
Rendah 3 27.3
Sedang 8 72.7
Total 11 100.0

Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar subjek memiliki aktivitas sedang


(72.7%). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa aktivitas fisik rendah akan
merupsalah satu faktor risiko terjadinya pradiabetes dan diabetes. Menurut wati dan
TrisnaSetyorogo (2013), individu yang memiliki aktivitas fisik berat iki risiko
memillebih rendah dibandingkan dengan individu yang memiliki as fisik ringan
aktivit(OR 0.239 (95%CI 0.071-0.802) menderita diabetes mellitus. tian lainnya juga
Penelimenunjukkan bahwa latihan fisik (senam aerobik) ngaruh terhadap
berpepenurunan kadar gula darah (Indriyani et al. 2010). unan kadar gula darah
Penurpada penderita pradiabetes tersebut disebabkan oleh gkatan sensitivitas insulin
peninyang merupakan hasil dari perubahan yang terjadi beberapa organ dan
pada jaringan, termasuk adiposa, otot, hati, dan pankreas et al. 2010). Oleh
(Burr karena itu aktivitas fisik dapat memberikan efek perancu hasil akhir penelitian
pada sehingga dilakukan analisis lebih lanjut untuk melihat ruh tersebut (Tabel 12
pengadan Tabel 14).

Pengaruh Intervensi Minuman Secang terhadap Glukosa Darah Puasa

Kadar glukosa darah bergantung pada keseimbangan antara pemanfaatan sa,


glukoasupan makanan, dan produksi glukosa endogen. Glukosa dalam darah l
berasadari 3 sumber yaitu absorpsi karbohidrat, glikogenolisis, dan neogenesis.
glukoGlukosa yang terkandung dalam darah diangkut ke dalam sel kan melalui
dan abeberapa jalur metabolisme yaitu disimpan sebagai cadangan gen) atau
(glikomengalami glikolisis menjadi piruvat. Pada saat kadar glukosa rendah,
darahcadangan (glikogen) dan/atau piruvat akan diubah menjadi glukosa dian
kemudilepaskan ke sirkulasi darah oleh hati dan ginjal. Setelah makan, hasil rapan
penyeglukosa dapat meningkatkan kadar glukosa darah hingga lebih dari ali hasil
dua kproduksi glukosa endogen, bergantung pada kandungan karbohidrat makanan
dari dan tingkat serta derajat penyerapan glukosa. Saat terjadi rapan glukosa
penyesetelah makan, produksi glukosa endogen akan ditekan, dan nfaatan glukosa
pemaoleh hati, otot, dan jaringan lemak akan ditingkatkan liano et al. 2008).
(Giug Pradiabetes adalah suatu keadaan di mana kadar glukosa darah seseorang
adi atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam
berad si diabetes (Price 2005). Toleransi glukosa terganggu (TGT) merupakan
kondi keadaan pradiabetes yang terdeteksi di mana kadar glukosa darah 2 jam
suatu randial mencapai 140-199 mg/dl. Diagnosis TGT ditetapkan apabila kadar
post p sa darah seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral
gluko a di antara 140-199 mg/dl. Sedangkan GPT adalah suatu kondisi pradiabetes
berad na terdiagnosis kadar glukosa darah puasa pada selang 100-125 mg/dl
di ma an et al. 2007). Sebanyak 5-10% penderita pradiabetes menjadi penderita
(Nath setiap tahunnya dibandingkan dengan kondisi normoglikemik (WHO
diabetes
28

2006). Kon disi hiperglikemik pada pradiabetes dipengaruhi oleh peningkatan


produksi glukosa endogen dan pemanfaatan perifer berkurang. Produksi glukosa
endogen berasal dari hati melalui jalur glukoneogenesis dan glikogenolisis
(Harvey dan Ferrier 2011).
Berdasarkan Tabel 11, setelah pemberian minuman secang sebanyak elama
3x200mL s 28 hari dengan rata-rata tingkat kepatuhan 98.3% terjadi kadar
penurunan glukosa darah puasa yang signifikan (p<0.05) sebanyak 14.36
mg/dl (rata -rata). Hal ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya
dimana ekst rak kayu secang secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa
pada plasm a darah tikus diabetes (Moon et al. 1990 dalam Indariani 2011) selain
ekstrak kayu secang dengan dosis 100mg/kgBB selama 15 hari runkan
itu pemberian
dapat menu kadar glukosa sewaktu pada tikus diabetes secara signifikan
daripada pemberian glibenclamide 5 mg (Swatriani 2012).
Tabel 11 Kadar GDP sebelum dan setelah intervensi
Fase Rata-rata GDP (mg/dL)
Sebelum 109.64±6.87
Setelah 95.27±21.41
Selisih -14.36±19.19
p- value 0.032*
Data disajikan dengan mean ± standar deviasi
*Signifikan berbeda antara sebelum dan setelah intervensi

Sela in secang, terdapat beberapa tanaman yang memiliki efek


antihipergli kemik diantaranya kayu manis (Cinnamomum cassia), pare (Momordica
charantia), pohon Ara (Ficus racemosa Linn.), korakan atau finger millet na
(Eleusine coraca L.) dan kelapa sawit afrika (Elaeis guineensis) (Ziegenfuss et
al. 2006; Ef ird et al. 2014; Veerapur et al. 2012; Devi et al. 2014; Kalman et al.
2013). Pen elitian sebelumnya pada dewasa dengan pradiabetes menunjukkan
bahwa pem berian ekstrak kayu manis dalam bentuk suplemen (Cinnulin PF
2x250mg) y ang setara dengan 10 g bubuk kayu manis selama 12 minggu dapat
menurunkan kadar glukosa darah puasa secara signifikan sebanyak 9.8 mg/dL
(rata-rata) ( Ziegenfuss et al. 2006). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak daun kelapa sawit afrika dalam bentuk suplemen (OPLE
2x250mg) se lama 8 minggu dpat menurunkan kadar glukosa darah puasa secara
signifikan sebanyak 7.7 mg/dL (rata-rata) pada dewasa dengan pradiabetes
(Kalman et al. 2013).
Komponen dalam ekstrak secang yang diduga memiliki efek kemik
antihipergliadalah brazilin dan tanin (Indariani 2011 dan Diana 2010). Efek kemik
antihiperglibrazilin disebabkan oleh peningkatan metabolisme glukosa di asuk
perifer termtransport glukosa, sintesis glikogen dan pengikatan insulin di ti dan
adiposa, haotot (Khil et al. 1999; Won et al. 2004; Moon et al. 1990). ou et al.
Menurut Y (2005), brazilin dapat meningkatkan glikolisis dan menekan nesis di hati
glukoneogedengan meningkatkan produksi fruktosa-2,6-bifosfat ningkatan level
melalui pe fructosa-6-fosfat dan hexose-6-fosfat dalam sel 8). Fruktosa-2,6-
(Gambar bisfosfat berperan penting dalam pengaturan nesis dan glikolisis di
glukoneogehati dimana fruktosa-2,6-bifosfat bertindak yal intraselular (Harvey
sebagai sin dan Ferrier 2011). Selain menekan produksi
29

glukosa dari hati, brazilin meningkatkan tranpor glukosa dengan menstimulasi


translokasi glukosa transpor dari intraselular ke membran plasma pada sel adiposit
(Khil et al. 1999). Kandungan tanin pada ekstrak secang memiliki aktivitas si
inhibiterhadap enzim α-glukosidase dan α-amilase. Tanin dapat membentuk eks
kompldengan protein enzim sehingga menurunkan kemampuan enzim α- sidase dan
glukoα-amilase sebagai katalisator dalam pencernaan karbohidrat.

Gambar 8 Pengaruh fruktosa-2,6-bifosfat pada proses glikolisis (Harvey & Ferrier


2011).

Selain dari minuman secang, kadar glukosa juga dipengaruhi oleh berbagai
faktor lainnya, pada penelitian ini faktor perancu (confounding factor) yang
ditelit i adalah tingkat kecukupan, usia, status gizi dan aktivitas fisik. Untuk ai
menilpengaruh faktor perancu tersebut terhadap perubahan kadar glukosa kan
dilakuanalisis regresi linier.
Tabel 12 Pengaruh faktor perancu terhadap perubahan kadar glukosa darah
Faktor Perancu p value*
Tingkat kecukupan energi 0.157
Tingkat kecukupan protein 0.202
Tingkat kecukupan lemak 0.183
Tingkat kecukupan karbohidrat 0.216
Usia 0.088
Status Gizi 0.112
Aktivitas fisik 0.097
R sq uare: 0.829, p value 0.295 (ANOVA)
* p value masing-masing faktor perancu. Tidak signifikan p > 0.05

Berdasarkan Tabel 12, hasil uji regresi linier didapatkan p value 0.295 yang
berartimenunjukkan bahwa secara keseluruhan faktor perancu tidak berpengaruh
secarasignifikan terhadap perubahan kadar glukosa darah. Hasil yang sama juga
ditunjukkan dengan p value masing-masing faktor perancu (p value> 0.05).
30

Pengaruh Intervensi Minuman Secang terhadap Kadar Insulin Puasa

Kad ar glukosa dalam darah diatur oleh keseimbangan fisiologis beberapa


hormon yait u insulin yang berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah dan
glukagon, epinefrin, glukokortikoid serta growth hormone yang berfungsi
meningkatk an kadar glukosa darah untuk mencegah hipoglikemik (Price dan
Wilson 200 5). Insulin adalah hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel β dari
pulau Lang erhans di pankreas. Sel β adalah sel pendeteksi glukosa yang paling
penting dala m tubuh dimana sel β mengandung transporter GLUT-2 (seperti hati)
dan memiliki aktivitas glukokinase. Glukokinase adalah enzim yang berperan
penting pada fosforilasi glukosa dan bertindak sebagai sensor glukosa yang
menentukan jumlah sekresi insulin (Harvey & Ferrier 2011).
Insulin berfungsi untuk meningkatkan proses penyimpanan energi di hati,
otot, dan adiposa dengan meningkatkan sintesis glikogen di otot dan adiposa serta
meningkatkan jumlah transporter glukosa (GLUT-4) di membran sel. Selain itu,
insulin jugamenurunkan produksi glukosa melalui penghambatan glikogenolisis
dan glukoneogenesis di hati (Harvey & Ferrier 2011).
Peneli tian sebelumnya menunjukkan bahwa kadar insulin puasa bisa
digunakan untuk mengidentifikasi pradiabetes dimana orang dengan konsentrasi
insulin pua sa lebih tinggi memiliki risiko lebih besar memiliki pradiabetes al.
(Johnson et2010). Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa sebagian besar
memiliki p enderita pradiabetes memiliki konsentrasi insulin yang tinggi dan siko
memiliki ridiabetes lebih tinggi. Resistensi insulin sering dianggap sebagai nda dari
salah satu tamenurunnya daya kerja pankreas, hal ini dapat menyebabkan insulin
resistensi kronis dimana terjadi hipersekresi insulin untuk nkan
mempertahahomeostasis glukosa dan yang pada akhirnya dapat kan diabetes
mengakibatmellitus jika hipersekresi glukosa oleh pankreas gagal al. 1990).
(Haffner et ar insulin puasa sebelum dan setelah pemberian minuman secang
Kad x200mL selama 28 hari dengan rata-rata tingkat kepatuhan 98.3%
sebanyak 3 n peningkatan sebesar 1.19 µ IU/mL (rata-rata), namun secara statistik
menunjukka lami perubahan yang signifikan dimana nilai p> 0.05. Hal ini sejalan
tidak menga elitian sebelumnya dimana kandungan brazilin dari secang secara
dengan pen pat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes
signifikan dameningkatkan kadar insulin (Indariani 2011). Berbeda dengan secang,
tetapi tidak n kelapa sawit (Elaeis guineensis) dapat menurunkan kadar insulin
ekstrak dau signifikan sebanyak 5.4 µ IU/mL (rata-rata) pada dewasa dengan
puasa secara
pradiabetes.
abel 13 Kadar insulin puasa sebelum dan setelah intervensi
T Rata-rata Insulin Puasa (µ IU/mL)
Fase 12.77±5.47
Sebelum 13.96±8.56
Setelah 1.19±5.31
Selisih 0.863
p- value an dengan mean ± standar deviasi
Data disajik berbeda sebelum dan setelah intervensi
*Signifikan
31

Menurut Moon et al. (1990), efek antihiperglikemik brazilin pada tikus


diabetestidak mempengaruhi daya kerja pankreas karena terdapat perubahan insulin
kadar plasma yang signifikan. Aktivitas antihiperglikemik brazilin antu kerja
memb insulin dalam penyerapan glukosa dari aliran darah kedalam sel sa dengan
adipo meningkatkan translokasi glukosa transport (khususnya GLUT4) i yang
sepert ditampilkan pada langkah kedua Gambar 9 ( Khil et al.1999; Harvey
dan Ferrier 2011).

Gambar 9 Mekanisme aksi insulin (Harvey & Ferrier 2011)

Kenaikan glukosa darah yang disebabkan oleh konsumsi glukosa atau


karbo hidrat dapat meningkatkankan sekresi insulin (serta penurunan sintesis dan
pelepa san glukagon). Hal ini dikarenakan glukosa merupakan stimulus yang
paling penting untuk sekresi insulin dan juga dapat meningkatkan ekspresi gen
untuk produksi insulin (Harvey & Ferrier 2011). Selain konsumsi, kadar insulin
puasa juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya, pada penelitian ini faktor cu
peran (confounding factor) yang diteliti adalah tingkat kecukupan, usia, status an
gizi d aktivitas fisik. Untuk menilai pengaruh faktor perancu tersebut terhadap
perub ahan kadar insulin puasa dilakukan analisis regresi linier. Berdasarkan Tabel
14, h asil uji regresi linier didapatkan p value 0.250 yang berarti menunjukkan
bahwa secara keseluruhan faktor perancu tidak berpengaruh secara signifikan ap
terhad perubahan kadar insulin darah. Hasil yang sama juga ditunjukkan dengan
p value masing-masing faktor perancu (p value> 0.05).
Tabel 14 Pengaruh faktor perancu terhadap perubahan kadar insulin puasa
Faktor Perancu p value*
Tingkat kecukupan energi 0.659
Tingkat kecukupan protein 0.867
Tingkat kecukupan lemak 0.310
Tingkat kecukupan karbohidrat 0.314
Usia 0.454
Status Gizi 0.308
Aktivitas fisik 0.371
R square: 0.850, p value 0.250 (ANOVA)
* p value masing-masing faktor perancu. Tidak signifikan p > 0.05
32

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar miliki


subjek me tingkat konsumsi energi dan protein defisit ringan, tingkat emak defisit
konsumsi l berat dan tingkat konsumsi karbohidrat cukup selama Lebih dari separuh
intervensi. (72.7%) subjek memiliki aktivitas fisik sedang. rvensi, rata-rata kadar
Setelah integlukosa darah puasa mengalami penurunan
ebanyak 14 .36±19.19 mg/dL (p<0.05) begitu pula dengan kadar insulin puasa
subjek me ngalami penurunan sebanyak 1.19±5.31 µ IU/mL (p>0.05). Hasil
tersebut me nunjukkan bahwa intervensi minuman secang selama 28 hari dapat
menurunkan kadar glukosa darah puasa subjek, namun tidak mempengaruhi kadar
insulin puasa subjek.

Saran

Hasil penelitian ini menunjukkan minuman secang dapat dijadikan salah


satu pilihan minuman fungsional untuk mengendalikan kadar glukosa darah.
Namun d emikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan
membandin gkan kelompok intervensi dan kontrol serta mempelajari interaksi
kandungan bioaktif minuman secang dengan zat gizi lain dan obat-obatan.
33

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR dan Indriati. 2003. Color stability of natural pigment from secang
woods (Caesalpinia sappan L.). Proceeding of the 8th Asean Food
Conference; Hanoi 8-11 October 2003.
Adriani M, Wirjatmadi B. 2012. Peranan gizi dalam siklus kehidupan. Jakarta (ID):
Kencana.
Albright A, Franz M, Hornsby G, Kriska A, Marrero D, Ullrich I, Verity LS. 2000.
American College of Sports Medicine position stand. Exercise and type 2
diabetes. Med Sci Sports Exerc. 32:1345–1360.
Almatsier S [ed]. 2010. Penuntun Diet. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Andarwulan N dan Faradilla RHF. 2012. Pewarna Alami Untuk Pangan. Bogor
(ID): SEAFAST Center IPB.
Badami S, Moorkoth S, Suresh B. 2004. A medicine and dye yielding plant.
Natural Product Radiance. 3(2):75-82.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997.Konsep
pengembangan ”Kebijaksanaan kontrasepsi” dalam gerakan reproduktif
keluarga sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK 00.05.52.0685.
[29 November 2013].
Burr JF, Rowan CP, Jamnik VK, Riddell MC. 2010. The role of physical activity
in type 2 diabetes prevention: Physiological and practical perspectives. Phys
Sportsmed. 38:72–82.
Cai Y, Luo Q, Sun M, Corke H. 2004. Antioxidant activity and phenolic
compounds of 112 traditional Chinese medicinal plants associated with
anticancer. Life Science. 4:2157-2184.
Diana. 2010. Aktivitas anti-hiperglikemik dari minuman fungsional berbasis kumis
kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) secara in vitro dan ex vivo. [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Deng Y, Scherer PE. 2010. Adipokines as novel biomarkers and regulators of the
metabolic syndrome. Ann N Y Acad Sci. 1212:E1–E19.
Devi PB, Vijayabharathi R, Sathyabama S, Malleshi NG, Priyadarisini VB. 2014.
Health benefits of finger millet (Eleusine coracana L.) polyphenols and
dietary fiber: a review. J Food Sci Technol. 51:1021–1040.
Effendi AT, Waspadji S. Aspek Biomolekuler Diabetes Mellitus Tipe II. Jakarta
(ID). Badan Penerbit FKUI .
Efird J, Choi Y, Davies S, Mehra S, Anderson E, Katunga L. 2014. Potential for
improved glycemic control with dietary momordica charantia in patients with
insulin resistance and pre-diabetes. Int J Environ Res Public Health. 11:2328–
2345.
Eikenberg JD, Davy BM. 2013. Prediabetes: A prevalent and treatable, but often
unrecognized, clinical condition. J Acad Nutr Diet. 113:213–218.
34

Garber AJ, Handelsman Y, Einhorn D, Bergman DA, Bloomgarden ZT, Fonseca


V, Garvey WT, Gavin JR 3rd, Grunberger G, Horton ES, Jellinger PS, Jones
KL, Lebovitz H, Levy P, McGuire DK, Moghissi ES, Nesto RW. 2008. osis
Diagnand management of prediabetes in the continuum of glycemia: when
hyperdo the risks of diabetes begin? A consensus statement the American
from College of Endocrinology and the American Association nical
of CliEndocrinologists. Endocr Pract. 14(7):933-46.
Geiss LS, J ames C, Gregg EW, Albright A, Williamson DF, Cowie CC. 2010. tes
Diaberisk reduction behaviors among u.s. adults with prediabetes. Am J
Prev Med. 38:403–409.
Grundy SM . 2012. Pre-diabetes, metabolic syndrome, and cardiovascular risk. J oll
Am CCardiol. 59:635–643.
Haffner SM , Stern MP, Mitchell BD, Hazuda HP, Patterson JK. 1990. Incidence e
of typII diabetes in Mexican Americans predicted by fasting insulin and e
glucoslevels, obesity, and body-fat distribution. Diabetes. 39:283–288.
Harvey RA, Ferrier DR. 2011. Lippincott’s illustrated reviews: Biochemistry. 5th
ed. Philadelphia (USA): Wolters Kluwer Health.
Heyne, K. 1 987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Terjemahan. Jakarta (ID): Badan
Litbang Kehutanan.
Herold. 2007. Formulasi minuman fungsional berbasis kumis kucing osiphon
(Orth antiokaristatus BI. Miq) yang didasarkan pada optimasi aktivitas sidan, mutu
Pertancitarasa, dan warna [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi ian Institut
[IDF] InternPertanian Bogor.
Bruss ational Diabetes Federation. 2009. IDF Diabetes Atlas: 1, 4thed. els,
_________ Belgium.
Diabe . 2011. The Economic Impacts of tes.
_________ Brussels, Belgium
Bruss . 2012. IDF Diabetes Atlas 5th ed. els,
Indariani SBelgium
ekstra. 2011. Aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional berbasis k
hipergdaun kumis kucing (Orthosiphon Aristatus BI. Miq) pada mencit
Institulikemik yang diinduksi dengan streptozotocin. [Tesis]. Bogor [ID]:
Indriyani Pt Pertanian Bogor.
aerobi, Supriyatno H, Santoso A. 2010. Pengaruh latihan fisik; senam
wilayk terhadap penurunan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 di
Johnson J, ah puskesmas Bukateja Purbalingga. Nurse Media J Nurs. 1(2):49-99
fastinDuick D, Chui M, Aldasouqi S. 2010. Identifying prediabetes using
Jun H, Xiaog insulin levels. Endocr Pract. 16:47–52.
vitro ling Y, Wei W, Hao W, Lei H, Lijun D. 2008. Antioxidant activity in
Technof three constituents from caesalpinia. Tsinghua Science and ology.
Kalman DS 13(4): 474-479.
safety , Schwartz HI, Feldman S, Krieger DR, others. 2013. Efficacy and of
pre-diElaeis guineensis and Ficus deltoidea leaf extracts in adults with abetes.
Khil LY, H Nutr J. 12:36-43.
of braan SS, Kim SG, Chang TS, Jeon SD, So DS, Moon CK. 1999. Effects
Biochzilin on GLUT4 recruitment in isolated rat epididymal adipocytes. em
Pharmacol. 58:1705–1712.
35

Kosaka K, Noda M, Kuzuya T. 2005. Prevention of type 2 diabetes by lifestyle


intervention: a Japanese trial in IGT males. Diabetes Res Clin Pract. 67:152–
162.
Lebovitz HE. 2001. Insulin resistance: definition and consequences. Exp Clin
Endocrinol Diabetes. 109(Suppl 2):S135-48.
Lemmens, R.H.M.J. dan Soetjipto, Wulijani N. 1992. Plant Resources of Southeast
Asia No.3: Dye and Tannin Producing Plant. Bogor (ID): PROSEA
Foundation.
Lindström J, Ilanne-Parikka P, Peltonen M, Aunola S, Eriksson JG, Hemiö K,
Hämäläinen H, Härkönen P, Keinänen-Kiukaanniemi S, Laakso M, others.
2006. Sustained reduction in the incidence of type 2 diabetes by lifestyle
intervention: follow-up of the Finnish Diabetes Prevention Study. The Lancet.
368:1673–1679.
Li WL, Zheng HC, Bukuru J, De Kimpeb N. 2003. Natural medicines used in the
traditional Chinese medical system for therapy of diabetes mellitus. Journal
of Ethnopharmacology. 92: 1–21.
Manasagangotri M. 2007. A Study on the nutritional status of diabetics and
associated risk factors. J Hum Ecol. 21:269–274.
Nathan DM, Davidson MB, DeFronzo RA, Heine RJ, Henry RR, Pratley R, Zinman
B. 2007. Impaired fasting glucose and impaired glucose tolerance. Diabetes
Care. 30 (3):753-759.
[NIDDK] National Institute of Diabetes, Digestive and Kidney Diseases. 2008.
Insulin Resistance and Prediabetes. Maryland (USA): NIH Publication.
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Ed Ke-6. Jakarta (ID). EGC
Ramachandran A, Snehalatha C, Shetty AS, Nanditha A. 2012. Trends in
prevalence of diabetes in Asian countries. World J Diabetes 3(6):110-117
[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Laporan Nasional. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.
Sandjaja [ed]. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta (ID):
Kompas.
Sicree R, Shaw J, Zimmet P. 2010. The Global Burden Diabetes And Impaired
Glucose Tolerance. Baker IDI Heart and Diabetes Institute.
Sireeratawong S, Piyabhan P, Singhalak T, Wongkrajang Y, Temsiririrkkul R,
Punsrirat J, Ruangwises N, Saraya S, Lerdvuthisopon N, Jaijoy K. 2010.
Toxicity evaluation of sappan wood extract in rats. J Med Assoc Thai 93
(Suppl. 7) : S50-S57.
Sue Kirkman M, Briscoe VJ, Clark N, Florez H, Haas LB, Halter JB, Huang ES,
Korytkowski MT, Munshi MN, Odegard PS, et al. 2012. Diabetes in older
adults: A consensus report. J Am Geriatr Soc. 60:2342–2356.
Swatriani L. 2012. Pemberian Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia Sappan) Secara
Oral Menurunkan Kadar Glukosa Sewaktu Pada Tikus Diabetes
Mellitus.[Disertasi]. Bali [ID]: Universitas Udayana.
Tabák AG, Herder C, Rathmann W, Brunner EJ, Kivimäki M. 2012. Prediabetes:
a high-risk state for diabetes development. The Lancet. 379:2279–2290.
Trisnawati S. 2013. Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 pasien rawat jalan di
Puskesmas Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan. PUBLIC Health Prev
Med Arch PHPMA. 1(1):1-6
36

Trisnawati SK, Setyorogo S. 2013. Faktor risiko Kejadian diabetes melitus tipe II
di puskesmas kecamatan cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. J Ilm at.
Keseh5:6–11.
Veerapur VP, Prabhakar KR, Thippeswamy BS, Bansal P, Srinivasan KK, rishnan
Unnik MK. 2012. Antidiabetic effect of Ficus racemosa Linn. stem in high-fat
bark diet and low-dose streptozotocin-induced type 2 diabetic A mechanistic
rats: study. Food Chem. 132:186–193.
Victor VM , De la Fuente M. 2002. N-acetylcysteine improves in vitro the on
functiof macrophages from mice with endotoxininduced oxidative stress.
Free Rad Res. 36:33-45.
Winarti C, Nurdjanah. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber n
pangafungsional. Jurnal Litbang Pertanian. 24(2): 47-55.
Widiyantoro, A. dkk. 2006. Aktivitas anti hiperglikemia ekstrak methanol kayu g
secan(Caesalpinia sappan Linn.). Jurnal kedokteran dan kesehatan 1-49.
5(1):4 h Organization. 2006. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus
World Healtntermediate Hyperglycemia. Report of a WHO/IDF Consultation.
and I Health Organization. Geneva (Swiss):WHO Press.
Worldee J, Khil LY, Chae SH, Ahn MY, Lee BH, Chung JH, Kim YC,
Won HS, L CK. 2004. Mechanism of action of brazilin on gluconeogenesis in ed
Moonrat hepatocytes. Planta Med. 70:740–744.
isolat hunti K, Bull F, Gorely T, Davies MJ. 2007. The role of physical y
Yates T, K in the management of impaired glucose tolerance: a systematic
activit
w. Diabetologia. 50:1116–1126.
revie hil LY, Kwak WJ, Won HS, Chae SH, Lee BH, Moon CK. 2005.
You EJ, K of brazilin on the production of fructose-2,6-bisphosphate in rat
Effects
ocytes. J Ethnopharmacol. 102(1):53-57.
hepat TN, Hofheins JE, Mendel RW, Landis J, Anderson RA. 2006. Effects
Ziegenfuss ater-soluble cinnamon extract on body composition and features of
of a wetabolic syndrome in pre-diabetic men and women. J Int Soc Sports
the m 3:45-53.
Nutr.
37

LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar persetujuan kode etik


38

Lampiran 2 Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan dari Herbarium


Bogoriense
39

Lampiran 3 Diagram alir proses pembuatan minuman secang


(Herold 2007; Andarwulan dan Faradilla 2012; Swatriani 2012)

Irisan kayu secang


0.22 g

Diblansir dengan
air 80o C

Direbus dengan air mendidih 200mL selama 20 menit dalam panci


tertutup dengan api kecil

Disaring dan
dikemas dalam cup

Dipasteurisasi pada suhu


70oC selama 30 menit

Shock Cooling

Disimpan dalam
refrigerator
40

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makale pada tanggal 03 Januari 1990 dari pasangan


Rusdin B S a‟pang dan Agustina Kombo‟. Penulis adalah anak kedua dari tujuh
bersaudara. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan studi di MA Al-Zaytun, Jawa
Indramayu, Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas
HasanuddinSulawesi Selatan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
di Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Skripsi penulis pada saat menempuh pendidikan S1 berjudul „Hubungan
Asupan Antioksidan dan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Pasien Rawat Jalan
HIV dan AIDS di Poli VCT PKM/RSP.I Jumpandang Baru Makassar‟.
Selama menjadi mahasiswa S1 di Universitas Hasanuddin, penulis juga agai
bekerja seb tenaga pengajar sejak tahun 2009 selama 3 tahun di Lembaga Belajar
Bimbingan Gadjahmada di Makassar. Setelah menyelesaikan pendidikan un 2011,
S1 pada tah penulis bekerja sebagai tenaga pengajar selama 1 tahun di eperawatan
Akademi K Sandi Karsa dan Akademi Kebidanan Sandi Karsa,
Makassar.
Pada tahun 2012, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor mela lui Beasiswa Unggulan DIKTI. Penulis juga berkesempatan untuk
mengikuti program pertukaran pelajar selama 1 semester di Chulalongkorn
University, Thailand pada tahun 2015.
Kayu Secang (Caesalpinia sappan)

Kayu secang merupakan bagian lignin dari tanaman kelas Magnoliopsida

dan genus Caesalpinia. Kayu secang banyak digunakan sebagai pewarna pada

minuman. Kayu secang bewarna jingga (brazilin) saat awal setelah ditebang dan

dengan cepat berubah warna menjadi merah (brazilein) karena terekspos dengan

oksigen. Ekstrak kayu secang juga digunakan sebagai indikator asam basa karena

pada suasana asam brazilin bewarna kuning (pH 2-5) dan pada suasana basa

brazilein bewarna merah (pH 6-7) (Adawiyah dan Indriati 2003).

Kayu secang memiliki aktivitas farmakologi seperti relaksasi pembuluh

darah, antiaterosklerosis (anti penebalan dinding arteri), analgesik (penahan sakit),

hipoglikemik, antiinflammasi, sitotoksik, antibakteri, antiviral, dan antioksidan

(Jun et al. 2008). Komponen fenol yang terkenal dengan kemampuan antioksidan

yang terdapat pada kayu secang umumnya adalah homoisoflavonoid dan

komponen turunannya, protosappanin A, protosappanin B, brazilin, dan brazilein.

Jun et al. (2008) menyatakan bahwa komponen ini memiliki kemampuan

antioksidan yang berbeda-beda. Ekstrak kayu secang, protosappanin A dan

protosappanin B menunjukkan inhibisi yang lebih besar terhadap MDA dan

hidrogen peroksida sedangkan brazilein menunjukkan kemampuan dalam

menangkap radikal hidroksil.

17

Ekstrak kayu secang secara tradisional digunakan sebagai obat diabetes oleh

masyarakat di Kalimantan Barat. Ekstrak methanol dari kayu secang

menunjukkan aktivitas antihiperglikemik dengan metode toleransi glukosa

(Widiyanto 2006). Menurut penelitian Moon et al. (1990), brazilin secara

signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes

dengan meningkatkan sensitivitas insulin dan tidak terdapat kenaikan dalam kadar

insulin. Selain itu, terdapat kenaikan pada sintesis glikogen, glikolisis, dan

oksidasi glukosa pada otot pada hewan diabetes yang diberi brazilin 3 x 500 mg

sehari selama 14 hari. Komponen kaesalpin P, sappankalkon, 3-deoksisappanon,

brazilin, dan protosappanin A telah diidentifikasi sebagai inhibitor terhadap enzim


aldosa reduktase yang dapat menyebabkan komplikasi pada diabetes, dimana

pemberian sappankalkon dengan dosis sebesar 105 mol/l dapat menghambat

aldosa reduktase sebesar 84% (Moon 1986 dan Morota et al. 1990 dalam Li et al.

2004) sehingga dapat menghambat terjadinya diabetes neuropati.

Anda mungkin juga menyukai