PENELITIAN
Disusun oleh:
Aurea Stella Soetjipto/00000000168
Jessica Cleantha /00000001634
Dibimbing oleh:
Dr. dr. Shirley L. Moningkey, M.Kes
dr. Dewi Anita Etikasari
Disusun Oleh:
Aurea Stella Soetjipto (00000000168)
Jessica Cleantha (00000001634)
Disetujui oleh:
Pembimbing
DR. dr. Shirley Ivonne Moningkey, M. Kes dr. Dewi Anita Etikasari
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan
Tingkat Pengetahuan Hipertensi dengan Terkontrolnya Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi di Puskesmas Sindang Jaya, Tangerang”. Adapun penelitian ini dibuat
dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan
Masyarakat untuk Yudisium Program Studi Profesi Dokter.
Penelitian ini dilakukan selama kegiatan kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas Sindang Jaya sejak tanggal 30 April – 23 Juni 2018.
Melalui serangkaian bimbingan dan pengarahan sebelum dan selama kepaniteraan
ini berlangsung, kami mencoba menyusun dan menyajikan penelitian Hubungan
Tingkat Pengetahuan Hipertensi dengan Terkontrolnya Pada Pasien Hipertensi Di
Puskesmas Sindang Jaya, Tangerang
Penelitian ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan, serta kerjasama dalam hasil
penelitian ini. Kami juga ingin secara khusus mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Shirley I. Moningkey, M. Kes, selaku dosen pembimbing
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan arahan dan bimbingan dalam menyusun
dan melaksanakan penelitian ini.
2. dr. Dewi Anita Etikasari, selaku Kepala Puskesmas Sindang Jaya, yang
telah memberikan kami kesempatan berpartisipasi dalam pelayanan dan
melakukan observasi dalam seluruh program di Puskesmas Sindang Jaya
serta turut membimbing dalam pelaksanaan penelitian ini.
3. Staff Puskesmas Sindang Jaya yang telah memberikan kontribusi selama
kami menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas Sindang Jaya.
4. Kepada seluruh pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu yang
terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan
penelitian ini.
iii
Kami menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna serta
membutuhkan masukan dan saran agar dapat menjadi lebih baik lagi. Oleh karena
itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam
penyusunan penelitian ini serta selama menjalankan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Sindang Jaya. Kami mengharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penelitian ini agar dapat
menjadi lebih baik dan berguna.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
4.10. Jadwal Penelitian ............................................................................... 41
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................ 42
5.1. Hasil Analisis ........................................................................................ 42
5.2. Pembahasan Hasil ................................................................................. 50
BAB VI KESIPULAN DAN SARAN .................................................................. 52
6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 52
6.2. Saran...................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 54
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
ABSTRAK
9
ABSTRACT
Background. Hypertension is still the most preventable disease which the cases
keep increasing todays onward. Most of the hypertension cases are still
uncontrollable. One of the reasons of uncontrolled blood pressure is less knowledge
about hypertension. Knowledge about hypertension is one of the important factors
in blood pressure control because it influences the result of the treatment and the
natural history of hypertension.
Aim. The aim of this study is to know the association of knowledge about
hypertension and blood pressure control in patients with hypertension at Puskesmas
Sindang Jaya, Tangerang.
Methods. This is an analytic observational with cross-sectional design study done
at Puskesmas Sindang Jaya on April to June 2018. The total samples of this
research are 70 people. The samples are taken by non randome consecutive
sampling with inclusion and exclusion criterias. The data is collected from
questionnaire and blood pressure measuring with sphygmomanometer. Collected
samples will be managed using SPSS 20 and analyzed by Chi-square test and
multiple logistic regression.
Results. The results of the study show that from 29 people with good knowledge
about hypertension, 20 people (69%) have controlled blood pressure and 9 people
(31%) have uncontrolled blood pressure. On the other hand, from 41 people with
bad knowledge about hypertension, 30 people (73,2%) have uncontrolled blood
pressure and 11 people (26,8%) have controlled blood pressure. There is significant
association between knowledge about hypertension and blood pressure control
(p=0,001). Besides, there are other factors correlated with blood pressure control
in patients with hypertension such as, sex and duration of having hypertension.
Knowledge about hypertension shows the highest association among others (OR
4,00 CI 95% 0.7-4.2).
Conclusion. The conclusion of this study is there is a significant correlation
between knowledge about hypertension and blood pressure control in patients with
hypertention (p=0,001).
10
BAB I PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) 2013 menyatakan bahwa pada tahun 2008,
sekitar 40% dari golongan dewasa yang berumur diatas 25 tahun mengidap
hipertensi. Angka tersebut meningkat dari 600 juta orang pada tahun 1980 menjadi
1 miliar orang pada tahun 2008.1 Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, Rerata
prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 25,8% dan semakin meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Khususnya sebanyak 25% pada penduduk Banten. 2 Di
sisi lain, tingginya prevalensi diikuti oleh tingginya persentese hipertensi yang tidak
terkontrol, terutama di Puskesmas.3,4Studi di Puskesmas Padang Pasir tahun 2011,
menunjukkan persentase pasien hipertensi tidak terkontrol sebanyak 82,1%,3 studi
lainnya di Puskesmas Perumnas Pontianak tahun 2014, memaparkan persentase
pasien hipertensi tidak terkontrol sebanyak 77%.4 Tingginya persentase hipertensi
tidak terkontrol meningkatkan resiko manifestasi komplikasi hipertensi pada
pasien. 5
Tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit sangat penting untuk
merubah perilaku seseorang. Edukasi mengenai suatu penyakit dalam masyarakat
merupakan intervensi yang memungkinkan dan dapat membantu dalam hasil
keluaran suatu penyakit.5 Tingkat pengetahuan pada masyarakat sangat dipengaruhi
oleh intervensi masing-masing tenaga kesehatan pada suatu wilayah. Diketahui
bahwa pengetahuan mengenai suatu penyakit sangat penting dalam memengaruhi
hasil keluaran dari pengobatan dan perjalanan penyakit terutama hipertensi. 6
Hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap terkontrolnya tekanan darah
masih belum jelas. Penelitian oleh Wulansari et, al 7 di Surakarta dan oleh Almas
et8, al di Pakistan menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat
pengetahuan mengenai hipertensi dan terkontrolnya tekanan darah. Namun disisi
lain, penelitian oleh Mahmud et, al di Turki menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara ke-dua variabel tersebut meskipun telah diikutkan kedalam
analisis multivariat (p>0.05). 9 Pada penelitian ini kami ingin melihat hubungan
11
antara tingkat pengetahuan mengenai hipertensi dengan terkontrolnya tekanan
darah, khususnya pada Puskesmas Sindang Jaya, Tangerang.
Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan tingkat pengetahuan hipertensi dengan kontrol tekanan darah terutama di
Puskesmas Sindang Jaya, Tangerang. Diharapkan dengan adanya penelitian ini,
dapat mengetahui kondisi lapangan dan dipergunakan untuk evaluasi dan upaya
promosi kesehatan pada pasien hipertensi terutama pada Puskesmas Sindang Jaya.
12
1.4.2. Tujuan Khusus
- Mengetahui besarnya prevalensi pasien hipertensi terkontrol dan
tidak terkontrol di Puskesmas Sindang Jaya, Tangerang
- Mengetahui tingkat pengetahuan pasien hipertensi di Puskesmas
Sindang Jaya mengenai penyakitnya.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
14
2.2. Hipertensi
2.2.1. Definisi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan pada pembuluh darah
meningkat secara permanen yang menyebabkan tekanan darah meningkat atau
lebih tinggi dari normal. Hipertensi dapat dikatakan bila tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg dan/atau diastolic ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dalam keadaan
cukup tenang atau istirahat dengan selang waktu 5 menit.2,12
2.2.2. Epidemiologi
Hingga saat ini, hipertensi masih merupakan salah satu penyakit yang dapat
dicegah terbanyak dan masih diderita oleh jutaan manusia di dunia ini. Sebanyak
74,5 juta penduduk yang berusia lebih dari 20 tahun di Amerika didiagnosis
menderita hipertensi. Walaupun berbagai macam obat antihipertensi telah tersedia,
hipertensi tetap tidak terkontrol. 13 Di negara berkembang, hanya 29,6% pasien laki-
laki dan 24% pasien perempuan dengan hipertensi yang terkontrol. Di negara maju,
33,2% pasien laki-laki dan 38,4% pasien perempuan dengan hipertensi yang
memiliki hipertensi yang terkontrol. 14
15
pada sekitar 25% penduduk di Banten. 15 Di Puskesmas Sindang Jaya, hipertensi
merupakan diagnosis terbanyak yang ditemukan pada pasien.
Secara keseluruhan, angka kejadian hipertensi pada pria dan wanita adalah
sama walaupun berbeda dalam kelompok umurnya. Hipertensi lebih banyak
diderita laki-laki pada pasien berumur 65 tahun keatas. Hipertensi merupakan hal
yang umum terjadi pada lansia. Amerika Serikat mengeluarkan biaya sekitar 47,5
miliar dollar setiap tahunnya untuk pasien dengan hipertensi untuk membayar biaya
tenaga medis, medikamentosa, dan izin kerja.16 Menurut WHO, masyarakat Asia
Tenggara memiliki angka kesadaran terhadap hipertensi dan angka terkontrolnya
tekanan darah sangat rendah. Pertanyaan untuk menilai kesadaran akan hipertensi
yang diajukan WHO berupa pengertian, terapi, dan kontrol tekanan darah. Di
Indonesia, hanya 24% pasien dengan hipertensi yang sadar terhadap penyakitnya.
Sehingga, diperlukan peran serta tenaga medis dalam memberikan edukasi
mengenai hipertensi. 17
2.2.3. Klasifikasi
Berdasarkan tingginya tekanan darah, hipertensi diklasifikasikan menjadi,
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa (> 18 tahun)8
Klasifikasi Tekanan darah Tekanan darah
sistolik (mmHg) diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 – 90
Hipertensi derajat 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Tekanan darah sistolik yang melebihi 180 mmHg dan/atau diastolic lebih
dari 120 mmHg merupakan hipertensi yang berbahaya/darurat. Hipertensi dengan
tekanan darah seperti di atas dapat digolongkan menjadi, 18
a. Hipertensi emergensi
Diagnosis hipertensi emergensi ditegakkan bila tekanan darah sistolik
lebih dari 180 mmHg atau tekanan darah diastolic lebih dari 120 mmHg
dengan adanya kerusakan organ target yang akut. Pasien dengan hipertensi
emergensi memelurkan obat antihipertensi kerja cepat secara intravena
16
(dalam menit/jam) untuk menurunkan tekanan darahnya secara intensif,
melindungi fungsi organ, menghilangkan gejala, mengurangi komplikasi, dan
memperbaiki kualitas hidup. Contoh pasien dengan hipertensi emergensi
antara lain, pasien dengan diseksi aorta, edema pulmonal, infark miokard
akut, angina pectoris tidak stabil, gagal ginjal akut, stroke pendarahan atau
sumbatan akut, eclampsia atau preeklampsia, dsb.
b. Hipertensi urgensi
Hipertensi urgensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 180 mmHg atau diastolic lebih dari 120 mmHg pada pasien yang stabil
tanpa adanya bukti kerusakan organ target akut baik secara klinis maupun
pemeriksaan laboratorium. Pasien dengan hipertensi urgensi memelurkan
penurunan tekanan darah dalam dalam kurun waktu 24-48 jam (lebih lama
dari hipertensi emergensi).
2.2.5. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi,
1. Hipertensi primer/esensial
Hipertensi esensial terjadi pada lebih dari 90% kasus hipertensi dan
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah dengan penyebab yang tidak
17
dapat diketahui (idiopatik). Hipertensi primer tidak dapat disembuhkan, tapi
dapat dikontrol dengan terapi yang adekuat (modifikasi gaya hidup dan
medikamentosa). Salah satu faktor yang berperan penting dalam terjadinya
hipertensi primer adalah faktor genetik dimana semakin bertambahnya usia,
kemungkinan terjadinya tekanan darah tinggi semakin meningkat. 8,19
2. Hipertensi sekunder/non esensial
Hipertensi sekunder (10% kasus) terjadi karena penyebab yang jelas,
seperti penyakit ginjal, pemakaian obat tertentu (seperti pil KB) atau kelainan
hormonal, dsb. Mengontrol kondisi medis atau menghilangkan zat-zat
tertentu dapat menyebabkan penurunan tekanan darah. Penyebab tersering
dari hipertensi sekunder adalah gangguan ginjal kronis. 8,10
2.2.6. Patofisiologi
Dua faktor awal yang berperan dalam timbulnya hipertensi primer adalah
hormonal (hormone natriuretic, sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA)) atau
gangguan elektrolit (natrium, klorida, kalium). Hormon natriuretic menyebabkan
peningkatan kadar natrium dalam sel yang menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Sistem RAA mengatur natrium, kalium, dan volume darah, yang kemudian
mengatur tekanan darah di pembuluh arteri. Dua hormone yang terlibat dalam
sistem RAA adalah angiotensin II dan aldosterone. Angiotensin II menyebabkan
penyempitan pembuluh darah, peningkatan pelepasan zat kimia yang meningkatkan
tekanan darah, dan meningkatkan produksi aldosterone. Vasokonstriksi dari
pembuluh darah meningkatkan tekanan darah (luas area berkurang, volume tetap –
peripheral resistance bertambah), dan tekanan pada jantung. Aldosteron
18
menyebabkan natrium dan air tinggal dalam darah sehingga volume darah semakin
besar dan meningkatkan tekanan pada jantung dan tekanan darah.
2.2.8. Tatalaksana
- Terapi lini pertama
Terapi lini pertama hipertensi adalah terapi non medikamentosa
(modifikasi gaya hidup) dan terapi medikamentosa (untuk menurunkan
tekanan darah dan mencegah serangan jantung). Modifikasi gaya hidup perlu
dilakukan oleh semua pasien hipertensi untuk membantu menurunkan
tekanan darah. Perubahan gaya hidup yang dapat dilakukan antara lain,
berhenti merokok, mengontrol kadar gula darah dan lemak, mengatur pola
makan (diet), dan olahraga. Pola makan yang dianjurkan adalah makan
makanan sehat (DASH diet)20, mengurangi konsumsi alkohol, dan
19
mengurangi intake garam hingga kurang dari 2300 mg/hari. DASH diet
berfokus pada makanan seperti buah-buahan, sayuran, gandum utuh, produk
dari unggas, dan ikan dan meminimalkan jumlah asupan makanan manis,
minuman manis, dan daging merah.5 DASH diet merekomendasikan asupan
alkohol tidak lebih dari 2 botol/hari untuk laki-laki dan tidak lebih dari 1
botol/hari untuk perempuan. Jumlah asupan natrium yang tinggi dapat
menyebabkan penambahan volume darah sehingga tekanan yang dibutuhkan
jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh menjadi bertambah dan
tekanan darah meningkat. AHA merekomendasikan konsumsi natrium tidak
lebih dari 1500 mg/hari. Olahraga yang dianjurkan berupa aktivitas sedang
hingga berat, seperti aerobic dan latihan ketahanan, selama ± 40 menit tiap
sesi sebanyak 3 – 4 hari/minggu. Contoh aerobic antara lain, jalan, lari,
berenang, dan bersepeda. 21
20
Sedangkan pada pasien ≥ 60 tahun, terapi medikamentosa dimulai ketika
tekanan darah sistolik ≥ 150 atau diastolik ≥ 90 mmHg dengan target TD <
150/90 mmHg. Pasien hipertensi dengan gangguan ginjal kronis atau diabetes
mellitus memiliki target tekanan darah < 140/90 mmHg. Terapi tidak perlu
diubah bila tekanan darah sistolik < 140 mmHg selama tidak menimbulkan
efek samping terhadap kesehatan atau kualitas hidup. 4,6,23
Tujuan dari pemberian terapi medikamentosa adalah untuk memcapai
target dan mempertahankan tekanan darah. Jika target tidak dicapai dalam 1
bulan pengobatan, pada dosis obat awal dapat dinaikkan atau obat kedua jenis
lain dari terapi lini pertama dapat ditambahkan. Kombinasi obat dapat
digunakan sebagai terapi awal bila TD sistolik ≥ 160 mmHg dan/atau
diastolic > 100 mmHg atau TD sistolik > 20 mmHg diatas target dan/atau
diastolic > 10 mmHg diatas target. Jika dua obat tidak cukup untuk memenuhi
target tekanan darah, maka obat ketiga dapat ditambahan. Golongan obat lain
(alternatif) dapat digunakan bila terapi lini pertama gagal mencapai target
tekanan darah.
Menurut JNC 8, pilihan terapi medikamentosa awal antara lain,
penyekat ACE (ACE inhibitor/ACEI), angiotensin receptor blocker (ARB),
thiazide diuretic, dan calcium channel blocker (CCB). JNC 7
merekomendasikan tiazid sebagai lini pertama sebagai anti-hipertensi karena
terdapat bukti yang menunjukkan kemampuannya dalam menurunkan resiko
penyakit jantung, stroke, serangan jantung, dan kematian. Contoh thiazide
untuk hipertensi antara lain, metolazone, klortalidone, hidroklorotiazid, dan
indapamid (paling sering digunakan adalah hidroklorotiazid dan klortalidon).
Diuretik tiazid menghambat absorbsi natrium dan klorida dalam ginjal
sehingga menyebabkan air dan elektrolik dikeluarkan, volume darah
berkurang, dan meringankan tekanan pada jantung. Selanjutnya, diuretic
menyebabkan pembuluh darah dilatasi dan penurunan tekanan darah jangka
panjang. Efek samping tiazid yang umum antara lain, meningkatnya rasa
haus, rasa ingin berkemih, pusing berputar, dan hipotensi. Pasien dapat
disarankan untuk minum obat saat pagi untuk mencegah BAK saat malam.
Efek samping yang perlu diwaspadai antara lain gangguan elektrolit (rendah
21
kalium, asam urat meningkat, rendah magnesium, dan glukosa meningkat).
Efek samping gangguan elektrolit tidak signifikan pada dosis terapi hipertensi
yang rendah (12.5 – 25 mg/hari).
Penghambat kanal kalsium yang dapat digunakan antara lain
amlodipine, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin jangka panjang, dan
nisoldipin. Penghambat kanal kalsium (CCB) mengikat kanal kalsium yang
ditemukan pada pembuluh darah sehingga kalsium tidak dapat memasuki sel
otot pada pembuluh darah dan terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
penurunan tekanan pada jantung, dan penurunan tekanan darah. Efek samping
yang umum dari CCB antara lain, sakit kepala, pusing, muka merah, dan
pembengkakan kaki dan tangan.
Penyekat ACE mencegah pembentukan angiotensin II dengan
menghambat enzim yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II merupakan hormone dalam tubuh yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah dan memicu pelepasan hormone lain,
aldosteron, yang mempertahankan natrium dan air dalam tubuh. Konstriksi
pembuluh darah dan peningkatan volume (karena natrium dan air)
meningkatkan tekanan darah. Dengan menghambat pembentukan angiotensin
II, tekanan darah dapat diturunkan. Penghambat ACE ditemukan dapat
mencegah kematian pada pasien dengan gagal jantung setelah serangan
jantung dan mengurangi proteinuria pada pasien diabetes. Pasien dengan
penyekat ACE yang batuk (biasanya timbul setelah 2 minggu pengobatan),
disarankan untuk tidak melanjutkan pengobatan. Biasanya batuk akan
membaik dalam seminggu. ARB merupakan jenis antihipertensi yang mirip
dengan penyekat ACE, dimana mencegah kerja angiotensin pada tekanan
darah. Namun, ARB tidak mencegah pembentukan angiotensin II melainkan
menghambat ikatan angiotensin II pada reseptornya, sehingga tekanan darah
tidak meningkat. Karena mekanisme kerja yang mirip, kedua jenis obat ini
disarankan untuk digunakan bersamaan sebagai terapi hipertensi. ARB sama
efektifnya dengan penyekat ACE, namun memiliki efek samping lebih
sedikit. Efek samping penyekat ACE dan ARB yang umum adalah hipotensi,
sakit kepala, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan yang perlu diwaspadai
22
adalah angioedema dan kadar kalium yang tinggi. Baik penyekat ACE
maupun ARB, keduanya tidak disarankan untuk wanita hamil karena dapat
meningkatkan resiko komplikasi janin.
23
pada jantung, yang stimulasinya dapat menyebabkan laju jantung meningkat
dan memberikan tekanan pada jantung. Penghambat beta tidak digunakan
sebagai lini pertama karena penghambat beta memiliki resiko serangan
jantung dan stroke lebih tinggi dan menurut JNC 8, tidak efektif dalam
menurunkan tekanan darah jika dipakai sebagai lini pertama. Namun,
penghambat beta dapat digunakan sebagai lini pertama bila pasien memiliki
indikasi yaitu memiliki riwayat stroke atau serangan jantung. Sedangkan,
aldosterone antagonist, seperti spironolactone dan eplerenon, menghambat
kerja aldosteron, yaitu meningkatkan absorpsi garam dan air di ginjal yang
dapat meningkatkan volume darah dan tekanan darah, sehingga tekanan darah
turun. Penghambat alfa 2 seperti, klonidin, guanfasin, dan metildopa, bekerja
pada otak untuk menghambat neurotransmitter (zat kimia yang saling
berkomunikasi dalam tubuh) dalam meningkatkan laju jantung dan tekanan
darah. Efek samping seperti pusing, lelah, sakit kepala, dan mengantuk
membatasi penggunaannya. Sedangkan penghambat alfa 1 (eg. Doxazosin,
prazosin, terazosin) menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah kecil
sehingga tekanan darah turun. Vasodilator lain seperti aminoxidil dan
hidralazin, bekerja dengan cara melebarkan pembuluh darah untuk
mengurangi tekanan darah dan digunakan sebagai pilihan terakhir dalam
terapi hipertensi.
2.2.9. Komplikasi
Menurut WHO, hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian dini di
seluruh dunia, sekitar 12,8% dari seluruh kematian. Peningkatan tekanan darah
dalam jangka waktu lama yang tidak terdeteksi secara diri dan tidak mendapat
pengobatan yang adekuat dapat merusak pembuluh darah (seperti pengerasan dan
penebalan arteri/arterosklerosis) dan fungsi organ. Hal ini meningkatkan resiko
masalah kesehatan yang berbahaya seperti serangan jantung, gagal ginjal, penyakit
jantung koroner, gagal jantung kronis, stroke, atau aneurisma. Pada 70% pasien
yang mengalami serangan jantung untuk pertama kalinya telah memiliki hipertensi
dan 80% pasien yang terkena stroke juga menderita hipertensi. 2
24
2.3. Pengetahuan
2.3.1. Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui (kepandaian) atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan
dengan hal (mata pelajaran). 24 Proses pembelajaran seseorang dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu, faktor internal (e.g. motivasi), dan faktor eksternal (e.g. informasi yang
tersedia, kondisi sosial budaya). 25 Menurut Notoadmodjo, pengetahuan merupakan
sesuatu yang diketahui setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi tindakan seseorang (terbentuknya perilalku). Dalam bidang
kesehatan, perilaku tersebut akan berdampak pada status kesehatannya.
Pengetahuan diperoleh dari usaha seseorang mencari tahu terlebih dahulu terhadap
rangsangan berupa objek dari luar melalui proses sensori dari interaksi antara
dirinya dengan lingkungan sehingga memperoleh pengetahuan baru tentang suatu
objek. Berdasarkan bentuknya, pengetahuan dapat dibagi menjadi, 26
1. Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang tertanam dalam bentuk
pengalaman seseorang yang didasari oleh keyakinan pribadi, perspektif, dan
prinsip. Pengetahuan implisit seringkali berisi kebiasaan dan budaya yang
sulit diberikan kepada orang lain baik secara tertulis maupun lisan.
2. Pengetahuan eksplisit
Pengethuan eksplisit merupakan pengetahuan yang memiliki
wujud/bentuk nyata (sudah didokumentasikan), seperti dalam wujud perilaku
kesehatan. Pengetahuan eksplisit dapat tergambat dari tindakan-tindakan
seseorang seperti, perilaku kesehatan.
25
formal mapun non formal yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan
membuka wawasan seseorang untuk menerima informasi baik dari orang lain,
buku, atau media massa. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang,
semakin mudah baginya untuk menerima hal/informasi baru dan
menyesuaikan diri. Informasi yang diterima akan menambah pengetahuan
seseorang tentang suatu hal. Pengetahuan yang diterima dapat berupa
pengetahuan yang positif atau negatif yang kemudian dapat menentukan
sikap seseorang. Pengetahuan yang positif akan menumbuhkan sikap yang
positif.
b. Minat
Minat merupakan suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu. Seseorang yang memiliki minat akan sesuatu hal
menjadikannya untuk mau mencoba dan menekuni hal tersebut hingga
akhirnya mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam.
c. Sosial dan ekonomi
Lingkungan sosial mendukung tingkat pengetahuan seseorang melalui
kebiasaan dan tradisi yang ada di lingkungan. Pengetahuan ini akan
didapatkan dengan memperhatikan lingkungan sekitar. Selain itu, tingkat
ekonomi seseorang juga mendukung tingginya pengetahuan yang dimilikinya
melalui tingkat pendidikan yang ditempuh dan kemampuan memperoleh
fasilitas untuk menunjang kegiatan tertentu.
d. Usia
Usia seseorang akan mempengaruhi daya tangkap dan pola pikirnya.
Usia seseorang yang semakin bertambah akan mengubah aspek fisik dan
psikologis seseorang. Aspek fisik mengalami perubahan akibat pematangan
fungsi organ, yang antara lain berupa, perubahan ukuran, proporsi, hilangnya
ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Sedangkan aspek psikologis dapat
berupa pematangan daya tangkap dan pola pikir, kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal, sehingga sesorang menjadi
semakin dewasa dan pengetahuan yang diperolehnya menjadi semakin baik.
Namun, beberapa teori berpendapat bahwa intelligence quotient (IQ)
seseorang akan mengalami kemunduran sejalan dengan bertambahnya usia.
26
e. Pengalaman
Pengalaman merupakan cara untuk memperoleh kebenaran tentang
pengetahuan yang diperolehnya dengan cara memecahkan masalah yang
dihadapi di masa lalu. Pengalaman seseorang dipengaruhi oleh umur dan
pendidikan, sehingga semakin tinggi pendidikan dan semakin tua umur
seseorang maka pengalamannya akan semakin banyak. Pengalaman dalam
bekerja yang dikembangkan akan memberikan pengetahuan, keterampilan
professional, dan kemampuan mengambil keputusan.
f. Informasi atau media massa
Informasi dalam kehidupan sehari-hari diperoleh dari pengamatan
terhadap dunia sekitar yang berupa gambar, tulisan, suara, kode, program
computer, dan basis data. Kemudahan dalam memperoleh informasi dapat
membantu seseorang dalam meningkatkan pengetahuannya. Selain itu,
berkembangnya teknologi akan ketersediaan media massa dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru dan
mengarahkan opini masyarakat memalui pesan yang disediakan.
g. Lingkungan dan kultur
Lingkungan dan kultur (budaya dan agama) juga berpengaruh terhadap
tingkat pengetahuan seseorang. Seseorang yang tinggal diperkotaan memiliki
pola pikir yang rasional sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki dan
terbuka terhadap perkembangan yang baru. Sedangkan, seseorang yang
tinggal di pedesaan cenderung memegang kuat kebudayaan atau mitos yang
ada sehingga informasi yang baru akan lebih banyak disaring dan disesuaikan
sesuai dengan budaya dan agama yang dimilikinya.
27
- Pemahaman (comprehension): menyebutkan dan menginterpretasikan
lebih lanjut (seperti paraphrasing, dan diskusi)
- Aplikasi (application): dapat menggunakan informasi yang ada pada
situasi dalam kehidupan sehari-hari yang tepat
- Analisis (analysis): mampu menjabarkan suatu isi komunikasi dan
melihat hubungan diantaranya
- Pembentukan (synthesis): dapat menggabungkan hal-hal yang tidak
beraturan kedalam suatu bentuk yang utuh
- Evaluasi (evaluation): membuat penilaian terhadap suatu bahan atau
metode.
28
komplikasi hipertensi jangka panjang. Jawaban dibagi menjadi “benar” dan
“salah”. Jawaban benar mendapat nilai 1 dan jawaban salah atau “tidak tahu”
mendapat nilai 0. Nilai yang lebih tinggi menunjukkan pengetahuan yang lebih
baik. Pasien dengan jawaban yang salah lebih dari atau sama dengan 3 (nilai: < 7)
dikatakan memiliki pengetahuan yang buruk, nilai 8 dikatakan pengetahuan sedang,
dan nilai 9 – 10 berarti pengetahuan baik.22 Di samping itu, penelitian tersebut
memberikan saran untuk penelitian berikutnya agar menurunkan nilai tekanan
darah (130/80) pada pertanyaan nomor 1 menjadi < 120/80 sesuai dengan panduan
hipertensi terbaru.22 Sehingga, penulis mengganti pertanyaan nomor 1 menjadi
“tekanan darah 115/75”.
29
singkat. Salah satu jawaban yang banyak ditemukan salah adalah hipertensi yang
bertahan seumur hidup, dimana hal ini dapat menimbulkan konsekuensi yang buruk
(pemenuhan minum obat antihipertensi). Pasien yang menyadari kualitas hidupnya
akan menurun dengan peningkatan tekanan darah, memiliki kemauan patuh minum
obat yang lebih tinggi.23
Pasien dengan hipertensi perlu memahami pentingnya minum obat teratur dan
modifikasi gaya hidup (diet rendah garam, penurunan berat badan, atau olahraga)
untuk mencapai tekanan darah yang terkontrol. 21 WHO menemukan bahwa
masyarakat Asia Tenggara masih memiliki jumlah obat antihipertensi yang
terjangkau yang rendah dan edukasi tentang pola hidup sehat (diet rendah garam
dan olahraga teratur) yang rendah.8 Pengetahuan yang kurang akan efek diet dan
berat badan terhadap tekanan darah ini, berperan dalam kontrol tekanan darah yang
buruk. Penelitian yang lain juga menemukan adanya hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan kepatuhan diit pasien hipertensi (p value < 0,05). 34
Meningkatnya pengetahuan akan mendorong seseorang untuk berperilaku lebih
baik (mandiri dalam melakukan modifikasi gaya hidup, keteraturan berobat untuk
mencegah terjadinya komplikasi hipertensi) dalam mengontrol hipertensi sehingga
tekanan darahnya tetap terkendali.5,22,24
Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan sesoerang adalah
tingkat pendidikannya. Pendidikan pasien memiliki peran yang penting dalam
membantu pasien menerima diagnosisnya dan mengerti perubahan gaya hidup yang
dibutuhkan sebagai bagian dari pengobatan. Pendidikan yang rendah akan
menyusahkan pasien dalam menangkap edukasi yang diberikan tenaga medis
sehingga menghambat pencapaian tekanan darah yang terkontrol.21 Terdapat
penelitian yang menemukan bahwa program edukasi hipertensi mampu
meningkatkan prevalensi hipertensi yang terkontrol. 35
30
BAB III KERANGKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Keterangan :
: proses stimulasi
: variabel
: variabel yang akan diteliti
31
3.2. Kerangka Konsep
Komorbid lain
- Penyakit ginjal kronis
- Diabetes Melitus
- Gangguan tiroid
- Ibu yang menggunakan pil KB
Tingkat Pengetahuan
tentang Hipertensi Terkontrolnya tekanan darah
- Usia
- Jenis Kelamin
- Indeks Massa Tubuh
- Status Perokok
- Tingkat Pendidikan
- Lama Menderita Hipertensi
Keterangan :
: Variabel independen
: Variabel dependen
: Variabel perancu yang akan dikontrol dengan cara restriksi
: Variabel perancu yang akan dikontrol dengan analisis
32
3.3. Hipotesis Penelitian
- Tingkat pengetahuan mengenai hipertensi berpengaruh terhadap
terkontrolnya tekanan darah pasien hipertensi di Puskesmas Sindang
Jaya, Tangerang.
- Pasien dengan hipertensi tidak terkontrol memiliki tingkat pengetahuan
yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan hipertensi terkontrol.
Skala
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran
Pengukuran
Hipertensi27 Peningkatan Sphygmo Status hipertensi (ya / tidak) nominal
tekanan darah manome- ditentukan berdasarkan dua
sistolik lebih dari ter kali pengukuran dengan
140 mmHg dan selang waktu lima menit
tekanan darah dalam keadaan cukup
diastolik lebih istirahat/ tenang
dari 90 mmHg Terkontrolnya tekanan darah
dideskripsikan sebagai
berikut:
>18 tahun hingga <60 tahun
TD <140/90 mmHg
≥60 tahun
TD< 150/90 mmHg
Usia Satuan waktu Kuesioner 1. Kelompok 1 = Usia lanjut nominal
yang mengukur jika subjek ≥ 60 tahun
33
waktu keberadaan 2. Kelompok 2 = usia < 60
suatu benda atau tahun
makhluk, baik (PP RI no.43 tahun 2004)
yang hidup mau-
pun yang mati
Jenis Karakteristik Kuesioner 1. Laki-laki nominal
Kelamin biologis yang 2. Perempuan
dilihat dari
penampilan luar
Indeks Massa Penilaian status Alat ukur 1. Tidak Berlebih (IMT < nominal
Tubuh gizi yang dihi- tinggi 22,9 kg/m2)
tung dengan cara badan dan 2. Berlebih (IMT ≥ 23
berat dalam kilo- berat kg/m2)
gram dibagi badan
dengan kuadrat
tinggi dalam
meter
Status Perilaku Kuesioner Status perokok dikategorikan nominal
Perokok seseorang sebagai berikut:
mengonsumsi 1. Bukan perokok
produk tembakau 2. Perokok
Status Tingkat Kuesioner 1. Pendidikan kurang : tidak nominal
Pendidikan seseorang sekolah, SD – SMP
mendapatkan 2. Pendidikan cukup: SMA –
pendidikan resmi S1/D3
Tingkat Sesuatu yang Kuesioner 1. Tingkat pengetahuan baik nominal
pengetahuan diketahui seseo- bila skor ≥ 7
hipertensi rang mengenai 2. Tingkat pengetahuan
hipertensi buruk bila skor < 7
Lama Durasi seseorang Kuesioner 1. Lama menderita hipertensi nominal
menderita sejak awal < 5 tahun
hipertensi didiagnosis
34
hipertensi oleh 2. Lama menderita hipertensi
tenaga kesehatan ≥ 5 tahun
yang kompeten
35
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
36
4.5. Instrumen dan Cara Penelitian
4.5.1. Instrumen dan data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah:
- Lembar persetujuan (informed consent) (Lampiran 1)
- Form penelitian (Lampiran 2)
- Pena
- Komputer
- Rekam medis:
• Data sosiodemografi pasien: jenis kelamin, usia, alamat.
• Data riwayat penyakit pasien: Riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu
4.5.2. Cara pengambilan sampel
Subjek penelitian diambil dengan menggunakan teknik pengambilan
consecutive sampling. Pasien rawat jalan yang didiagnosis dengan hipertensi di
puskesmas Sindang Jaya akan dipilih secara konsekutif hingga jumlah sampel yang
dibutuhkan terpenuhi
Subjek yang dikumpukan merupakan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi/eksklusi. Apabila sesuai maka subjek akan diberikan penjelasan sesuai
protokol dan dimintakan persetujuannya untuk ikut dalam penelitian ini. Apabila
setuju, prosedur pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
1. Pihak peneliti mengambil data yang diperlukan untuk mengisi form
penelitian melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik (tekanan darah dan
antropometri) yang merupakan kajian saat pasien datang.
2. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam database penelitian
berdasarkan setiap nomor subjek dan diikutkan dalam analisis data
37
4.6. Estimasi Besar Ssampel
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan derajat hipertensi dengan
gangguan kognisi, oleh karena itu untuk menghitung sampel digunakan rumus uji
analitik komparatif kategorik tidak berpasangan 2 kelompok :
2
[𝑧𝛼 √2𝑃𝑄 + 𝑧𝛽 √𝑝1 𝑞1 + 𝑝2 𝑞2 ]
𝑛=
(𝑝1 − 𝑝2 )2
𝛼 = 0.05 → 𝑧𝛼 = 1.96
𝛽 = 0.20 → 𝑧𝛽 = 0.84
𝑝1 =0. 7 𝑝2 =0.4
𝑞1 =0.3 𝑞2 =0.6
𝑝1 +𝑝2
𝑃= =0.55
2
𝑄 = 1 − 𝑃 =0.45
N= 35x 2=70
Perkiraan besar sampel minimal yang diperlukan adalah 35x 2 = 70 orang subjek
dengan teknik konsekutif non-random sampling.
38
4.7. Alur dan Cara Kerja Penelitian
39
4.8. Pengolahan dan Analisis Data
Pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang telah
terstandarisasi dan kuisioner Tingkat pengetahuan hipertensi. Tabulasi dilakukan
menggunakan program pengumpulan data elektronik Microsoft Excel 2013,
sedangkan analisis data menggunakan program SPSS 20. Data-data kategorik
seperti usia, jenis kelamin, status merokok, dan tingkat pendidikan, kategori tingkat
pengetahuan, status kontrol tekanan darah, status hipertensi akan dijabarkan dengan
menggunakan metode statistik deskriptif (jumlah dan persentase). Data-data
numerik akan dijabarkan dengan melaporkan nilai mean/median dan standar
deviasi.
Pada uji statistik akan dilakukan analisis bivariat untuk mencari hubungan
tingkat pengetahuan hipertensi dengan terkontrolnya tekanan darah dengan uji chi
square untuk mencari nilai p dan menggunakan regresi logistik untuk mencari OR.
Masing-masing faktor perancu seperti status perokok, usia lanjut, status pendidikan,
dan lama menderita hipertensi akan dianalisis dengan chi square/fisher untuk
mencari nilai p dan regresi logistik ods ratio. Semua komponen bermakna akan
dianalisa multivariate menggunakan multiple regresi logistic untuk mencari
adjusted odds ratio dan nilai p.
40
4.10. Jadwal Penelitian
30 April 2018 10 Mei 2018 1 Juni 2018 12 Juni 2018
- - - -
9 Mei 2018 31 Mei 2018 11 Juni 2018 19 Juni 2018
Proposal x
Penelitian
Pengambilan data x
Pengolahan data x x
Analisis Data x
Laporan dan x
Publikasi
41
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
42
Berlebih 39 (55,7%)
Perokok Perokok 15 (21,4%)
Bukan perokok 55 (78,6%)
Dari hasil analisis univariat, subjek yang berjumlah 70 orang terdiri atas 40
(57,1%) wanita dan 30 (42,9%) pria. Usia sampel berkisar antara 43 hingga 80
tahun dengan rerata 57,8 ± 9,38. Kemudian variabel tersebut dibagi menjadi 2
kelompok usia yakni <60 tahun yang terdiri atas 37 (52,9%) orang dan kelompok
usia ≥ 60 tahun yang terdiri atas 33 (47,1%) orang. Berdasarkan tingkat pendidikan
terbagi menjadi tingkat pendidikan rendah 57 (81,4%) orang dan tingkat pendidikan
cukup 13 (18,6%) orang. Indeks masa tubuh pada populasi penelitian berkisar
antara 14,98 - 30,47 kg/m2 dengan rerata 23,76 ± 2,97 kg/m2. Sebanyak 31 orang
(44,3%) memiliki berat IMT kurang-normal dan sebanyak 39 orang (55,7%).
Sebanyak 15 (21,4%) subjek merupakan perokok dan 55 (78,6%) bukan merupakan
perokok.
43
Tabel 7. Data Kategorik Analisis Univariat Karakteristik Penelitian
Karakteristik Kategori N (%)
Tingkat pengetahuan Buruk 41 (58,6%)
Baik 29 (41,4%)
Terkontrolnya tekanan darah Tidak terkontrol 39 (55,7%)
Terkontrol 31 (44,3%)
Lama menderita hipertensi <5 tahun 48 (68,6%)
≥ 5 tahun 22 (31,4 %)
Edukasi Tidak pernah 51 (72,9%)
Pernah 19 27,1%)
44
value sebesar 0,001 yang berarti p<0,05 dan didapatkan odds ratio (OR) 6.061 (CI
95% 2.127 - 17.267)
Tabel 10. Hasil analisis hubungan jenis kelamin dan terkontrolnya tekanan darah
Hipertensi Total Nilai p
Terkontrol Tidak
Terkontrol
n % n % n %
Jenis Laki-laki 19 63,3 11 36,7 30 100 0,08
kelamin Perempuan 12 30 28 70 40 100
31 44,3 39 55,7 70 100
45
Analisis hubungan antara jenis kelamin dan terkontrolnya tekanan darah
memberikan hasil berupa 19 subjek (63,3%) laki-laki memiliki hipertensi yang
terkontrol dan 11 subjek (36,7%) memiliki hipertensi yang tidak terkontrol.
Sedangkan, 12 subjek (30%) perempuan memiliki hipertensi yang terkontrol dan
28 subjek (70%) memiliki hipertensi yang tidak terkontrol. Hasil uji statistic chi-
square menunjukkan p-value 0,08. Nilai p-value < 0,25 akan diikutkan dalam uji
multivariate regresi logistik.
Tabel 11. Hasil analisis hubungan tingkat pendidikan dan terkontrolnya tekanan
darah
Hipertensi Total Nilai p
Terkontrol Tidak
Terkontrol
n % n % n %
Tingkat Tinggi 4 30,8 9 69,2 13 100 0,360
pendidikan Rendah 27 47,4 30 52,6 57 100
31 44,3 39 55,7 70 100 31
5.1.2.5. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Terkontrolnya Tekanan
Darah di Puskesmas Sindang Jaya
Tabel 12. Hasil analisis hubungan indeks massa tubuh (IMT) dan terkontrolnya
tekanan darah
Hipertensi Total Nilai p
46
Terkontrol Tidak
Terkontrol
n % n % n %
IMT Berlebih 15 38,5 24 61,5 39 100 0,336
Tidak 16 51,6 15 48,4 31 100
Berlebih
31 44,3 39 55,7 70 100
Tabel 13. Hasil analisis hubungan status perokok dan terkontrolnya tekanan darah
Hipertensi Total Nilai p
Terkontrol Tidak
Terkontrol
n % n % n %
Status Perokok 10 66,7 5 33,3 15 100 0,077
Perokok Bukan 21 38,2 34 61,8 55 100
perokok
31 44,3 39 55,7 70 100
47
5.1.2.7. Hubungan antara Lama Menderita Hipertensi dan Terkontrolnya Tekanan
Darah di Puskesmas Sindang Jaya
Tabel 14. Hasil analisis hubungan lama menderita hipertensi dan terkontrolnya
tekanan darah
Hipertensi Total Nilai p
Terkontrol Tidak
Terkontrol
n % n % n %
Lama ≥5 15 68,2 7 31,8 22 100 0,009
menderita tahun
hipertensi <5 16 33,3 32 66,7 48 100
tahun
31 44,3 39 55,7 70 100
Tabel 15. Hasil analisis hubungan edukasi mengenai hipertensi dan terkontrolnya
tekanan darah
Hipertensi Total Nilai p
Terkontrol Tidak
Terkontrol
n % n % n %
Edukasi Pernah 8 53,3 7 46,7 15 100 0,56
Tidak 23 41,8 32 58,2 55 100
pernah
31 44,3 39 55,7 70 100
48
Analisis hubungan antara edukasi dan terkontrolnya tekanan darah memberikan
hasil berupa 8 subjek (53,3%) yang pernah mendapat edukasi mengenai hipertensi
memiliki hipertensi yang terkontrol dan 7 subjek (46,7%) memiliki hipertensi yang
tidak terkontrol. Sedangkan, 23 subjek (41,8%) yang tidak pernah mendapatkan
edukasi mengenai hipertensi memiliki hipertensi yang terkontrol dan 32 subjek
(58,2%) memiliki hipertensi yang tidak terkontrol. Hasil uji statistic chi-square
menunjukkan p-value 0,56.
49
5.2. Pembahasan Hasil
Tingkat pengetahuan mengenai hipertensi memiliki hubungan yang
signifikan terhadap terkontrolnya tekanan darah pada pasien hipertensi (p = 0.002).
Pasien dengan tingkat pengetahuan buruk memiliki kemungkinan 6.061 kali untuk
memiliki tekanan darah yang tidak terkontrol dibandingkan dengan pasien dengan
tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh
Almas, et al.6 Pengetahuan yang cukup mengenai hipertensi berhubungan dengan
kontrol tekanan darah dan kepatuhan berobat pasien hipertensi.
Faktor perancu yang direstriksi berdasarkan analisis pada penelitian ini
adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, IMT, status perokok, dan lama
menderita hipertensi, dan edukasi. Setelah analisis bivariat, variabel diatas yang
berhak diikutkan ke analisis multivariat dan secara signifikan berhubungan dengan
kontrol tekanan darah adalah jenis kelamin, status perokok dan lama menderita
hipertensi.
Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan regresi logistik,
didapatkan tingkat pengetahuan yang buruk merupakan faktor independen yang
berpengaruh kuat terhadap tidak terkontrolnya tekanan darah darah (p value
=0,002). Kekuatan hubungan terkuat dimiliki oleh tingkat pengetahuan mengenai
hipertensi (OR 4,135 CI 95% 1.308 - 5.476) diikuti dengan lama menderita
hipertensi (OR 2,127 CI 95%. 0.031 - 3.527). Temuan tersebut sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan adalah faktor
penting yang memengaruhi terbentuknya perilaku seseorang terhadap suatu
penyakit, sehingga akhirnya akan bendampak pada status kesehatannya.23 Tingkat
pengetahuan mengenai hipertensi dapat merubah perilaku dan kepedulian penderita
terhadap penyakitnya. Hal tersebut dapat berupa adaptasi gaya hidup dengan cara
mengonsumsi makanan rendah garam dan lemak, membatasi konsumsi alkohol,
olahraga cukup dengan teratur, dan teknik manajemen emosional. Akses
masyarakat dan paparan terhadap edukasi dapt meningkatkan perubahan perilaku
terhadap penyakitnya. 36 Penelitian lain oleh Li et,al37 juga mendukung hal tersebut,
pasien yang mengetahui faktor risiko hipertensi lebih memiliki kecendrungan
melakukan usaha preventif serta kecendrungan mencari pelayanan medis. Li
menjelaskan bahwa dengan adanya edukasi kesehatan rutin, dan mengunjungi
50
komunitas kesehatan untuk hipertensi dapat membantu dalam kontrol tekanan
darah.
Lama menderita hipertensi juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap
terkontrolnya tekanan darah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya oleh Pierin et al yang menemukan bahwa pasien dengan lama
menderita hipertensi yang lebih pendek memiliki tekanan darah yang kurang
terkontrol dibandingkan pasien yang menderita hipertensi lebih lama. Hal ini
disebabkan oleh karakteristik dari kronisnya suatu penyakit, kurang spesifiknya
gejala dan komplikasi jangka panjang yang disebabkan oleh hipertensi yang tidak
terkontrol, dan juga lamanya suatu penyakit didiagnosis, menjadi faktor
penghambat keteraturan berobat dan serta terkontrolnya tekanan darah.38
Selain itu, jenis kelamin juga memiliki hubungan signifikan terhadap kontrol
tekanan darah dan terlihat bahwa jenis kelamin laki-laki (OR2.134; CI95% 4.035 -
1.508) lebih mungkin untuk mencapai kontrol tekanan darah dari pada pasien
wanita. Hal tersebut juga pernah dilaporkan penelitian oleh Rahman et al yang
menjelaskan bahwa pasien hipertensi wanita berhubungan dengan kontrol tekanan
darah yang buruk. Penelitian di Ukraina melaporkan bahwa meskipun perilaku
berobat wanita lebih baik dibandingkan pria namun wanita lebih sulit mencapai
kontrol tekanan darah dikarenakan adanya faktor-faktor berbeda pria dan wanita
yang menyebabkan kegagalan kontrol tekanan darah, seperti BMI yang lebih tinggi,
aktivitas fisik yang lebih rendah dari pria. 39,40
51
BAB VI KESIPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Puskesmas Sindang Jaya periode
April hingga Juni 2018 mengenai hubungan tingkat pengetahuan tentang hipertensi
dengan terkontrolnya tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Sindang
Jaya, maka dapat disimpulkan dari 70 orang dengan hipertensi, 41 orang (58,6%)
memiliki tingkat pengetahuan yang buruk. Tingkat pengetahuan tentang hipertensi
berhubungan signifikan dengan terkontrolnya tekanan darah. Orang dengan tingkat
pengetahuan tentang hipertensi yang buruk memiliki prevalensi tekanan darah yang
tidak terkontrol lebih tinggi (42,9%) daripada orang dengan tingkat pengetahuan
baik (12,9%). Selain tingkat pengetahuan tentang hipertensi, lama menderita
hipertensi juga berhubungan dengan terkontrolnya tekanan darah. Orang yang
menderita hipertensi < 5 tahun memiliki prevalensi tekanan darah yang tidak
terkontrol lebih tinggi (45,7%) daripada orang yang telah menderita hipertensi ≥ 5
tahun (10%). Dari hasil analisis multivariate, dapat disimpulkan bahwa tingkat
pengetahuan memiliki hubungan yang paling kuat (OR 4,135).
6.2. Saran
6.2.1. Untuk Penelitian Selanjutnya
Pada peneliti selanjutnya, dapat dipertimbangkan untuk melakukan
penelitian multisenter dengan populasi yang lebih luas.
6.2.2. Untuk Puskesmas dan Jejaringnya
Untuk Puskesmas, sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama, dapat ditingkatkan kewaspadaan tenaga kesehatan untuk lebih
melaksanakan program pendekatan keluarga berupa kunjungan keluarga
untuk promosi kesehatan, pendataan profil kesehatan keluarga (deteksi dini
penyakit hipertensi), dan memberikan edukasi dan motivasi pasien hipertensi.
Puskesmas juga diharapkan meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk
mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, dan masyarakat,
guna meningkatkan pengetahuan tentang hipertensi dan kemampuan untuk
mengontrol tekanan darah.
52
6.2.3. Untuk Masyarakat
Diharapkan pasien terbuka untuk menerima edukasi dan membaca
informasi di media massa tentang hipertensi untuk membuka wawasan dan
menambah pengetahuan tentang hipertensi sehingga pemahaman tentang
penyakit hipertensi lebih mendalam, memiliki tekanan darah yang terkontrol,
dan komplikasi jangka panjang dapat dicegah.
6.2.4. Untuk Pemerintah
Pemerintah, melalui Dinas Kesehatan, dapat memberikan pelatihan,
terutama mengenai hipertensi, untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan tenaga kesehatan khususnya dalam melakukan program
edukasi, komunikasi, dan informasi tentang penyakit hipertensi sebagai
upaya promotif dan preventif, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang hipertensi.
53
DAFTAR PUSTAKA
dan Diet Dengan Tekanan Darah Terkontrol Pada Penderita Hipertensi Lansia Di
Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas I Kecamatan Pontianak Barat. Universitas
Tanjungpura. Pontianak. 2014.
5 Mühlhauser I, Lenz M. [Does patient knowledge improve treatment outcome?].
54
14 Pereira M, Lunet N, Azevedo A, Barros H. Differences in prevalence, awareness,
treatment and control of hypertension between developing and developed countries.
J Hypertens 2009;27:963–975.
15 Kemenkes RI. INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI. HIPERTENSI. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI;
2014.
16 Heidenreich P, Trogdon J, Khavjou O, Butler J, Dracup K, Ezekowitz M et al.
2007.
27 Bloom’s taxonomy of educational objectives [Internet]. Kaneb.nd.edu. 1996
55
29 Sanne S, Muntner P, Kawasaki L, Hyre A, DeSalvo KB. Hypertension knowledge
among patients from an urban clinic. Ethn Dis. 2008 Winter;18(1)42-7.
30 Kilic M, Uzunçakmak T, Ede H. The effect of knowledge about hypertension on
Hypertens. 2006;19(5):520–527.
33 Chobanian A, Bakris G, Black H, et al. The seventh report of the Joint National
56