Anda di halaman 1dari 21

Nilai :

Tanda Tangan:

REFERAT

RETINOPATI HIPERTENSI

Pembimbing:

dr. Mochamad Soewandi, Sp.M

Disusun oleh:

Ilyana Prasetya Hardyanti

112019256

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA

PERIODE 23 NOVEMBER 2020 – 26 DESEMBER 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RSAU DR ESNAWAN ANTARIKSA

1
2
HALAMAN PENGESAHAN

Referat dengan judul:

Retinopati Hipertensi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan kepanitraan klinik

Ilmu Penyakit Mata RSAU Dr. Esnawan Antariksa

periode 23 November 2020 – 26 Desember 2020

Disusun oleh:

Ilyana Prasetya Hardyanti

112019256

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Mochamad Soewandi, Sp.M

selaku dokter pembimbing Departemen Mata RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta,18 Desember 2020

Pembimbing

dr. Mochamad Soewandi, Sp.M

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. 1

HALAMAN PENILAIAN ...................................................................................... 2

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. 3

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6

2.1 Anatomi .................................................................................................6

2.2 Fisiologi ................................................................................................ 9

2.3 Patofisiologi ......................................................................................... 11

2.4 Epidemiologi ....................................................................................... 11

2.5 Klasifikasi ........................................................................................... 12

2.6 Diagnosis.............................................................................................. 15

2.7 Diagnosis Banding ............................................................................... 16

2.8 Penatalaksanaan ................................................................................... 17

2.9 Komplikasi ........................................................................................... 18

2.10 Prognosis ............................................................................................ 19

BAB 3 KESIMPULAN.......................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21

4
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan faktor resiko mortalitas keempat terbesar di dunia dengan


angka sekitar 6 % dari seluruh kematian. Diperkirakan 58 juta dewasa di Amerika Serikat
menderita hipertensi dengan peningkatan tekanan darah (sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik
≥ 90 mmHg) atau yang mendapat obat antihipertensi.1
Peningkatan tekanan darah ini menyebabkan sirkulasi retina mengalami perubahan
secara patofisiologi, spektrum tanda klinis inilah yang dikenal sebagai retinopati hipertensi.
Retinopati hipertensi merupakan salah satu dari beberapa tanda terdapatnya kerusakan organ
target pada hipertensi. Berdasarkan kriteria Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC), terdapatnya retinopati
merupakan suatu indikasi untuk memulai terapi antihipertensif, meskipun pada orang dengan
hipertensi stadium 1 (tekanan darah 140-159/90-99 mm Hg) tanpa adanya kerusakan organ
target yang lain. Retinopati Hipertensi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh suatu
kumpulan tanda-tanda perubahan vaskular retina yang secara patologis berhubungan dengan
kerusakan mikro vascular sebagai akibat tekanan darah yang meningkat. Retinopati hipertensi
lebih sering terjadi pada orang dengan usia 40 tahun atau lebih dan lebih banyak dijumpai
pada orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih.1
Retinopati hipertensi adalah retinopati yang berkaitan dengan hipertensi esensial atau
maligna. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat mencakup penyempitan arteriola retina
yang tidak teratur, perdarahan pada lapisan serat saraf dan lapisan pleksiform luar, eksudat
dan bercak cotton-wool, lipid star dalam makula, perubahan arteriosklerotik, dan pada
hipertensi maligna, papiledema. Retinopati hipertensi dapat juga disebabkan karena
hipertensi yang tidak terkontrol. Pada retinopati hipertensi, pemeriksaan funduskopi dapat
menolong menilai prognosa dan juga beratnya tekanan darah tinggi. Penelitian belakangan ini
menduga bahwa retinopati hipertensi stadium III dan IV berhubungan dengan prognosa
jangka panjang yang jelek. Retinopati hipertensi stadium lanjut (III dan IV) ditemukan
kurang dari 10% dari semua penderita hipertensi dan merupakan indikasi untuk penelitian
diagnostik dan pengobatan yang agresif. Retina dan pembuluh darah mudah dipengaruhi
hipertensi. Salah satu target organ hipertensi adalah mata. Hipertensi yang berlangsung lama
pada penderita dapat mempercepat timbulnya sklerosis pembuluh darah halus. Perubahan
dinding pembuluh darah halus retina yang mengeras disebut retinopati hipertensi.2

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Retina adalah lembaran transparan tipis jaringan saraf yang melapisi


permukaan dalam 2/3 – 3/4 bagian posterior bola mata, kecuali pada area diskus
optik. Lapisan retina meluas ke anterior bola mata dan berakhir secara sikrumferensial
360° di ora serrata.3

Gambar 1. Potongan sagital bola mata. Retina merupakan lapisan dalam dinding bola
mata dan dapat dilihat oleh pemeriksa melalui pupil menggunakan oftalmoskop.3

Retina beserta pembuluh darah retina (dan diskus optik) membentuk fundus
okuli, yaitu bagian bola mata yang terlihat melalui pemeriksaan oftalmoskopi. Pada
pemeriksaan fundus atau oftalmoskopi, retina normal akan terlihat cerah dan
berwarna jingga, karena di balik retina yang transparan terdapat latar belakang
pigmen melanin dari lapisan epitel pigmen retina dan koroid.3

6
Gambar 2. Gambaran fundus okuli3

Total luas area retina mencapai 1100mm2. Bagian sentral retina posterior
dikenal sebagai makula lutea, yang berwarna kekuningan akibat adanya pigmen luteal
(xantrofil) dan berdiameter sekitar 5,5 mm. Makula memiliki ketajaman penglihatan
terbaik atau resolusi spasial tertinggi, yang bertanggung jawab terhadap penglihatan
sentral. Pusat makula, sebuah daerah berdiameter 1,5 mm yan disebut fovea,
merupakan daerah yang paling tipis dari retina, bersifat avaskular, dan hanya terdiri
dari sel kerucut (tanpa sel batang). Ketebalan retina di daerah makula di sekitar fovea
adalah 400 µm, dan meinipis menjadi 150 µm pada fovea. Ke arah anterior, retina
akan semakin menipis pada regio ekuatorial hingga mencapai 80 µm pada ora
serrata.3
Retina terdiri atas 10 lapisan dengan lapisan sebelah dalam yaitu retina
neurosensorik, dan lapisan sebelah luar yaitu lapisan epitel pigmen retina. Lapisan
paling dalam dari retina beraposisi dengan vitreus, sedangkan lapisan paling luar yaitu
epitel pigmen retina, melekat kuat pada koroid. Diantara neurosensorik dan epitel
pigmen retina terdapat ruang potensial yang dapat terisi cairan bila terjadi ablasio
retina. Berikut adalah ke-10 lapisan retina pada potongan lintang dari luar ke dalam3:

7
Gambar 3. Lapisan-lapisan retina3

 Epitel pigmen retina (RPE) dan lamina basal


Lapisan paling luar dari retina yang bersinggungan dengan lapisan koroid.
 Segmen dalam (IS, inner segment) dan segmen luar (OS, outer segmen) sel-sel
fotoreseptor
 Membran limitans externa (ELM, external limiting membrane
Lapisan ini memisahkan segmen dalam dari fotoreseptor dengan nukleusnya.
 Lapisan inti luar sel fotoreseptor (ONL, outer nuclear/layer)
Lapisan ini terdiri atas badan sel dari sel-sel batang dan kerucut retina. Pada retina
perifer, jumlah badan sel batang melebihi jumlah sel kerucut. Hal ini sebaliknya
ditemukan pada retina sentral
 Lapisan pleksiform luar (OPL, outer pletiform layer)
Lapisan ini terdiri dari akson sel kerucut dan batang, dendrit sel horizontal, dan
dendrit sel bipolar
 Lapisan inti dalam (INL, inner nuclear layer)
Lapisan ini terdiri dari nuklei dari sel horizontal, sel bipolar dan sel amakrin.
Lapisan ini lebih tebal pada area sentral dari retina dibandingkan area perifer.
Pada lapisan ini ditemukan juga sel penunjang Mȕller.

8
 Lapisan pleksiform dalam (IPL, inner plexiform layer)
Lapisan ini terdiri dari sinap-sinap (sambungan) antara dendrit dari sel ganglion
dan sel amakrin dan sel bipolar dari akson.
 Lapisan sel ganglion (GCL, ganglion cell layer)
Lapisan ini terdiri dari nuklei sel ganglion, dan juga mengandung fotoreseptor
non-batang dan non-kerucut, yaitu sel ganglion fotosensitif yang berperan penting
dalam respon refleks pada cahaya terang siang hari.
 Lapisan serabut saraf (NFL, nerve fiber layer)
Lapisan ini terdiri dari akson dari sel ganglion yang bersatu menuju ke nervus
optikus.
 Membran limitan interna (IML, inner limiting membrane)
Merupakan perbatasan antara retina dan badan viterus. Membran limitan interna
dibentuk oleh astrosit dan footplates sel Muller dan lamina basal.

2.2 Fisiologi

Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai
suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-
sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi
suatau impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan oksipital.4
Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut
meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang di perifer, dan kerapatan sel
batang lebih tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan di
retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama. Fovea
berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan penglihatan warna yang
baik, keduanya memerlukan pencahayaan ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan
paling baik di foveola; sementara retina sisanya terutama digunakan untuk
penglihatan gerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik). Fotoreseptor kerucut
dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan
tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses penglihatan. Setiap sel
fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen penglihatan yang

9
fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran ganda pada fotoreseptor
segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein opsin dan
sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah scotopsin, yang terbentuk dari tujuh
heliks transmembran. Opsin tersebut mengelilingi kromofornya, retinal, yang
merupakan turunan dari vitamin A. Saat rhodopsin menyerap foton cahaya, 11-cis-
retinal akan mengalami isomerisasi menjadi all-trans-retinal dan akhirnya menjadi all-
trans-retinol. Perubahan bentuk itu akan mencetuskan terjadinya kaskade penghantar
kedua (secondary messenger cascade). Puncak absorbsi cahaya oleh rodopsin terjadi
pada panjang gelombang sekitar 500 nm, yang merupakan daerah biru hijau pada
spektrum cahaya. Penelitian-penelitian sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut
memperlihatkan puncak absorbsi panjang gelombang, berturut-turut untuk sel kerucut
sensitif-biru, -hijau, dan -merah, pada 430, 540,
dan 575 nm. Fotopigmen sel kerucut terdiri atas 11-cis-retinal yang terikat pada
protein opsin selain scotopsin.4
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor batang.
Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat beragam corak abu-abu, tetapi
warna-warnanya tidak dapat dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh
terhadap cahaya, sensitivitas spectrum retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin
500 nm ke sekitar 560 nm, dan muncul sensasi warna. Suatu objek akan berwarna
apabila objek tersebut secara selektif memantulkan atau menyalurkan sinar dengan
panjang gelombang tertentu dalam kisaran spektrum cahaya tampak (400-700 nm).
Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut,
senjakala (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan malam (skotopik)
oleh fotoreseptor batang.4
Fotoreseptor diperlihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan penting
dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar
fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk
sawar selektif antara koroid dan retina. Membran basalis sel-sel epitel pigmen retina
membentuk lapisan dalam membran Bruch, yang juga tersusun atas matriks
ektraseluler khusus dan membran basalis koriokapilaris sebagai lapisan luarnya. Sel-
sel epitel pigmen retina mempunyai kemampuan terbatas dalam melakukan
regenerasi.4

10
2.3 Epidemiologi

Retinopati hipertensi memiliki prevalensi 2-17% pada pasien dengan


hipertensi tanpa diabetes. Prevalensi pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan
(34,1% vs 32,7%). Retinopati hipertensi juga memiliki prevalensi yang lebih tinggi
pada usia 75 tahun ke atas dibanding dengan usia yang lebih muda, dan paling banyak
diderita oleh ras Afrika Amerika.5

2.4 Patofisiologi

Patofisiologi retinopati hipertensi berawal dari peningkatan tekanan darah baik


akut maupun kronik yang bisa terjadi karena hipertensi esensial ataupun hipertensi
sekunder. Peningkatan ini meningkatkan tekanan luminal yang direspon oleh tubuh
berupa vasospasme dan vasokonstriksi. Fase ini disebut sebagai fase vasokonstriksi
yang terlihat sebagai pelebaran pembuluh darah arteri retina pada pemeriksaan
funduskopi. Seiring dengan berjalannya waktu, peningkatan tekanan darah ini
mengakibatkan kerusakan endotel dengan penebalan tunika intima pembuluh darah
dan pelebaran pembuluh darah yang mengakibatkan sklerosis, terlihat sebagai
gambaran opak pada dinding arteri atau yang dikenal sebagai copper wiring dengan
penekanan arteri ke vena yang disebabkan oleh tekanan dari arteri yang menebal pada
vena. Keadaan ini dapat terjadi terus hingga terjadi kebocoran materi plasma dan
berakhir pada edema saraf optik.5

Patofisiologi yang mendasari retinopati hipertensif dapat dibagi


menjadi beberapa tahap, antara lain6:
a. Stadium vasokonstiktif. Respon awal dari sirkulasi retina terhadap
peningkatan tekanan darah adalah vasospasme dan peningkatan tonus
vasomotor, yang bermanifestasi klinis sebagai penyempitan arteriolar
retina general.
b. Stadium sklerotik. Peningkatan tekanan darah secara persisten
menyebabkan perubahan sklerotik kronik berupa penebalan intima
pembuluh darah, hiperplasia dinding bagian media dan degenerasi
hialin. Pada tahap ini terjadi penyempitan arteriolar difus atau fokal

11
yang lebih parah, penekanan venula oleh arteriola yang disebut
persilangan arteri- vena (arteriovenous nicking /arteriovenous
nipping), dan peningkatan refleks cahaya arteriolar (arteriolar
opacification/copper wiring).
c. Stadium eksudatif. Tekanan darah yang lebih tinggi menyebabkan
nekrosis otot polos dan sel endotel sehingga barier darah-retina rusak
kemudian terjadi eksudasi darah (hemoragik), eksudat lipid, dan
iskemia lebih lanjut dari lapisan serabut saraf (cotton-wool spots),
serta terjadi mikroaneurisma.6,18 Proses ini menunjukkan kegagalan
mekanisme autoregulasi dan jarang terjadi sampai tekanan darah
mencapai 110 mmHg. Cotton-wool spots terjadi 24-48 jam setelah
peningkatan tekanan darah.
d. Pada tekanan darah tinggi yang parah (malignant hypertension) dapat
meningkatkan tekanan intrakranial dan iskemia nervus optikus
sehingga terjadi pembengkakan diskus optikus (papilloedema).
Mekanisme lain yang menjelaskan hubungan tekanan darah dengan tanda
retinopati hipertensif antara lain : inflamasi, disfungsi endotel dan
angiogenesis.

2.5 Klasifikasi

Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939
oleh Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari
sistem klasifikasi yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini
dalam praktek sehari-hari. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat
kelompok retinopati hipertensi berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat
tiga skema mayor yang disepakati digunakan dalam praktek sehari-hari.2

Tabel 1. Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939).2

Stadium Karakteristik
Derajat I Penyempitan general ringan atau sklerosis dari arteriol
Derajat II Penyempitan fokal arteriol, persilangan arteri-vena, refleks
cahaya yang berlebihan, dan sklerosis sedang

12
Derajat III Derajat II ditambah oedema retina, gambaran cotton-wool spots,
perdarahan retina, dan hard exudates
Derajat IV Seperti derajat IV dengan pembengkakan diskus optikus
(papilloedema).
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati
hipertensi dan stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi

Tabel 2. Klasifikasi Scheie (1953).2

Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan setempat pembuluh arterial
Stadium II Penyempitan arterial dengan irregularitas fokal disertai
perubahan refleks cahaya
Stadium Stadium 2 disertai copper wiring, terbentuk eksudat dan
III perdarahan retina akibat tekanan darah diastol di atas 120
mmHg, kadang-kadang muncul keluhan penglihatan berkurang.
Stadium Stadium 3 disertai silver wiring dan papiloedema. Pada stadium
IV ini terdapat keluhan penglihatan menurun dan tekanan darah
diastol umumnya lebih dari 150 mmHg.

Menurut Wong dan Mitchell, retinopati hipertensif derajat I dan II


sebagai stadium awal retinopati hipertensif sulit untuk dibedakan, serta
derajat retinopati hipertensif ini tidak selalu berhubungan dengan keparahan
hipertensi, sehingga dibuatlah klasifikasi 3 derajat retinopati hipertensif,
yaitu :
a. Retinopati ringan (mild retinopathy) : penyempitan arteriolar,
arteriovenous nipping, dan arteriolar wall opacification.

b. Retinopati sedang (moderate retinopathy) : gambaran cotton-wool


spots, hard exudates, mikroaneurisma, dan perdarahan dengan
gambaran flame- shaped/blot-shaped.
c. Retinopati berat (severe retinopathy) : tanda-tanda retinopati seperti
derajat sebelumnya dengan pembengkakan diskus optikus
(papilloedema).

13
c

Gambar 3. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan


penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah
hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).2

Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan


cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan
gambaran cotton wool spot (panah putih) (B).2

14
Gambar 5. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina
(panah hitam) dan papiledema.2

2.6 Diagnosis

Retinopati hipertensi adalah kelainan-kelainan retina dan pembuluh darah


retina akibat tekanan darah tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan
kelainan pada retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak
teratur, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh
darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah
tajam, fenomena crossing atau sklerose pembuluh darah. Kelainan pembuluh darah ini
dapat mengakibatkan kelainan pada retina yaitu retinopati hipertensi. Retinopati
hipertensi dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula
dapat memberikan gambaran seperti bintang (star figure). Perdarahan retina dapat
terjadi primer akibat oklusi arteri atau sekunder akibat arterioklerose yang
mengakibatkan oklusi vena. Pada hipertensi yang berat dapat terlihat perdarahan
retina pada lapisan dekat papil dan sejajar dengan permukaan retina. Perdarahan vena
akibat diapedesis biasanya kecil atau berbentuk lidah api (flame shaped).7

Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri
pada mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium
III atau stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak
memberikan simptom pada mata.1

15
Diagnosis retinopati hipertensi dibuat secara klinis dengan ditemukannya
karekteristik fundus pada pemeriksaan ophthalmoscopy pada pasien dengan hipertensi
arterial sistemik. Foto fundus merupakan cara yang sangat bermanfaat untuk dokumen
dan monitor progresifitas dari retinopati hipertensi ini. Fluorescein angiography
(FFA) dapat digunakan, tapi bukan krusial untuk diagnosa. Pada FFA dapat
mengevaluasi perubahan patologi vaskular termasuk aneurisma, kebocoran kapiler
dan area iskemik. Sedangkan Optical Coherence Tomography (OCT) dapat
menunjang diagnosa dan evaluasi perubahan patologi retina dengan hipertensi berat.
Beberapa perubahan patologi termasuk edem makula, area serous retinal detachment,
atau makroaneurisma arteri retina. Informasi dari OCT melengkapi diagnosis yang
didapat dari pemeriksaan klinis dan FFA.1

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah:7

 Retinopati Diabetik
Gambaran Retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama dengan retinopati
hipertensi yaitu ditemukan blotlike apperance, mikroaneurisma, dilatasi vena
dan berkelok-kelok, hard exudate, soft exudate, neovaskularisasi, dan edema
retina. Selain itu juga didapatkan gula darah yang tidak terkontrol yaitu > 200
mg/dl.
 Katarak
Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan lensa yang
terjadi secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan refleks fundus
yang hitam.
 Glaukoma
Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek lapang pandang,
atrofi papil saraf optik. Tekanan intraokular > 20mmHg, dan pada
pemeriksaan funduskopi terlihat atrofi papil saraf optik yang terlihat warnanya
dari merah kekuningan menjadi pucat, selain itu dapat ditemukan pula edema
papil.
 Kelainan refraksi

16
Miopia, hipermetrop, astigmatisme adalah kelainan refraksi yang dapat
menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata anteroposterior
yang lebih besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat,
sehingga bayangan dari benda jatuh didepan retina pada mata yang tidak
berakomodasi,. Pada hipermetropia gangguan kekuatan pembiasan mata
dimana sinar sejajar tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di
belakang retina. Astigmatisme jika berkas sinar tidak difokuskan pada satu
titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis titik yang saling
tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan kornea.

2.8 Penatalaksanaan

Tatalaksana retinopati hipertensi utama adalah dengan mengontrol tekanan


darah. Oleh karena itu pasien dirujuk ke dokter Penyakit dalam. Bila terdapat kondisi
hipertensi maligna di mana tekanan darah biasanya secara khas mencapai lebih dari
180/ 120, tekanan darah harus diturunkan hingga di bawah 140/90 mmHg. Diagnosis
hipertensi maligna harus disertai dengan adanya edema papil. Pengobatan medik
biasanya hanya mengobati perubahan akut yang terjadi akibat vasospasme dan
kebocoran pembuluh darah, tidak ada pengobatan untuk perubahan arteriosklerosis.
Follow-up dilakukan bergantung pada derajat hipertensi dan ketahanan terhadap obat-
obatan. Perlu dibina kerjasama yang baik antara dokter mata dan dokter layanan
primer / dokter spesialis penyakit dalam untuk manajemen terbaik yang sesuai dengan
kondisi setiap pasien.3

Tidak ada rekomendasi resmi untuk pemeriksaan rutin untuk retinopati


hipertensi pada pasien yang asimtomatik membawa diagnosis hipertensi sistemik.
Namun, jika pasien tanpa diagnosis hipertensi datang dengan tanda-tanda retinopati
hipertensi ringan, sebaiknya rujukan ke dokter mata dalam waktu satu minggu. Untuk
retinopati hipertensi sedang, pasien harus dievaluasi dengan seorang dokter mata
dalam satu atau dua hari. Pasien yang hadir dengan retinopati hipertensi berat atau
hipertensi koroidopati harus diukur tekanan darahnya segera dan harus dirujuk ke
keadaan darurat terdekat ruang untuk manajemen tekanan darah yang mendesak.
Tidak ada rekomendasi resmi untuk skrining wanita dengan hipertensi akibat

17
kehamilan; namun, kami merekomendasikan wanita hamil yang mengalami retinopati
hipertensi harus dirujuk ke dokter kandungan mereka untuk evaluasi preeklamsia.8

2.9 Komplikasi

Pada tahap yang masih ringan, hipertensi akan meningkatkan refleks cahaya
arterioler sehingga timbul gambaran silver wire atau copper wire. Namun dalam
kondisi yang lebih berat, dapat timbul komplikasi seperti oklusi cabang vena retina
(BRVO) atau oklusi arteri retina sentralis (CRAO). Walaupun BVRO akut tidak
terlihat pada gambaran funduskopi, dalam hitungan jam atau hari ia dapat
menimbulkan edema yang bersifat opak pada retina akibat infark pada pembuluh
darah retina. Seiring waktu, vena yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi
sehingga kembali terjadi reperfusi dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi
kerusaka yang permanen terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan
akibat dari emboli.9
Antara ciri-ciri dari CRAO adalah kehilangan penglihatan yang berat dan
terjadi secara tiba-tiba. Retina menjadi edema dan lebih opak, terutama pada kutub
posterior dimana serat saraf dan lapisan sel ganglion paling tebal. Refleks oranye dari
vaskulatur koroid yang masih intak di bawah foveola menjadi lebih kontras dari
sekitarnya hingga memberikan gambaran cherry-red spot. CRAO sering disebabkan
oleh trombosis akibat arteriosklerosis pada lamina cribrosa.9
Selain CRAO dan BRVO, sindroma iskmik okuler juga dapat menjadi
komplikasi dari retinopati hipertensi. Sindroma iskemik okuler adalah istilah yang
diberikan untuk simptom okuler dan tanda-tanda yang menandakan suatu keadaan
kronis dari obstruksi arteri karotis yang berat. Arteriosklerosis merupakan etiologi
yang paling sering, namun penyebab lain yang dapat menimbulkan kondisi ini
termasuk sindroma Eisenmenger, giant cell arteritis dan kondisi inflamasi lain yang
berlangsung kronis. Simptom termasuk hilang penglihatan yang terjadi dalam kurun
waktu satu bulan atau lebih, nyeri pada daerah orbital mata yang terkena dan
penyembuhan yang terlambat akibat paparan cahaya langsung.9

18
2.10 Prognosis

Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan


yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi
kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Pasien dengan perdarahan retina, CWS
atau edema retina tanpa papiledema mempunya jangka hidup kurang lebih 27,6 bulan.
Pasien dengan papiledema, jangka hidupnya diperkirakan sekitar 10,5 bulan. Namun
pada sesetengah kasus, komplikasi tetap tidak terelakkan walaupun dengan kontrol
tekanan darah yang baik.10

19
BAB III

KESIMPULAN

Retinopati Hipertensi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh suatu kumpulan
tanda-tanda perubahan vaskular retina yang secara patologis berhubungan dengan
kerusakan mikro vascular sebagai akibat tekanan darah yang meningkat. Retinopati
hipertensi lebih sering terjadi pada orang dengan usia 40 tahun atau lebih dan lebih
banyak dijumpai pada orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih.
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Pada
tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin.
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat. Perubahan ini menyebabkan
kehilangan penglihatan secara bertahap, terutama jika mempengaruhi makula, bagian
tengah retina.
Terdapat tiga skema mayor dala pengklasifikasian retinopati hipertensi yaitu
klasifikasi Keith-Wagener-Barker, klasifikasi Scheie dan klasifikasi wong dan mitchell.
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, FFA dan OCT.
Penatalaksanaan retinopati hipertensi utama adalah dengan mengontrol tekanan
darah. Komplikasi retinopati hipertensi meliputi oklusi arteri retina sentralis (CRAO),
oklusi cabang vena retina (BRVO), sindroma iskmik okuler. Prognosis tergantung
kepada kontrol tekanan darah.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahman K, Yusticia RY. Profil retinopathy hipertensi di rumah sakit DR. M Djamil
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas; 2018; 7(1): 1.
2. Sylvestris A. Hipertensi dan retinopati hipertensi. Jurnal Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang; 2014; 10(1): 2-7.
3. Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku ajar oftalmologi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2017: 42-222.
4. Vaughan, Absury. Oftalmologi umum. Ed 17. Jakarta: EGC; 2009: 185-186.
5. Nursalim AJ, Sumual V, Sumanti E. Perbandingan ketebalan retina sentral pasien
hipertensi esensial tanpa penurunan visus dibanding orang normal. Jurnal E-Clinic;
2019; 7(2): 78.
6. Wong TY, Mitchel P. The eye in hypertension. Journal Lancet. 2007:369:425–35.
7. Ilyas SH, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2018:
210-235.
8. Tsukikawa M, Stacey AW. A review of hypertensive retinopathy and
chorioretinopathy. Dovepress Journal: Clinical Optometry; 2020; 12: 71-72.
9. Kanski J, Bowling B. Clinical ophtalmology a systematic approach. 8th ed. Oxford.
Butterworth Heinemann ; 2015.
10. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al.
Hypertension. 2010. [diungah pada 12 Desember 2020]. http://www.emedicine.com/
oph/topic488.htm

21

Anda mungkin juga menyukai