Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

UVEITIS
Shintia Novotna Katoda – 112018029

Pembimbing:
dr. Michael Indra Lesmana, Sp.M

 Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Family


Medical Center
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Pendahuluan
Uveitis merupakan proses peradangan uvea, meliputi iris,
badan siliar, dan koroid. Etiologi uveitis sangat heterogen, 30-45%
merupakan bagian dari penyakit sistemik (autoimun, infeksi,
keganasan), dapat pula akibat perluasan radang kornea dan
sklera, trauma, atau tidak diketahui (idiopatik). Secara anatomis,
uveitis anterior melibatkan peradangan pada iris (iritis), bagian
anterior badan ciliary (siklitis anterior) atau kedua struktur
(iridosiklitis).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Definisi
Istilah "uveitis" menunjukkan peradangan pada iris (iritis,
iridocyclitis), corpus ciliar (uveitis intermediate, cyclitis, uveitis perifer,
atau planitis pars), atau koroid (choroiditis). Uveitis dapat juga digunakan
pada inflamasi retina (retinitis), pembuluh darah retina (vaskulitis retina),
dan saraf optik intraokular (papillitis). Uveitis juga dapat terjadi sekunder
pada peradangan kornea (keratitis), sclera (scleritis), atau keduanya.
Epidemiologi

Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun

Pada laki-laki umumnya oftalmia simpatika, pada


wanita umumnya berupa uveitis anterior kronik
idiopatik dan toksoplasmosis

Uveitis anterior sebanyak 28-66% kasus, uveitis


intermediate 5-15%, uveitis posterior 19-51%, dan
panuveitis 7-18%
Etiologi
Trauma Sindrom Behcet

Diare Kronis Infeksi Klamidia

Penyakit Reiter Sindrom Posner Schlosman

Herpes Simpleks Pasca Operasi


KLASIFIKASI
Klasifikasi Berdasarkan Perjalanan Penyakitnya
• Akut: serangan timbulnya mendadak, sembuh kurang dari 3 bulan dan sembuh sempurna di luar
serangan itu
• Residif: Apabila terjadi serangan berulang disertai dengan penyembuhan yang sempurna di antara
serangan-serangan tersebut.
• Kronis: Apabila terjadi serangan berulang tanpa pernah sembuh di antara serangan tersebut dan
biasanya menetap
Klasifikasi Berdasarkan reaksi radang yang terjadi
• Non granulomatosa: Diduga akibat alergi, karena tidak pernah ditemukan bakteri dan pasien
sembuh dengan pemberian kortikosteroid
• Granulomatosa: Terjadi karena invasi mikrobakteri yang patogen ke jaringan uvea
Klasifikasi berdasarkan anatomis
• Uveitis Anterior: Iritis dan Iridoskilitis
• Uveitis intermediet: siklitis, uveitis perifer atau pars planitis
• Uveitis posterior: retinitis, koroiditis, vaskulitis retina, dan papilitis
• Panuveitis:inflamasi pada seluruh uvea dan struktur sekitarnya seperti retina dan vitreus
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan Penyebab Spesifik
a. Uveitis tuberkulosis
Infeksi
b. Iridosiklitis heterokromik fuchs (Sindrom Uveitis Fuchs)
c. Sarkoidosis
d. Toksoplasmosis okular
e. Sifilis
f. Herpes virus
g. Reiter Syndrome
h. HLA-B27 Associated Uveitis
i. AIDS
j. Toksokariasis okular
k. Behcet’s diseases/syndrome
l. Leptospirosis
m. Onkosersiasis
Klasifikasi
Klasifikasi Penyebab non spesifik atau reaksi hipersensitivitas

a. Juvenille Rheumatoid Arthritis (JRA)


b. Uveitis Terinduksi Lensa
c. Vogt-Koyanagi-Harada
Patofisiologi Uveitis Anterior
Dilatasi pembuluh darah kecil yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi
perikorneal/pericorneal vascular injection)

Eksudasi fibrin dan sel radang masuk ke bilik mata depan (BMD) sehingga akuos humour
menjadi keruh

Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila
dipermukaan iris disebut busacca nodules

Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat
melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP)

akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang
tampak sebagai iris bombans.

Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli
anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder.

Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis


Patofisiologi Uveitis Posterior
Perdarahan diretina akan menutup semua area

Pada stadium awal terjadi kongestif dan infiltrasi dari sel-sel radang

Apabila inflamasi berlanjut, lamina vitrea akan robek sehingga leukosit pada retina akan
menginvasi rongga vitreum yang menyebabkan timbulnya proses supurasi di dalamnya

Eksudat menghilang dengan disertai atrofi dan melekatnya lapisan koroid serta retina yang
terkena.

Eksudat dapat menjadi jaringan parut.

Keluarnya granula pigmen akibat nekrosis atau atrofi dari kromatofor dan sel epitelia pigmen
akan difagositosis oleh makrofag dan akan terkonsentrasi pada tepi lesi.
Manifestasi Klinis
Uveitis Anterior
Akut Kronis
 Onset mendadak  Bilateral
 Unilateral  Berbahaya dan banyak
 Nyeri asimptomatik sampai
 Fotofobia pengembangan komplikasi
 Kemerahan yang mungkin seperti katarak atau keratopati
terkait dengan lakrimasi  Karena kurangnya pasien
 Pasien mungkin mengeluh dengan gejala berisiko harus
ketidaknyamanan okular ringan secara rutin diskrining; ini
beberapa hari sebelum berlaku terutama pada pasien
serangan akut dengan JIA (Juvenile Idiopathic
 Tajam penglihatan biasanya Arthritis)
baik kecuali kasus yang sangat
parah dengan hipopion
Manifestasi Klinis
Uveitis Intermediet Uveitis Posterior
• Penglihatan kabur • Tajam penglihatan
sering disertai dengan yang menurun
floaters vitreous. • Floating spot
• Unilateral, tetapi • Skotoma
kondisi ini biasanya
bilateral dan sering
asimetris
Diagnosis
Anamnesis
• Nyeri dangkal (dull pain), sering menjadi lebih terasa ketika mata
disentuh pada kelopak mata.
• Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya
matahari
• Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
• Pandangan kabur (blurring)
• Umumnya unilateral
• Uveitis intermediet umumnya ringan, mata tenang dan tidak
nyeri namun dapat menurunkan tajam penglihatan
• Uveitis posterior dapat menurunkan tajam penglihatan namun
tidak disertai nyeri, mata merah, dan fotofobia sering
asimtomatik
Diagnosis
Pemeriksaan Oftalmologi
• Visus  normal atau sedikit menurun
• TIO  meningkat akibat perubahan aliran
Grade Cells and Flare • Konjungtiva  injeksi silier
• Kornea  keratic precipitate (+), edema stroma
kornea
• COA  cells dan flare atau hipopion
• Iris  sinekia posterior
• Lensa dan korpus vitreus anterior  lentikular
presipitat pada kapsul lensa anterior
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
darah untuk
Pemeriksaan
antinuclear Tes kulit
Laboratorium
antibody dan
rheumatoid factor

Pemeriksaan Optical coherence


USG B-scan
serologi tomography (OCT)

Pemeriksaan Fundus fluoresen


terhadap HLA-B27 angiografi (FFA)
Tatalaksana Non-Spesifik
Midriatik-sikloplegik
• Pada pengobatan uveitis anterior  sikloplegik bekerja dengan 3
cara, yaitu mengurangi nyeri karena imobilisasi iris, mencegah adhesi
iris ke kapsula lensa anterior (sinekia posterior), yang dapat
meningkatkan tekanan intraokular dan menyebabkan glaukoma
sekunder serta menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah
terjadinya flare.
• Agen sikloplegik  Atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropin 2%, 5%,
Scopolamine 0,25%, Cyclopentolate 0,5%, 1%, 2%.
Tatalaksana Non-Spesifik
Kortikosteroid
• Kortikosteroid topikal yang paling umum adalah prednisolon asetat 1%,
diikuti oleh deksametason 0,1% dan prednisolon natrium fosfat 1%
• Setelah lima atau kurang sel / HPF di ruang anterior, frekuensi
pemberian harus dikurangi menjadi setiap 2 jam.
• Jadwal pengurangan dosis kortikosteroid topikal  satu tetes setiap 2
jam selama 2 minggu, satu tetes empat kali sehari selama 2 minggu,
satu tetes tiga kali sehari selama 2 minggu, satu tetes dua kali sehari
selama 2 minggu, satu tetes dalam satu waktu per hari selama 2
minggu, dan kemudian terapi topikal harus dihentikan
Tatalaksana Non-Spesifik
Sitostatika
• Preparat sitostatika ini menekan respons imun lebih spesifik
dibandingkan kortikosteroid
• Pengobatan sitostatika digunakan pada uveitis kronis yang refrakter
terhadap steroid.
• Preparat klorambusil 0,1–0,2 mg/kg BB/hari. Dosis klorambusil ini
dipertahankan selama 2–3 bulan lalu diturunkan sampai 5–8 mg
selama 3 bulan dan dosis maintenance kurang dari 5 mg/hari, sampai
6–12 bulan.
• Preparat kolkhisindosis 0,5 mg–1 mg/peroral/2 kali/hari. Dosis letak
adalah 7 mg/hari.
Tatalaksana Spesifik
Toxoplasmosis
• Sulfadiazin atau trisulfa dosis pemberian 4 kali 0.5–1 gr/hari selama
3–6 minggu.
• Pirimetamin  Dosis awal 75–100 mg pada hari pertama, selanjutnya
2 kali 25 mg/hari selama 3–6 minggu.
• Trimethoprim-sulfamethoxazol  Dosis 2 kali 2 tablet selama 4–6
minggu.
• Klindamisin  Dosis 3 kali 150–300 mg/hari/oral. Pemberian sub-
konjungtiva klindamisin 50 mg dilaporkan memberi hasil baik.
• Minosiklin  Dosis 1–2 kapsul sehari selama 4–6 minggu.
Tatalaksana Spesifik
Infeksi Virus
• Herpes simplex  topikal antivirus seperti asiklovir dan sikloplegik.
Apabila epitel kornea intak/sembuh maka dapat diberikan topikal steroid
bersama antivirus. Diberikan juga asiklovir 5 kali 200 mg/hari selama 2–3
minggu yang kemudian diturunkan 2 atau 3 tablet/hari.
• Herpes zoster  asiklovir 5 kali 400 mg pada keadaan akut selama 10–
14 hari.
• Sitomegalovirus  Gancyclovir dengan dosis 5 mg/kgBB/dalam 2 kali
pemberian intravena
Tatalaksana Spesifik
Infeksi Virus
• Herpes simplex  topikal antivirus seperti asiklovir dan sikloplegik.
Apabila epitel kornea intak/sembuh maka dapat diberikan topikal steroid
bersama antivirus. Diberikan juga asiklovir 5 kali 200 mg/hari selama 2–3
minggu yang kemudian diturunkan 2 atau 3 tablet/hari.
• Herpes zoster  asiklovir 5 kali 400 mg pada keadaan akut selama 10–
14 hari.
• Sitomegalovirus  Gancyclovir dengan dosis 5 mg/kgBB/dalam 2 kali
pemberian intravena
Komplikasi
Uveitis anterior Uveitis
posterior
1. Glaukoma sekunder
2. Katarak komplikata 1. Hipopion
3. Endoftalmitis 2. Glaukoma
4. Panoftalmitis 3. Vitritis
5. Ablasi retina
6. Symphatetic ophtalmia
pada mata yang sehat
7. Neovaskularisasi retina
dan khoroid
Prognosis
Prognosis uveitis tergantung pada banyak hal diantaranya derajat
keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. Secara umum, peradangan
yang berat perlu waktu lebih lama untuk sembuh serta lebih sering
menyebabkan kerusakan intraokular dan kehilangan penglihatan
dibandingkan dengan peradangan ringan atau sedang
Umumnya kasus uveitis anterior prognosisnya baik bila di diagnosis lebih
awal dan diberi pengobatan yang tepat. Sedangkan, prognosis uveitis
posterior lebih buruk dibandingkan dengan uveitis jenis lain karena dapat
menurunkan tajam penglihatan dan menimbulkan kebutaan.
BAB II
KESIMPULAN
Kesimpulan
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis
yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis
dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis,
etiologis, dan patologis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen,
infeksi maupun noninfeksi.
Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotopobia, nyeri, penurunan
tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan gejala pada uveitis posterior adalah
penurunan penglihatan, injeksi mata, nyeri dan fotopobia.
Dalam penatalaksanaan uveitis bila didiagnosa secara cepat dan tepat kemudian
diberikan pengobatan yang tepat prognosisnya baik, dapat mencegah komplikasi.
Thank
You
CREDITS: This presentation template was
created by Slidesgo, including icons by
Flaticon, infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai