Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

OBSTRUKSI JAUNDICE EC CHOLEDOCHOLITHIASIS

DI SUSUN OLEH:

Sri Nindiana Putri Atiningrum

2012730101

PEMBIMBING :

dr. Asep Tajul Muttaqin, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK RSUD CIANJUR


SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya pada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas kepaniteraan stase
ilmu bedah serta penyusun berharap pembaca bisa mengetahui serta memahami lebih
dalam tentang pembahasan penyusun yaitu tentang dasar-dasar ilmu kedokteran
(preklinik) yang berkaitan dengan obstruksi jaundice ec choledocholithiasis.

Penyusun mengakui masih banyak terdapat kesalahan di dalam pembuatan


laporan kasus ini sehingga laporan kasus ini masih belum sempurna. Penyusun
harapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menambah kesempurnaan laporan ini.

Terimakasih penulis ucapkan pada pembimbing dr. Asep Tajul Mutaqqin, Sp.B
yang telah membantu penyusun hingga penyusun dapat menyelesaikan pembuatan
laporan kasus serta membantu dalam kelancaran pembuatan laporan kasus.
Terimakasih juga pada semua pihak yang telah membantu penyusun dalam mencari
informasi dan mengumpulkan data guna kelengkapan isi laporan kasus.

Penyusun berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penyusun


khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.

Cianjur, Oktober 2016

Penyusun
BAB I
STATUS MEDIS PASIEN

I. Laporan Kasus
A. Indentitas Pasien
Nama : Tn. Baban Junaedi
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kp. Cikuya
Ruang Perawatan : Samolo I
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 29 September 2016

B. Anamnesis (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama
Nyeri perut bagian kanan atas sejak 1 bulan SMRS.
2. Keluhan Tambahan
Pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian kanan atas sejak 1
bulan SMRS, nyeri terasa menjalar hingga ke ulu hati dan perut
sebelah kiri, OS juga mengeluhkan adanya mual disertai muntah
makanan dan BAK seperti betadine, OS juga mengatakan seluruh
badannya tampak kuning sejak timbulnya nyeri perut tersebut
disertai lemas namun tidak disertai demam dan menyangkal badan
terasa gatal-gatal.
OS mengatakan 2 bulan SMRS, tiba-tiba pasien merasa sesak
apabila tidur terlentang atau tengkurap sehingga OS tidur dengan
posisi duduk agar tidak sesak. OS menyangkal adanya nyeri saat
BAK dan menyangkal pancaran kecing yang menurun serta
menyangkal jumlah urine menjadi lebih sedikit. OS mengaku
beberapa hari ini BAB menjadi keras, berbentuk bulat kecil-kecil
dan bewarna hitam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
OS belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, OS
menyangkal pernah mengalami sakit kuning sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluhan yang sama di keluarga OS.
5. Riwayat Pengobatan
OS belum pernah berobat untuk keluhan ini.
6. Riwayat Alergi
OS tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat, makanan, debu atau
apapun.
7. Riwayat Psikososial
OS mengatakan mengkonsumsi semua makanan serta OS gemar
sekali mengkonsumsi gorengan dan jeroan, OS mengatakan tidak
pernah menggunakan jarum suntik, OS kadang meminum obat
warung bila terasa sakit kepala, OS tidak pernah melakukan
transfuse darah sebelumnya, OS juga tidak pernah mengkonsumsi
alkohol.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaraan : Compos mentis

2. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82x/menit, teratur, kuat angkat, isi cukup
Suhu : 36,5 C Axilla
RR : 18x/menit
3. Status Generalisata
- Kepala : Normocephal
- Rambut : Hitam, tidak rontok
- Alis : Hitam, tidak rontok
- Mata : Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (+/+)
Reflekas Cahaya : (+/+)
Pupil : Isokhor
- Hidung : Normotia, sekret (-/-)
- Telinga : Normotia, serumen (-/-)
- Mulut : Stomatitis (-), tonsil T1 = T1, faring hiperemis
(-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-)
- Thorax : Normochest
I : Simetris dalam keadaan stastis dan dinamis, ictus
cordis tidak
terlihat, kuning (+).
P : Vocal fremitus kanan = kiri, ictus cordis teraba di ICS
V linea
midclavicula sinistra.
P : Sonor pada kedua lapang paru, batas kanan jantung ICS
IV, linea
parasternal dextra, batas kiri jantung ICSIV, linea
midclavicula sinistra
A : Vesikuler pada keuda lapang paru, rhonki (-/-),
wheezing (-/-),
murmur (-), BJ 1 = BJ 2 reguler.
- Abdomen
I : Datar, distensi abdomen (-), kuning (+)
A : Bising usus (+)
P : Lembut, hepatomegali (+), splenomegali (-), nyeri
tekan (+)
P : Timpani pada 4 kuadran, CVA (-/-)
- Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema (-/-), RCT < 2 detik,
kuning (+)
Bawah : Akral hangat, edema (-/-), RCT < 2 detik,
kuning (+)

D. Resume
Pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian kanan atas sejak 1 bulan
SMRS, nyeri terasa menjalar hingga ke ulu hati dan perut sebelah kiri,
OS juga mengeluhkan adanya mual disertai muntah makanan dan BAK
seperti betadine, OS juga mengatakan seluruh badannya tampak kuning
sejak timbulnya nyeri perut tersebut disertai lemas namun tidak disertai
demam dan menyangkal badan terasa gatal-gatal.
OS mengatakan 2 bulan SMRS, tiba-tiba pasien merasa sesak apabila
tidur terlentang atau tengkurap sehingga OS tidur dengan posisi duduk
agar tidak sesak. OS menyangkal adanya nyeri saat BAK dan
menyangkal pancaran kecing yang menurun serta menyangkal jumlah
urine menjadi lebih sedikit. OS mengaku beberapa hari ini BAB
menjadi keras, berbentuk bulat kecil-kecil dan bewarna hitam.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaraan : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 82x/menit, teratur, kuat angkat, isi cukup
Suhu : 36,5 C Axilla
RR : 18x/menit
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah

Tanggal: Nilai Nilai Rujukan Satuan


08/10/2016
Hemoglobin 10.3 13.5 - 17.5 gr/dL

Hematokrit 28.9 42 52 %

Leukosit 7.3 4.8 10.8 10^3/uL

Trombosit 383 150 450 10^3/uL

Eritrosit 3.47 4.7 - 6.1 10^6/uL

MCV 83.3 80 94 fL

MCH 29.7 27 31 Pg

MCHC 35.6 33 37 %

RDW-SD 48.6 37 54 fL

PDW 10.3 9 14 fL

MPV 10.2 8 12 fL

Limfosit % 18.7 26 36 %

Monosit % 7.9 48 %

Neutrofil % 69.4 40 70 %

Eosinofil % 3.4 13 %

Basofil % 0.6 <1 %


Limfosit # 1.36 1.00 1.43 10^3/uL

Monosit # 0.57 0.16 1.0 10^3/uL

Neutrofil # 5.04 1.8 7.6 10^3/uL

Eosinofil # 0.25 0.02 0.50 10^3/uL

Basofil # 0.04 0.00 0.10 10^3/uL

Gula Darah 97 70 110 mg%


Puasa
Bilirubin 27.23 < 1.1 mg%
Total
Bilirubin 23.80 0 0.3 mg%
Direk
Bilirubin 3.43 mg%
Indirek
AST 70 15 37 U/L
(SGOT)
ALT 49 16 63 U/L
(SGPT)
Albumin 2.57 3.4 5.0 g/dL

Ureum 17.0 10 50 mg%

Kreatinin 0.7 0.5 1.1 mg%

Natrium 135.3 135 148 mEq/L


(Na)
Kalium (K) 3.53 3.50 5.30 mEq/L

Calcium Ion 1.08 1.15 1.29 mmol/L

HBsAg Non Reactive NonReactive Index


Ultrasonography
Differential Diagnosis

Obstruksi Jaundice ec Ca Caput Pankreas


Cholangitis
Cholecystitis

Working Diagnosis

Obstruksi Jaundice ec Choledocholithiasis

Penatalaksanaan

Laparoscopic cholecystectomy
BAB II

DAFTAR PUSTAKA

A. ANATOMI

Gallbladder

Gallbladder berbentuk seperti buah pir, panjangnya sekitar 7 - 10 cm,

dengan kapasitas 30 - 50 mL. ketika obstruksi, gallbladder dapat menggembung

sampai 300 mL. Gallbladder berlokasi di fossa inferior didepan liver. Sebuah garis

dari fossa ini ke vena cava inferior membagi hati menjadi kanan dan kiri lobus hati.

Kantong empedu dibagi menjadi empat bidang anatomi: fundus, korpus ( badan ),

infundibulum, dan leher. Fundus berbentuk bulat, ujung buntu yang biasanya

meluas 1 sampai 2 cm di atas margin hati. Ini berisi sebagian besar otot polos organ,

kontras dengan tubuh, yang merupakan tempat penyimpanan utama dan berisi

sebagian besar jaringan elastis. tubuh memanjang dari fundus dan mengecil ke

leher, area berbentuk corong yang menghubungkan dengan duktus kistik. Leher

biasanya mengikuti kurva lembut, konveksitas yang dapat diperbesar untuk

membentuk infundibulum atau kantong Hartmann. leher terletak di bagian terdalam

dari fossa kandung empedu dan meluas ke bagian bebas dari ligamen

hepatoduodenal.1

Arteri kistik yang memasok kantong empedu biasanya cabang dari arteri

hepatika kanan ( > 90 % dari waktu ). The course of the cystic artery dapat

1
Charles Brudicardi, F. 2015. Schwartzs Principles of Surgery Tenth Edition. Mc Graw Hill Medical
bervariasi, tetapi hampir selalu ditemukan dalam segitiga hepatocystic, daerah

terikat oleh duktus sistikus, saluran hepatik umum, dan margin hati ( segitiga Calot

). Ketika arteri cystic mencapai leher kandung empedu, itu terbagi menjadi anterior

dan posterior. Venous return melalui vena kecil yang masuk langsung ke hati atau,

jarang, ke vena kistik besar yang membawa darah kembali ke vena portal. Limfatik

kandung empedu mengalir ke node pada leher kandung empedu. Saraf kantong

empedu timbul dari vagus dan dari cabang simpatik yang melewati pleksus celiac

(preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts melewari

aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf

muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri

diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi

kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.4

Sumber: Charles Brudicardi, F. 2015. Schwartzs Principles of Surgery Tenth Edition.

Mc Graw Hill Medical


Bile Ducts

Saluran-saluran empedu ekstrahepatik terdiri dari saluran hati kanan dan

saluran hati kiri, duktus hepatik umum, saluran cystic, dan saluran empedu atau

choledochus. Saluran empedu memasuki bagian kedua dari duodenum melalui

struktur otot, sfingter Oddi.4

Saluran empedu umumnya memiliki panjang sekitar 7-11 cm dan

diameternya 5 sampai 10 mm.4

Saluran-saluran empedu ekstrahepatik dilapisi oleh mukosa columnar

dengan berbagai kelenjar lendir di saluran empedu. Sebuah jaringan fibroareolar

mengandung sel-sel otot polos sedikit mengelilingi mukosa. Sebuah lapisan otot

yang berbeda tidak hadir dalam saluran empedu manusia. Pasokan arteri ke saluran

empedu berasal dari saluran cerna dan arteri hepatik yang tepat, dengan batang

utama yang berjalan di sepanjang medial dan dinding lateral saluran umum (

kadang-kadang disebut sebagai pukul 3 dan 9 jam ). arteri ini beranastomosis bebas

dalam dinding-dinding saluran. Kepadatan serabut saraf dan ganglia meningkat

dekat sfingter Oddi, tetapi pasokan saraf ke saluran empedu dan sfingter Oddi

adalah sama seperti untuk kantong empedu.4


Sumber: Charles Brudicardi, F. 2015. Schwartzs Principles of Surgery Tenth Edition.
Mc Graw Hill Medical

Sumber: Putz, R. dkk. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta : EGC
Duktus Sistikus

Duktus sistikus merupakan lanjutan dari vesika fellea, terletak pada porta

hepatis yang mempunyai panjang kira-kira 3-4 cm. Pada porta hepatis duktus

sistikus mulai dari kollum vesika fellea, kemudian berjalan ke postero-kaudal

di sebelah kiri kollum vesika fellea. Lalu bersatu dengan duktus hepatikus

kommunis membentuk duktus koledokus. Mukosa duktus ini berlipat-lipat

terdiri dari 3-12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudinal

terlihat sebagai valvula disebut valvula spiralis (Heisteri).

Duktus Hepatikus

Duktus hepatikus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister yang bersatu

membentuk duktus hepatikus komunis pada porta hepatis dekat pada processus

papillaris lobus kaudatus. Panjang duktus hepatikus kommunis kurang lebih 3

cm terletak disebelah ventral arteri hepatika propria dexter dan ramus dexter

vena portae. Bersatu dengan duktus sistikus menjadi duktus koledokus.

Duktus Koledokus

Duktus koledokus mempunyai panjang kira kira 7 cm dibentuk oleh persatuan

duktus sistikus dengan duktus hepatikus kommunis pada porta hepatis, dimana

dalam perjalanannya dapat dibagi menjadi tiga bagian.

Pada kaput pankreas duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus

wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior pars

desenden duodeni membentuk suatu benjolan ke dalam lumen disebut papilla

duodeni major.
B. FISIOLOGI

Hati memproduksi empedu terus-menerus dan eksresi ke kanalikuli

empedu. Orang dewasa yang normal rata-rata menghasilkan dalam 500 sampai

1000 mL empedu sehari. Sekresi empedu responsif terhadap neurogenik,

rangsangan humoral, dan kimia. Stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu,

sedangkan stimulasi saraf splanknikus berfungsi dalam menurunkan aliran

empedu. Asam klorida, protein dicerna sebagian, dan asam lemak dalam duodenum

merangsang pelepasan secretin dari duodenum yang pada akhirnya dapat

meningkatkan produksi empedu dan aliran empedu. Empedu mengalir dari hati

melalui duktus hepatika, ke dalam duktus hepatik umum, melalui saluran empedu

umum, dan akhirnya ke duodenum. Dengan sfingter Oddi utuh, aliran empedu

diarahkan ke kantong empedu.

Empedu terutama terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid,

dan pigmen empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klorin memiliki konsentrasi

yang sama dalam empedu seperti dalam plasma atau cairan ekstraseluler. PH dari

empedu hati biasanya netral atau sedikit basa, tetapi bervariasi dengan

meningkatnya diet protein PH empedu dapat berubah menjadi lebih asam. Garam

empedu primer, kolat dan chenodeoxycholate, disintesis dalam hati dari kolesterol.

Mereka terkonjugasi dengan taurin dan glisin, dan bertindak dalam empedu sebagai

anion (asam empedu) yang seimbang dengan natrium. Garam empedu


diekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dalam membantu pencernaan dan

penyerapan lemak di usus.2

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan

empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Empedu hati

tidak dapat segera masuk ke duodenum; akan tetapi setelah melewati duktus

hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam

kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dan

garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira 10

kali lebih pekat daripada empedu hati. Secara berkala kandung empedu

mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan

ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan

kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak

dalam makanan merupakan rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi.

Sekitar 80% dari asam empedu yang terkonjugasi diabsopsi di ileum

terminal. Sisanya yang asam empedu takterjonjugasi oleh bakteri usus dibentuk

asam empedu sekunder yaitu deoxycholate dan lithocholate. asam empedu

takterjonjugasi diserap di usus besar, diangkut kembali ke hati, terkonjugasi, dan

disekresikan ke dalam empedu. Akhirnya, sekitar 95% dari asam empedu diserap

kembali dan dikembalikan melalui sistem vena portal ke hati, yang disebut sebagai

sirklus enterohepatik. Lima persen diekskresikan dalam tinja, dalam jumlah yang

relatif kecil asam empedu.

2
Boyer J: Bile secretionmodels, mechanisms, and malfunctions. A perspective on the development of
modern cellular and molecular concepts of bile secretion and cholestasis. J Gastroenterol 31:475, 1996.
[PMID: 8726846]
Dua penyakit saluran empedu yang paling menyolok, dipandang dari

frekuensinya adalah pembentukan batu (koletlitiasis) dan radang kronik penyerta

(kolesistitis). Walaupun masing-masing keadaan ini dapat timbul secara sendiri-

sendiri, keduanya sering timbul bersamaan dan akan dibicarakan bersama-sama.

Kolesterol dan fosfolipid disintesis di hati adalah kandungan lipid utama

yang ditemukan dalam empedu. Sintesis fosfolipid dan kolesterol oleh hati diatur

oleh asam empedu. Warna empedu adalah karena adanya pigmen bilirubin

diglucuronide, yang merupakan produk metabolisme dari pemecahan hemoglobin,

dan konsentrasi empedu 100 kali lebih besar dari pada dalam plasma. Setelah di

usus, bakteri mengubahnya menjadi urobilinogen, sebagian kecil yang diserap dan

disekresikan ke dalam empedu.


CHOLEDOCHOLITHIASIS

Definisi

Keadaan dimana terjadi obstruksi pada duktus biliaris yang disebabkan oleh

batu. Sebanyak 6 - 15% ditemukan pada keadaan akut kolesistolitiasis dan 1 2% pada

kolesistitis. Sekitar 15 % penderita kolelitiasis, batu empedu keluar dari kandung

empedu melalui duktus sistikus dan kemudian masuk kedalam duktus koledokus. Batu-

batu juga mungkin terbentuk didalam saluran duktus koledokus sendiri. Kadangkala

ini disebabkan karena stasis yang terjadi dalam duktus koledokus, tetapi ini merupakan

suatu perkecualian yang jarang sekali terjadi. Batu dapat melewati ampula Vater

menuju ke dalam duodenum, atau dapat juga bertahan di dalam ampula sehingga

menimbulkan penyumbatan.

Sekitar 50 % penderita koledokolitiasis tak memperlihatkan gejala-gejala

yang ada kaitannya dengan duktus koledokus. Pada 50 % yang lain koledokolitiasis

dapat menyebabkan kolik empedu, kolangiotis, ikterus obstruktif, pankreatitis atau

kombinasi keadaan tersebut diatas.

Episode kolik disebabkan karena tersumbatnya duktus koledokus oleh batu,

yang berlangsung intermiten. Episode ini serupa dengan serangan-serangan yang

tampak pada penderita kolesistitis kronik. Kalau batu masuk kedalam ampula, atau

kalau tergelincir keatas masuk ke duktus sehingga tak ada penyumbatan, maka rasa

nyeri itu mereda. Kalau penyumbatan terus berlangsung, maka rasa sakit akibat

peregangan saluran empedu terus berlanjut.


Epidemiologi

Choledocholithiasis banyak didapatkan pada ras Asia terutama di daerah Asia

Tenggara. Kolelitiasis banyak didapatkan pada perempuan dibandingkan pria. Angka

insidensi batu empedu 40% terjadi pada umur lebih dari 60 tahun, sedangkan batu

primer pada duktus koledoktus terjadi 8 - 15% pada pasien dengan umur kurang dari

60 tahun dan 15 - 60% terjadi pada umur lebih dari 60 tahun.

Etiologi

Penyebab dari koledokolitiasis bisa berupa adanya batu dari kandung empedu yang

bermigrasi dan menyumbat duktus koledokus atau dapat juga berasal dari pembentukan

batu di duktus koledokus sendiri. Faktor predisposisi terjadinya batu empedu ialah

adanya perubahan komposisi empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada pasien koledokolitiasis kadang tidak spesifik bahkan tidak

menimbulkan keluhan. Namun keluhan dari koledokolitiasis sendiri yang akan

ditemukan ialah nyeri kolik pada abdomen regio epigastrium dan hipokondrium

dekstra, air seni bewarna lebih pekat dan gelap, kulit dan sklera yang tampak kuning

serta adanya gejala kolangitis seperti menggigil, tanda-tanda sepsis, hipotensi hingga

penurunan kesadaran.
Faktor Risiko

Jenis kelamin wanita mempunyai resiko 3 kali lipat, dikarenakan hormone

esterogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung

empedu.

Usia > 60 tahun

BMI tinggi kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi dan juga mengurasi

garam

empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.

Nutrisi intravena jangka lama kandung empdeu tidak terstimulasi untuk

berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal, sehingga

resiko terbentuknya batu menjadi meningkat.

Diagnosis

Pada anamnesis akan ditemukan keluhan nyeri perut, demam, menggigil hingga

penurunan kesadaran. Sedangkan pada pemeriksaan fisik, didapatkan darah yang

rendah, nadi yang cepat > 90 x/menit, suhu tubuh tinggi > 390C dan sklera yang ikterik

hingga kulit yang tampak kuning. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan

peningkatan alkalin fosfat dalam darah dan juga peningkatan bilirubin total dan direk.

Sedangkan dapat juga dilakukan pemeriksaan endoskopik ultrasound, transabdominal

ultrasound hingga ERCP sebagai pemeriksaan penunjang untuk memastikan ada

tidaknya batu pada duktus koledokus.


Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Urine

Adanya bilirubinuria merupakan tanda yang dini dari hepatitis virus dan

hepatitis akibat obat-obatan. Tidak adanya urobilinogen menunjukkan obstruksi total

pada duktus choledokus, dan bila ini terjadi lebih lama dari 7 hari maka menunjukkan

kemungkinan adanya obstruksi lengkap yang dapat disebabkan oleh keganasan.

Urobilinogen positif dengan tes bilirubin negatif dapat menunjukkan kemungkinan

pasien menderita ikterus hemolitik.

Tinja

Tinja yang akolis dapat terjadi obstruksi pada traktus biliaris. Adanya darah

tesembunyi dalam tinja mungkin terjadi pada karsinoma ampulla vaterii atau

karsinoma dari traktus digestivus atau juga pada penderita sirosis dengan hipertensi

portal.

Tes Biokimia

Kadar serum bilirubin menentukan berat ringannya ikterus. Kenaikan yang

sangat tinggi pada bilirubin tidak berkonjungasi (indirect) terdapat pada ikterus

hemolitik, sedangkan kenaikan yang tinggi pada bilirubin konjungasi (direct) terdapat

pada ikterus obstruktiva. Serum alkali fosfatase lebih besar dari 30 KA atau lebih besar

dari 10 Bodansky Units menunjukkan obstruksi biliaris, bilamana tidak ada penyakit

pada tulang. Kenaikan tersebut juga dapat dijumpai pada penderfta sirosis dengan

sedikit ikterus.
Perubahan kadar albumin dan kenaikan globulin biasanya terdapat pada

penyakit ikterus hepatoseluler. Pemeriksaan elektroforese adalah penting. Kadar serum

albumin yang normal dengan kenaikan alfa 2 dan beta globulin pada ikterus kolestatik,

yang bertentangan dengan albumin yang menurun dan kenaikan gamma globulin yang

terdapat pada ikterus hepatoseluler.

Hematologi

Jumlah leukosit yang rendah dengan limfositosis relatif terdapat pada ikterus

hepatoseluler. Lekositosis polimorf mungkin terdapat pada hepatitis virus yang sangat

berat. Lekositosis dapat dijumpai pada ikterus obstruktiva dengan kolangitis akut atau

pada penyakit dengan keganasan.

Bila waktu protrombin memanjang, perlu diberi vitamin K, 10 mg tiap hari, dan

bila dalam 3 hari normal kembali maka menunjukkan adanya ikterus obstruktiva,

sedangkan pada ikterus hepatoseluler mengalami sedikit perubahan.

Hasil pemeriksaan laboratorium tidak spesifik untuk mendiagnosis

Choledocolithiasis. Leukositosis merupakan indikasi infeksi atau inflamasi, tapi hasil

ini tidak spesifik. Peningkatan serum bilirubin total dan direk mengindikasikan adanya

obstruksi pada duktus koledoktus. Sekitar 60% pasien Choledocolithiasis memiliki

serum bilirubin direk lebih dari 3 mg/dl. Serum amilase dan lipase meningkat pada

pankreatitis akut. Peningkatan alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase

dapat memprediksikan adanya batu pada duktus koledoktus. Protrombin time

meningkat pada pasien prolonged Choledocolithiasis. SGOT dan SGPT meningkat

pada pasien dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis, atau keduanya. Kultur darah

memberikan hasil positif pada 30-60% pasien cholangitis.


Pencitraan

Sebagai pemeriksaan rutin perlu dibuat foto toraks, terutama untuk melihat

apakah terdapat peninggian dan gambaran yang ireguler dari diafragma kanan. Pada

penderita dengan hepatomegali yang diduga karena sirosis hati, perlu dibuat foto

esofagus, untuk melihat apakah ada varises esofagus.

Pada penderita yang diduga dengan ikterus kolestatik, perlu dibuat

kolesistografi. Ada beberapa cara kolesistografi, diantaranya indirect dan direct. Yang

termasuk direct ialah: percutaneus transhepatic cholangiography, kolangiografi

laparoskopik dan sirurgis kolangiografi.

Pencitraan yang dapat digunakan dalam menunjang diagnosis Choledocolithiasis

yang dapat digunakan adalah transabdominal USG, endoscopic USG, CT-scan, MRI,

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreography (ERCP) , dan Percutaneous

Transhepatic Cholangiography (PTC). Cholangiography adalah Golden Standart

untuk menegakkan diagnosis batu pada duktus koledoktus.

Tatalaksana

Pasien dengan simptomatik batu kandung empedu dan suspek batu pada duktus

biliaris, lakukan preoperatif endoskopi cholangiografi atau intraoperative

cholangiogram untuk melihat batu pada duktus biliaris. Jika hasil pemeriksaan terdapat

batu melalui endoskopi, dapat dilakukan sphincterotomi dan laparoskopi

kolesistektomi. Jika dilakukan intraoperative cholangiogram saat kolesistektomi dapat

langsung mengetahui ada atau tidaknya batu pada duktus biliaris.


Penatalaksanaan Choledocolithiasis dapat bersifat non-surgical atau surgical.

Modalitas yang dapat digunakan dalam terapi non-surgical adalah ERCP,

percutaneous extraction, dan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Litotripsy).

Sedangkan terapi surgical adalah open choledochotomy, transcystic exploration,

drainage procedures, cholecystectomy. Medikamentosa yang dapat digunakan berupa

(1) antibiotiksebagai profilaksis ataupun terapi bila terbukti terdapat infeksi, (2) agen

H-2 antagonist, sukralfat, dan proton pump inhibitorprofilaksis terhadap stress

ulcer.
DAFTAR PUSTAKA

1. Papadakis, MD., Maxine. 2015. Current Medical Diagnosis and Treatment, fifty

fourth edition. Mc Graw Hill Education. a LANGE medical book

2. G. Stead,MD., Latha. 2003. First Aid For The Surgery Clerkship, The Student To

Student Guide. Mc Graw Hill Medical Publishing Division

3. Sabiston Textbook of Surgery 19th Ed.

4. Charles Brudicardi, F. 2015. Schwartzs Principles of Surgery Tenth Edition. Mc

Graw Hill Medical

5. Putz, R. dkk. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 Edisi 22. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai