Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

ILEUS

Disusun Oleh :

Flora Ratu Putribunda

030.12.110

Pembimbing :

dr. Syamsul Bahri, Sp.B

KEPANITRAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARWANG

PERIODE 15 JULI – 20 SEPTEMBER 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

1
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Referat dengan judul:

Ileus

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Karawang
Periode 15 Juli – 20 September 2019

Disusun Oleh :
Flora Ratu Putribunda
030.12.110

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Syansul Bahri, Sp.B. Selaku dokter
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah
Karawang

Karawang, ….. Agustus 2019


Pembimbing

dr. Syamsul Bahri, Sp. B

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………… 3
BAB I……………………………………………………………………………… 4
PENDAHULUAN………………………………………………………………… 4
Latar Belakang……………………………………………………………… 4
BAB II…………………………………………………………………………… 6
TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………. 6
2.1. Anatomi……………………………………………………………….. 6
2.2. Histologi………………………………………………………………. 8
2.3. Fisiologi………………………………………………………………. 11
2.4. Ileus………………………………………………………………....... 16
2.4.1. Ileus Paralitik………………………………………………… 16
2.4.2. Ileus Obstruktif………………………………………………. 19
2.5. Manifestasi Klinis……………………………………………………. 22
2.6. Patogenesis dan Patofisiologi………………………………………… 22
2.7. Diagnosis……………………………………………………………… 26
2.8. Tatalaksana…………………………………………………………… 36
2.9. Komplikasi…………………………………………………………… 38
2.10. Progmosis……………………………………………………… …… 38
BAB III………………………………………………………………….............. 39
PENUTUP………………………………………………………………………. 39
Kesimpulan……………………………………………………………….. 39
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 40

3
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus yang segera memerlukan pertolongan dokter. Di Indonesia ileus
obstruksi paling sering disebabkan oleh hernia inkarserata, sedangkan ileus paralitik
sering disebabkan oleh peritonitis. Keduanya membutuhkan tindakan operatif.(1)

Sekitar 20% pasien datang kerumah sakit datang dengan keluhan nyeri
abdomen karena obstruksi pada saluran cerna, 80% terjadi pada usus halus.
Merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai 60-70% dari
seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendisitis akut. Ileus memiliki mortalitas
tinggi jika tidak segera didiagnosis dan ditangani dalam 24 jam.

Prevalensi pada obstruksi usus adalah 21,8% dan 4,8% di antara pasien
yang dirawat karena operasi abdomen akut dan dilakukan laparatomi. Tingkat
kematiannya adalah 2,5% (6 dari 262). Penyebab paling umum dari obstruksi usus
kecil adalah intususepsi pada 48 pasien (30,9%), diikuti oleh volvulus usus kecil
pada 47 pasien (30,3%). Obstruksi usus besar disebabkan oleh volvulus sigmoid
pada 60 pasien (69,0%) lalu tumor kolon pada 12 pasien (13,8%).(1)

Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus.(2)
Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya.
Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia
yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004.(2)

Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar.
Keduanya memiliki cara penanganan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda
pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan
vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga

4
penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan
menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.

Obstruksi usus besar sering disebabkan oleh neoplasma atau kelainan


anatomic seperti volvulus, hernia inkarserata, striktur atau obstipasi. Penanganan
obstruksi kolon lebih kompleks karena masalahnya tidak bisa hilang dengan sekali
operasi saja. Terkadang cukup sulit untuk menentukan jenis operasi kolon karena
diperlukan diagnosis yang tepat tentang penyebab dan letak anatominya. Pada
kasus keganasan kolon, penanganan pasien tidak hanya berhenti setelah operasi
kolostomi, tetapi membutuhkan radiasi dan sitostatika lebih lanjut. Hal ini yang
menyebabkan manajemen obstruksi kolon begitu rumit dan kompleks daripada
obstruksi usus halus.

Dalam referat ini akan dibahas mengenai klasifikasi dan perbedaan dari
jenis-jenis ileus serta bagaimana mendiagnosis, pemeriksaan fisik maupun
penunjang dan penatalaksanaan dari berbagai ileus tersebut.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencerna menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan
(faring), kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus, usus besar, rektum dan
anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm
sampai 290 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum.
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang
jejenum 100-110 cm dan panjang ileum 150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan
jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium.(3)

Gambar 1. Usus halus

6
Kira-kira dua per lima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga per lima
bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum mempunyai vaskularisasi yang besar
dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis merupakan tabung buntu
berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada
apeks sekum.(3)

Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri


celiaca. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi
oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya arteri pankreatikoduodenalis superior.
Darah dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena
lienalis membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan
parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan
simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.

Gambar 2. Usus Besar

7
Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati
sekitar dua atau tiga inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon
ascenden, colon transversum, descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon
membentuk belokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut
dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi
krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah
membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum. Usus besar
memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.
Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh
cabang a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika
media. Kolon transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan
sebagian besar rektum perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika
sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan
paralel dengan arterinya. Kolon dipersarafi oleh oleh serabut simpatis yang berasal
dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal
dari N.vagus.(3)

2.2 HISTOLOGI
Usus Halus
Dinding usus halus memiliki empat lapisan(3):
 Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tidak lengkap di
atas duodenum dan hampir lengkap di dalam mesenterica usus halus.
 Tunica Muscularis. Merupakan dua selubung otot polos tak bergaris
dan selubung otot ini membentuk tunica muscularis usus halus.
Merupakan lapisan paling tebal dalam duodenum dan semakin ke distal,
ketebalannya berkurang. Lapisan luarnya adalah stratum longitudinale

8
dan lapisan dalamnya stratum circulare. Plexus myentericus saraf
(Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara dua lapisan otot.
 Tunica Submucosa. Tela submucosa merupakan jaringan ikat longgar
yang terletak diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina
muskularis mukosa, yang berada di bawah mukosa. Dalam ruangan ini
merupakan tempat berjalannya pembuluh darah halus dan pembuluh
limfe, juga ditemukan neuroplexus meissner.
 Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus (kecuali pars superior
duodenum) tersusun di dalam lipatan sirkular, saling tumpang tindih
dan berinterdigitasi secara transversa. Tiap lipatan ini ditutupi oleh
tonjolan, villi.

Gambar 2. Histologi usus halus

Terdapat tiga struktur yang menambah luas permukaan dan


membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utama usus halus:
 Lapisan mukosa dan submukosa berbentuk lipatan sirkular yang atau
disebut valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam
lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan ini nyata pada duodenum dan

9
jejenum dan mulai menghilang pada pertengahan ileum. Lipatanini
menyerupai bulu pada pemeriksaan radiogram.
 Vili merupakan tonjolan seperti jari di mukosa yang memiliki jumlah
sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi
panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang),
gambaran mukosa menyerupai beludru.
 Mikrovili merupakan tonjolan menyerupaijari dengan panjang sekitar 1
μ pada permukaan luar setiap villus, terlihat dengan mikroskop elektron
dan tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya
hanyalah sekitar 2.00 cm². Luas permukaan absorbsi bertambah sampai
2 juta cm² merupakan peran dari valvula koniventes, vili dan mikrovili.

Usus besar
Memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya
tetapi juga memiliki beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja,
seperti lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal , tidak mengandung villi
atau rugae. Kriptus lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan
mempunyai lebih banyak sel goblet, lapisan otot longitudinal usus besar
tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia
koli. Taenia akan menyatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia
lebih pendek daripada usus sehingga menyebabkan usus tertarik dan
berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak
dan melekat di sepanjang taenia.(2)

10
2.3 FISIOLOGI

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-
bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut
dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang
masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim
pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang
lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas. (3,8)
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Terjadinya motilitas,
sekresi, pencernaan, dan penyerapan. Pergerakan segmental usus halus akan
mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi
usus. Segmentasi terdiri dari kontraksi otot polos sirkular yang berulang dan
berbentuk cincin disepanjang usus halus.(8) Pergerakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi
optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir
pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah
dan limfe untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorbsi.(3,4,9)
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot
yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan
adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding
usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen
usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi

11
mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian
seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya
semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan
selanjutnya terjadi absorbs.(9)
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan Basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses
kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan
sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong
makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana
pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini
sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan
refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon
gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus.
Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus.(11)
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di
dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter
ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga
memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada
appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan
mengalami paralisis sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

12
Gambar 3. Sfingter ileosekum(8)
Relaksasi sfingter ditingkatkan oleh pelepasan gastrin pada permulaan makan,
saat terjadi peningkatan aktivitas lambung. Relaksasi ini memungkinkan serat yang
tidak tercerna dan zat terlarut yang tidak diabsorpsi dari makanan sebelumnya
terdorong maju sewaktu makanan baru masuk ke saluran cerna (refleks
gastrokolon).(5,8)
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rectum. Kolon normalnya
menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus per hari. Karena sebagian besar
pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di usus halus maka isi yang di
salurkan kekolon terdiri dari residu makanan yang tak tercerna missal selulosa,
komponen empedu yang tidak diserap, dan cairan. Kolon mengekstraksi H20 dan
garam dari isi lumennya. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan tinja
sebelum defekasi. Motilitas utama kolon adalah kontraksi haustra yang dipicu oleh
ritmisitas otonom sel otot polos kolon. Kontraksi ini, yang menyebabkan kolon
membentuk haustra. Ketika gerakan kolon mendorong tinja kedalam rectum,
peregangan yang terjadi di rectum merangsang reseptor regang di dinding rectum,
memicu refleks defeksi. Refleks ini menyebabkan sfingter ani internus (otot polos)
melemas dan rectum rectum dan kolon sigmod berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter
ani eksternus (otot rangka) juga melemas maka terjadi defekasi. Selain feses yang
keluar dari anus, gas usus atau flatus juga keluar terutama berasal dari dua sumber :
(1) udara yang tertelan (hingga 500 ml udara mungkin tertelan ketika makan) dan
(2) gas yang diproduksi oleh fermentasi bakteri dikolon. Adanya gas yang mengalir
melalui isi lumen menimbulkan suara berkumur yang dikenal sebagai
borborigmi.(4,8)

13
Terdapat empat proses pencernaan dasar: motilitas, sekresi, pencernaan, dan
penyerapan.

Motilitas

Merupakan kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran cerna,
otot polos di saluran cerna mempertahankan suatu kontraksi (tonus).Tonus penting
untuk mempertahankan tekanan tetap pada isi saluran cerna untuk mencegah
dindingnya teregang permanen setelah mengalami distensi.

Pada aktivitas tonus yang tetap ini terdapat 2 tipe dasar motilitas saluran cerna:
gerakan mendorong (propulsive) mendorong maju isi saluran cerna, dengan
kecepatan pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh
berbagai bagian saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung
pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian saluran cerna. Sebagai contoh,
transit makanan melalui esophagus berlangsung cepat, yang sesuai karena struktur
ini hanya berfungsi sebagai saluran dari mulut ke lambung. Sebagai perbandingan,
di usus halus, tempat utama pencernaan dan penyerapan, isi bergerak maju dengan
lambat, menyediakan waktu untuk penguraian dan penyerapan makanan.

Gerakan mencampur mempunyai fungsi ganda, yaitu dengan tercampurnya


makanan dengan getah pencernaan, gerakan ini mempermudah penyerapan dengan
memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran cerna.

Pergerakan bahan melalui sebagian besar saluran cerna terjadi akibat kontraksi otot
polos di dinding organ pencernaan. Pada ujung saluran mulut di bagian pangkal
esophagus dan sfringter ani eksternus di akhir motilitas lebih melibatkan otot
rangka daripada aktivitas otot polos. Karena itu, tindakan mengunyah, menelan, dan
defekasi merupakan komponen volunteer karena otot rangka berada dibawah
kontrol sadar. Sebaliknya, motilitas di seluruh saluran lainnya dilaksanakan oleh
otot polos yang dikontrol oleh mekanisme involunter.

14
Sekresi

Sejumlah getah pencernaan disekresikan ke dalam lumen saluran cerna oleh


kelenjar eksokrin di sepanjang perjalanan, masing-masing dengan produk
sekretorik spesifik. Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit , dan
konstituen organic spesifik yang penting dalam proses pencernaan, misalnya enzim,
garam empedu, atau mucus. Sel-sel sekretorik mengekstraksi dari plasma sejumlah
besar air dan bahan mentah yang diperlukan untuk menghasilkan sekresi tertentu
tersebut. Sekresi semua getah pencernaan memerlukan energy, baik untuk transport
aktif sebagian bahan mentah ke dalam sel (yang lain berdifusi secara pasif) maupun
sintesis produk sekretorik oleh reticulum endoplasma. Pada rangsangan saraf atau
hormon yang sesuai, sekresi dibebaskan ke dalam lumen saluran cerna. Dalam
keadaan normal, sekresi pencernaan direabsorbsi dalam suatu bentuk kembali ke
darah setelah ikut serta dalam proses pencernaan. Kegagalan reabsorbsi ini
(misalnya karena muntah atau diare) menyebabkan hilang cairan yang “dipinjam”
dari plasma ini.

Selain itu, sel-sel endokrin yang terletak di dinding saluran cerna mensekresikan
hormone pencernaan ke dalam darah yang membantu pengontrolan motilitas
pencernaan dan sekresi kelenjar eksokrin.

Pencernaan

Manusia mengkonsumsi tiga kategori biokimiawi bahan makanan kaya energy:


karbohidrat, protein, lemak. Molekul molekul besar ini tidak dapat melewati
membrane plasma utuh untuk diserap dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau
limfe. Kata pencernaan (digestion) merujuk kepada penguraian biokimiawi struktur
kompleks makanan menjadi satuansatuan yang lebih kecil dan dapat diserap, oleh
enzim enzim yang diproduksi di dalam sistem pencernaan.

Sewaktu bergerak melalui saluran cerna, makanan menjadi subjek berbagai enzim,
yang masing-masing menguraikan molekul makanan lebih besar diubah menjadi

15
nit-unit kecil yang dapat diserap melalui proses bertahap progresif, seperti jalur
perakitan yang berjalan terbalik, seiring dengan terdorong majunya isi saluran
cerna.

Penyerapan

Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar penyerapan.
Melalui proses penyerapan, unit-unit kecil makanan yang dapat diserap yang
dihasilkan oleh pencernaan, bersama dengan air, vitamin dan elektrolit,
dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe.(4)

2.4 ILEUS

Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya


makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
terutama dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus
paralitik.(7,11)

2.4.1 Ileus Paralitik

2.4.1.1 Definisi

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.(12) Ileus
paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai
penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut, toksin
dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus. Ileus paralitik
merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltic
usus tanpa adanya obstruksi mekanik.(10,13)

Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai


saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak

16
mampu mendorong isi sepanjang usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot,
gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson.(14)

2.4.1.2 Etiologi

Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama kali
yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-
72 jam).(13)

Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya


obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus.

Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah


keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali
normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus
yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal dan
extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan

17
kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat
daripada reseksi kolon ileus terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus
merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru.
Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus
meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah
sakit.(13)

Beberapa penyebab terjadinya ileus:

 Trauma abdomen
 Pembedahan perut (laparatomy)
 Serum elektrolit abnormalitas
Hipokalemia
Hiponatremia
Hipomagnesemia
Hipermagensemia
 Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul)
3. Rongga perut
1. Radang usus buntu
2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis

18
6. Perforasi ulkus duodenum
 Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
 Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
 Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic

2.4.2 Ileus Mekanik (Ileus Obstruktif)

2.4.2.1 Definisi
Ileus adalah hambatan pasase usus yang dapat disebabkan oleh obstruksi
lumen usus atau gangguan peristaltik usus. Secara garis besar dibagi menjadi dua
yaitu Ileus Obstruktif dan Ileus Paralitik. Ileus yang disebabkan oleh obstruksi
disebut juga ileus mekanik, dan memiliki angka kejadian tersering.

2.4.2.2 Klasifikasi
Lokasi Obstruksi
 Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
 Letak Tengah : Ileum Terminal
 Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

19
Gambar 4. Lokasi Obstruksi

Stadium
 Parsial : menyumbat lumen sebagian
 Simple/Komplit: menyumbat lumen total
 Strangulasi: Simple dengan jepitan vasa

2.4.2.3 Etiologi
i. Penyempitan lumen usus
 Isi Lumen : Benda asing, skibala, ascariasis.
 Dinding Usus : stenosis (radang kronik), keganasan.
 Ekstra lumen : Tumor intraabdomen.
ii. Adhesi
iii. Invaginasi
iv. Volvulus

20
Gambar 5. Etiologi ileus obstruksi

v. Malformasi Usus

21
2.5 MANIFESTASI KLINIS

Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang
disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang
berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus
akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai
keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.(13)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani
dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama
sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya.
Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif).
Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah
gambaran peritonitis.(13)

2.6 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI(13,14,15)

Patogenesis ileus masih belum jelas, pada keadaan postoperatif ileus mungkin
dimediasi oleh aktivasi dari inhibisi reflek arkus spinal, secara anatomis, 3 refleks
terlibat yaitu refleks sangat pendek terbatas di dinding usus, refleks pendek yan
melibatkan ganglia paravertebra dan yang paling sering pada reflek panjang yang
melibatkan medula spinalis. Stres akibat post operatif menyebabkan timbulnya
mediator inflamasi yang berperan dalam timbulnya ileus, pada penelitian terhadap
tikus ditemukan peningatan makrofag, monosit, sel dendrit, NK cell dan sel
mast. Calcitonin gene–related peptide, nitric oxide, vasoactive intestinal peptide,
dan substansi P berfungsi sebagai inhibisi neurotransmiter di sistem nervus usus.

22
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat
dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik
yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan
atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu. Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen usus berupa gas dan cairan
pada bagian proksimal tempat pemyumbatan yang menyebabkan pelebaran dinding
usus (distensi). Sebagian besar gas yang terakumulasi berasal dari udara yang
tertelan, meski ada yang di produksi dari dalam usus. Sumbatan usus dan distensi
usus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraluminal sehingga terjadi
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas
semakin bertambah sehingga menyebabkan distensi usus sebelah proksimal
sumbatan. Selain hipersekresi meningkat, kemampuan absorbsi usus pun menurun,
sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya syok hipovolemik.
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai
kompensasi adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan
terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak
berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang.
Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan
vaskuler terutama statis vena. Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi
bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan oleh adanya
translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek lokal
perengangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya terjadi

23
pada obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini adalah
sepsis.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus
dan udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit.
Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi
sekresi dan absorbsi membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi
endema dan kongesti. Distensi yang menyeluruh menyebabkan pembuluh darah
tertekan sehingga suplai darah berkurang (iskemik) dan dapat terjadi perforasi.
Usaha usus untuk berperistaltik disaat adanya sumbatan menghasilkan nyeri
kolik abdomen dan penumpukan kuman dalam usus merangsang muntah. Pada
obstruksi usus dengan stranguasi, terdapat penjepitan yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehingga terjadi iskemia, nekrosis kemudian gangren. Gangren ini
kemudian menyebabkan tanda toksis yang terjadi pada sepsis yaitu takikardia, syok
septik dengan leukositosis.

Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus halus
karena pada obstruksi kolon, kecuali pada volvulus, hampir tidak pernah terjadi
strangulasi. Kolon merupakan alat penyimpanan feses sehingga secara relatif
fungsi kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali. Oleh karena itu kehilangan cairan
dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal. Dinding usus halus kuat
dan tebal, karena itu tidak timbul distensi berlebihan atau ruptur sedangkan dinding
usus besar tipis, sehingga mudah distensi. Dinding caecum merupakan bagian kolon
yang paling tipis, karena itu dapat terjadi ruptur bila terlalu tegang. Bila terjadi
ruptur maka akan timbul perforasi yang memperberat keadaan pasien.
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya

24
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.(13)

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal,
namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis
bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya
mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif
dan beberapa peptide lainnya.

Gambar 6. Patofisiologi Ileus

25
2.7 DIAGNOSIS
a. Anamnesa
Pada anamnesia ileus obstruktif diperoleh usus halus biasanya sering
dapat ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut
karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus
obstruktif usu halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus, sedangkan pada
ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapublik. Muntah
pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus
obstruktif usus besar onset muntah lama.(9)
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari
usus, rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga
mengeluhkan tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut
tanpa disertai nyeri.

b. Pemekrisaan Fisik(9,13)
1) Inspeksi
Obstruktif: dapat ditemukan tanda-tanda generalisasi dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada
abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa
abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa
berkorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.

2) Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus
di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising
usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa

26
juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.4
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi ditemukan pada ileus paralitik.

3) Perkusi
Timpani atau hiper timpani.

4) Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup “defance musculair’ involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.

5) Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruktif usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruktif
Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Tabel 3. Perbedaan SBO, LBO dan Paralitik

27
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari pasien suspek obstruksi meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan panel metabolik. Hipokalemia, hipochloremia
alkalosis metabolis dapat ditemukan pada pasien dengan emesis yang berat.
Kenaikan kadar nitrogen urea darah berhubungan dengan dehidrasi,
hemoglobin dan hematokrit mungkin meningkat. Leukositosis dapat terjadi
jika bakteri menginvasi darah, menyebabkan respon inflamasi atau bahkan
sepsis. Asidosis metabolik dapat terjadi pada pasien dengan serum laktat yang
meningkat dapat mengindikasikan iskemik.(17)

2. Radiologi
A. Foto Abdomen
a. Ileus Obstruktif

28
1) Letak tinggi (Small bowel obstruction)
Radiografi mempunyai akurasi sebesar 67–83% untuk
mendiagnosa small bowel obstruction, dengan sensitivitasof 64–
82% dan spesifitas 79–83%.(18) Pada ileus obstruktif letak tinggi
tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling
distal di iliocecal junction) dan kolaps usus dibagian distal
sumbatan. Pada foto polos akan terlihat beberapa seri step ladder
appearance dari lipatan usus yang melebar dimana hal tersebut
merupakan ciri khas dari obstruksi letak tinggi namun juga dapat
terlihat pada obstruksi dari usus besar asenden. Fluid level dapat
terlihat pada foto dengan posisi tegak lurus. Dilatasi lebih dari
3cm dari usus halus sudah dikategorikan tidak normal, semakin
panjang bagian usus yang terdilatasi, semakin memunginkan
adanya obstruksi. Beberapa ciri berikut juga dapat menunjukan
adanya obstruksi usus halus(19)this is small bowel
o Multiple air-fluid levels pada lipatan usus yang melebar
secara sentral
o Terlihatnya lipatan sirkular mukosa usus (valvula
koniventes)
o Tidak terdapat gas pada usus besar atau sangat sedikit

29
Gambar 7. Ileus Obstruktif letak tinggi

2) Letak rendah (Large bowel obstruction)


Radiografi abdomen adalah pencitraan pertama yang dilakukan
untuk pasien dengan suspek obstruksi usus dan dapat mendiagnosa
LBO dengan sensitivitas 84% dan spesifitas 72%. Posisi supinasi
dan erect atau left lateral decubitus adalah posisi yang
direkomendasikan..(20)
Penampakan radiologi dari obstruksi letak rendah dapat
dibedakan dari obstruksi letak tinggi namun obstrusi letak rendah
seringkali disertai dilatasi usus halus karena letaknya yang lebih
proksimal dibanding usus besar. Pada usus besar akan terlihat
distensi kolon yang letaknya proksimal dari letak obstruksi,
dikatakan dilatasi sekum jika ukuran melebihi 9 cm dan untuk usus
besar dikatakan dilatasi abnormal jika ukuran melebihi 6 cm selain
itu beberapa ciri berikut dapat menandakan adanya obstruksi
kolon(21)
o Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada
tepi abdomen dengan haustral markings .
o terkadang dapat terlihat massa / penyebab obstruksi

30
o Sedikit bahkan tidak ada udara pada rektum / sigmoid
o Sedikit atau bahkan tidak ada gas pada usus kecil jika katup
ileosekal masih kompeten
o kolaps usus di bagian distal sumbatan / tidak terdapat udarapada
bagian distal sumbatan
o air fluid level yang panjang-panjang di kolon.

Gambar 8. Ileus Obstruktif letak rendah

b. Ileus Paralitik
Pada ileus paralitik terdapat dilatasi usus secara menyeluruh dari
gaster sampai rektum. Penebalan dinding usus halus yang
mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan
menempel membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang
sirkuler menyerupai kosta dan gambaran penebalan usus besar
yang juga distensi tampak pada tepi abdomen. Tampak gambaran
air fluid level yang pendek-pendek yang berbentuk seperti tangga

31
atau disebut juga step ladder appearance di usus halus dan air
fluid level yang panjang-panjang di kolon.
Ileus paralitik terlokalisir akan menghasilkan gambaran
sentinel loop, dimana gambaranya dapat menyerupai obstruksi
pada usus halus, maka perlu diketahui keadaan klinisnya dan
pemantauan lebih lanjut, dimana letak sentinel loop sering
menggambarkan letak kelainan yang mendasari timbulnya ileus.

(A) (B)
Gambar 9. Ileus Paralitik (A) Sentinel Loop (B) Generalized ileus

B. CT Scan

CT diperlukan untuk evaluasi lanjut pasien dengan suspek ileus yang


dengan pemeriksaan klinis dan radiografi belum dapat terdiagnosis.
Pemeriksaan CT sensitif untuk deteksi obstruksi dengan obstruksi grade
tinggi (sampai dengan 90%) dan dapat diketahui derajat, penyebab dan
lokasi dari obstruksi. In addition.Yang dapat ditemukan dari pemeriksaan
CT-scan meliputi dilatasi usus proksimal sampai lokasi obstruksi dengan
gambaran dekompresi pada distal. Penebalan mukosa dinding usus dan
flow dari kontras yang menurun menandakan adanya iskemik. Udara
bebas intraperitoneal dan menghilangnya peritoneal fat line menunjukkan

32
adanya perforasi.. American College of Radiology merekomendasikan CT
non-kontras sebagai pilihan modalitas pencitraan awal.13. CT scan
dilaksanakan saat diagnosis diragukan, bila tidak ada riwayat bedah atau
hernia untuk mengetahui etiologi, atau bila ada kecurigaan yang tinggi
untuk obstruksi tingkat lanjut atau tingkat tinggi..(17)

Gambar 10. CT Scan Abdomen

C. Contrast Fluoroscopy
Pemeriksaan fluoroskopi dan follow-up dengan agen kontras oral
memiliki peran terbatas dalam diagnosis ileus obstruksi, namun dapat
berguna untuk menentukan derajat obstruksi. Pasien dengan ileus
obstruksi letak tinggi yang akut sulit dilakukan pemeriksaan dengan
kontras oral karena mual dan muntah. Temuan fluoroskopi yang
didapatkan pada ileus obstruktif adalah dilatasi usus proksimal yang
oposisi dengan kontras dan perubahan caliber dari usus di zona
transisi. Jika terdapat obstruksi yang berat, didapatkan gambaran
kontras minimal atau tidak ada kontras yang masuk.(17)

33
Gambar 11. Fluoroskopi dengan kontras

D. Ultrasonography
Ultrasound mempunyai peran yang kecil untuk mengevaluasi ileus
karena visualisasi yang kurang untuk organ yang berisikan gas. Pasien
dengan obstruksi berat, USG mempunyai sensitivitas sebesar 85%.
Namun, karena ketersediaan CT-scan, USG sudah jarang dilakukan.
USG dapat dilakukan pada pasien yang belum stabil dengan diagnosis
yang meragukan pada pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadap
radiasi, seperti wanita hamil.

E. Magnetic resonance imaging (MRI)


MRI lebih sensitive dibandingkan pemeriksaan CT scan untuk
mengevaluasi obstruksi. Enteroklisis MRI, yang melibatkan intubasi
duodenum dan infus bahan kontras langsung ke usus, dapat lebih andal
menentukan lokasi dan penyebab obstruksi. Namun, karena
kemudahan dan efektivitas biaya CT abdomen, MRI dianggap sebagai
pencitraan tambahan. (17)

34
Diagnosis Banding
 Ileus paralitik
Diagnosis banding dari ileus obstruktif adalah ileus paralitik. Merupakan
suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus tidak berkontraksi
akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik usus dihambat sebagian akibat
pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.
Manifestasi kliniknya sama seperti ileus obstruktif yaitu distensi perut, tidak dapat
flatus maupun defekasi dan dapat disertai muntah serta perut terasa kembung.
Namun pada pemeriksaan fisik ditemukan distensi abdomen dengan bising usus
menurun atau bahkan menghilang, tidak terdapat nyeri tekan dan perkusi
timpani di seluruh lapang abdomen.(17,22,23)

Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala
dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan
pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.

Berdasarkan kesamaan gejala berupa abdominal pain, distensi, nausea, tidak


dapat flatus maka diagnosis banding dari ileus obstruktif antara lain: ascites,
pengaruh obat-obatan (antidepressant trisiklik, narkotik), iskemik mesentrika,
sepsis intraabdominal, postoperative ileus paralitik dan oligivie syndrome.

Tabel 2. Diagnosis banding ileus obstruktif

35
2.8 TATALAKSANA

Penatalaksanaan ileus obstruktif yaitu untuk memperbaiki gangguan


fisiologis akibat sumbatan tersebut dan mengatasi penyebab obstruksinya. Tindakan
awal adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah
terjadinya komplikasi, yaitu perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan
dan menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan.(17,22)

 Pre-operatif
Perbaikan keadaan umum dilakukan dengan memasangkan IV line, dan
resusitasi cairan dengan pemberian cairan isotonis. Pemasangan kateter untuk
memantau urine output. Antibiotik digunakan untuk mengobati pertumbuhan
bakteri dalam usus dan translokasi di dinding usus, terutama apabila gejala demam
dan leukositosis sudah timbul. Pemasangan nasogastric tube/ pipa lambung harus
dipasang untuk mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pemberian antiemetik
diberikan untuk mencegah rasa mual dan muntah. Tindakan tersebut masuk ke
dalam pengobatan konservatif.

 Operatif
Pembedahan dengan teknik laparotomi dilakukan apabila sudah tercapai
rehidrasi dengan perbaikan keadaan umum. Operasi harus segera dilaksanakan
apabila sudah ditemukan gejala peritonitis, ketidakstabilan klinis, leukositosis yang
tidak dapat dijelaskan atau asidosis berhubungan dengan sepsi, iskemia intestinal,
atau perforasi. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi.
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi
stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal
4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus: (13,27)

36
a) Koreksi sederhana (simple correction).

Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan


usus dari jepitan, misalnya pada hernia inkarserata non-strangulasi,
jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

b) Tindakan operatif by-pass

Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang


tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn disease, dan
sebagainya.

c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat


obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.

d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-


ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

 Pasca operatif
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan
elektrolit. Pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik, sehingga
pemberian asupan harus diperhatikan dan kecukupan kalori.

Berdasarkan penelitian Chen SC, pemberian magnesium hydroxide,


simethicone, dan probiotics secara oral menurunkan lamanya perawatan lama inap
pasien dengan partial small bowel obstructions. Namun, perlu diperhatikan apabila
bukti klinis dan radiologis menunjukkan adanya penyumbatan lengkap, penggunaan
stimulasi usus tersebut dapat memperburuk penyumbatan dan memicu terjadinya

37
iskemia intestinal.(17,24)

2.9 KOMPLIKASI
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan,
hasil - hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami
strangulasi mungkin mengalami perforasi dan mengeluarkan materi tersebut ke
dalam rongga peritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi, bakteri
dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh
melalui cairan getah bening dan mengakibatkan syok septik.

Selain iskemik, nekrosis, perforasi dan syok, komplikasi ileus adalah infeksi
paru akibat aspirasi dari aspirat emesis, sehingga menyebabkan pneumonia
aspirasi(13,25,27)

2.10 PROGNOSIS

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,


etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun
tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan
sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon
mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% apabila operasi


dapat segera dilakukan (36 jam setelah timbulnnya gejala), bila operasi dilakukan
dalam jangka waktu lebih 36 jam, tingkat mortalitas pasien sebesar 25%-40%.
Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau
komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi usus besar,
biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi sekum merupakan
penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan.(13)

38
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ileus adalah suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya


makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Dibedakan
menjadi beberapa macam, ileus obstruktif, ileus paralitik dan ileus vaskuler. Ileus
lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar. Penyebab
terbanyak dari Ileus adalah perlekatan atau adhesi, kemudian diikuti Hernia,
keganasan, dan Volvulus.

Penegakan diagnosis pada illeus meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang, terdapat 4 gejala cardinal yang sering dijumpai yaitu
nyeri abdomen (kolik abdomen), muntah, distensi dan konstipasi. Pada pemeriksaan
fisik akan ditemukan takikardia, demam, nyeri tekan abdomen, nyeri lokal pada
perut, dan distensi perut. Salah satu pemeriksaan penunjang pada illeus adalah
pemeriksaan radiologi, gambaran radiologi berupa pengumpulan gas dalam lumen
usus yang melebar (dilatasi) dinding usus menebal membentuk gambaran heering
bone appearance dan terdapat gambaran Air fluid level.

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri,
bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
Prognosis ileus baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Urgessa S, Abebe M, Desta H. Prevalence, causes and management outcome of


intestinal obstruction in Adama Hospital, Ethiopia. BMC Surgery. 2016.ii
2. Davidson, Intestinal Obstruction. 2006. Available at: http//www.mayoclinic.com.
Accessed july 9, 2012.
3. Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F., Mechaber,
A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14, 2004.
4. Johnson, KE. Histologi & Biologi Sel. Quick Review. Binarupa Aksara. 2011. Hal
315-26
5. Michigan Histology and Virtual Microscopy Learning Resources. University of
Michigan. Medical School. 2017
6. Gartner LP, Hiatt JL, Strum JM. Biologi Sel dan Histologi. Ed 6. Binarupa Aksara.
2012. Hal 324
7. Raul S. Gonzalez, M.D., Hanni G, M.D., Erdener Ö, M.D., Ph.D. Small Bowel
(small intestine). Patology Outlines. 2017. Accesed :
http://www.pathologyoutlines.com/topic/smallbowelnormalhistology.html
8. Sherwood L. Sistem Pencernaan. Fisiologi Manusia. Ed 6. EGC. 2012. Hal 41-96
9. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor: Price, S.A.,
McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
10. Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 2003. Available
at://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06_ObstruksiIleus.pdf/06_ObstruksiIleus.html.
Accessed juli 20, 2012
11. Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus
Halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal: 615-681.
12. Djumhana A, Syam AF. Ileus Paralitik Dalam: Ilmu Penyakit Dalam. Ed 6. Jilid II.
2014. Hal 1924-25
13. Badash, Michelle. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel
Obstruction). EBSCO Publishing, 2005.
14. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Hambatan Pasase Usus. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 841-5
15. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. Schwartz’s Principles of
Surgery. 10th edition. USA: McGraw-Hill;2010.
16. Guyton A.C., Hall J.E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke- 9. Jakarta
: EGC
17. Patrick G, Jackson, Raiji M. Evaluation and Management of Intestinal Obstruction.
American Family Physician Journal. Columbia. 2011:Volume 83;2.
18. Mullan CP, Siewert B, Eisenberg RL. Small bowel obstruction. American
Journal of Roentgenology. 2012;198: W105-W117. 10.2214/AJR.10.4998
19. Stoker J, van Randen A, Laméris W, Boermeester MA. Imaging patients with acute
abdominal pain. Radiology. 2009;253(1):31-46.
20. Ramanathan S, Ojili V, Vassa R, Nagar A. Large Bowel Obstruction in the
Emergency Department: Imaging Spectrum of Common and Uncommon Causes. J
Clin Imaging Sci. 2017; 7: 15.

40
21. Jeffe T, William M, Thompson M. Large-Bowel Obstruction in the Adult: Classic
Radiographic and CT Findings, Etiology, and Mimics. 2015.
https://doi.org/10.1148/radiol.2015140916
22. Fevang BT, Jensen D, Svanes K, Viste A. Early operation or conservative
management of patients with small bowel obstruction? Eur J Surg. 2002;168(8-
9):475-481.
23. Maglinte DD, Heitkamp DE, Howard TJ, Kelvin FM, Lappas JC. Current concepts
in imaging of small bowel obstruction. Radiol Clin North Am. 2003;41(2):263-
283.
24. Chen SC, Yen ZS, Lee CC, et al. Nonsurgical management of partial adhesive
small-bowel obstruction with oral therapy: a randomized controlled trial. CMAJ.
2005;173(10):1165-1169.
25. Ros PR, Huprich JE. ACR Appropriateness Criteria on suspected small-bowel
obstruction. J Am Coll Radiol. 2006;3(11):838-841.
26. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mttox
27. KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of
modern surgical practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004. p. 1323-
42.

41

Anda mungkin juga menyukai