Anda di halaman 1dari 29

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A221070/Agustus 2022


** Pembimbing/dr. Miftahurrahmah, Sp.BA

ILEUS OBSTRUKSI

Adhytiyani Nurhasni Putri, S.Ked*


dr. Miftahurrahmah, Sp.BA**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH


RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
HALAMAN PENGESAHAN
CLINICAL SCIENCE SESSION

ILEUS OBSTRUKSI

Disusun Oleh:
Adhytiyani Nurhasni Putri, S.Ked
G1A221070

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah


RSUD Raden Mattaher Jambi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan,


Pada Agustus 2022
Pembimbing

dr. Miftahurrahmah, Sp.BA


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical
Science Session yang berjudul “Ileus Obstruksi” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher
Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Miftahurrahmah, Sp.BA telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa Clinical Science Session ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan guna
kesempurnaan referat ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, Agustus 2022

Adhytiyani Nurhasni Putri, S.Ked


BAB I
PENDAHULUAN

Obstruksi ileus terjadi karena adanya daya mekanik yang mempengaruhi dinding
usus sehingga menyebabkan penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase
lumen usus terganggu. Akibat gangguan pasase tersebut terjadi pengumpulan isi lumen
usus yang berupa gas dan cairan pada bagian proximal tempat penyumbatan. Selain faktor
adhesi intestinal beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan obstruksi yaitu hernia
inkarserata,tumor,divertikulum meckel,intususepsi,volvulus,striktur,askariasis.1

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (gejala) dan pemeriksaan fisik


(tanda) yang akan dikonfirmasi dengan beberapa pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan radiografi dan histopatologi. Penatalaksanaan yang berhasil tergantung pada
diagnosis yang tepat waktu dan rujukan untuk terapi.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS


2.1.1 Anatomi

Gambar 1. Anatomi Sistem Gastrointestinal3


Secara anatomi usus halus dibagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum,
dan ileum. Panjang duodenum kira-kira 20 cm, jejenum 100-110 cm, sedangkan ileum 150-
160 cm. Jejunoileum memanjang dari ligamentum Treitz ke katup ileosekal. Jejunum lebih
besar dan lebih tebal jika dibandingkan dengan ileum, dan hanya memiliki satu atau dua
arcade valvular dibandingkan empat sampai lima pada ileum.
Usus halus digantung oleh mesenterium yang membawa pasokan vascular dan
limfatik. Mesenterium berjalan secara oblik dari kiri L2 ke kanan dari sendi S1 dan bersifat
sangat mobile. Pasokan darah ke jejunum dan ileum melalui arteri mesenterika superior,
yang juga melanjutkan pasokan sampai kolon transversal proksimal. Arcade vaskular
dalam mesenterium mensuplai pasokan kolateral. Drainase vena beriringan dengan arteri,
membawa ke vena mesenterika superior, bergabung dengan vena splenika di belakang
pancreas untuk membentuk vena porta. Drainase limfatik dari dinding usus melalui nodus
mesenterikus ke nodus mesenterikus superior ke dalam sisterna kili dan akhirnya ke duktus
torasikus.
Lipatan mukosa membentuk plica sirkularis transversal sirkumferensial.
Persarafannya adalah parasimpatis yang mengatur sekresi serta motilitas. Persarafan
simpatis berasal dari nervus splanikus melalui pleksus seliaka, mengatur sekresi dan
motalitas dan motalitas usus serta vascular dan membawa membawa serabut saraf aferen
nyeri.
Dinding usus halus di bagi dalam 4 lapisan :
1. Tunica Serosa.
Terdiri dari jaringan ikat longgar yang dilapisi oleh mesotel.
2. Tunica Muscularis.
Dua selubung otot polos tidak bergaris membentuk tunica muskularis usus halus.
Lapisan ini paling tebal di dalam duodenum dan berkurang dalamnya kearah distal.
Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare.
Plexus myentericus (Auerbach) dan saluran limfe terletak di antara kedua lapisan
otot ini.
3. Tunica Submukosa.
Tunica Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara
tunika muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak dibawah
mukosa. Dalam ruang ini berjalan jalinan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Juga
ditemukan neuroplexus Meissner.
4. Tunica Mukosa.
Tunica mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum tersusun dalam
lipatan sirkuler tumpang tindih secara transversa. Masingmasing lipatan ini ditutup
dengan tonjolan vili. Lipatan dan vili lebih banyak di dalam jejunum dibandingkan di
dalam ileum, sehingga jejunum bertanggung bertanggung jawab lebih besar dalam
absorbsi.
Terdapat dua area dalam submukosa yang ada pada usus halus:
1. Plaque peyer
Plaque peyer terutama berada di dalam ileum dan lebih banyak ke distal. Ia
terdiri dari agregasi lymphaticus yang dikelilingi oleh plexus lymphaticus di atas
permukaan mesenterica usus.
2. Glandula Brunner
Glandula Brunner ada hampir seluruhnya di dalam duodenum, tetapi di dalam
jejunu proximal juga terdapat dan jumlahnya menurun seiring penuaan.
Gambar 2. Struktur Mesenterium dan Usus Halus3
Mesenterium adalah lipatan viseral berlapis ganda peritoneum yang menahan usus dan
melakukan neurovasculature dari dinding tubuh posterior.

Gambar 3. Histologi Usus Halus4

II. KOLON
Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5 meter,
terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada saat kosong ±6,5
cm dalam sekum, dan berkurang menjadi ± 2,5 cm dalam sigmoid. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran
balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus.5
Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan sigmoid. Tempat
kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut fleksura hepatica dan kiri
disebut fleksura lienalis.5
Dinding kolon terdiri dari 4 lapisan, yaitu:
1. Tunica Serosa
Membentuk apendises epiploica, yaitu kantong-kantong kecil yang berisi
lemak dan menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.
2. Tunica Muscularis
Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum circular di
sebelah dalam. Stratum circular membentukm.Sphincter ani internus sedangkan
stratum longitudinale membentuk 3 pita yang disebut taenia coli, yang lebih pendek
dari kolon itu sendiri sehingga membentuk kolon berlipat-lipat seperti kantong
(haustrae).
2. Tunica Submucosa
Dibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh darah dan
kelenjar getah bening.
3. Tunica Mukosa
Licin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya mempunyai
lipatanberbentuk bulan sabit karena tidak mencapai seluruh lingkaran lumen dan
dinamakan plicae semilunares.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan suplai
darah yang diterimanya. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan kanan yaitu
sekum, kolon ascenden dan 2/3 proximal kolon transversum. Sedangkan arteri mesenterika
inferior memperdarahi 1/3 kolon transversum, kolon descenden, sigmoid dan bagian
proximal rectum. Arteri mesenterika superior akan bercabang ke a.ileokolika, a.kolika
dextra, sedangkan arteri mesenterika inferior akan bercabang ke a.kolika sinistra,
a.sigmoid, a.hemoroidalis superior. Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan
arterinya. V.mesenterika superior untuk kolon ascenden dan transversum. Sedangkan
v.mesenterika inferior untuk kolon descenden, sigmoid dan rectum. Rektum disuplai oleh
a.hemoroidalis superior (cabang dari a.mesenterika inferior) dan a.hemoroidalis inferior
(cabang dari a.pudenda interna). Sedangkan aliran venanya yaitu v.hemoroidalis superior
dan inferior. Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar yaitu inguinal, kelenjar
iliaka interna, kelenjar iliaka interna, kelenjar para kolik, kelenjar di mesenterium, dan
kelenjar para aorta.5
Usus besar dipersarafi oleh sistem otonom kecuali sfingter externa diatur secara
volunter. Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang berasal dari n.splannikus dan
pleksus presakralis serta serabut yang berasa dari n.vagus. Sedangkan rectum dipersarafi
oleh serabut simpatis yang berasal dari plexus mesenterikus inferior dan dari system
parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yang berasal
5
dari S 2-4.
2.2 EMBRIOLOGI SISTEM PENCERNAAN
Saluran cerna primitif dibentuk oleh menyatunya bagian kantung kuning telur (yolk
sac) dalam embrio selama pelipatan craniocaudal dan lateral. Dibagi menjadi usus depan,
usus tengah, usus belakang. Secara histologis, saluran pencernaan dewasa terdiri dari
mukosa (lapisan epitel dan kelenjar, lamina propria, dan muscularis mukosa), submukosa,
muscularis eksterna, dan adventitia atau serosa. Secara embriologis, lapisan epitel dan
kelenjar mukosa berasal dari endoderm, sedangkan komponen lain berasal dari mesoderm
visceral.6
Pada awal perkembangan, epitel yang melapisi tabung usus berproliferasi dengan
cepat dan melenyapkan lumen. Kemudian, proses rekanalisasi terjadi.

Gambar 4. Embriologi Sistem Pencernaan


1. Duodenum
Bagian saluran usus ini dibemtuk dari bagian akhir usus depan dan bagian
sefalik usus tengah. Titik pertemuan kedua bagian ini terletak tepat di sebelah distal
pangkal tunas hati. Ketika lambung berputar, duodenum mengambil bentuk lengkung
seperti huruf C dan memutar ke kanan. Perputaran ini, bersama-sama dengan
tumbuhnya kaput pancreas, menyebabkan duodenum membelok dari posisi tengahnya
yang semula kearah sisi kiri rongga abdomen. Duodenum dan kaput pancreas ditekan
ke dinding dorsal badan, dan permukaan kanan. mesoduodenum dorsal menyatu
dengan peritoneum yang ada di dekatnya. Kedua lapisan tersebut selanjutnya
menghilang, dan duodenum serta kaput pancreas menjadi terfiksasi di posisi
retroperitoneal. Mesoduodenum dorsal menghilang sama sekali kecuali di daerah
pylorus lambung, dimana sebagian kecil duodenum tetap intraperitoneal. Selama bulan
kedua, lumen duodenum tersumbat oleh proliferasi sel di dindingnya. Akan tetapi,
lumen ini mengalami rekanalisasi segera sesudahnya.6
2. Usus Tengah
Pada mudigah berumur 5 minggu, usus tengah menggantung pada dinding
dorsal perut oleh suatu mesenterium pendek dan berhubungan dengan kantung kuning
telur melalui duktus vitellinus atau tangkai kuning telur. Di seluruh panjangnya, usus
tengah disuplai oleh arteri mesenterika superior. Secara embriologis, sel kolumnar
sederhana yang melapisi derivat usus tengah (berperan dalam penyerapan), sel goblet,
sel Paneth, dan sel enteroendokrin yang merupakan bagian dari kelenjar usus berasal
dari endoderm. Lamina propria, muscularis mucosae, submucosa, dan bagian dalam
otot polos yang melingkar dan bagian luar otot polos longitudinal dari muscularis
externa dan serosa berasal dari mesoderm visceral.6
Perkembangan usus tengah ditandai dengan pemanjangan usus yang cepat dan
mesenteriumnnya, sehingga terbentuk gelung usus primer. Pada bagian puncaknya,
saluran usus tetap berhubungan langsung dengan kantung kuning telur melalui duktus
vitellinus yang sempit. Bagian cranial saluran usus berkembang menjadi bagian distal
duodenum, jejunum, dan bagian ileum. Bagian kaudal menjadi bagian bawah ileum,
sekum, apendiks, kolon asenden, dan 2/3 bagian proksimal kolon transversum.

Gambar 5. A. Lengkung usus primer sebelum memutar (dilihat dari lateral). Arteria
mesenterika superior membentuk sumbu lengkung. Tanda panah, perputaran berlawanan
arah jarum jam. B. Sudut yang sama dengan A, menunjukkan lengkung usus primer

sesudah perputaran 180o berlawanan arah jarum jam. Kolon transversum berjalan di depan
duodenum. II. Diagram yang menggambarkan rotasi 270o berlawanan arah tengah usus
tengah. Setelah rotasi 270°, sekum dan apendiks terletak di rongga perut bagian atas.
Kemudian dalam perkembangan, ada pertumbuhan dalam arah yang ditunjukkan oleh
panah tebal sehingga sekum dan apendiks berakhir di kuadran kanan bawah.
Perkembangan lengkung usus primer ditandai dengan pemanjangan cepat,
khususnya pada bagian sefalik. Pertumbuhan dan perluasan hati yang cepat mengakibatkan
rongga abdomen untuk sementara menjadi terlalu kecil untuk menampung seluruh
lengkung usus, sehingga lengkung usus ini masuk ke rongga ekstraembrional melalui tali
pusat selama minggu keenam perkembangan (herniasi umbilikalis fisiologis). Bersamaan
dengan pertumbuhan panjangnya, lengkung usus primer berputar mengelilingi sumbu yang
dibentuk oleh arteri mesenterika superior. Bila dilihat dari depan, perputaran ini
berlawanan arah dengan jarum jam, dan besarnya sekitar 270° ketika selesai. Bahkan
selama berputar, pemanjangan lengkung usus halus terus berlanjut, dan jejunum beserta
ileum membentuk sejumlah lengkung berbentuk kumparan. Usus besar juga memanjang
namun tidak ikut dalam fenomena pembentukan kumparan.6
Selama minggu ke-10, lengkung usus yang mengalami herniasi mulai kembali ke
dalam rongga abdomen. Walaupun faktor-faktor yang berperan dalam proses
pengembalian usus ini tidak diketahui pasti, diduga bahwa regresi ginjal mesonefrik,
berkurangnya pertumbuhan hati dan meluasnya rongga abdomen, memainkan peranan
yang penting.6
3. Usus Belakang
Membentuk 1/3 distal kolontransversum, kolon desendens, sigmoid, rektum,
bagian atas kanalisani. Endoderm usus belakang ini juga membentuk lapisan dalam
kandung kemih dan urethra. Secara embriologis, sel kolumnar sederhana yang melapisi
derivat usus belakang yang berperan dalam penyerapan; sel goblet (sel piala); dan sel
enteroendokrin yang merupakan bagian dari kelenjar usus berasal dari endoderm. Lamina
propria, muscularis mucosae, submucosa, dan bagian dalam otot polos yang melingkar dan
bagian luar otot polos longitudinal (taeniae coli) dari muscularis externa dan serosa berasal
dari mesoderm visceral.
Bagian akhir usus belakang masuk ke dalam regio posterior kloaka, kanalis
anorektalis primitif; alantois masuk ke bagian anterior, sinus urogenitalis primitif. Kloaka
itu sendiri merupakan rongga yang dilapisi oleh endoderm dan di batas ventralnya dilapisi
oleh ektoderm permukaan. Batas antara endoderm dan ektoderm ini membentuk membrana
kloakalis. Lapisan mesoderm, septum urorektale, memisahkan regio antara alantois dan
usus belakang. Septum ini berasal dari penyatuan mesoderm yang melapisi yolk sac dan
alantois di sekitarnya
Seiring dengan pertumbuhan mudigah dan berlanjutnya pelipatan kaudal, ujung
septum urorektale menjadi berada dekat dengan membrana kloakalis. Pada akhir minggu
ketujuh, membrana kloakalis ruptur, sehingga terbentuk lubang anus untuk usus belakang
dan lubang ventral untuk sinus urogenitalis. Diantara keduanya, ujung septum urorektale
membentuk korpus perineale (badan perineum).6

Gambar 6. Regio kloaka pada mudigah dalam berbagai tahapan perkembangan. A. Usus
belakang masuk ke bagian posterior kloaka, bakal kanalis anorektalis; alantois masuk ke
bagian anterior, bakal sinus urogenitalis. Septum urorektale dibentuk oleh penyatuan
mesoderm yang melapisi alantois dan yolk sac. Membrana kloakalis, yang membentuk
batas ventral kloaka, terdiri dari ektoderm dan endoderm. B. Seiring dengan berlanjutnya
pelipatan kaudal mudigah, septum urorektale bergerak mendekati membrana kloakalis. C.
Pemanjangan tuberkulum genitale menarik bagian urogenital kloaka ke anterior;
rupturnya membrane kloakalis menciptakan satu lubang untuk usus belakang dan satu
lubang untuk sinus urogenitalis. Ujung septum urorektale membentuk korpus perineale
Kanalis analis itu sendiri berasal dari endoderm (bagian kranial) dan ektoderm (bagian
kaudal). Bagian kaudal dibentuk melalui invaginasi ektoderm di sekitar proktodeum.
Suplai vaskular ke kanalis analis mencerminkan asalnya yang berbeda. Oleh sebab itu,
bagian kranial disuplai oleh arteri rektalis superior dari arteri mesenterika inferior yaitu
arteri usus belakang, sedang-kan bagian kaudal disuplai oleh arteri rektalis inferior, cabang
dari arteri pudenda interim.6

2.1.2 FISIOLOGI USUS HALUS DAN USUS BESAR


Motilitas Usus Halus
Terdapat 2 gerakan peristaltis usus halus:6
1. Gerakan propulsive atau gerakan mendorong (kontraksi
peristaltik), gerakan ini mendorong kimus menuju usus besar. Bila dinding usus
diregangkan, suatu kontraksi sirkuler yang kuat (kontraksi peristaltik) terbentuk
dibelakang titik perangsangan dan berjalan sepanjang usus menuju rektum dengan
kecepatan 2 – 25 cm/detik. Respon terhadap regangan ini disebut refleks mienterik,
berfungsi membantu laju proses pencernaan dan absorbsinya.
2. Gerakan mencampur atau mixing movement (kontraksi segmentasi), adalah
kontraksi menyerupai cincin yang timbul sepanjang usus dengan interval sangat
teratur, kemudian hilang dan diganti oleh serangkaian kontraksi cincin lainnya.
Kontraksi ritmik ini berlangsung dengan kecepatan 11 – 12 kontraksi per menit
dalam doudenum dan secara progresif kecepatannya menurun menjadi sekitar 7
kontraksi/menit di ileum terminal. Berfungsi menggerakkan kimus dan menambah
pergesekan dengan permukaan mukosa, dan membantu mencampur makanan
dengan bahan-bahan pencerna makanan sehingga mempercepat laju
pencernaannya.
Motilitas Usus Besar
Terdapat 2 gerakan pada usus besar:6
1. Gerakan Pendorong
Merupakan pengganti gerakan peristaltik yang ada di usus halus, gerakan
ini mendorong feses ke arah anus. Pergerakan ini biasanya terjadi hanya beberapa
kali setiap hari, paling banyak selama sekitar 15 menit selama jam pertama atau
lebih setelah makan pagi.
2. Gerakan Pencampur
Dengan cara yang sama seperti gerakan segmentasi di usus halus, kontraksi
sirkuler yang besar juga terjadi di usus besar. Kontraksi gabungan otot polos
sirkuler dan longitudinal menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang
menonjol keluar menjadi seperti kantong dinamakan haustrasi.
Dengan cara kontraksi haustral feses dengan lambat bersentuhan dengan
permukaan usus besar, dan cairan secara progresif diabsorpsi sampai hanya tersisa 80 ml
yang semula berjumlah 450 ml.
2.2 ILEUS OBSTRUKSI
2.2.1 DEFINISI
Kata “obstruksi” berasal dari bahasa latin “obtruyer” yang berarti menyumbat,
menunjukkan pada gangguan mekanisme. Obstruksi ileus merupakan masalah yang
umum.1 Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau gangguan
peristaltik.5 Obstruksi ileus dapat disebabkan oleh berbagai etiologi. Pada obstruksi harus
dibedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi. Obstruksi sederhana adalah
obstruksi yang tidak disertai gangguan pembuluh darah, sedangkan obstruksi strangulasi
dapat menyebabkan pembuluh darah terjepit hingga menyebabkan iskemik yang akan
menyebabkan gangrene atau nekrosis.5

2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Obstruksi usus adalah keadaan darurat bedah yang umum, terhitung hingga 20%
dari rawat inap dengan nyeri perut akut. Dari jumlah tersebut, 80% akan mengalami
obstruksi usus kecil, penyebab paling umum adalah adhesi.9 Obstruksi usus kecil dan besar
memiliki insiden yang sama pada pria dan wanita.8

2.2.3 ETIOLOGI
Berbagai penyebab obstruksi usus mekanis, seperti atresia usus, intususepsi, ileus
mekonium, herniasi eksternal, dan volvulus usus tengah.2
1. Adhesi Intestinal
Adhesi intestinal yang terjadi pascaoperasi abdomen merupakan bagian dari proses
penyembuhan yang normal setelah terjadi kerusakan pada peritoneum. Adhesi
merupakan proses atau respon biokimiawi dan seluler yang terjadi sebagai usaha tubuh
memperbaiki peritoneum dan sering kali menyebabkan terjadinya obstruksi usus yang
dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.7
Adhesi intraabdominal merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi usus
pada negara-negara maju, antara 65-75% dari seluruh penyebab obstruksi usus.7
Secara makroskopis, derajat pembentukan adhesi intestinal dibagi menjadi
beberapa tingkatan:7
• Derajat 0: tidak terdapat adhesi
• Derajat 1: adhesi ringan, tipis, serta fibrin dapat dilepas secara tumpul
• Derajat 2: adhesi dapat dilepas secara tumpul dan tajam, ada vaskularisasi ringan
• Derajat 3: serat adhesi lebih kuat, dilepas secara tajam dengan vaskularisasi yang
jelas
• Derajat 4: adhesi fibrotic tebal, seperti kalus, melengket erat dengan organ

Gejala Klinis
Kombinasi gejala klinis tergantung pada organ yang mengalami obstruksi, apakah
obstruksinya total atau parsial. Diagnosis obstruksi usus akibat adhesi perlu dipastikan
bahwa ada riwayat operasi sebelumnya, gejala obstruksi usus diantara lain:7
• Nyeri kolik abdomen
• Nause/ muntah
• Konstipasi
• Distensi abdomen
Penatalaksanaan awalnya konservatif yang melibatkan resusitasi dan koreksi
defisit cairan dan elektrolit dengan cara pemberian cairan intravena (IV), dekompresi
nasogastrik kemudian dilakukan, dan antibiotik spektrum luas dapat dimulai. Jika
kondisi tidak membaik pada manajemen di atas setelah 48 jam, laparotomi harus
dipertimbangkan. Intervensi operatif dini lebih sering pada anak-anak, terutama bayi,
karena anak yang sudah mengalami gangguan gizi memiliki toleransi yang lebih rendah
dibandingkan dengan orang dewasa untuk periode kelaparan 48 jam. Pada anak- anak
dengan gejala gangren, laparotomi harus dilakukan segera setelah resusitasi yang
memadai.2

2. Invaginasi/Intusepsi
Intusepsi adalah masuknya segmen usus proksimal ke rongga lumen usus
bagian distal sehingga menimbulkan gejala obstruksi usus yang jka tidak ditangani
akan menyebabkan strangulasi usus. Daerah yang secara anatomis paling mudah
mengalami invaginasi adalah ileosekal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk
dengan mudah ke dalam sekum yang longgar. Paling sering masuknya ileum terminal
ke dalam kolon. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partial maupun
total.7
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat
tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti diare juga dapat
menyebabkan terjadinya invaginasi. Perkembangan invaginasi menjadi suatu iskemik
terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh darah segmen intuseptum usus
dan mesenterium. Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa.
Ditandai dengan produksi mucus berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi
dan laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan. Campuran antara darah dan mucus
disebut ‘red currant jelly stool’.7

Gejala Klinis
Dua pertiga dari anak-anak yang mengalami intusepsi yang bergejala tampak pada
usia kurang dari 1 tahun. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partial maupun
total.
Tanda-tanda dan gejala instusepsi, diantaranya:
• Nyeri Kolik
• Muntah
• Perut teraba massa
• Perdarahan anus
Trias klasiknya yaitu nyeri, muntah, dan feses berlendir bercampur darah. Pada
pemeriksaan fisik kadang-kadang ditemukan massa berbentuk “sosis” di kuadran kanan
atas atau pertengahan perut. Kuadran kanan bawah abdomen mungkin terasa kosong dan
sekum mungkin tidak teraba pada fossa iliaka kanan ( tanda DANCE).7

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi ( foto
polos abdomen 3 posisi, barium enema/colon in loop) dan USG) meskipun umumnya
diagnosis dapat ditegakkan melalui pembedahan. Pada pemeriksaan foto polos abdomen
dijumpai gambaran air fluid level, hering bone appearance (gambaran plika sirkularis
usus halus). Pada penderita dengan intusepsi yang sampai ke kolon barium enema dapat
mengkonfirmasi diagnosis dimana akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apeks dari
intusepsi dan suatu cup shaped appearance. Sementara itu, USG membantu menegakkan
diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign atau doughnut sign pada potongan
melintang invaginasi yang menunjukkan lapisan konsentris dari usus.7

Tatalaksana
Dasar pengobatan pada kasus intusepsi adalah reposisi usus yang telah masuk ke lumen
usus lainnya. Pada saat terdiagnosis intusepsi, pipa nasogastric diperlukan untuk
dekompresi, pemasangan infus, dan pemeriksaan darah lengkap serta elektrolit.
• Reduksi Hidrostatik
Penggunaan kontras enema akan memperlihatkan visualisasi reduksi
dengan control floroskopi dan dilaporkan sukse pada 65-75% kasus. Bila dilakukan
oleh ahli radiologi pediatrik, tingkat keberhasilan reduksi sekitar 85%. Rectal tube
dimasukkan dalam rektum dan lubang anus dipiester untuk mencegah penurunan
tekanan. Kontras memasuki rektosigmoid dengan gaya gravitasi dan dengan
panduan fluoroskopi. Pada kasus yang biasa, aliran kontras akan bertemu dengan
filling defect yang cekung pada kolon transversum yang dapat direduksi secara
retrograde ke sekum.7
• Reduksi Pneumatik
Bila menggunakan balon yang tidak dikembangkan, anus diplester untuk
mempertahankan tekanan intrakolon untuk reduksi intusepsi. Dengan tekanan awal
80 mmhg udara dialirkan ke dalam kolon dengan fluoroskopi. Tekanan ini dapat
ditingkatkan secara maksimal hingga 120 mmhg. Refluks udara ke ileum terminal
menandakan reduksi komplit intususepsi.7
• Reduksi Operatif dan Reseksi Usus
Laparotomi dengan insisi transversal abdominal kuadran kanan bawah merupakan
tindakan operasi invaginasi. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan
keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan
sabar, juga bergantung kepada keterampilan dan pengalaman operator.
Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan
cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis
sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis " end
to end" apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan
eksteriorisasi atau enterostomi.7
Indikasi Operasi:
• Keadaan umum jelek
• Invaginasi sudah lebih dari 24 jam
• Peritonitis
• Perforasi usus
• Kegagalan reduksi secara hidrostatik
• Strangulasi
3. Volvulus
Volvulus adalah kelainan berupa puntiran segmen usus terhadap usus itu sendiri
dapat terjadi karena usus tidak terfikasi dengan benar pada dinding usus melainkan
menggantung pada mesenterika, menyebabkan obstruksi saluran cerna dan
menghentikan pasokan oksigen dan nutrisi ke usus. Insidensi volvulus sekum jarang
ditemukan dibandingkan volvulus sigmoid. Gejala klinis sama dengan obstruksi usus
halus. Serangan nyeri perut yang bersifat kolik makin hebat disertai mual dan muntah
yang timbul lebih cepat daripada gejala obstipasi. Nyeri biasanya ditemukan di sekitar
pusat. Distensi abdomen tidak mencolok, tetapi gambaran hiperperistalsis amat jelas
dan terdengar borborigmi. Pada foto polos perut dapat memberikan gambaran
patognomonik berupa gambaran segmen sekum yang amat besar berbentuk ovoid di
tengah perut. Selain itu, terdapat dilatasi usus halus dengan permukaan air yang jelas,
dan gambaran kolon sama sekali tidak terlihat. Terapinya adalah reseksi ileosekal
dengan ileokolostomi terminolateral. Reseksi in dianjurkan untuk mencegah
kekambuhan.5

Gambar 8. Volvulus Sigmoid


a. Sigmoid dengan mesosigmoid termasuk basisnya yang normal,
b. Mesosigmoid yang panjang dengan basis yang sempit
c. Volvulus, d. Dilatasi sigmoid

Insidensi volvulus sigmoid jauh lebih banyak dibandingkan volvulus sekum,


yaitu sekitar 90%. Kelainan ini terutama ditemukan pada orang lanjur usia dan jebih
banyak pada lelaki daripada perempuan. Pada anamnesis, umumnya penderita sudah
berulang-ulang mengalami nyeri perut yang samar dengan kolik usus dan perut
kembung. Gejala dan tanda ini hilang setelah penderita flatus berulang kali.
Nyeri perut volvulus bersifat intermiten disertai kejang perut bagian bawah
yang berlangsung cepat disertai obstipasi total. Mual disertai muntah baru timbul
belakangan. Distensi abdomen berlangsung lebih cepat karena terjadi distensi sigmoid
berlebihan. Kontur sigmoid akan tampak di dinding perut kanan. Syok dan tanda toksik
lain sangat mendukung adanya strangulasi sigmoid. Pada perkusi terdengar
hipertimpani karena udara dalam sigmoid yang besar sekali. Pada foto polos perut,
terlihat jelas distensi usus besar yang mengisi separuh perut kiri dengan kedua ujung
segmen usus pada dasarnya berbentuk tapal kuda, ban dalam mobil yang dipuntir, atau
biji kopi. Dengan foto barium, ditemukan obstruksi dengan gambaran paruh burung,
yaitu konfigurasi obstruksi akibat torsi. Terapi terpenting ialah dekompresi lengkung
sigmoid yang dapat dilakukan dengan rektoskop, endoskop, atau pipa lentur yang
besar. Dengan dekompresi ini, diharapkan terjadi detorsi atau reposisi spontan setelah
usus menjadi kempes kembali. Dekompresi cara ini berhasil pada 80% penderita bila
belum ada strangulasi. Kalau dekompresi berhasil, dianjurkan sigmoidektomi elektif
serelah beberapa minggu untuk mencegah kekambuhan. Tindak bedahnya berupa
sigmoidektomi dengan anastomosis termino-terminal. Bila keadaan umum atau
keadaan lokal tidak mengizinkan untuk melakukan anastomosis primer,dapat
dilakukan prosedur Hartmann.5

4. Kongenital (Obstruksi Duodenum)


Obstruksi duodenum adalah obstruksi yang terjadi secara parsial atau komplit pada
duodenum, bagian pertama dari usus halus. Atresia duodenum merupakan salah satu
penyebab tersering obstruksi duodenum, yang mengenai 1:5000-10.000 kelahiran hidup di
Amerika Serikat dan ditemukan secara setara antara anak laki-laki dan perempuan, dan
ditemukan lebih banyak pada bayi premature.7

Embriologi dan Etiologi


Perkembangan traktus digestivus dimulai pada minggu ke-3 gestasi, fase gastrulasi
berlangsung. Permukaan sel embrio yang berhadapan dengan yolksac berkembang menjadi
lapisan endodermal, sedangkan sel embrio yang menghadap kantong amnion berkembang
menjadi lapisan ektodermal, dan diantara kedua lapisan ini, berkembang menjadi lapisan
mesodermal. Lapisan endodermal kemudian berkembang menjadi saluran gut dan
terbentuknya pankreas dari garis lipatan endodermal-duodenum pada minggu ke-4 gestasi.
Pada minggu ke-6 gestasi, lapisan epitel saluran gut mengalami proliferasi yang cepat,
yang menyebabkan obliterasi pada lumen intestinal. Kemudian saluran intestinal ini akan
mengalami rekanalisasi sampai beberapa minggu setelahnya. Kegagalan rekanalisas inilah
yang merupakan penyebab perimer terjadinya atresia dan stenosis duoedenum. Hal ini
berbeda dengan terjadinya atresia dan stenosis intestinal di tempat lain, yang merupakan
hasil dari vaskularisasi yang terganggu selama fase-fase gestasi berikutnya.7
Awalnya terbentuk dua buah kantong pankreas, bagian ventral ini mengami rotasi
kearah dorsal dan berdifusi selama minggu ke-8 gestasi. Jika bagian ventral ini gagal
berotasi sempurna dan menyisakan fusi di ventral. Maka akan menyebabkan “cincin”
pankreas yang mengelilingi duodenum (annular pancreas). Cincin tersebut menyebabkan
kejadian obstruksi parsial atau total di duodenum.7

Manifestasi Klinis
§ Distensi abdomen bagian atas
§ Muntah kehijauan pada 80% kasus
§ Gelisah
§ Sulit bernafas
§ Hipersalivasi
§ Jaundice
§ Letargis

Diagnosis
Foto polos abdominal yang dilakukan biasanya akan memberikan gambaran
gelembung ganda “double-bubble appearance” yang merupakan kombinasi gelembung
udara di gaster dan duodenum yang mengalami dilatasi. Jika dicurigai adanya malrotasi, x-
ray dengan kontras pada regio intestinal atas biasanya mampu memvisualisasikan
terpuntirnya duodenum. Uji diagnostik pada laboratorium klinik meliputi darah lengkap,
elektrolit, BUN, dan kimia darah, terutama untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan
pancreas.7
Gambar 9. Gelembung ganda pada foto polos abdomen
Penanganan
Obstruksi duodenum memerlukan pembedahan, tetapi tidak selalu mendesak.
Terapi bisa ditunda untuk mengevaluasi atau menangani anomali kongenital yang
megancam jiwa yang lainnya. Untuk pertama, selang nasogastrik dipasang melalui hidung
bayi ke bawah sampai gaster untuk dekompresi gaster dan duodenum. Cairan intravena
bisa diberikan untuk menjaga kadar cairan dan pengeluaran urin atau untuk mengoreksi
dehidrasi yang telah terjadi. Cairan elektrolit bisa diberikan secara intravena untuk
mengembalikan keseimbangan elektrolit. Pada sebagian besar situasi,
duodenoduodenostomi, yang menghubungkan usus proksimal dan distal dari obstruksi,
adalah pilihan korektif terbaik. Ini merupakan perbaikan yang paling bersifat langsung,
fisiologik dan dari pilihan lain yang tersedia, ini memiliki potensi komplikasi selanjutnya
yang paling rendah. Ketika prosedur ini sulit disebabkan anatomi pasien, terutama pada
beberapa bayi kecil, prematur, maka duodenojejunostomi menjadi pilihan alternatifnya.7

Gambar 10. Teknik operasi KIMURA, diamond-shaped duodenoduodenostomy


5. Askariasis
Kebanyakan cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, jumlahnya
biasanya mencapai puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi dapat terjadi di berbagai
tempat di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang lumennya paling
sempit. Cacing menyebabkan terjadinya kontraksi lokal dinding usus yang disertai
dengan reaksi radang setempat yang tampak di permukaan peritoneum.
Diagnosis obstruksi parsial didasarkan pada gambaran klinis yang khas.
Obstruksi usus oleh cacing Askaris paling sering ditemukan pada anak yang
higienenya buruk sehingga nfestasi cacing terjadi berulang. Lumen usus halus anak
lebih sempit daripada usus halus orang dewasa, sedangkan ukuran cacing sama
besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa
makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian
obat cacing. Keadaan umum penderita mungkin tidak terlalu parah, tetapi anak
dapat menderita serangan kolik tanpa henti jika obstruksinya total. Terjadi muntah
sewaktu kolik, dan kadang keluar cacing dari mulut atau anus. Perut kembung, dan
peristalsis terlihat sewaktu kolik. Umumnya penderita mengalami demam.
Pada pemeriksaan perut, dapat teraba massa tumor yang berupa gumpalan
cacing, massa ini tidak berbatas jelas dan mungkin dapat digerakkan. Kadang,
massa teraba seperti kantong nelayan yang penuh cacing. Penderita biasanya
mengeluh nyeri perut, yang nyeri apabila ditekan. Diagnosis obstruksi cacing
didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau pencahar, demam, serangan
kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut (hidung) atau anus. Muntah cacing atau
pengeluaran cacing peranum tidak membuktikan adanya obstruksi oleh cacing
Askaris, tetapi hal ini harus diperhatikan karena dapat berkembang menjadi
abdomen akut.5

Gambar 11. Ileus Obstruksi pada Askariasis5


Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi mengalami
volvulus, strangulasi, dan perforasi. Massa di perut dapat juga disebabkan oleh
invaginasi, volvulus, atau apendisitis. Pada invaginasi, massa invaginatum lebih
berbatas jelas dan memanjang seperti sosis, disertai pengeluaran lendir yang
bercampur darah perektum. Obstruksi askaris lengkap harus dibedakan dengan
invaginasi atau volvulus. Obstruksi lengkap menuntut pembedahan segera karena
terancam menjadi volvulus, strangulasi, dan perforasi. Oleh sebab itu, penting
sekali untuk membedakan antara obstruksi lengkap dan obstruksi parsial.5
Pada obstruksi parsial, masih terdapat kemungkinan pasase cairan dan gas
kerika spasme dinding usus berkurang; keadaan umum penderita mash lumayan
baik, dan massa yang mengandung cacing biasanya teraba seperti kantong cacing
seorang nelayan. Pada obstruksi lengkap, keadaan umum penderita memburuk.
Penderita umumnya demam, sering disertai dengan delirium, apatis, takikardia,
atau tanda lain yang menunjukkan keadaan toksik. Pengelolaan konservatif yang
dianjurkan pada obstruksi parsial terdiri atas memuasakan penderita kemudian
memberikan cairan intravena seta anti-helmintik setelah tanda dan gejala obstruksi
hilang.5
Dianjurkan untuk tidak memberikan antihelmintik atau obat pencahar
selama 48-72 jam pertama atau selama gejala obstruksi belum hilang. Dengan anti-
helmintik, cacing jadi lumpuh dan dapat menyebabkan obstruksi parsial berubah
menjadi obstruksi total. Selain merangsang gerakan usus, pencahar dapat memicu
terjadinya volvulus atau invaginasi. Selama ini, dapat diberikan sediaan sedatif atau
pelemas otot, dan penderita dipuasakan. Penderita harus dipantau siang malam
secara ketat. Setelah tanda dan gejala obstruksi hilang dan massa cacing di perut
tidak dapat diraba lagi, dapat diberikan obat cacing sehingga cacing keluar per
anum. Jika ada obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil,
dilakukan operasi. Bila memungkinkan, massa dipijat sehingga cacing dapat
didorong masuk kolon. Namun, tindakan ini sering kali berbahaya karena massa
terlalu padat dan usus sudah rapuh. Mungkin diperlukan enterotomi untuk
mengeluarkan cacing. Jika dinding usus sudah robek atau mengalami gangren,
dilakukan reseksi bagian usus yang bersangkutan.5
6. Hernia Inkaserata
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
rongga abdomen. Hernia disebut hernia inkaserata atau stragulasi apabila isinya terjepit
oleh cincin dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Secara klinis, istilah hernia
inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase,
sedangkan hernia strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang
disertai gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi
telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari
bendungan sampai nekrosis. Nama yang lazim dipakai ialah hernia strangulata,
walaupun tidak ada gejala dan tanda strangulasi.5
Obstruksi akibat hernia inkarserata pada anak dapat dikelola secara konservatif
dengan posisi tidur Trendelenburg. Jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil
dalam waktu 8 jam, harus dilakukan herniotomi segera.5

2.2.5 PATOFISIOLOGI
Distensi usus disebabkan oleh akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal usu
yang mengalami obstruksi. Sekitar 70 hingga 80% udara pada usus terdiri dari udara yang
tertelan, dan komposisi utama udaranya adalah nitroge sehingga sulit untuk diabsorbsi oleh
usus yang lama-kelamaan dapat menyebabkan distensi abdomen. Akumulasi cairan pada
bagian proksimal usus dari mekanisme obstruksi tidak hanya disebabkan oleh cairan yang
tertelan, saliva yang ditelan, getah lambung, dan sekresi empedu dan pankreas, tetapi juga
dari gangguan pada transpor natrium dan air yang normal. Selama 12-24 jam pertama
obstruksi, penurunan tajam aliran natrium dan air dari lumen ke darah terjadi di usus
proksimal yang mengalami distensi. Setelah 24 jam, natrium dan air bergerak ke dalam
lumen, berkontribusi lebih lanjut terhadap distensi dan kehilangan cairan, sehingga terjadi
gangguan elektrolit.8
Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menjadi ekstrem hipovolemia, insufisiensi
ginjal, dan syok dapat terjadi. Muntah terjadi karena akumulasi cairan di dalam lumen, dan
sekuestrasi cairan ke dalam dinding usus edematous dan rongga peritoneum sebagai akibat
dari gangguan aliran balik vena dari usus semua berkontribusi pada kehilangan besar cairan
dan elektrolit. Suatu bentuk obstruksi loop tertutup ditemui ketika obstruksi total usus besar
ada dengan adanya katup ileocecal yang kompeten (85% dari individu). Meskipun suplai
darah kolon tidak terperangkap dalam mekanisme obstruksi, distensi sekum sangat ekstrim
karena diameternya yang lebih besar (hukum Laplace), dan gangguan suplai darah
intramural cukup bear, dengan konsekuensi gangren dinding cecal.Setelah gangguan suplai
darah ke saluran pencernaan terjadi, invasi bakteri terjadi, dan peritonitis berkembang.
Efek sistemik dari distensi ekstrim termasuk elevasi diafragma dengan ventilasi terbatas
dan atelectasis berikutnya. Aliran balik vena melalui vena cava inferior juga dapat
terganggu.8

2.2.4 GEJALA KLINIS


Obstruksi usus ditandai dengan gejala nyeri kolik pada abdomen serta distensi
abdomen. Ketika terjadi strangulasi, nyeri biasanya lebih terlokalisir dan dapat menetap
dan berat tanpa komponen kolik, suatu fakta yang sering menyebabkan keterlambatan
dalam diagnosis obstruksi. Muntah awalnya berisi empedu dan lendir dan tetap seperti itu
jika obstruksi tinggi di usus. Dengan obstruksi ileum yang rendah, muntahan menjadi
feculent, yaitu, berwarna oranye-coklat dengan bau busuk, yang dihasilkan dari
pertumbuhan bakteri yang berlebihan di proksimal obstruksi. Obstipasi dan kegagalan
mengeluarkan gas melalui rektum selalu ada ketika obstruksi lengkap, meskipun beberapa
tinja dan gas dapat dikeluarkan secara spontan atau setelah enema segera setelah onset
obstruksi total. Diare kadangkadang diamati pada obstruksi parsial. Darah dalam tinja
jarang terjadi tetapi terjadi pada kasus intususepsi.8 Selain itu pada pemeriksaan fisik juga
ditemukan suara bising usus meningkat akibat peningkatan peristaltic dan pada
pemeriksaan perkusi ditemukan suara hipertimpani karena gas di dalam usus yang
meningkat. Pada strangulasi terdapat jepitan yang menyebabkan gangguan peredaran
pembuluh darah sehingga menyebabkan tanda toksik seperti sepsis, yaitu takikardi, syok
septik, dengan leukositosis.5

2.2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat anemia
mikrositik dapat terlihat pada kanker kolorektal, sedangkan leukositosis mungkin
menunjukkan iskemia atau perforasi, urea dan elektrolit untuk memastikan fungsi
ginjal dan tanda dehidrasi.9
2. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen supine dilakukan untuk mencari tanda-tanda obstruksi,
menunjukkan lengkung usus yang terisi gas dengan potongan. Penting untuk disadari
bahwa dilatasi loop usus halus mungkin mencerminkan obstruksi usus besar dengan katup
ileo-caecal yang tidak kompeten (20-30% pasien).9
Pada hasil rontgen abdomen 3 posisi pasien ini menunjukkan adanya dilatasi
beberapa loops proyeksi usus halus, serta terdapat gambaran batas udara cairan yang
tersususn step ladder atau pola tangga pada posisi erect. Pada foto posisi tegak akan tampak
bayangan air fluid level yang banyak di beberapa tempat (multiple fluid levels) yang
tampak terdistribusi dalam susunan tangga (step ladder appearance), sedangkan usus
sebelah distal dari obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus yang
berdilatasi secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila Jumlah loop sedikit berarti
obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila jumlah loop lebih banyak maka
obstruksi usus halus letaknya rendah. Semakin distal letak obstruksi, jumlah air fluid level
akan semakin banyak, dengan tinggi yang berbeda-beda sehingga berbentuk step ladder
appearance.9

Gambar 12. Air fluid level10

Gambar 13. Hering Bone Appereance9

2.2.6 TATALAKSANA
Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi,
perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Tindakan bedah
dilakukan apabila :5
• Strangulasi
• Obstruksi total
• Hernia inkaserata
• Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif
BAB III
KESIMPULAN

Obstruksi intestinal merupakan keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total
ataupun parsial akibat dari gangguan pasase usus. Obstruksi intestinal paling sering
disebabkan oleh adhesi intestinal, hernia, volvulus, dan invaginasi serta kongenital.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (gejala) dan pemeriksaan fisik
(tanda) yang akan dikonfirmasi dengan beberapa pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan radiografi dan histopatologi. Gejala dan tanda klinis umum obstruksi
intestinal pada neonatus, yaitu: nyeri perut, muntah (bisa muntah bilous), obstipasi, dan
distensi abdomen. Penatalaksanaan obstruktif intestinal pada neonatus terbagi menjadi
terapi dekompresi dan operatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arief, Muhammad, I Made Wirka, Tri Setyawati. Ileus Obstruksi.


Departement of General Surgery, Undata Hospital, Palu, Indonesia. Vol. 2 |
No. 1| Februari 2020| Jurnal Medical Profession.
2. Ameh, Emmanuel E, Stephen W.Becker, Kokila Lakhoo. Pediatric Surgery
2nd Ed. Springer
3. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Moore Clinically Oriented Anatomy.
7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014. 951–965 p.
4. Ersochenko VP. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations.
11th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
5. Sjamsuhidajat, Jong D. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. 2010.
6. Husairi Ahmad, Didik Dwi Sanyoto, dkk. Sistem Pencernaan - Tinjauan
Anatomi, Histologi, Biologi, Fisiologi Dan Biokimia. CV IRDH. 2020
7. Lumban Gaol, Leecarlo M, Marpaung WH, Sitorus P. Ilmu Bedah Anak.
Jakarta: EGC; 2014.
8. Longo, D. L., & Fauci, A. S. (2014). Harrison Gastroenterologi &
Hepatologi. Jakarta: EGC.
9. Griffiths S, Glancy DG, Intestinal obstruction, Surgery. Elsevier. 2019.
Diakses pada 13 Agustus 2022 https://doi.org/10.1016/j.mpsur.2019.10.014
10. Soetikno, Ristaniah D. Radiologi Emergensi.Bandung. PT Refika Aditama.
2011

Anda mungkin juga menyukai