ILEUS OBSTRUKSI
ILEUS OBSTRUKSI
Disusun Oleh:
Adhytiyani Nurhasni Putri, S.Ked
G1A221070
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical
Science Session yang berjudul “Ileus Obstruksi” sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher
Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Miftahurrahmah, Sp.BA telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa Clinical Science Session ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan guna
kesempurnaan referat ini, sehingga dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Obstruksi ileus terjadi karena adanya daya mekanik yang mempengaruhi dinding
usus sehingga menyebabkan penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase
lumen usus terganggu. Akibat gangguan pasase tersebut terjadi pengumpulan isi lumen
usus yang berupa gas dan cairan pada bagian proximal tempat penyumbatan. Selain faktor
adhesi intestinal beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan obstruksi yaitu hernia
inkarserata,tumor,divertikulum meckel,intususepsi,volvulus,striktur,askariasis.1
II. KOLON
Usus besar terdiri dari sekum, kolon dan rectum, panjangnya sekitar 1,5 meter,
terbentang dari ileum terminalis sampai anus. Diameter terbesarnya pada saat kosong ±6,5
cm dalam sekum, dan berkurang menjadi ± 2,5 cm dalam sigmoid. Pada sekum terdapat
katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Katup ileosekal
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya aliran
balik bahan fekal dari usus besar ke usus halus.5
Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascenden, tranversum, descenden dan sigmoid. Tempat
kolon membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan disebut fleksura hepatica dan kiri
disebut fleksura lienalis.5
Dinding kolon terdiri dari 4 lapisan, yaitu:
1. Tunica Serosa
Membentuk apendises epiploica, yaitu kantong-kantong kecil yang berisi
lemak dan menonjol dari serosa, kecuali pada rectum.
2. Tunica Muscularis
Terdiri atas stratum longitudinal di sebelah luar dan stratum circular di
sebelah dalam. Stratum circular membentukm.Sphincter ani internus sedangkan
stratum longitudinale membentuk 3 pita yang disebut taenia coli, yang lebih pendek
dari kolon itu sendiri sehingga membentuk kolon berlipat-lipat seperti kantong
(haustrae).
2. Tunica Submucosa
Dibentuk oleh jaringan penyambung longgar yang berisi pembuluh darah dan
kelenjar getah bening.
3. Tunica Mukosa
Licin karena tidak mempunyai vili, permukaan dalamnya mempunyai
lipatanberbentuk bulan sabit karena tidak mencapai seluruh lingkaran lumen dan
dinamakan plicae semilunares.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan suplai
darah yang diterimanya. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan kanan yaitu
sekum, kolon ascenden dan 2/3 proximal kolon transversum. Sedangkan arteri mesenterika
inferior memperdarahi 1/3 kolon transversum, kolon descenden, sigmoid dan bagian
proximal rectum. Arteri mesenterika superior akan bercabang ke a.ileokolika, a.kolika
dextra, sedangkan arteri mesenterika inferior akan bercabang ke a.kolika sinistra,
a.sigmoid, a.hemoroidalis superior. Aliran balik vena dari kolon berjalan parallel dengan
arterinya. V.mesenterika superior untuk kolon ascenden dan transversum. Sedangkan
v.mesenterika inferior untuk kolon descenden, sigmoid dan rectum. Rektum disuplai oleh
a.hemoroidalis superior (cabang dari a.mesenterika inferior) dan a.hemoroidalis inferior
(cabang dari a.pudenda interna). Sedangkan aliran venanya yaitu v.hemoroidalis superior
dan inferior. Aliran limfe pada rectum yaitu, inguinal, kelenjar yaitu inguinal, kelenjar
iliaka interna, kelenjar iliaka interna, kelenjar para kolik, kelenjar di mesenterium, dan
kelenjar para aorta.5
Usus besar dipersarafi oleh sistem otonom kecuali sfingter externa diatur secara
volunter. Kolon dipersarafi oleh system parasimpatis yang berasal dari n.splannikus dan
pleksus presakralis serta serabut yang berasa dari n.vagus. Sedangkan rectum dipersarafi
oleh serabut simpatis yang berasal dari plexus mesenterikus inferior dan dari system
parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis L 2-4 serta serabut simpatis yang berasal
5
dari S 2-4.
2.2 EMBRIOLOGI SISTEM PENCERNAAN
Saluran cerna primitif dibentuk oleh menyatunya bagian kantung kuning telur (yolk
sac) dalam embrio selama pelipatan craniocaudal dan lateral. Dibagi menjadi usus depan,
usus tengah, usus belakang. Secara histologis, saluran pencernaan dewasa terdiri dari
mukosa (lapisan epitel dan kelenjar, lamina propria, dan muscularis mukosa), submukosa,
muscularis eksterna, dan adventitia atau serosa. Secara embriologis, lapisan epitel dan
kelenjar mukosa berasal dari endoderm, sedangkan komponen lain berasal dari mesoderm
visceral.6
Pada awal perkembangan, epitel yang melapisi tabung usus berproliferasi dengan
cepat dan melenyapkan lumen. Kemudian, proses rekanalisasi terjadi.
Gambar 5. A. Lengkung usus primer sebelum memutar (dilihat dari lateral). Arteria
mesenterika superior membentuk sumbu lengkung. Tanda panah, perputaran berlawanan
arah jarum jam. B. Sudut yang sama dengan A, menunjukkan lengkung usus primer
sesudah perputaran 180o berlawanan arah jarum jam. Kolon transversum berjalan di depan
duodenum. II. Diagram yang menggambarkan rotasi 270o berlawanan arah tengah usus
tengah. Setelah rotasi 270°, sekum dan apendiks terletak di rongga perut bagian atas.
Kemudian dalam perkembangan, ada pertumbuhan dalam arah yang ditunjukkan oleh
panah tebal sehingga sekum dan apendiks berakhir di kuadran kanan bawah.
Perkembangan lengkung usus primer ditandai dengan pemanjangan cepat,
khususnya pada bagian sefalik. Pertumbuhan dan perluasan hati yang cepat mengakibatkan
rongga abdomen untuk sementara menjadi terlalu kecil untuk menampung seluruh
lengkung usus, sehingga lengkung usus ini masuk ke rongga ekstraembrional melalui tali
pusat selama minggu keenam perkembangan (herniasi umbilikalis fisiologis). Bersamaan
dengan pertumbuhan panjangnya, lengkung usus primer berputar mengelilingi sumbu yang
dibentuk oleh arteri mesenterika superior. Bila dilihat dari depan, perputaran ini
berlawanan arah dengan jarum jam, dan besarnya sekitar 270° ketika selesai. Bahkan
selama berputar, pemanjangan lengkung usus halus terus berlanjut, dan jejunum beserta
ileum membentuk sejumlah lengkung berbentuk kumparan. Usus besar juga memanjang
namun tidak ikut dalam fenomena pembentukan kumparan.6
Selama minggu ke-10, lengkung usus yang mengalami herniasi mulai kembali ke
dalam rongga abdomen. Walaupun faktor-faktor yang berperan dalam proses
pengembalian usus ini tidak diketahui pasti, diduga bahwa regresi ginjal mesonefrik,
berkurangnya pertumbuhan hati dan meluasnya rongga abdomen, memainkan peranan
yang penting.6
3. Usus Belakang
Membentuk 1/3 distal kolontransversum, kolon desendens, sigmoid, rektum,
bagian atas kanalisani. Endoderm usus belakang ini juga membentuk lapisan dalam
kandung kemih dan urethra. Secara embriologis, sel kolumnar sederhana yang melapisi
derivat usus belakang yang berperan dalam penyerapan; sel goblet (sel piala); dan sel
enteroendokrin yang merupakan bagian dari kelenjar usus berasal dari endoderm. Lamina
propria, muscularis mucosae, submucosa, dan bagian dalam otot polos yang melingkar dan
bagian luar otot polos longitudinal (taeniae coli) dari muscularis externa dan serosa berasal
dari mesoderm visceral.
Bagian akhir usus belakang masuk ke dalam regio posterior kloaka, kanalis
anorektalis primitif; alantois masuk ke bagian anterior, sinus urogenitalis primitif. Kloaka
itu sendiri merupakan rongga yang dilapisi oleh endoderm dan di batas ventralnya dilapisi
oleh ektoderm permukaan. Batas antara endoderm dan ektoderm ini membentuk membrana
kloakalis. Lapisan mesoderm, septum urorektale, memisahkan regio antara alantois dan
usus belakang. Septum ini berasal dari penyatuan mesoderm yang melapisi yolk sac dan
alantois di sekitarnya
Seiring dengan pertumbuhan mudigah dan berlanjutnya pelipatan kaudal, ujung
septum urorektale menjadi berada dekat dengan membrana kloakalis. Pada akhir minggu
ketujuh, membrana kloakalis ruptur, sehingga terbentuk lubang anus untuk usus belakang
dan lubang ventral untuk sinus urogenitalis. Diantara keduanya, ujung septum urorektale
membentuk korpus perineale (badan perineum).6
Gambar 6. Regio kloaka pada mudigah dalam berbagai tahapan perkembangan. A. Usus
belakang masuk ke bagian posterior kloaka, bakal kanalis anorektalis; alantois masuk ke
bagian anterior, bakal sinus urogenitalis. Septum urorektale dibentuk oleh penyatuan
mesoderm yang melapisi alantois dan yolk sac. Membrana kloakalis, yang membentuk
batas ventral kloaka, terdiri dari ektoderm dan endoderm. B. Seiring dengan berlanjutnya
pelipatan kaudal mudigah, septum urorektale bergerak mendekati membrana kloakalis. C.
Pemanjangan tuberkulum genitale menarik bagian urogenital kloaka ke anterior;
rupturnya membrane kloakalis menciptakan satu lubang untuk usus belakang dan satu
lubang untuk sinus urogenitalis. Ujung septum urorektale membentuk korpus perineale
Kanalis analis itu sendiri berasal dari endoderm (bagian kranial) dan ektoderm (bagian
kaudal). Bagian kaudal dibentuk melalui invaginasi ektoderm di sekitar proktodeum.
Suplai vaskular ke kanalis analis mencerminkan asalnya yang berbeda. Oleh sebab itu,
bagian kranial disuplai oleh arteri rektalis superior dari arteri mesenterika inferior yaitu
arteri usus belakang, sedang-kan bagian kaudal disuplai oleh arteri rektalis inferior, cabang
dari arteri pudenda interim.6
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Obstruksi usus adalah keadaan darurat bedah yang umum, terhitung hingga 20%
dari rawat inap dengan nyeri perut akut. Dari jumlah tersebut, 80% akan mengalami
obstruksi usus kecil, penyebab paling umum adalah adhesi.9 Obstruksi usus kecil dan besar
memiliki insiden yang sama pada pria dan wanita.8
2.2.3 ETIOLOGI
Berbagai penyebab obstruksi usus mekanis, seperti atresia usus, intususepsi, ileus
mekonium, herniasi eksternal, dan volvulus usus tengah.2
1. Adhesi Intestinal
Adhesi intestinal yang terjadi pascaoperasi abdomen merupakan bagian dari proses
penyembuhan yang normal setelah terjadi kerusakan pada peritoneum. Adhesi
merupakan proses atau respon biokimiawi dan seluler yang terjadi sebagai usaha tubuh
memperbaiki peritoneum dan sering kali menyebabkan terjadinya obstruksi usus yang
dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.7
Adhesi intraabdominal merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi usus
pada negara-negara maju, antara 65-75% dari seluruh penyebab obstruksi usus.7
Secara makroskopis, derajat pembentukan adhesi intestinal dibagi menjadi
beberapa tingkatan:7
• Derajat 0: tidak terdapat adhesi
• Derajat 1: adhesi ringan, tipis, serta fibrin dapat dilepas secara tumpul
• Derajat 2: adhesi dapat dilepas secara tumpul dan tajam, ada vaskularisasi ringan
• Derajat 3: serat adhesi lebih kuat, dilepas secara tajam dengan vaskularisasi yang
jelas
• Derajat 4: adhesi fibrotic tebal, seperti kalus, melengket erat dengan organ
Gejala Klinis
Kombinasi gejala klinis tergantung pada organ yang mengalami obstruksi, apakah
obstruksinya total atau parsial. Diagnosis obstruksi usus akibat adhesi perlu dipastikan
bahwa ada riwayat operasi sebelumnya, gejala obstruksi usus diantara lain:7
• Nyeri kolik abdomen
• Nause/ muntah
• Konstipasi
• Distensi abdomen
Penatalaksanaan awalnya konservatif yang melibatkan resusitasi dan koreksi
defisit cairan dan elektrolit dengan cara pemberian cairan intravena (IV), dekompresi
nasogastrik kemudian dilakukan, dan antibiotik spektrum luas dapat dimulai. Jika
kondisi tidak membaik pada manajemen di atas setelah 48 jam, laparotomi harus
dipertimbangkan. Intervensi operatif dini lebih sering pada anak-anak, terutama bayi,
karena anak yang sudah mengalami gangguan gizi memiliki toleransi yang lebih rendah
dibandingkan dengan orang dewasa untuk periode kelaparan 48 jam. Pada anak- anak
dengan gejala gangren, laparotomi harus dilakukan segera setelah resusitasi yang
memadai.2
2. Invaginasi/Intusepsi
Intusepsi adalah masuknya segmen usus proksimal ke rongga lumen usus
bagian distal sehingga menimbulkan gejala obstruksi usus yang jka tidak ditangani
akan menyebabkan strangulasi usus. Daerah yang secara anatomis paling mudah
mengalami invaginasi adalah ileosekal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk
dengan mudah ke dalam sekum yang longgar. Paling sering masuknya ileum terminal
ke dalam kolon. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partial maupun
total.7
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat
tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti diare juga dapat
menyebabkan terjadinya invaginasi. Perkembangan invaginasi menjadi suatu iskemik
terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh darah segmen intuseptum usus
dan mesenterium. Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa.
Ditandai dengan produksi mucus berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi
dan laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan. Campuran antara darah dan mucus
disebut ‘red currant jelly stool’.7
Gejala Klinis
Dua pertiga dari anak-anak yang mengalami intusepsi yang bergejala tampak pada
usia kurang dari 1 tahun. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partial maupun
total.
Tanda-tanda dan gejala instusepsi, diantaranya:
• Nyeri Kolik
• Muntah
• Perut teraba massa
• Perdarahan anus
Trias klasiknya yaitu nyeri, muntah, dan feses berlendir bercampur darah. Pada
pemeriksaan fisik kadang-kadang ditemukan massa berbentuk “sosis” di kuadran kanan
atas atau pertengahan perut. Kuadran kanan bawah abdomen mungkin terasa kosong dan
sekum mungkin tidak teraba pada fossa iliaka kanan ( tanda DANCE).7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi ( foto
polos abdomen 3 posisi, barium enema/colon in loop) dan USG) meskipun umumnya
diagnosis dapat ditegakkan melalui pembedahan. Pada pemeriksaan foto polos abdomen
dijumpai gambaran air fluid level, hering bone appearance (gambaran plika sirkularis
usus halus). Pada penderita dengan intusepsi yang sampai ke kolon barium enema dapat
mengkonfirmasi diagnosis dimana akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apeks dari
intusepsi dan suatu cup shaped appearance. Sementara itu, USG membantu menegakkan
diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign atau doughnut sign pada potongan
melintang invaginasi yang menunjukkan lapisan konsentris dari usus.7
Tatalaksana
Dasar pengobatan pada kasus intusepsi adalah reposisi usus yang telah masuk ke lumen
usus lainnya. Pada saat terdiagnosis intusepsi, pipa nasogastric diperlukan untuk
dekompresi, pemasangan infus, dan pemeriksaan darah lengkap serta elektrolit.
• Reduksi Hidrostatik
Penggunaan kontras enema akan memperlihatkan visualisasi reduksi
dengan control floroskopi dan dilaporkan sukse pada 65-75% kasus. Bila dilakukan
oleh ahli radiologi pediatrik, tingkat keberhasilan reduksi sekitar 85%. Rectal tube
dimasukkan dalam rektum dan lubang anus dipiester untuk mencegah penurunan
tekanan. Kontras memasuki rektosigmoid dengan gaya gravitasi dan dengan
panduan fluoroskopi. Pada kasus yang biasa, aliran kontras akan bertemu dengan
filling defect yang cekung pada kolon transversum yang dapat direduksi secara
retrograde ke sekum.7
• Reduksi Pneumatik
Bila menggunakan balon yang tidak dikembangkan, anus diplester untuk
mempertahankan tekanan intrakolon untuk reduksi intusepsi. Dengan tekanan awal
80 mmhg udara dialirkan ke dalam kolon dengan fluoroskopi. Tekanan ini dapat
ditingkatkan secara maksimal hingga 120 mmhg. Refluks udara ke ileum terminal
menandakan reduksi komplit intususepsi.7
• Reduksi Operatif dan Reseksi Usus
Laparotomi dengan insisi transversal abdominal kuadran kanan bawah merupakan
tindakan operasi invaginasi. Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan
keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan halus dan
sabar, juga bergantung kepada keterampilan dan pengalaman operator.
Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan
cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis
sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomosis " end
to end" apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan
eksteriorisasi atau enterostomi.7
Indikasi Operasi:
• Keadaan umum jelek
• Invaginasi sudah lebih dari 24 jam
• Peritonitis
• Perforasi usus
• Kegagalan reduksi secara hidrostatik
• Strangulasi
3. Volvulus
Volvulus adalah kelainan berupa puntiran segmen usus terhadap usus itu sendiri
dapat terjadi karena usus tidak terfikasi dengan benar pada dinding usus melainkan
menggantung pada mesenterika, menyebabkan obstruksi saluran cerna dan
menghentikan pasokan oksigen dan nutrisi ke usus. Insidensi volvulus sekum jarang
ditemukan dibandingkan volvulus sigmoid. Gejala klinis sama dengan obstruksi usus
halus. Serangan nyeri perut yang bersifat kolik makin hebat disertai mual dan muntah
yang timbul lebih cepat daripada gejala obstipasi. Nyeri biasanya ditemukan di sekitar
pusat. Distensi abdomen tidak mencolok, tetapi gambaran hiperperistalsis amat jelas
dan terdengar borborigmi. Pada foto polos perut dapat memberikan gambaran
patognomonik berupa gambaran segmen sekum yang amat besar berbentuk ovoid di
tengah perut. Selain itu, terdapat dilatasi usus halus dengan permukaan air yang jelas,
dan gambaran kolon sama sekali tidak terlihat. Terapinya adalah reseksi ileosekal
dengan ileokolostomi terminolateral. Reseksi in dianjurkan untuk mencegah
kekambuhan.5
Manifestasi Klinis
§ Distensi abdomen bagian atas
§ Muntah kehijauan pada 80% kasus
§ Gelisah
§ Sulit bernafas
§ Hipersalivasi
§ Jaundice
§ Letargis
Diagnosis
Foto polos abdominal yang dilakukan biasanya akan memberikan gambaran
gelembung ganda “double-bubble appearance” yang merupakan kombinasi gelembung
udara di gaster dan duodenum yang mengalami dilatasi. Jika dicurigai adanya malrotasi, x-
ray dengan kontras pada regio intestinal atas biasanya mampu memvisualisasikan
terpuntirnya duodenum. Uji diagnostik pada laboratorium klinik meliputi darah lengkap,
elektrolit, BUN, dan kimia darah, terutama untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan
pancreas.7
Gambar 9. Gelembung ganda pada foto polos abdomen
Penanganan
Obstruksi duodenum memerlukan pembedahan, tetapi tidak selalu mendesak.
Terapi bisa ditunda untuk mengevaluasi atau menangani anomali kongenital yang
megancam jiwa yang lainnya. Untuk pertama, selang nasogastrik dipasang melalui hidung
bayi ke bawah sampai gaster untuk dekompresi gaster dan duodenum. Cairan intravena
bisa diberikan untuk menjaga kadar cairan dan pengeluaran urin atau untuk mengoreksi
dehidrasi yang telah terjadi. Cairan elektrolit bisa diberikan secara intravena untuk
mengembalikan keseimbangan elektrolit. Pada sebagian besar situasi,
duodenoduodenostomi, yang menghubungkan usus proksimal dan distal dari obstruksi,
adalah pilihan korektif terbaik. Ini merupakan perbaikan yang paling bersifat langsung,
fisiologik dan dari pilihan lain yang tersedia, ini memiliki potensi komplikasi selanjutnya
yang paling rendah. Ketika prosedur ini sulit disebabkan anatomi pasien, terutama pada
beberapa bayi kecil, prematur, maka duodenojejunostomi menjadi pilihan alternatifnya.7
2.2.5 PATOFISIOLOGI
Distensi usus disebabkan oleh akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal usu
yang mengalami obstruksi. Sekitar 70 hingga 80% udara pada usus terdiri dari udara yang
tertelan, dan komposisi utama udaranya adalah nitroge sehingga sulit untuk diabsorbsi oleh
usus yang lama-kelamaan dapat menyebabkan distensi abdomen. Akumulasi cairan pada
bagian proksimal usus dari mekanisme obstruksi tidak hanya disebabkan oleh cairan yang
tertelan, saliva yang ditelan, getah lambung, dan sekresi empedu dan pankreas, tetapi juga
dari gangguan pada transpor natrium dan air yang normal. Selama 12-24 jam pertama
obstruksi, penurunan tajam aliran natrium dan air dari lumen ke darah terjadi di usus
proksimal yang mengalami distensi. Setelah 24 jam, natrium dan air bergerak ke dalam
lumen, berkontribusi lebih lanjut terhadap distensi dan kehilangan cairan, sehingga terjadi
gangguan elektrolit.8
Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menjadi ekstrem hipovolemia, insufisiensi
ginjal, dan syok dapat terjadi. Muntah terjadi karena akumulasi cairan di dalam lumen, dan
sekuestrasi cairan ke dalam dinding usus edematous dan rongga peritoneum sebagai akibat
dari gangguan aliran balik vena dari usus semua berkontribusi pada kehilangan besar cairan
dan elektrolit. Suatu bentuk obstruksi loop tertutup ditemui ketika obstruksi total usus besar
ada dengan adanya katup ileocecal yang kompeten (85% dari individu). Meskipun suplai
darah kolon tidak terperangkap dalam mekanisme obstruksi, distensi sekum sangat ekstrim
karena diameternya yang lebih besar (hukum Laplace), dan gangguan suplai darah
intramural cukup bear, dengan konsekuensi gangren dinding cecal.Setelah gangguan suplai
darah ke saluran pencernaan terjadi, invasi bakteri terjadi, dan peritonitis berkembang.
Efek sistemik dari distensi ekstrim termasuk elevasi diafragma dengan ventilasi terbatas
dan atelectasis berikutnya. Aliran balik vena melalui vena cava inferior juga dapat
terganggu.8
2.2.6 TATALAKSANA
Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi,
perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Tindakan bedah
dilakukan apabila :5
• Strangulasi
• Obstruksi total
• Hernia inkaserata
• Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif
BAB III
KESIMPULAN
Obstruksi intestinal merupakan keadaan dimana terjadi hambatan baik secara total
ataupun parsial akibat dari gangguan pasase usus. Obstruksi intestinal paling sering
disebabkan oleh adhesi intestinal, hernia, volvulus, dan invaginasi serta kongenital.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (gejala) dan pemeriksaan fisik
(tanda) yang akan dikonfirmasi dengan beberapa pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan radiografi dan histopatologi. Gejala dan tanda klinis umum obstruksi
intestinal pada neonatus, yaitu: nyeri perut, muntah (bisa muntah bilous), obstipasi, dan
distensi abdomen. Penatalaksanaan obstruktif intestinal pada neonatus terbagi menjadi
terapi dekompresi dan operatif.
DAFTAR PUSTAKA