Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2012


UNIVERSITAS HASANUDDIN

DIVERTIKULOSIS

Disusun Oleh :
KARTIKA ACHMAD
C 111 06 005

Pembimbing :
Dr. MUH. NAWIR

Supervisor :
Dr. SULAIHI, Sp.B-KBD

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012
DIVERTIKULOSIS

I. PENDAHULUAN
Penyakit divertikular (atau diverticulosis) merupakan keadaan di mana terdapat
banyak penonjolan mukosa yang menyerupai kantong (divertikula) yang tumbuh dalam
usus besar, khususnya kolon sigmoid tanpa adanya inflamasi. Peradangan akut dari
divertikulum menyebabkan divertikulitis.1,2,3
Divertikulosis sangat sering dijumpai pada masyarakat Amerika dan Eropa.
Diperkirakan sekitar separuh populasi dengan umur lebih dari 50 tahun memiliki
divertikula kolon. Kolon sigmoid adalah tempat yang paling sering terjadinya
divertikulosis. Diverticulosis colon merupakan penyebab yang paling umum dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah, berperan hingga 40% sampai 55% dari semua
kasus perdarahan. Divertikula kolon merupakan lesi yang diperoleh secara umum dari
usus besar pada perut.2

Gambar 1. Divertikulosis di kolon sigmoid


Dikutip dari kepustakaan no 1

Divertikulosis diperkirakan sebagai kelainan yang didapat, tetapi etiologinya tidak


terlalu dipahami. Teori yang paling banyak diterima adalah tentang kurangnya dietary
fiber yang menghasilkan volume feses yang kecil, sehingga membutuhkan tekanan
intraluminal yang tinggi dan regangan dinding colon yang tinggi untuk propulsi.2
Kontraksi yang kronis menyebabkan terjadinya hipertrofi muscular dan
perkembangan dari proses segmentasi dimana colon berperan sebagai segmen terpisah
daripada berfungsi sebagai continous tube. Saat progress segmentasi, tekanan yang
tinggi langsung berputar ke arah dinding colon dibanding membentuk gelombang
propulsive yang mendorong feses ke arah distal. Semakin tinggi tekanan yang langsung
berputar ke dinding saluran cerna akan menyebabkan terjadinya pulsion divertikula.
Hilangnya kekuatan daya regang dan adanya penurunan elastisitas dinding saluran
cerna karena usia juga dikemukakan sebagai etiologi dari divertikulosis. Sementara
tidak ada dari teori-teori ini yang dapat dibuktikan, diet tinggi serat dapat menurunkan
insidensi divertikulosis. Meskipun divertikulosis sering ditemukan, kebanyakan
kasusnya asimptomatik dan komplikasi muncul pada sebagian kecil penderita saja.2

II. EPIDEMIOLOGI
Kejadian divertikulosis pada wanita sedikit lebih banyak dengan perbandingan
antara pria : wanita adalah 1 : 1,5. Insidens tertinggi pada usia 40 tahun dan 50-an.
Insidens tertinggi di negara-negara barat dimana terjadi pad 50% dari warga yang
berusia lebih dari 60 tahun.1
Pada pemeriksaan kolonoskopi terhadap 876 pasien di RS Pendidikan Makassar,
ditemukan 25 pasien (2,85%) penyakit divertikular dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan 5:3, umur rata-rata 63 tahun dengan presentase terbanyak pada kelompok
umur 60-69 tahun. Hematokezia merupakan gejala terbanyak dan lokalisasinya
terutama di kolon bagian kiri (kolon sigmoid dan kolon descendens).3

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Anatomi dan Histologi Usus Besar
Usus besar atau colon memanjang mulai dari katup ileocecal kearah proksimal
hingga ke rectosigmoid junction di arah distal dengan panjang sekitar 3-5 kaki. Kolon
menempati bagian perifer dari cavum abdomen terdiri dari caecum, kolon ascending di
bagian kanan, kolon transversum, kolon descending dan sigmoid di bagian kiri.
Fleksura splenikus sangat berhubungan dengan limpa dan dilekatkan oleh ligament
splenocolic. Kolon bagian kanan memiliki kemampuan yang lebih besar dibandingkan
dengan yang kiri, dan caecum memiliki kemampuan yang lebih besar lagi dan
merupakan yang paling distensible. Caecum adalah yang paling rentan rupture, ketika
ia mencapai diameter sekitar 12 cm akibat dari adanya obstruksi pada competent
ileocecal valve.4
Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti yang
ditemukan pada bagian usus lain. Muskulus longitudinal membentuk tiga berkas/pita
yang disebut taenia coli. Ketiga taenia berjarak 120 derajat dari kolon circumference.
Haustra, atau sakulus, terbentuk karena taenia mengecilkan kolon itu sendiri sehingga
kolon nampak berlipat-lipat. Permukaan serosa mengandung tambahan lemak yang
disebut appendices epiploicae.4,5
Histologi 4 lapisan dinding kolon yaitu : 5,6
- Tunika mukosa terdiri dari epitel kolumnar simpleks, mempunyai sel goblet
yang lebih banyak dari usus halus. Usus besar memiliki kripta Lieberkuhn
yang lebih panjang dan lebih lurus pada tunika mukosa dibandingkan dengan
usus halus.
- Tunika submukosa merupakan jaringan ikat longgar yang banyak
mengandung pembuluh darah, sel lemak dan nervus pleksus Meissner.
- Tunika muskularis terdiri atas otot sirkular bagian dalam dan otot longitudinal
bagian luar. Otot sirkular berbentuk utuh tapi otot longitudinal terbagi tiga
untaian besar yang disebut taenia koli. Diantaranya dipisah oleh pleksus
Auerbach.
- Tunika serosa/adventitia merupakan peritoneum visceral dengan epitel
squamous simpleks yang diisi oleh pembuluh darah dan sel-sel lemak. Kolon
transversum dan kolon sigmoid melekat ke dinding tubuh melalui
mesenterium, sehingga tunika serosa menjadi lapisan terluar bagian kolon ini.
Sedangkan adventitia membungkus kolon ascendens dan descendens karena
letaknya retroperitoneal. Tunika serosa ini terdiri dari mesotelium dan
jaringan ikat serosa.
Gambar 2. Potongan cross-sectional anatomi kolon, menunjukkan ketiga lokasi taenia coli.
Dikutip dari kepustakaan no 4

Caecum adalah organ intraperitoneal bebas, tetapi kolon ascendens separuhnya


termasuk organ retroperitoneal hingga ke fleksura hepatica. Kolon transversum
menyaput dengan greater omentum, dimana omentum menggantung ke bawah. Kolon
descendens terfiksir pada bagian lateral dinding abdomen melalui fascia. Dimana fascia
bertemu dengan kolon, sebuah avascular plane exits yang disebut garis Tolt, yang
menginsisi ketika kolon kiri termobilisasi.4
Arteri mesenterika superior mensuplai kolon ascendens dan kolon transversum
bagian kanan melalui arteri ileokolika (ileocecal), a.kolika dextra (right colic brach
artery), dan a. kolika media (middle colic branch artery). Arteri mesenterika inferior
mensuplai colon descendens, kolon transversum bagian kiri, kolon sigmoid dan
sebagian besar rektum melalui a. kolika sinistra (left colic branch artery) , a.sigmoid
dan a.hemoroidalis superior. Suplai darah pada colon dapat dilihat pada gambar
berikut.4,5,7
Gambar 3. Large intestine’s arteries.
Dikutip dari kepustakaan no 7

Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah vena
disalurkan melalui vena mesenterika superior untuk kolon ascendens dan kolon
transversum, dan melalui v. mesenterika inferior untuk kolon descendens, sigmoid, dan
rectum.Keduanya bermuara di vena porta, tetapi v. mesenterika inferior melalui vena
lienalis. Alirah darah vena dari kanalis analis menuju ke vena cava inferior.5,7
Aliran linfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting diketahui
sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan
tumor. Sumber aliran linfe terdapat pada muskularis mukosa.5,7
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari n.splenikus dan pleksus
presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari n.vagus.5,7
Gambar 4. Vena-vena usus besar
Dikutip dari kepustakaan 7

Gambar 5. Lymph node drainage


Dikutip dari kepustakaan no 7
Fisiologi Usus Besar
Usus besar atau colon memiliki empat fungsi yaitu motilitas (dan reservoir),
absorbsi, sekresi, dan endokrin.4,5,6
1. Motilitas
Tiga tipe aktivitas motorik yang ada pada fungsi usus besar termasuk
segmentasi, pergerakan massa, dan peristaltik retrograde. Segmentasi adalah
aktivitas motorik yang paling umum terdiri dari kontraksi segmental annular
yang menggerakkan isi usus. Gerakan segmentasi dengan konstriksi sirkular
yang besar pada kolon, sekitar 2,5cm otot sirkular akan berkontraksi, kadang
menyempitkan lumen sampai hampir tersumbat. Saat yang sama, otot
longitudinal kolon (taenia coli) akan berkontraksi. Kontraksi gabungan tadi
menyebabkan bagian usus yang tidak terangsang menonjol keluar (haustrasi).
Setiap haustrasi mencapai intensitas puncak dalam waktu 30 detik, kemudian
menghilang 60 detik berikutnya, kadang juga lambat terutama caecum dan
kolon ascendens sehingga sedikit isi hasil dari dorongan ke depan. Oleh
karena itu bahan feses dalam usus besar Pergerakan massa adalah aktivitas
kontraksi kuat yang menyapu pada bagian colon transversum dan descendens
beberapa kali sehari. Ia mengikuti alur proses pencernaan dan dapat berespon
pada reflex gastrocolic. Ini adalah mekanisme utama dimana feses dihantarkan
ke rectum. Peristaltik retrograde dimulai di colon transversum dan bergerak ke
arah proksimal colon bagian kanan.
2. Absorbsi
Setiap 800ml cairan dihantarkan ke colon setiap harinya. Colon akan
menyerap 600ml dari cairan tersebut. Absorpsi sodium melalui transport
elektrogenik, tidak diikuti oleh pergantian kation ataupun anion co-transport.
Sodium masuk melalui saluran pada membrane apical dan dipompakan keluar
dari membrane basolateral oleh Na+K+ATPase. Sekitar 200 hingga 400mEq
sodium dapat diserap setiap harinya. Klorida diserap secara aktif berlawanan
dengan ketinggian konsentrasi dalam pertukaran bikarbonat.
Kolon juga menyerap asam lemak rantai pendek yang dibentuk oleh
fermentasi bakteri dari karbohidrat dan selulosa yang kemudian diserap
melalui transport pasif. Asam lemak rantai pendek utama adalah Butyrate,
Asetat, dan Propionat. Diestimasikan perharinya absorpsi asam lemak rantai
pendek sekitar 540kcal/hari.
3. Sekresi
Kolon mensekresi bikarbonat dan potassium. Bikarbonat disekresikan untuk
ditukarkan dengan klorida. Sekresi potassium adalah sekresi aktif dari kolon.
4. Endokrin
Kolon mengandung sel-sel L, K dan N, yang melepaskan enteroglukagon
peptide YY (PYY), dan neurotensin. Enteroglukagon bersifat trofik pada
mukosa usus halus, dan kolon mungkin dapat berpartisipasi dalam meregulasi
sejumlah kecil petumbuhan mukosa usus halus. PYY dilepaskan dari distal
Ileum dan kolon bagian proksimal sebagai respons pada luminal fat dan
bertanggung jawab pada yang disebut “ileal break”, yang berfungsi
memperlambat pengosongan lambung dan transport selama di usus halus.
Neurotensin juga menghambat pengosongan lambung; merubah pola
kompleks motorik puasa ke pola setelah makan; menstimulasi sekresi
pancreas, melepaskan histamine dari sel mast, dan motilitas kolon; dan juga
sebuah vasodilator kuat. Mana dari aksi biologis ini yang penting pada proses
fisiologi belum diketahui.4

IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Penyebab terjadinya divertikulosis ada 2 yaitu : 1,4,8,9
1. Peningkatan tekanan intralumen
Diet rendah serat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen
kolon sehingga menyebabkan herniasi mukosa melewati lapisan dinding otot
kolon yang menebal dan memendek (sebuah kondisi yang disebut-mychosis).
Menurut Painter dan Burkitt pada tahun 1960, penyebab terjadinya
divertikulosis adalah kurangnya serat dan rendahnya residu dalam makanan
yang dikonsumsi sehingga menyebabkan perubahan milieu interior dalam
kolon. Pendapat ini diperkuat oleh penelitian-penelitian selanjutnya dimana
terbukti bahwa kurangnya serat dalam makanan merupakan faktor utama
terjadinya divertikular sehingga disebut sebagai penyakit defisiensi serat.
Terdapat 2 jenis serat :
-
Serat yang larut dalam air, di dalam usus terdapat dalam bentuk yang
menyerupai agar-agar yang lembut.
-
Serat yang tidak larut dalam air, melewati usus tanpa mengalami
perubahan bentuk.
Kedua jenis serat tersebut membantu memperlunak feses sehingga mudah
melewati usus. Serat juga mencegah konstipasi. Konsumsi makanan yang
berserat tinggi, terutama serat yang tidak larut (selulosa) yang terkandung
dalam biji-bijian, sayur-sayuran dan buah-buahan akan berpengaruh pada
pembentukan tinja yang padat dan besar sehingga dapat memperpendek waktu
transit feses dalam kolon dan mengurangi tekanan intraluminal yang
mencegah timbulnya divertikel.
2. Kelemahan otot dinding kolon
Penyebab lain terjadinya divertikulosis adalah terdapat daerah yang lemah
pada dinding otot kolon dimana arteri yang membawa nutrisi menembus
submukkosa dan mukosa. Biasanya pada usia tua karena proses penuaan yang
dapat melemahkan dinding kolon.
Faktor Resiko Divertikulosis
- Pertambahan Usia
Pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik/ daya regang dinding
kolon sebagai akibat perubahan struktur jaringan kolagen dinding usus.
- Konstipasi
Konstipasi menyebabkan otot-otot menjadi tegang karena tinja yang terdapat
di dalam usus besar. Tekanan yang berlebihan menyebabkan titik-titik lemah
pada usus besar menonjol dan membentuk divertikula.
- Diet rendah serat
Pada mereka yang kurang mengkonsumsi makanan berserat, akan
menyebabkan penurunan massa feses menjadi kecil-kecil dan keras, waktu
transit kolon yang lebih lambat sehingga absorpsi air lebih banyak dan output
yang menurun menyebabkan tekanan dalam kolon meningkat untuk
mendorong massa feses keluar mengakibatkan segmentasi kolon yang
berlebihan. Segmentasi kolon yang berlebihan akibat kontraksi otot sirkuler
dinding kolon untuk mendorong isi lumen dan menahan pasase dari material
dalam kolon merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit
divertikular. Pada segmentasi yang meningkat secara berlebihan terjadi
herniasi mukosa/submukosa dan terbentuk divertikel.
- Gangguan jaringan ikat
Gangguan jaringan ikat seperti pada sindrom Marfan dan Ehlers Danlos dapat
menyebabkan kelemahan pada dinding kolon.

V. PATOGENESIS
Divertikel saluran cerna paling sering ditemukan di kolon, khususnya di sigmoid.
Divertikel kolon adalan divertikel palsu karena terdiri dari mukosa yang menonjol
melalui mukosa otot seperti hernia kecil. Divertikel sejati jarang ditemukan di kolon.
Divertikel ini disebut divertikel pulsi karena disebabkan oleh tekanan tinggi di usus
bagian distal ini. Besarnya dapat beberapa millimeter hinga dua sentimeter; leher
divertikel atau pintunya biasanya sempit, tetapi mungkin lebar. Kadang terbentuk
fekolit (batu feses) didalamnya.5
Divertikulosis sigmoid sering disertai obstipasi yang dipengaruhi oleh diet,
terutama makanan kurang berserat. Patogenesis dipengaruhi tekanan intralumen dan
defek dinding sigmoid. Tekanan intralumen bergantung pada kepadatan feses yang
meningkat bila kekurangan serat.5
Dikenal 3 gambaran anatomi penyakit divertikular yang khas : 3,9
- Penyakit Predivertikular :
Menunjukkan hipertrofi dari kedua otot sirkular dan longitudinal (taenia coli)
dengan tanpa disertai dengan penonjolan kantong yang dapat diperlihatkan.
Menebalnya taenia sering menyebabkan pemendekan dan pengerutan dinding
kolon yang bersangkutan.
- Divertikulosis :
Adanya penonjolan kantung dengan diameter 1mm sampai dengan beberapa
sentimeter yang menonjol ke dalam jaringan lemak perikolik atau appendices
epiploicae. Kelainan ini khususnya terdapat di antara taenia mesenterika dan
antimesenterika, jarang di taenia antimesenterium.
Secara histologist, dinding kantong hanya terdiri dari mukosa dan submukosa
dan biasanya tanpa lapisan otot sama sekali dan tanpa disertai dengan
inflamasi. Sering kantong berisi feses yang mungkin tidak dapat segera
dikeluarkan sebab leher divertikel lebih sempit dari kantongnya.10

(a) (b)
Gambar 6. (a) Gambaran makroskopis divertikulosis
(b) Gambaran mikroskopis divertikulosis.
Dikutip dari kepustakaan no 10

- Divertikulitis :
Merupakan peradangan sekunder dari satu atau lebih divertikel yang terjadi
bila feses yang ada di dalam kantong mengalami pemadatan dan kemudian
disertai dengan infeksi sekunder e. coli dan organism enteric lainnya. Sering
terjadi perforasi kecil pada kantong.3,9
Sebuah divertikulum merupakan penonjolan pada titik-titik yang lemah, biasanya
pada titik dimana pembuluh nadi (arteri) masuk ke dalam lapisan otot dari usus besar.
Kejang (spasme) diduga menyebabkan bertambahnya tekanan dalam usus besar,
sehingga akan menyebabkan terjadinya lebih banyak divertikula dan memperbesar
divertikula yang sudah ada.11,12,13,14
Divertikulosis terbentuk bila mukosa dan lapisan submukosa kolon mengalami
herniasi sepanjang dinding muskuler yang mengalami kelemahan yaitu pada titik
tempat masuknya arteri ke dalam usus akibat tekanan intraluminal yang tinggi, volume
kolon yang rendah (isi kurang mengandung serat), dan penurunan kekuatan otot dalam
dinding kolon (hipertrofi muskuler akibat massa fekal yang mengeras). Divertikulum
menjadi tersumbat dan kemudian terinflamasi bila obstruksi terus berlanjut. Inflamasi
cenderung menyebar ke dinding usus sekitar, mengakibatkan timbulnya kepekaan dan
spastisitas kolon. Abses dapat terjadi, menimbullkan peritonitis, sedangkan erosi
pembuluh darah (arterial) dapat menimbulkan perdarahan.Divertikulanya sendiri tidak
berbahaya, tetapi tinja yang terperangkap di dalamnya bukan saja bias menyebabkan
perdarahan, tetapi juga menyebabkan peradangan dan infeksi sehingga timbul
diverticulitis.11,12,13,14

(a) (b)
Gambar 7. (a) Diverticulosis yang berkembang menjadi diverticulitis
(dikutip dari kepustakaan no 15)
(b) Divertikel dengan tinja yang terperangkap di dalamnya
(dikutip dari kepustakaan no 16)

VI. GEJALA KLINIS


Kebanyakan penderita divertikulosis tidak menunjukkan gejala. Tetapi beberapa
ahli yakin bila bahwa seseorang mengalami nyeri kram, diare, dan gangguan
pencernaan lainnya, yang tidak diketahui penyebabnya, bias dipastikan penyebabnya
adalah divertikulosis. Gejala klinis yang bisa ditemukan 1,3,9,11,12
- Sebagian besar asimptomatik
- Divertikulosis yang nyeri :
a. Nyeri pada fossa iliaka kiri
b. Konstipasi
c. Diare.
- Divertikulosis akut :
a. Malaise
b. Demam
c. Nyeri dan nyeri tekan pada fossa iliaka kiri dengan atau tanpa teraba
massa.
d. Distensi abdomen
- Perforasi : Peritonitis + gambaran diverticulitis
- Obstruksi usus besar :
a. Konstipasi absolute
b. Distensi
c. Nyeri kolik abdomen
d. Muntah
- Fistula : ke kandung kemih, vagina, atau usus halus
- Perdarahan saluran cerna bagian bawah : spontan dan tidak nyeri

VII. DIAGNOSIS
Anamnesis yang cermat sering sudah dapat menentukan diagnosis, harus
ditanyakan tentang perubahan pola defekasi, frekuensi, dan konsistensi feses.5
Dalam anamnesis tentang nyeri perut perlu dibedakan antara nyeri kolik dan
nyeri menetap, serta hubungannya dengan makan dan dengan defekasi. Perlu pula
ditanyakan warna tinja, terang atau gelap, bercampur lender atau darah, dan warna
darah segar atau tidak. Juga perlu ditanyakan apakah terdapat rasa tidak puas setelah
defekasi, bagaimana nafsu makan, adakah penurunan nafsu makan, dan rasa lelah.5
Gejalan dan tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah
dyspepsia, hematokezia, anemia, benjolan, dan obstruksi karena radang dan
keganasan.5
Pada divertikulosis 80% penderita tidak bergejala (asimptomatik). Keluhan
lain yang bias didapat adalah nyeri, obstipasi, dan diare oleh karena adanya gangguan
motilitas dari sigmoid.5
Pada pemeriksaan fisis didapatkan nyeri tekan local ringan dan sigmoid sering
dapat diraba sebagai struktur padat. Tidak ada demam maupun leukositosis bila tidak
ada radang. Bisa teraba tegang pada kuadran kiri bawah, dapat teraba massa seperti
sosis yang tegang pada sigmoid yang terkena. Pada pemeriksaan fisis dilakukan rectal

touché ke dalam rectum untuk mengetahui adanya nyeri tekan, penyumbatan,


maupun darah. Didapatkan juga keadaan umum tidak terganggu dan tanda sistemik
juga tidak ada.5
Pada foto roentgen, barium tampak divertikel dengan spasme local dan
penebalan dinding yang menyebabkan penyempitan lumen.5,16
Gejala Klinis Diverticulosis Gejala Klinis Diverticulitis
Konstipasi Nyeri akut pada kuadran kri bawah (93-100%)
Nyeri Abdomen : akibat kontraksi segmental Demam (57-100%)
yang berlebihan dari kolon
Tanda-tanda divertikulosis akut : Iregularitas Nausea, Vomiting
usus dan interval diare, nyeri dangkal dan kram
pada kuadran kiri bawah dari abdomen dan
demam ringan
Pada inflamasi local diverticula berulang, usus Teraba Massa
besar menyempit pada striktur fibrotic, yang
menimbulkan kram, feses berukuran kecil-
kecil, dan peningkatan konstipasi.
Perdarahan samar dapat terjadi, menimbulkan Konstipasi
anemia defisiensi besi
Malaise Diare
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada divertikulosis adalah Barium Enema dan
Kolonoskopi. Sensitivitas barium enema sangat tinggi, bahkan polip kecil saja dapat
terdeteksi. Pemeriksaan barium enema dapat menilai kolon secara keseluruhan
terutama jika terdapat suatu patologi di kolon bagian distal yang menghalangi
masuknya kolonoskop retrograde. Sedangkan manfaat utama kolonoskopi adalah
dimungkinkannya pemeriksaan maupun intervensi kolon secara menyeluruh. Pada
saat ditemukan suatu tumor ataupun polip, dapat dilakukan biopsy juga.7

(A) (B)
Gambar 8. (A) Barium Enema with Extensive Sigmoid Diverticulosis.
(B) Colonoscopy view of Diverticula
Dikutip dari kepustakaan no 7.

Barium Enema juga dapat menunjukkan adanya spasme segmental dan


penebalan otot yang mempersempit lumen dan memberikan gambaran saw-toothed
appearance. Namun pemeriksaan barium enema kontraindikasi dilakukan pada fase
akut diverticulitis. Selain itu USG Abdomen memiliki sensitivitas sekitar 69-89% dan
spesifisitas sekitar 75-100% dimana pada pemeriksaan USG Abdomen dapat
ditemukan gambaran penebalan dinding kolon dan massa kistik. USG Abdomen juga
sangat berguna untk menyingkirkan kelainan pada pelvis dan ginekologi.16,17
Gambar 9. Gambaran USG Abdomen pada kasus diverticulitis : Findings reveal an
outpouching arising from the descending kolon, with thickened wall, and a echogenic halo
around it.
Dikutip dari kepustakaan 17

Gambar 10. Hasilpemeriksaan kolonoskoopi pada divertikulosis dan diverticulitis


Dikutip dari kepustakaan no 16

CT-Scan dapat memberikan gambaran yang lebih definitive dengan evaluasi


keadaan usus dan mesenterium yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan lainnya.
Pada pemeriksaan CT scan dapat ditemukan penebalan kolon, streaky mesenteric fat
dan tanda abses/phlegmon.Tetapi CT-Scan tidak memungkinkan untuk melakukan
intervensi seperti saat dilakukannya kolonoskopi.
Gambar 11. Gambar CT Scan yang menunjukkan diverticulitis
Dikutip dari kepustakaan no 16

IX. DIFERENSIAL DIAGNOSIS


a. Sindrom Usus Iritatif (Irritable bowel syndrome)18
Merupakan suatu penyakit gastrointestinal fungsional dengan gejala nyeri
perut, distensi abdomen, gangguan pola defekasi tanpa adanya gangguan organik.
Banyak faktor yang menyebabkan sindrom ini antara lain: gangguan motilitas
usus, intoleransi makanan, abnormal itas sensoris, hipersensitifitas visceral, paska
infeksi usus, dan abnormalitas dari interaksi aksis brain-gut Diagnosis IBS sendiri
didasarkan pada konsensus yang tervaiidasi dan tidak ada pemeriksaan khusus
untuk menegakkan diagnosis dari IBS tersebut Saat ini yang digunkan adalah
Kriteria Rome II yang didasarkan pada adanya keluhan berupa:
- Rasa tidak nyaman atau nyeri yang teiah berlangsung selama 12 minggu
(tidak perlu berurutan) dan telah berlangsung dalam 12 bulan terakhir dan
tidak bisa dijelaskan oleh adanya abnormalitas secara kelainan struktur
maupun biokimiawi.
- Terdapat 2 dari 3 hal berikut:
 Nyeri hilang setelah defekasi
 Perubahan frekuensi dari defekasi (diare atau konstipasi)
 Perubahan bentuk feses.
Kriteria lain yang digunakan untuk diagnosis IBS adalah Kriteria Manning
dimana criteria ini telah dibandingkan dengan algoritma diagnosis IBS yang lain
seperti Kriteria Rome I, Kriteria Rome II dan Kriteria Kruis. Adapun Kriteria Manning
untuk diagnosis IBS antara lain:

1. Onset nyeri berhubungan dengan perubahan frekuensi BAB


2. Keluhan BAB berlendir berhubungan dengan onset nyeri abdomen
3. Nyeri berkurang setelah BAB
4. Perut kembung (abdominal bloating)
5. Sensasi tidak puas saat BAB lebih dari 25% massa BAB
6. Diare disertai mukus lebih dari 25% pada waktu tersebut

b. Penyakit Inflamasi Usus (Inflamatory Bowel disease)


Merupakan penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan
penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui. Secara garis besar, IBD terdiri
dari 3 jenis:
- Kolitis ulseratif
- Penyakit Crohn (Crohn's Disease)
- Indeterminate colitis
Gejala klinis yang paling umum adalah: Diare kronis yang disertai dengan
atau tanpa nyeri perut dan hematokezia. Untuk membedakan dengan
divertikulosis, dapat dilakukan pemeriksaan kolonoskopi. Pada kolonoskopi
didapatkan: lesi inflamasi pada kolon (hiperemis, ulserasi, dll), lesi mudah
berdarah, ada keterlibatan rektum, dll.
Gambar 12. Pemeriksaan Kolonoskopi IBD; dari kiri-kanan : 1. Tampak ulserasi dari
ileum terminalis, 2. Gambar Chron’s Disease, 3. Colitis berat dengan mukosa grossly
demuded dan perdarahan aktif.
Dikutip dari kepustakaan 18

Gambar 13. Perbandingan gambaran mukosa kolon sehat dengan kolon IBD
Dikutip dari kepustakaan no 18

c. Karsinoma Kolorektal
Karsinoma kolorektal umumnya juga teijadi pada usia di atas 50 tahun.
Adapun keluhan yang paling sering adaiah berupa: perubahan pola BAB,
heraatokezia, dan konstipasi. Pada kasus karsinoma kolorektal yang
perkembangannya lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik yang timbul seperti
gejala obstruksi. Pada obstruksi parsiaJ awalnya ditandai dengan nyeri abdomen,
namun pada obstruksi total dapat menyebabkan nausea, vomiting, distensi
abdomen, dan obstipasi. Untuk membedakan dengan divertikulosis, periu
dilakukan pemeriksaan kolonoskopi.
Gambar 14. Gambaran Ca Recti pada pemeriksaan kolonoskopi
Dikutip dari kepustakaan 19

X. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa1,11,12,13,14,20
a. Nyeri dan Asimptomatik
Diet tinggi serat (buah, sayuran, roti gandum, kulit padi)
Tingkatkan asupan cairan
b. Divertikulitis akut
Antibiotik dan istirahatkan usus
Drainase yang dipandu radiologi untuk abses local
Pada kasus divertikulosis asimptomatik diberikan modifikasi diet berupa
makanan atau suplemen tinggi serat untuk mencegah konstipasi dan diberikan
intake cairan yang cukup. Pemberian tambahan serat sekitar 30-40 gram/hari atau
pemberian laktulosa yang dapat meningkatkan massa feses (sebagai osmotic
laksatif pada divertikulosis simptomatik yaitu 2x15ml/hari.
Pada kasus diverticulitis, usus diistirahatkan dengan menunda asupan oral,
memberikan cairan intravena, dan melakukan pemasangan NGT bila ada muntah
atau distensi abdomen, memperbanyak makan sayur dan buah-buahan,
mengurangi makan daging dan lemak, antispasmodic seperti propantelin bromide
(Pro-Banthine) dan oksifensiklimin (daricon) dapat diberikan, dan antibiotic
spectrum luas diberikan selama 7-10 hari.
2. Pembedahan1,3,7,9,11,19,20
Pasien yang memerlukan operasi segera adalah yang menunjukkan tanda-
tanda peritonitis atau obstruksi loop tertutup. Dilakukan dengan cara reseksi
segmen usus yang sakit, biasanya kolon sigmoid, dan pengangkatan kolon
(kolostomi) tepat di sebelah proksimal titik reseksi. Rektum biasanya ditutup
dengan stapler.
Pembedahan elektif kolon sebelah kiri tanpa peritonitis : reseksi segmen
yang terlibat dan sambungkan ujung-ujungnya (anastomosis primer). Pembedahan
darurat kolon sebelah kiri dengan peritonitis difus : reseksi segmen yang terlibat,
tutup usus distal (yaitu rectum bagian atas) dan keluarkan usus proksimal sebagai
ujung kolostomi (prosedur Hartmann). Pada pembedahan darurat pada kasus
divertikulosis dengan komplikasi seperti abses yang luas, peritonitis, obstruksi
komplit, dan perdarahan berat. Pada kasus ini dilakukan pembedahan 2 kali
dimana pada operasi pertama dilakukan pembersihan cavum peritoneum, reseksi
segmen kolon yang terkena, dan dilakukan kolostomi temporer kemudian
beberapa bulan dilakukan operasi kedua dan pada operasi ini dilakukan
penyambungan kembali kolon (re-anastomosis).

Gambar 15. Gambaran prosedur operasi 2 tahap dengan Hartmann Prosedur dan
Prosedur operasi 3 tahap pada diverticulitis
Dikutip dari kepustakaan 21

Pembedahan darurat kolon sebelah kiri dengan peritonitis minimal atau


tanpa peritonitis: Reseksi segmen yang terlibat dan sambungkan ujung-ujungnya
(anastomosis primer).
Pada kasus divertikulosis raksasa, dilakukan reseksi divertikula yang
dilanjutkan dengan reseksi segmen kolon yang terlibat Pada beberapa kasus dapat
dilakukan reseksi divertikula saja yang disebut diverticulectomy. Namun tindakan ini
tidak dianjurkan karena jika terdapat suatu massa pada kolon, akan memicu suatu
reaksi inflamasi dan pengangkatan seluruhnya dari sumber inflamasi yang akan
menyebabkan komplikasi adalah hal yang terpenting.

XI. KOMPLIKASI
Berikut komplikasinya yang dapat muncul pada divertikulosis adalah : 5,16,21,22
 Perdarahan rektum (hematokezia)
Perdarahan merupakan komplikasi yang jarang teijadi, dilaporkan sekitar
3-5% penderita dengan divertikulosis mengalami perdarahan rektum Jika sebuah
divertikula mengalami perdarahan, maka dapat muncul hematokezia. Perdarahan
bisa bersifat berat, tetapi juga bisa berhenti dengan sendirinya dan tidak
memerlukan penanganan khusus. Perdarahan terjadi karena sebuah pembuluh
darah yang kecil di dalam sebuah divertikula menjadi lcmah dan akhirnya pecah.
 Abses, Perforasi, dan Peritonitis
Infeksi yang menyebabkan tcrjadinya divertikulitis seringkali mereda
dalam beberapa hari setelah antibiotik diberikan. Divertikulitis paling umum
teijadi pada kolon sigmoid (95%). Hal ini telah diperkirakan bahwa kira-kira 20%
pasien dengan divertikulosis mengalami divertikulitis pada titik yang sama.
Divertikulitis paling umum teijadi pada usia lebih dari 60 tahun. Insidensnya kira-
kira 60% pada individu dengan usia lebih dari 80 tahun. Predisposisi kongenital
dicurigai bila terdapat gangguan pada individu yang berusia di bawah 40 tahun.

Gambar 16. Gambar Makroskopis Divertikulitis kolon


Dikutip dari kepustakaan 16
Patogenesis pasti dari divertikulitis masih belum pasti, diduga akibat
adanya obstruksi dan statis pada pseudodivertikulum yang mengalami hipertrofi
menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan teijadi iskemik lokal
pada jaringan kolon. Adapun bakteri penyebab divertikulitis seperti bakteri-
bakteri anaerob antara lain: bakteroides, peptostreptokokkus, klostridium, dan
fusobakterium sp., dan beberapa bakteri aerob gram negatif lainnya seperti E.coli,
dan streptokokus.
Stadium Divertikulitis Menurut Hinchey's criteria :
- Stadium 1: Abses perikolika ukuran < 4 cm atau abses mesenterium tanpa
peritonitis
- Stadium 2: Abses perikolika ukuran > 4 cm atau abses mesenterium dengan
keterlibatan organ pelvis.
- Stadium 3: Divertikulitis dengan perforasi akibat ruptur abses peridivertikular
dan menyebabkan peritonitis purulen
- Stadium 4: Ruptur divertikulum tanpa inflamasi, atau ruptur divertikulum
tanpa obstruksi ke dalam cavum peritoneum disertai dengan kontaminasi feses

Gambar 17. Stadium Divertikulitis menurut criteria Hinchey


Dikutip dari kepustakaan no 21
Divertikulitis dapat terjadi pada serangan akut atau mungkin menetap
sebagai infeksi yang kontinyu dan lama. Jika infeksi semakin memburuk, maka
akan terbentuk abses di dalam kolon. Abses merupakan suatu daerah terinfeksi
yang berisi nanah (abses perikolika) dan bisa menyebabkan pembengkakan serta
kerusakan jaringan. Kadang divertikula yang terinfeksi akan membentuk lubang
kecil, yang disebut perforasi. Perforasi ini memungkinkan mengalirnya nanah dari
kolon dan masuk ke dalam cavum peritoneum. Jika absesnya kecil dengan ukuran
< 4 cm dan terbatas di dalam kolon (Hinchey stadium 1), maka dengan terapi
konservatif atau pemberian antibiotik, abses ini akan mereda. Jika setelah
pemberian antibiotik, absesnya menetap, maka perlu dilakukan tindakan drainase
yaitu dengan drainase perkutaneus. Drainase perkutaneus dilakukan pada
divertikulosis stadium 2 yaitu abses perikolika dengan ukuran > 4 cm tanpa
peritonitis. Drainase perkutaneus ditujukan untuk mengurangi nyeri, kontrol
leukositosis, dan perbaikan dapat terlihat setelah beberapa hari post drainase.
Abses yang besar akan menimbulkan masalah yang serius jika infeksinya
bocor dan mencemari daerah di luar kolon. Infeksi akan menyebar ke dalam
rongga perut sehingga menyebabkan peritonitis. Peritonitis dapat disebabkan oleh
ruptur abses peridivertikular atau berasal dari ruptur kantung divertikulum.
Sekitar 1-2% kasus pasien dengan divertikulosis dapat menagalami peritonitis.
Peritonitis memerlukan tindakan pembedahan darurat untuk membersihkan
cavum abdome dan membuang bagian kolon yang rusak. Tanpa pembedahan,
peritonitis bisa berakibat fatal.

- Arrowheads point to free air


- Arrows points to collection of fluid around bowel loops
- Black arrows point to pericolonic fascial infiltration

Gambar 18. Gambaran Pneumoperitoneum pada kasus perforasi divertikulosis


Dikutip dari kepustakaan 16
Sigmoid diverticulosis Perforated diverticula with
peritonitis

Post op end colostomy Perforation

Gambar 19. Gambar divertikula kolon sigmoid dengan perforasi (Pemeriksaan CT-Scan,
Operasi, dan Post-op dengan end-colostomy)
Dikutip dari kepustakaan 22

 Fistula
Fistula merupakan hubungan jaringan yang abnormal di anlara 2 organ atau
di antara organ dan kulit Jika pada suatu infeksi jaringan yang roengalami
kerusakan bersinggungan satu sama lain, kadang kedua jaringan tersebut akan
menempel, sehingga terbentuklah fistula. Jika infeksi karena diverticulitis
menyebar keluar kolon, maka jaringan kolon bisa menempel ke jaringan di
dekatnya. Organ yang paling sering terkena adalah kandimg kemih membentuk
fistula kolovesika, kemudian usus halus dan kulit Fistula yang paling sering
terbentuk adalah fistula di antara kandung kemih dan kolon (fistula kolovesika)
dan fistula antara kolon dan vagina (fistula kolovagina). Fistula kolovesika lebih
sering ditemukan pada pria. Fistula ini menyebabkan infeksi saluran kemih
(sistitis) yang berat dan menahun. Kelainan ini bisa diatasi dengan pembedahan
untuk mengangkat fistula dan bagian kolon yang terkena.
Gambar 20. Divertikulosis kolon dengan mikro dan makro perforasi ke organ
sekitarnya yang dapat membentuk fistula.
Dikutip dari kepustakaan 21

 Obstruksi Usus
Jaringan fibrosis akibat infeksi bisa menyebabkan penyumbatan kolon
parsial maupun total. Jika hal ini teijadi, maka kolon tidak mampu mendorong isi
usus secara normal. Obstruksi dapat juga disebabkan karena pembentukan abses
atau edema, akibat striktur kolon setelah serangan divertikulitis rekurens.
Obstruksi pada usus halus juga umum teijadi khususnya pada keadaan dimana
terbentuk abses peridivertikular yang berukuran besar. Obstruksi total
memerlukan tindakan pembedahan segera. Obstruksi usus hanya teijadi pada
sekitar 2% kasus divertikulosis. Obstruksi usus biasanya dapat sembuh sendiri dan
berespon terhadap terapi konservatif.

XII. PROGNOSIS
Penyakit divertikular merupakan keadaan jinak, tetapi memiliki mortalitas dan
morbiditas yang signifikan akibat komplikasi. Sekitar 10-20% pasien dengan
divertikulosis dapat berkembang menjadi divertikulitis atau perdarahan dalam
beberapa tahun. Perforasi dan peritonitis dapat menyebabkan angka kematian hingga
35% dan memerlukan tindakan bedah segera.1,3
DAFTAR PUSTAKA

1. Grace P., Borley NR. At a Glance : ILMU BEDAH Edisi ke3. EMS. 2005. hal: 108-
9.
2. Brunicardi FC, Andersen DK, etc. Schwartz’s Principle of Surgery 9th ed. McGraw-
Hill Company. 2010.
3. Akil, H.A.M., Penyakit Divertikular dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
ed IV. Sudoyo, A.W.; 2006. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. hal 366-7.
4. Debas HT. Gastrointestinal Surgery : Patophysiology and Management. Springer.
USA. 2004. p 240-2, 264-7.
5. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta. EGC. 2007. hal:
650-2,762-9.
6. Lindeth GN., Gangguan Usus Besar dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Vol. 1 Ed 6. EGC. 2006. hal 456-61.
7. Towsend JR., Beauchamp RD., Evers BM., Mattox KL. Sabiston Textbook of
Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice 17th ed. Elsevier. 2004.
p 1404-22.
8. Jackson, W. Frank. Diverticulosis and Diverticulitis. 2011.[cited on October 12th
2012]. Available from : http://www.gicare.com/disease/diverticulosis.html
9. Soekamto S, Suparman, dkk. Penyakit Divertikular dalam Buku Ajar Patologi II ed
4. Robbins, S.L. Eds. 2004. Jakarta. EGC. hal 456-61.
10. Frankhauser, David B. Digestive System Histology. 2012. [cited on October 12th
2012]. Available from : http://pathmicro.med.sc.edu/pathology%20images/gi-
colonnoscopy.htm
11. Anonim. Diverticulosis. 2011. [cited on October 12th 2012]. Available from :
http://www.medicastore.com/penyakit/489/diverticulosis.html
12. Bontemp Emst, Pardoll P.M. et all. Diverticular Disease of the Colon. 2011. [cited
on October 12th 2012]. Available from : http://www.acg.gi.org/patients/
gihealth/diverticular/asp
13. Anonim. Diverticulosis. 2011. [cited on October 12th 2012]. Available from :
http://www.webmed.com/digestive-disorders/tc/diverticulosis-topic
14. National Digestive Disease Information Clearinghouse (NDDIC). Diverticulosis
and Diverticulitis. 2011. [cited on October 12th 2012]. Available from :
http://www.digestive.dniddk.nih.gov/diseases/pubs/diverticulosis/
15. KMC Gastroenterology. Diverticular Disease. 2011. [cited on October 12th 2012].
Available from : http://www.kmcpa.com/gastroenterology/education/images/
diverticula
16. Anonim. Diverticulosis/Diverticulitis. 2011. [cited on October 12th 2012]. Available
from : http://www.meddean.luc.edu/lumen/MedEd/Radio/curriculum/Mechanisms/
MHD/Diverticulitis.htm
17. Anonim. USG : Left Sided Abdominal Pain. 2011. [cited on October 12th 2012].
Available from : http://www.radbazaar.com/content/index.php?option=com_task
=view&id=138&Itemid=38
18. Anonim. Irritable Bowel Disease. 2011. [cited on October 20th 2012]. Available
from : http://wikipedia.com
19. Anonim. Diverticulosis. 2011 [cited on October 12th 2012]. Available from :
http://www.diverticulosis.co.uk/
20. Anonim. Diverticulosis. 2011 [cited on October 12th 2012]. Available from :
http://www.diverticulosis.org
21. Jacob, Danny O. Diverticulitis. 2011 [cited on October 20th 2012]. Available from :
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp073228
22. Vermeiren, Joan. Perforated Sigmoid Diverticula with Peritonitis.2011. [cited on
October 20th 2012]. Available from : http://www.labmet.ugent.be/drupal/?q=user/Ir.
%20Joan%20Vermeiren

Anda mungkin juga menyukai