Anda di halaman 1dari 10

TUGAS GIZI DAUR HIDUP TATAP MUKA 6

Oleh

Kelompok 6
Risma Dwi Aiffiani 6511419021

Sulistiawati 6511419022
Sonia Arinda 6511419023

Dearmam Crisni Carlis Mage 6511419024

PROGRAM STUDI GIZI JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

Maret, 2021
DAFTAR ISI
Cover

Daftar isi
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………………………….3

1.1. Latar Belakang …………………………………………………………………3


1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………………. 3
1.3. Batasan Masalah ……………………………………………………………....4
1.4. Tujuan ………………………………………………………………………....4
Bab II Pembahasan ………………………………………………………………………... 5

2.1. Pengertian Binge Eating Disorder …………………………………………… 5


2.2. Etiologi ………………………………………………………………………. 5
2.3. Diagnosis …………………………………………………………………….. 6
2.4. Tata Laksana ………………………………………………………………….6

2.5. Contoh Kasus …………………………………………………………………7


Bab III Penutup …………………………………………………………………………….9

3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………...9


3.2. Saran …………………………………………………………………………. 9

Daftar Pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada zaman ini, bentuk tubuh yang indah sangat menjadi daya tarik bahkan tolak ukur
kecantikan bagi remaja khususnya remaja wanita. Tidak mengherankan untuk mewujudkan
hal tersebut, banyak remaja menggunakan berbagai cara untuk mencapainya. Diantaranya,
mengkonsumsi obat pelangsing hingga diet-diet yang cukup ketat dengan dalih menurunkan
berat badan agar mendapatkan proporsi badan yang ideal. Namun hal ini justru sangat
berbahaya bagi remaja apalagi jika ditempuh dengan cara yang kurang tepat.
Body image atau yang biasa dikenal dengan citra diri justru menjadi poin penting dalam
kehidupan yang dianggap harus dimiliki oleh semua wanita. Terkadang hal ini justru
mengambil peranan penting dalam perilaku makan. Mengapa demikian, karena untuk
mengubah bentuk tubuh dan atau mempertahankan bentuk tubuh yang indah, tak ayal
berdampak pada perilaku makan yang buruk. Ada yang sengaja mengurangi porsi makan
seminimal mungkin untuk menurunkan berat badan tanpa memikirkan dampak apa dan
penyakit apa yang akan mengikutinya setelah itu. Ada juga yang tanpa sengaja meminum
obat-obatan tertentu untuk melangsingkan tuuh ataupun menjaga bentuk tubuh tetap stabil.
Gangguan perilaku makan ini dapat menimbulkan berbagai penyakit kronis hingga
gangguan mental.
Eating disorder adalah gangguan psikologis dan medis yang menyebabkan kelainan
serius dalam perilaku makan untuk mengendalikan berat badan atau biasa disebut sebagai
suatu gangguan mental yang dapat mempengaruhi remaja. Eating disorder, termasuk
anorexia nervosa (AN), bulimia nervosa (BN), binge eating disorder (BED).
Binge Eating Disorder (BED) merupakan kondisi seseorang yang diikuti dengan adanya
perasaan kehilangan kontrol selama proses makan serta berulang dalam jarak waktu singkat.
Gangguan eating disorder ini lebih banyak pada kelompok individu overweight dan obesitas
yang mencari penanganan penurunan berat badan. Namun BED dapat timbul pada populasi
umum, sekalipun dengan berat badan normal.
Kita ketahui bersama bahwa makanan adalah sumber kebutuhan energi untuk
menjalankan aktifitas. Apa jadinya jika energi yang kita peroleh justru berbanding terbalik
jumlahnya dengan energi yang harusnya dikeluarkan untuk melakukan aktifitas. Atau apa
jadinya jika gangguan makan itu juga menyebabkan seseorang dapat makan dengan porsi
yang jurtru lebih besar dari pada kebutuhan energinya.
Oleh karena permasalahan yang telah dijabarkan, kami tertarik untuk mambahas lebih
dalam lagi terkait dengan permasalahan perilaku makan yakni Binge Eating Disorders
(BED).

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Binge Eating?
1.2.2. Bagaimana etiologi dari Binge Eating?
1.2.3. Bagaimana diagnosis pada remaja yang mengalami Eating Disorder?
1.2.4. Apa saja pendekatan tatalaksana permasalahan pada pasien Binge Eating
Disorder?
1.2.5. Apa saja contoh kasus mengenai permasalahan Binge Eating Disorder?

3
1.3. Batasan Masalah
Makalah ini berfokus pada permasalahan gizi berupa gangguan makan Binge Eating
Disorder pada anak Usia Remaja yakni usia 15-19 tahun, sehingga subjek permasalahan
dalam makalah hanya akan berfokus pada Remaja yang mengalami Binge Eating
Disorder.

1.4. Tujuan
1.4.1. Untuk memahami pengertian dari Binge Eating Disorder
1.4.2. Untuk mengetahui etiologi dari perilaku Eating Disorder
1.4.3. Untuk mengetahui diagnosis pada remaja yang mengalami Eating Disorder
1.4.4. Untuk memahami cara menyembuhkan gejala perilaku Binge Eating Disorder
1.4.5. Untuk mengetahui penyelesaian dari permasalahan kasus Binge Eating Disorder

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Binge Eating Disorder


Binge eating disorder adalah bentuk penyimpangan perilaku atau kebiasaan makan
yang sangat parah. Hal ini mengakibatkan konsumsi dan penyerapan makanan berubah,
serta menimbulkan gangguan kesehatan fisik dan psikososial (Fairburn, 1995).
Seseorang dengan gangguan makan bisa saja mengonsumsi makanan dengan porsi yang
lebih besar (gangguan makan berlebihan) atau lebih sedikit dari orang pada umumnya,
tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan lebih sedikit atau lebih banyak terus
menerus dan di luar keinginannya (APA, 2005). Salah satu jenis gangguan makan
adalah gangguan makan berlebihan atau lebih sering dikenal sebagai binge eating
disorder, yaitu gangguan perilaku makan dimana terjadi episode makan secara
berlebihan tanpa adanya perilaku untuk mengontrol asupan makanan tersebut, seperti
memuntahkan makanan atau penggunaan obat-obatan pencahar (APA, 2000). Pada
DSM IV-TR (2000), gangguan perilaku makan berlebihan ini masuk ke dalam Eating
Disorder Not Otherwise Specified dan membutuhkan penelitian lebih lanjut. Namun,
dalam DSM V (2013) telah masuk dalam kelompok feeding and Eating Disorder dan
memiliki kode sendiri, yaitu F50.8.
Adapun definisi menurut referensi lain Binge Eating Disorder (BED) adalah
gangguan makan paling sering, ditemukan pada 21 – 48% pasien Overweight dan 5 -
30% obesitas serta 50-75% pasien dengan severe obesity yang mencari perawatan
medis.b4-6 Sejumlah 3,5–4% wanita dewasa dan 2% pria dewasa memiliki
BED,3,4,5,7. Pada pria paling sering dalam rentang usia 45–59 tahun dan pada wanita
sejak masa dewasa muda yaitu 18–29 tahun. Sekitar 1,6% remaja diketahui mengalami
gangguan makan ini. Proporsi penderita lebih banyak ditemukan pada kulit hitam
dibanding kulit putih. Meskipun demikian, psikopatologinya sama pada seluruh
kelompok ras dan etnis. Prevalensi gangguan ini lebih banyak pada kelompok individu
overweight dan obesitas yang mencari penanganan penurunan berat badan, namun BED
dapat timbul pada populasi umum, sekalipun dengan berat badan normal.

2.2 Etiologi
Penyebab utama BED belum diketahui sampai sekarang, namun seperti tipe
gangguan makan lainnya, dapat ditimbulkan oleh kombinasi beberapa faktor seperti
riwayat keluarga, stres interpersonal, perasaan negatif terkait berat badan, bentuk badan,
dan makanan, pembatasan pola makan serta kebosanan. Pengalaman masa kecil yang
buruk oleh adanya masalah dalam keluarga atau komentar kritis mengenai bentuk
badan, berat badan, atau pola makan yang dialami pasien dapat berhubungan dengan
perkembangan BED. Anggota dalam keluarga yang memiliki riwayat gangguan makan
mempunyai risiko tinggi.
Gaya kepribadian impulsif dan ekstrovert termasuk pola makan tidak sehat misalnya
melewati waktu makan, tidak makan dalam porsi cukup, atau menghindari jenis
makanan tertentu, dapat memberikan kontribusi terjadinya gangguan ini. Pembatasan
pola makan, baik dengan diet rendah kalori maupun melewati waktu makan terutama di

5
siang hari oleh pasien BED akan meningkatkan keinginan pasien untuk melakukan
binge eating, terutama jika memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah dan gejala
depresi. Proses makan dijadikan penderita BED sebagai sarana untuk mengurangi
kecemasan, mengatasi kebosanan, dan meringankan perasaan tertekan atau depresi.
Baumeister (1991, dalam Brock dan Adams, 2001) mengemukakan bahwa terdapat
hubungan antara gangguan makan berlebihan dan kesadaran diri (self-consciousness)
sebagai reaksi dari evaluasi diri. Dalam hal ini adalah evaluasi diri seseorang yang
bersifat negatif. BED juga dapat terjadi pada penderita obesitas. Semua orang memiliki
kesadaran diri, begitu pula orang-orang dengan obesitas. Hal ini dapat ditinjau dengan
kemampuan penderita obesitas untuk berinteraksi dan menyesuakan diri dengan diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Penderita obesitas yang memiliki kesadaran diri
adalah mereka yang menyadari perasaan-perasaan dalam dirinya mengenai dirinya dan
tubuhnya, tanggapan atau pandangan orang lain mengenai dirinya, dan lingkungan
sekitarnya. Semakin tinggi kesadaran diri penderita obesitas, maka semakin tinggi pula
munculnya gejala gangguan makan berlebihan (Sawaoka, dkk., 2012).

2.3 Diagnosis
Ciri penting BED adalah adanya episode berulang binge eating yang rata-rata harus
terjadi setidaknya sekali seminggu selama 3 bulan. Periode waktu berlainan dalam BED
mengacu pada selang waktu yang singkat, biasanya kurang dari 2 jam, tanpa
pembatasan kapan proses makan kembali dilakukan. Pasien BED cenderung kehilangan
kontrol untuk membatasi asupan makan yang sewajarnya dikonsumsi, namun
penurunan kontrol terkait binge eating bukan hal yang absolut, misalnya, seorang
individu dapat terus mengalami binge eating saat telepon berdering tetapi akan berhenti
jika teman sekamar atau pasangannya tiba-tiba memasuki ruangan. Tipe makanan yang
dikonsumsi selama perriode binge eating sangat bervariasi serta lebih ditekankan pada
jumlah dibandingkan keinginan mengonsumsi suatu jenis nutrien.
Pasien BED dikatakan mengalami remisi parsial apabila setelah kriteria BED
terpenuhi, BED terjadi pada frekuensi rata-rata kurang dari 1 episode per minggu untuk
jangka waktu lama, remisi penuh jika tidak ditemukan kriteria BED setelah sebelumnya
pasien didiagnosis BED. Derajat keparahan BED dibuat berdasarkan frekuensi episode
kejadian BED, derajat ringan apabila kejadian BED terjadi 1-3 episode per minggu,
derajat sedang apabila 4-7 episode per minggu, derajat berat bila 8-13 episode per
minggu, dan derajat extreme bila BED mencapai lebih dari 14 episode. Rata-rata
setengah individu BED memiliki obesitas, namun tidak berarti bahwa setiap pasien
obesitas memiliki BED. Pasien BED cenderung memiliki riwayat berat badan tidak
stabil yang berlangsung lama. BED juga dapat berkaitan dengan insomnia, menarche
dini, nyeri leher atau bahu dan punggung bawah, nyeri otot kronik, dan penyakit
metabolik.

2.4 Tata Laksana


2.4.1 Psikoterapi
Cognitive behavioral therapy (CBT) merupakan tatalaksana psikologis yang
dianggap paling efektif. CBT menghasilkan penurunan BED dan masalah yang

6
berkaitan, seperti depresi namunn tidak ada penurunan berat badan hanya dengan
CBT. Psikoterapi interpersonal efektif, namun terrapi tersebut lebih menekankan
hubungan interpersonal yang berkontribusi dibandingkan gangguan utama BED.
Dalam dua studi13,14 ditemukan bahwa psikoterapi interpersonal hasilnya lebih
rendah dibandingkan CBT di akhir terapi, namun pasien psikoterapi interpersonal
terus menunjukkan perbaikan berkelanjutan setiap tahun setelah terapi selesai,
sehingga simpulan akhirnya seimbang. Berdasarkan teori CBT dan psikoterapi
interpersonal, penekanan fokus terapi pada hubungan interpersonal akan dapat
mempersiapkan individu lebih menyeluruh untuk tantangan kehidupan sosial
sehari-hari dibandingkan CBT yang meskipun bekerja cepat hanya fokus pada
gangguan BED saja, sehingga angka relapsnya cukup tinggi.

2.4.2 Farmakoterapi
Beberapa obat seperti selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI),
desipramin, imipramine, topiramate, dan sibutramine memberikan hasil yang
bermakna. SSRI yang telah berhasil pada kasus BED termasuk dengan perbaikan
mood meliputi fluvoxamine, citalopram, dan sertraline. Beberapa studi
menunjukkan bahwa terapi SSRI dosis tinggi, seperti fluoxetine 60 – 100 mg,
sering menurunkan berat badan selama pengobatan tetapi kembali naik saat obat
dihentikan. Pada bulan Januari 2015, lisdexamfetamine menjadi obat yang
pertama (dan satu-satunya) yang disetujui oleh U.S. Food and Drug
Administration untuk mengobati pasien dengan BED. Lisdexamfetamine dikenal
luas sebagai stimulan sistem saraf pusat dan produk dextroamphetamine yang
bekerja mengurangi gejala impulsif, gejala attention deficit hyperactivity disorder
(ADHD) pasien anak dan dewasa, dengan efek samping mulut kering, gelisah,
insomnia, menurunkan nafsu makan serta gangguan pencernaan. Penelitian
lisdexamfetamine terhadap hampir 1.000 pasien memberikan hasil sangat
bermakna dalam mengurangi frekuensi binge eating, pemikiran obsesif dan
kompulsif terhadap binge eating, dan berat badan. Efek potensiasi
lisdexamfetamine harus diwaspadai sehingga harus dimonitor secara ketat.

2.4.3 Kombinasi Psikoterapi dan Farmakoterapi


Dalam satu studi di Amerika Serikat, kombinasi psikoterapi CBT,
lisdexamfetamine, dan antidepresan generasi kedua membantu pasien BED
mengurangi frekuensi binge eating dan mampu mengontrol keinginan makannya,
serta mengatasi masalah kurang percaya diri. Pasien BED memiliki berbagai
tingkat distres yang terkait dengan pemikiran obsesif dan kompulsif,
kekhawatiran tentang bentuk dan berat badan, dan gejala mood negatif yang dapat
dikurangi dengan kombinasi terapi ini. Aktivitas fisik juga menghasilkan
penurunan kejadian BED bila dikombinasikan dengan CBT.

2.5 Contoh Kasus


Dari jurnal yang menjadi referensi, terdapat contoh kasus binge eating disorders
pada remaja wanita yakni terjadi pada remaja putri yang berkecimpung dalam dunia

7
modelling. Oleh karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan mereka mempunyai
badan yang indah agar terlihat lebihm menarik pada saat tampil di depan umum,
sehingga tidak sedikit usaha yang dilakukan mereka agar berat badan dan bentuk tubuh
tetap terlihat ideal.
Hasil penelitian yang membuktikan bahwa dari 61 remaja perempuan pada
Modeling School di Jakarta, sebanyak 38 orang (58.5%) responden mengalami
gangguan makan dengan spesifikasi anorexia nervosa sebanyak 3.1%, bulimia nervosa
1.5%, binge eating disorder 3.1% dan eating disorder not otherwise specified (EDNOS)
sebanyak 50.8%.
Factor lain yang menjadi penting disini yaitu tempat agency yang berada dipusat
kota, dimana para model remaja putri lebih mudah mengakses informasi, mengikuti
trend, lebih mudah terpengaruh terhadap fashion dan penilaian terhadap eating disorder.
Hal tersebut dapat membuat mereka lebih rentan mengalami eating disorder.

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Binge eating dissorder didefinisikan sebagai proses makan dalam periode waktu
berlainan, dengan jumlah makanan lebih besar daripada kebanyakan orang akan makan
dalam periode waktu dan keadaan serupa. BED dikaitkan dengan buruknya keadaan
psikologis dan fisik, termasuk depresi dan gangguan kejiwaan lain, distres hubungan dan
gangguan fungsi sosial, sakit kronis, obesitas, dan diabetes. Gangguan ini biasanya muncul
pada masa dewasa awal, dapat juga pada masa remaja sampai pertengahan kehidupan.
Kriteria diagnosis BED terangkum jelas dalam DSM-5, ditekankan pada hilangnya kontrol
terhadap keinginan makan dalam jangka waktu berlainan yang menyebabkan pasien makan
dengan porsi yang lebih besar dibandingkan normal dan terjadi dalam waktu singkat, kurang
dari 2 jam. Hal yang paling sering membingungkan klinisi untuk mendiagnosis adalah saat
menentukan jumlah makanan, makanan yang dianggap berlebihan secara umum mungkin
dianggap normal selama perayaan atau liburan. Periode waktu berlainan dalam BED
mengacu pada selang waktu yang singkat, biasanya kurang dari 2 jam, tanpa pembatasan
kapan proses makan kembali dilakukan. Tatalaksana pasien BED bertujuan untuk
mengurangi frekuensi binge eating dan gangguan penyerta lain, meningkatkan kesehatan
metabolisme serta memperbaiki berat badan pasien.

3.2. Saran
Bagi remaja yang memiliki ketidakpuasan terhadap makan perlu adanya bimbingan dan
arahan dari pihak keluarga, khususnya dalam hal perilaku makan yang akan menyebabkan
terjadinya eating disorder sehingga tidak menimbulkan masalah gizi. Bagi remaja yang
tidak mengalami eating disorder diharapkan mampu menjaga perilaku makannya dan
memiliki kepuasan terhadap perilaku makannya. Dan perlu perubahan pola makan supaya
tidak mengalami binge eating dissorder dan diadakan tatalaksana bagi pasien BED untuk
mengurangi frekuensi binge eating dissorder.

9
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawati, D., Soewadi, S. And Winarso, M.S., Hubungan Toleransi Stres dengan
Kecenderungan Binge Eating Disorder dan Obesitas. Jurnal Ilmu Keperawatan, 4(1),
pp.52-57.

Pradhana, A. 2017. Hubungan Antara Kesadaran Diri Dengan Kecenderungan Gangguan


Makan Berlebihan Pada Remaja Dengan Obesitas Di Surabaya (Doctoral dissertation,
Universitas Airlangga).
Syarafina, A. And Probosari, E., 2014. Hubungan Eating Dissorder Dengan Status Gizi Pada
Remaja Putri Di Modeling Agency. Semarang (Doctoral dissertation, Diponegoro
University).

Goutama, I.L., 2016. Pendekatan Klinis Binge Eating Disorder. Cermin Dunia Kedokteran,
43(12), pp.901-905.

10

Anda mungkin juga menyukai