Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia makan pada dasarnya untuk memenuhi 3 fungsi makanan itu


sendiri, yaitu untuk tenaga, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Kurang
konsumsi makanan maka akan diambil dari cadangan tubuh dan jika makan
berlebih akan disimpan dalam bentuk cadangan tubuh. Makanan berperan
penting untuk pertumbuhan. Sehingga pada hakekatnya menilai status gizi
adalah mengevaluasi keseimbangan pemenuhan kebutuhan berupa performa
tubuh.

Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan atas metode langsung dan
metode tidak langsung. Penilaian secara langsung terdiri dari metode
biokimia, penilaian klinis, penilaian biofisik, dan penilaian antropometri.
Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode pemeriksaan
laboratorium, adalah mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi
tubuh kemudian dibandingan dengan suatu nilai normatif yang sudah
ditetapkan. Misalnya menilai status zat besi (Fe) dengan mengukur kadar
hemoglobin. Bila kadar hemoglobin < 11 mg% maka disebut anemia.

Untuk penilaian biokimia disebut juga pemeriksaan laboratorium,


spesimen yang biasa digunakan adalah darah, faces, kelenjar tubuh, urin dan
biopsi jaringan tubuh parameter disebut dengan indeks Pada metode ini akan
dibahas lebih rinci pada sub bab tersendiri mengenai komposisi zat gizi dalam
makanan sehari-hari dan cara mengukurnya.

1
1.2 Rumusan Masalah
menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan Penentuan Status Gizi Secara Biokimia?
2. Apa saja jenis-jenis pengukuran dalam penentuan status gizi secara
Biokimia ?
3. Apa kelebihan dan kelemahan penilaian status gizi secara biokimia ?

1.3 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Penentuan Status Gizi Secara Biokimia.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis pengukuran dalam penentuan status gizi
secara Biokimia.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan penilaian tatus gizi secara
Biokimia.
.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penentuan Status Gizi Secara Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen


yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga
berbagai jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penilaian status gizi secara
biokimia merupakan pemeriksaan status gizi yang paling obyektif dan dapat
mengetahui zat-zat gizi yang ada dalam tubuh (Nenni, 2011).

Penentuan status gizi secara biokimia/laboratorium terdiri dari


pemeriksaan status biokimia dalam tubuh dan tes fungsional/fisiologis. Pada
pemeriksaan status biokimia dalam tubuh diukur kandungan nutrien dalam
cairan dan jaringan tubuh. Tes yang dipilih merefleksikan nutrien total dalam
tubuh atau ukuran jaringan dalam tubuh (Ningtyias, 2010).

Penilaian status gizi secara biokimia dilakukan dengan melakukan


pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja, jaringan otot, hati.
Penggunaan metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak
gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih
banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

Pada umumnya pemeriksaan status gizi ada 4 yaitu : antropometri,


pemeriksaan klinik, pemeriksaan kuantifikasi/ diet, serta pemeriksaan
biokimia. Pemeriksaan biokimia tidak dilihat langsung pertumbuhan anaknya

3
(seperti antropometri). Antropometri digunakan untuk melihat kekurangan
status gizi makro. Pada umumnya yang dinilai yaitu : zat besi, vitamin,
protein, dan mineral. Contoh sampel berupa serum darah, urine, rambut (untuk
melihat Zn), feces, maupun biopsi jaringan. Plasma darah dapat menghasilkan
komponen darah (didapatkan dari darah yang dicentrifuge menjadi serum yang
lebih sensitif dibanding plasma dan sel-sel darah) yang bisa dihitung.

Pemeriksaan biokimia digunakan untuk menilai status gizi mikro yang


lebih tepat, obyektif, dan hanya dilakukan orang yang terlatih. Pemeriksaan
biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan
objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan lain.
Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah teknik pengukuran
kandungan berbagai zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urine.
Hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah
ditetapkan. Adanya parasit dapat diketahui melalui pemeriksaan feses, urine
dan darah, karena kurang gizi sering berkaitan dengan prevalensi penyakit
karena parasit.

2.2 Jenis-Jenis Pengukuran Status Gizi Secara Biokimia

Masalah gizi di Indonesia antara lain : KEP, Anemia, KVA, dan GAKI.
Untuk menentukan Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan zat gizi spesifik
yang bertujuan untuk menilai status gizi. Masalah gizi yang akan dinilai secara
laboratorium meliputi Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi
(AGB), Kurang Vitamin A (KVA), dan Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY).

4
1. Kurang Energi Protein (KEP)

Dalam kaitannya dengan Kurang Energi Protein (KEP), maka analisis


biokimia yang banyak diperhatikan adalah menyangkut nilai protein
tertentu dalam darah atau hasil dari metabolit dari protein yang beredar
dalam darah dan yang dikeluarkan bersama-sama urin. Jenis protein yang
nilainya menggambarkan status gizi seseorang mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu. Penilaian status protein yaitu mengukur cadangan
protein dalam tubuh, kadar fibrinogen, transportasi zat gizi tertentu (ex.
Fe), Ab, aliran darah. Albumin adalah fraksi protein yang sering dinilai.
Globulin diperiksa berkaitan dengan status imun. Fibrinogen untuk
pembekuan darah. Penurunan serum protein bisa disebabkan sintesis
protein dalam hepar yang menurun.

Analisis biokimia yang berkaitan dengan KEP yaitu menyangkut nilai


protein tertentu dalam darah atau hasil metabolit dari protein yang beredar
dalam darah dan yang dikeluarkan bersama urin. Jenis protein yang
menggambarkan status gizi seseorang antara lain Prealbumin, Serum
protein dan serum Albumin. Di dalam darah ada tiga fraksi protein, yaitu :

1) Albumin : Kadar normalnya = 3,5 – 5 gram/100 ml


2) Globulin : Kadar normalnya = 1,5 – 3 gram/100 ml
3) Fibrinogen : Kadar normalnya = 0,2 – 0,6 gram/100 ml

Pemeriksaan biokimia terhadap status protein dibagi dalam 2 bagian


pokok, yaitu penilaian terhadap somatch protein dan visceral protein.
Perbandingan somatic dan visceral didalam tubuh antara 75% - 25%.
Konsentrasi serum protein dapat digunakan untuk mengukur status protein.
Penggunaan pengukuran status protein ini didasarkan pada asumsi bahwa
penurunan serum protein disebabkan oleh penurunan produksi dalam hati.

5
Tabel 1 Nilai Prealbumin dalam kaitannya dengan Status Gizi

Status gizi Nilai prealbumin µg/dl


Baik*) 23.8 +/-0.9
Gizi sedang*) 16.5 +/- 0.8
Gizi kurang*) 12.4 +/- 1.0
Gizi buruk*) 7.6 +/- 0.6

-Marasmus**) 3.3 +/- 0.2


-Marasmus-Kwashiorkor*) 3.2 +/- 0.4
· -Kwashiorkor**)

Keterangan :
*) Menurut klasifikasi Waterlow
**) Menurut klasifikasi Welcome

6
Tabel 2 Batasan dan Interpretasi Kadar Serum Protein dan Serum Albumin

No. Senyawa & Umur Kriteria


satuan (tahun) Kurang Margin Cukup
1 Serum <1 - <2.8 2.5+
Albumin 1–5 - <3.0 3.0+
(gr/100 ml) 6 – 16 - <3.5 3.5+
16+ <2.8 2.8-3.4 3.5+

Wanita <3.0 3.0-3.4 3.5+


hamil

2 Serum Protein <1 - <5.0 5.0+


(gr/100 ml) 1–5 - <5.5 5.5+
6 – 16 - <6.0 6.0+
16+ 6.0 6.0-6.4 6.5+

Wanita
5.5 5.5-5.9 6.0+
hamil

2. Kurang Vitamin A (KVA)

Deplesi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang


berlangsung lama, dimulai dengan habisnya persediaan vitamin A dalam
hati, kemudian menurunnya kada vitamin A dalam plasma, dan baru
kemudian timbul disfungsi retina, disusul dengan perubahan jaringan
epitel. Kadar vitamin A dalam plasma tidak merupakan kekurangan
vitamin A, apabila sudah terdapat kelainan mata, maka kadar vitamin A

7
serum sudah sangat rendah (µg/100ml), begitu juga kadar RBP-nya
(<20µg/100ml) konsentrasi vitamin A dalam hati merupakan indikasi yang
baik untuk menentukan status vitamin A. Akan tetapi biopsi hati
merupakan tindakan yang mengandung resiko bahaya . Pada umumnya
konsentrasi vitamin A penderita KEP rendah yaitu <15µg/gram jaringan
hepar (Solihin Pujiadji, 1989).

Batasan dan Interpretasi pemeriksaan kadar vitamin A dalam darah :


Umur (th) Kurang Margin Cukup
Plasma Vitamin A Semua Umur <10 10-19>20
(mg)

Penilaian status vitamin A diperlukan sebab penurunannya dalam


hepar menurunkan kadarnya dalam plasma sehingga bisa menyebabkan
disfungsi retina. Gejala subklinis KVA yaitu gangguan sistem imun
dengan angka infeksi yang makin meningkat (paling banyak yaitu ISPA).
Gejala klinisnya yaitu xerophtalmia (dapat menyebabkan cirrhosis
conjunctiva dengan tanda-tanda sering mengedip disertai bercak bitot)
sehingga tampak busa yang menghilang bila dihapus dan muncul lagi.
Status vitamin A diperiksa di dalam serum (serum retinol dan retinol
binding protein). Penilaian status KVA menggunakan indikator plasma
dan liver vitamin A. Terdapat program pemerintah yaitu pemberian kapsul
vitamin A tiap bulan Februari dan Agustus.

8
Penentuan Masalah Kesehatan Masyarakat (KVA)
Sumber : WHO, 1982

Indikator yang digunakan Batas Prevalensi

Plasma Vitamin A >= 10 µg/dl >=5%

>=5%
Liver Vitamin A >= 5 µg/dl

3. Anemia Gizi Besi

Anemia gizi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb)


dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok
umur dan jenis kelamin. Anemia gizi besi merupakan masalah gizi utama
bagi semua kelompok umur dengan prevalensi anemia paling tinggi pada
ibu hamil (70%) dan pekerja berpenghasilan rendah (40%). Prevalensi
pada anak sekolah sekitar 30% dan pada anak balita sekitar 40%.
Ada beberapa indikator laboratorium untuk menentukan status besi, yaitu :

1) Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Garby et al. Menyatakan bahwa
penentuan status anemia yang hanya menggunakan kadar Hb ternyata
kurang lengkap, sehingga perlu ditambah dengan pemeriksaan yang
lain. Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah
dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada
darah. Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian
mengindikasikan anemia. Bergantung pada metode yang digunakan,
nilai hemoglobin menjadi akurat sampai 2-3 %. Metode ini dikenal

9
dengan metode sahli. Metode pemeriksaan Hb adalah Sahli dan
cyanmetHb merupakan standar penelitian. Simpanan besi terdapat di
sumsum tulang, pada saat feritin menurun maka serum besi menurun.

Tabel 1, Batasan Hemoglobin Darah (Sumber : WHO, 1975)

Kelompok Batas nilai Hb

Bayi / balita 11 g/dl


Usia sekolah 12 g/dl
Ibu hamil 11 g/dl
Pria dewasa 13 g/dl
Wanita dewasa 12 /dl

Tabel 2, Batasan Anemia (Menurut Depkes)

Kelompok Batas nilai Hb

Anak balita 11 gram %


Anak Usia sekolah 12 gram %
Wanita dewasa 12 gram %
Laki-laki dewasa 13 gram %
Ibu hamil 11 gram %
Ibu menyusui > 3 bulan 12 ram %

10
2) Hematokrit (Hct)
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari
plasma dengan cara memutarnya didalam tabung khusus yang nilainya
dinyatakan dalam persen (%). Setelah sentrifugasi, tinggi kolom sel
merah diukur dang dibandingkan dengan tinggi darah penuh yang asli.
Persentase massa sel merah pada volume darah yang asli merupakan
hematokrit. Nilai normal untuk hematokrit adalah 40%- 50% untuk
pria dan 37% - 47% untuk wanita. HCT biasanya hampir 3 kali nilai
hemoglobin. Kesalahan rata-rata pada prosedur HCT yaitu kira-kira
1% -2%. Nilai hematokrit yang kuang dari normal terdapat pada
anemia.

3) Besi Serum (Fe)


Defisiensi besi terjadi pada tahap awal, sebelum menurunnya Hb.

4) Feritin Serum (Sf)


Untuk menilai status besi dalam hati perlu mengukur kadar
ferritin Menurut Cook (dalam Mahdin Anwar Husaini, 1989)
banyaknya feritin yang dikeluarkan darah secara proporsional
menggambarkan banyaknya simpanan zat besi di dalam hati. Apabila
didapatkan serum ferritin sebesar 30 mg/dl RBC berarti didalam hati
terdapat 30x10 mg=300 mg ferritin. Untuk menentukan kadar ferritin
dalam darah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan
cara Immunoradiometric assay (IRMA), Radio Immuno Assay (RIA)
dan Enzyme-Linked Immuno Assays (ELISA). Dalam keadaan normal
rata-rata SF untuk laki-laki dewasa adalah 90µg/l dan wanita dewasa
adalah 30µg/l. Perbedaan kadar serum ferritin ini menggambarkan
perbedaan banyaknya zat besi pada tubuh dengan zat besi pada laki-
laki tiga kali lebih banyak dari wanita. Apabila seseorang mempunyai
kada SF kurang dari 12, orang yang bersangkutan dinyatakan sebagai

11
kurang besi. Banyak orang yang sebenarnya menderita kurang besi,
tetapi tidak dapat terdeteksi dengan cara ferritin karena kadar ferritin
yang dikeluarkan dari hati menaik dalam darah apabila yang
bersangkutan menderita penyakit kronis, infeksi dan gangguan hati.

5) Transferrin Saturation (TS)


Penentuan kadar zat besi dalam serum merupakan satu cara
menentukkan status besi. Salah satu indikator lainnya adalah Total Iron
Binding Capacity (TIBC) dalam serum. Kadar TIBC ini meningkat
pada penderita anemia karena kadar besi di dalam serum menurun dan
TIBC meningkat pada keadaan defisensi besi maka rasio dari keduanya
(transferri saturation) lebih sensitif. Apabila TS > 16 %, pembentukan
sel-sel darah merah dalam sumsum tulang berkurang dan keadaan ini
disebut defisiensi besi untuk eritropoesis.

6) Free Erytrocytes Protophophyrin (FEP)


Apabila penyediaan zat besi tidak cukup banyak untuk
pembentukkan sel-sel darah merah disumsum tulang maka sirkulasi
FEP di darah meningkat walau belum tampak anemia.Dalam keadaan
normal FEP berkisar 35±50µ/dl RBC tetapi apabila kadar FEP dalam
darah lebih besar dari 100µg/dl RBC menunjukkan individu ini
memnderita kekurangan besi.

7) Morfologi darah
Pemeriksaan morfologi darah ini ini dilakukan untuk mengetahui jenis
anemianya.

12
4. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)
Yodium diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan serta fungsi
otak. Meskipun kebutuhan yodium sangat sedikit (0.15 µg) kita
memerlukan yodium secara teratur setiap hari. Kekurangan yodium akan
mengalami gangguan fisik antara lain gondok, badan kerdil, gangguan
motorik seperti kesulitan untuk berdiri atau berjalan normal, bisu, tuli atau
mata juling. Sedangkan gangguan mental termasuk berkurangnya
kecerdasan. Untuk mengetahui total goitre rate (pembesaran kelenjar
gondok) dimasyarakat bisa dilakukan dengan palpasi atau dengan cara lain
yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar yodium dalam urin dan
kadar thyroid stimulating hormone dalam darah. Metode penentuan kadar
yodium dalam urin dengan menggunakan metode Cerium.
Prosedur penentuan kadar yodium dengan metode Cerium adalah sebagai
berikut :
a. 10 ml urin didestruksi (pengabuan basah) dengan penambahan 25 ml
asam klorat 28% dan 1 ml kalium kromat 0.5 %.
b. Panaskan diatas hotplate sehingga volume larutan menjadi kurang dari
0.5 ml. Larutan ini diencerkan dengan air suling sehingga volume
larutan menjadi 100 ml.
c. Dari larutan terakhir ini dipipet 3 ml, kemudian ditambahkan 2 ml asam
arsenit 0.2 N; lalu didiamkan selama 15 menit.
d. Ke dalam tiap larutan kemudian ditambahhkan 1 ml larutan cerium (4+)
ammonium sulfat 0.1 M; dikocok kembali didiamkan selama 30 menit.
Absorpsi dilakukan pada panjang gelombang 420 nm.

Kurva standar dibuat dengan cara yang sama seperti di atas pada
kadar yodium 0.01; 0.02; 0.03; 0.04; dan 0.05 ppm. Larutan standar induk
yang berkadar 100 ppm dibuat dengan melarutkan 0.0168 g KIO3 dalam
100 ml air suling.

13
Karena kadar yodium dalam urin dinyatakan dalam mg 1 per g kreatinin,
maka diukur pula kadar kreatinin urin dengan cara sebagai berikut :
a. 0.1 ml urin yang telah diencerkan 100 kali ditambahkan 4 ml
H2SO4 1/12 N dan 0.5 ml natrium tungstat.
b. Setelah itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit lalu dipusing
selama 10 menit.
c. Supernatan dipisahkan lalu ditambahkan 0.5 ml larutan campuran 1 ml
asam pikrat 10% dan 0.2 ml NaOH 10%.
d. Setelah didiamkan selama 15 menit, absorpsi larutan dibaca pada
panjang gelombang 520 nm.
e. Standar kreatinin dengan konsentrasi 1 mg dikerjakan dengan cara
yang sama.

Perhitungan kadar yodium per g kreatinin : jiKA diketahui konsentrasi


yodium A µg/l urin dan kadar kreatinin B g/l. maka kadar yodium A/B
µg/g kreatinin.

Batasan dan klasifikasi pemeriksaan kadar yodium dalam urin :


Suatu daerah dianggap endemis berat bila rata-rata ekskresi yodium dalam
urin lebih rendah dari 25 µg yodium/gram kreatinin., endemik sedang bila
ekskresi yodium dalam urin 25-50 µg iodium/gram kreatinin. Anak
sekolah dapat digunakan sebagai target penelitian karena prevalensi GAKI
pada anak sekolah umumnya menggambarkan prevalensi yang ada dalam
masyarakat.
Defisiensi yodium merupakan penyebab dominan gondok endemik yang
diklasifikasikan menurut ekskresi yodium dalam urin (µg/gr kreatinin),
antara lain :
Tahap 1 : gondok endemik dengan rata-rata >50 µg/gram kreatinin dalam
urin. Pada keadaan ini suplai hormon tyroid cukup untuk perkembangan
fisik dan mental yang normal.

14
Tahap 2 : gondok endemik dengan rata-rata 25-50 µg/gram kreatinin
dalam urin. Pada kondisi ini sekresi hormon tyroid boleh jadi tidak cukup,
sehingga menanggung resiko hypotyroidisme, tettapi tidak sampai ke
kreatinisme.
Tahap 3 : gondok endemik dengan rata-rata ekskresi yodium dalam urin
kurang dari 25 mg/gram kreatinin. Pada kondisi ini populasi memiliki
resiko menderita kreatinisme.

5. Pemeriksaan Biokimia Pada Obesitas


Obesitas adalah suatu kondisi medisi akibat akumulasi lemak tubuh
yang berlebih, yang dapat berefek kepada kondisi kesehatan yang menuju
kepadanya menurunnya tingkat hidup seseorang (Haslam DW, James WP,
2005)
Perut buncit atau obesitas sentral merupakan pertanda adanya bahaya
yang mengancam kesehatan kita. Meski tidak ada keluhan, dalam tubuh
orang yang berperut buncit sudah terjadi gangguan metabolisme yaitu
Sindrom Metabolik yang meningkatkan risiko diabetes melitus serta
penyakit jantung dan pembuluh darah. Kenali sindrom metabolik lebih dini
agar kita terhindar dari bahaya kesehatan yang lebih besar.
Obesitas atau kegemukan terjadi karena penimbunan lemak di dalam
tubuh, sehingga meningkatkan risiko terjadinya berbagai gangguan
kesehatan. Banyak penyebabnya, diantaranya faktor genetik dan
lingkungan, namun perubahan pola makan yang bergeser ke arah
makanan tinggi kalori dan perubahan pola hidup modern yang kurang
gerak atau aktivitas fisik, dituding sebagai penyebab utama terjadinya
obesitas yang kini kian meningkat.

Cara sederhana untuk menentukan terjadinya obesitas sentral adalah


dengan mengukur lingkar perut. Pengukuran dilakukan pada bagian
pinggang, di antara tulang panggul bagian atas dan tulang rusuk bagian

15
bawah. Seseorang dikatakan obesitas sentral bila lingkar perutnya >90 cm
(untuk pria) atau >80 cm (untuk perempuan).

Ketika ukuran lingkar perut Anda memasuki batasan obesitas sentral,


biasanya tidak menimbulkan keluhan atau gejala penyakit, tapi bisa saja
sebenarnya sudah mulai terjadi bermacam gangguan metabolisme dalam
tubuh anda (atau disebut Sindrom Metabolik) yang di kemudian hari dapat
menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar seperti diabetes melitus
tipe 2, penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi atau tekanan darah
tinggi, stroke, perlemakan hati (fatty liver), dan gagal jantung.

Pemeriksaan biokimia pada obesitas dapat dilakukan dengan


pemeriksaan profil lipid. Pemeriksaan profil lipid meliputi pemeriksaan
kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein (LDL), kolesterol high
density lipoprotein (HDL), trigliserida. Pemeriksaan ini digunakan untuk
mengetahui adanya dislipidemia yang berhubungan dengan adanya
penyakit jantung koroner. Disamping pemeriksaan tersebut dikenal juga
pemeriksaan apo B yang merupakan apolipoprotein utama kolesterol LDL.
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui resiko terhadap penyakit
jantung koroner. Rasio kolesterol LDL / Apo B < 1,2 menunjukkan adanya
small dense LDL.

16
Nilai Rujukan Profil Lipid
PARAMETER NILAI (mg/dl)

Desirable : 140 - 199


Kolesterol Total Borderline High : 200 – 239
High : >240

Desirable : <130
Borderline High : 140 – 159
Kolesterol LDL
High : 160

Kolesterol HDL Laki – laki : 35 – 65


Perempuan : 35-80

Desirable : <150
Borderline High : 150 – 199
Trigliserida
High : 200 – 499
Very High : ≥ 500

Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk skrining lebih lengkap, yaitu


pemeriksaan :

1) Lingkar Pinggang 8) Adiponektin


2) Tekanan Darah 9) hs-CRP
3) Trigliserida 10) HbA1c
4) Cholesterol HDL 11) NT-proBNP
5) Glukosa Puasa 12) Albumin Urin Kuantitatif
6) Glukosa 2 jam PP 13) Kreatinin
7) Small Dense LDL (Apo B 14) SGPT
dan Cholesterol LDL 15) Type IV Collagen
Direk)

17
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pemeriksaan Biokimia

2.3.1 Kelebihan
Kelebihan dari pengukuran status gizi secara Biokimia antara lain :

1. Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini


2. Hasil dari pemeriksaan biokimia lebih obyektif, hal ini karena
menggunakan peralatan yang selalu ditera dan pada
3. pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga ahli
4. Dapat menunjang hasil pemeriksaan metode lain dalam penilaian
status gizi.

2.3.2 Kelemahan
Selain memiliki kelebihan, pemeriksaan status gizi secara biokimia
juga memiliki kekurangan, diantaranya :
1) Pemeriksaan biokimia hanya bisa dilakukan setelah timbulnya
gangguan metabolism
2) Membutuhkan biaya yang cukup mahal
3) Dalam melakukan pemeriksaan diperlukan tenaga ahli
4) Kurang praktis dilakukan dilapangan, hal ini karena pada
umumnya pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan yang
tidak mudah dibawa kemana-mana.
5) Pada pemeriksaan tertentu spesimen sulit untuk diperoleh,
misalnya penderita tidak bersedia diambil darahnya.
6) Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak
dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
7) Belum ada keseragaman dalam memilih reference (nilai normal).
Pada beberapa reference nilai normal tidak selalu dikelompokkan
menurut nkelompok umur yang lebih rinci.

18
8) Dalam beberapa penentuan pemeriksaan laboratorium memerlukan
peralatan laboratorium yang hanya terdapat dilaboratorium pusat,
sehingga didaerah tidak dapat dilakukan.

19
BAB III

PENUTUP

2.2 Kesimpulan

Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode


pemeriksaan laboratorium, adalah mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh dan
atau ekskresi tubuh kemudian dibandingan dengan suatu nilai normatif yang
sudah ditetapkan. Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang di uji secara laboratoris yang digunakan antara lain darah, urin,
tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti otot dan hati. Penilaian secara
biokimia meliputi penilaian status gizi zat Besi, Protein, Vitamin, dan Mineral.

2.3 Saran

Dalam melakukan penilaian status gizi secara biokimia, harus dilakukan


dengan teliti dan cermat agar di dapatkan hasil yang tepat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Aulia. 2010. Penilaian Status Gizi Secara Biokimia. http://auliya-


0210.blogspot.com/2012/04/penilaian-biokimia-status-besi-fe.html. diakses
pada tanggal 23 April 2016.

Ningtyias, Farida Wahyu. 2010. Penentuan Status Gizi Secara Langsung


Poedjiadi, Ana, dkk. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : Universitas
Indonesia (UI-Press).

Suhardjo. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat. Bogor : IPB Bogor.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

21
22
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai