(TUTORIAL MINGGU 1)
Disusun oleh :
A. Latar Belakang
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan
keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuh. Kegiatan
pelayanan gizi di rumah sakit meliputi asuhan gizi rawat jalan, asuhan gizi rawat inap,
penyelenggaraan makanan, serta penelitian dan pengembangan (PGRS, 2013). Pada ruang rawat
inap, pelayanan bertujuan untuk memperoleh asupan makan yang sesuai kondisi kesehatan dalam
upaya mempercepat proses penyembuhan, mempertahankan dan meningkatkan status gizi
(Kemenkes RI, 2013). Penyelenggaraan makanan di rumah sakit bertujuan untuk menyediakan
makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen
guna mencapai status gizi yang optimal (PGRS, 2013). Makanan sebagai asupan energi dan
protein berkaitan erat dengan siklus biologis manusia dan metabolisme tubuh serta menjadi
pendukung dalam terapi farmasi, dimana efektifitas obat dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi
dalam tubuh (NHS, 2005 dalam Rosita, 2017). Kondisi fisik dan psikis pasien di rumah sakit
dapat mempengaruhi tingkat asupan makan pasien, sehingga tingkat asupan makan pasien dapat
dirangsang dengan cara penampilan hidangan yang menarik saat penyajian. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Gobel dkk.
(2011) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada variabel penampilan
makan jenis (warna, bentuk, dan porsi), rasa (suhu, aroma, dan kematangan) makanan yang
disajikan terhadap tingkat kepuasan pasien rawat inap VIP. Menurut Semedi dkk (2013)
Kepuasan pasien juga dapat meningkatkan asupan energi dan protein pasien yang selanjutnya
dapat memperkecil penurunan status gizi pasien. Kepuasan pasien yang mempengaruhi asupan
makan merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan makanan, khususnya pada
kegiatan pendistribusian karena saat pendistribusian, makanan menjadi output dari
penyelenggaraan makanan. Dalam proses penyajian makanan perlu memperhatikan prinsip-
prinsip, salah satu prinsip yaitu prinsip tepat penyajian yang disesuaikan dengan kelas pelayanan
dan kebutuhan. Tepat penyajian yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata hidang dan tepat
volume (Kemenkes RI, 2013). Ketepatan waktu pembagian makanan dengan jam makan pasien
serta jarak waktu yang sesuai antara makan pagi, siang dan malam hari dapat mempengaruhi sisa
makanan pasien (Priyanto, 2009). Ketidaktepatan waktu distribusi makanan selain menyisakan
makanan juga memicu pasien untuk mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, sehingga
dapat menghambat dalam pelaksanakan kepatuhan diet yang dijalani. Sisa makanan pasien tidak
hanya menjadi faktor ketidaktepatan distribusi makan melainkan pula menjadi salah satu
indikator dalam standar pelayanan minimal rumah sakit yaitu sisa makanan yang tidak
dihabiskan oleh pasien tidak boleh lebih dari 20% karena sisa makanan menjadi salah satu faktor
yang digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan suatu penyelenggaran makanan di sebuah
rumah sakit (Kemenkes RI, 2013). Dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 128 tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit ditetapkan bahwa indikator standar
pelayanan minimal gizi meliputi ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien (100 %)
dengan capaian minimal ≥ 90%. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rosita (2017)
menyatakan bahwa masih ada ketidaktepatan waktu distribusi pada makan sore sebesar 10,17%
berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di RSUD Wates. Penelitian lain juga dilakukan
oleh Ambarwati (2017) yang menyatakan bahwa ketepatan waktu penyajian makanan sebesar
80,0% sedangkan 20% mengalami ketidaktepatan waktu dalam penyajian makanan dikarenakan
makanan lebih cepat dari jadwal yang telah ditentukan dengan hasil pengamatan karena letak
dapur dengan bangsal yang berjarak < 5 meter. Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis tertarik
untuk melakukan kajian tentang ketepatan waktu penyajian makanan yang dilakukan oleh
petugas instalasi gizi di RSUD Pandan Arang Kabupaten Boyolali berdasarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi yaitu jumlah pasien, jumlah jenis diet, jumlah tenaga distribusi serta jarak
dapur instalasi gizi dengan ruang perawatan.
B. Tujuan
Mahasiswa mampu menganalisis kata – kata sulit, cara berkomunikasi, berdiskusi, dan
memecahkan masalah secara bersama – sama dalam tutorial.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan
dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuh. Kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit meliputi asuhan gizi rawat jalan,
asuhan gizi rawat inap, penyelenggaraan makanan, serta penelitian dan pengembangan.
Asuhan gizi rawat jalan merupakan serangkaian proses kegiatan asuhan gizi yang dimulai
dari asesmen/pengkajian, pemberian diagnosis, intervensi gizi dan monitoring evaluasi
kepada pasien rawat jalan yang pada umumnya meliputi kegiatan konseling gizi dan dietetik
atau edukasi/ penyuluhan gizi, sedangkan asuhan gizi rawat inap pada intervensi gizi
meliputi perencanaan dan penyediaan makanan. Penyelenggaraan makanan rumah sakit
merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan
makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan
penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta
evaluasi. Kegiatan pelayanan gizi rumah sakit yang lain yaitu penelitian dan pengembangan
gizi terapan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guna menghadapi tantangan
dan masalah gizi terapan yang kompleks. Ciri suatu penelitian adalah proses yang 9
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta berjalan terus menerus dan selalu mencari sehingga
hasilnya selalu mutakhir (PGRS, 2013). Pada penyelenggaraan makanan di rumah sakit,
bentuk-bentuk penyelanggaraannya dapat berupa sistem swakelola yaitu instalasi gizi
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan
termasuk sumber daya manusia yang diperlukan disediakan oleh pihak rumah sakit dengan
pelaksanaannya sesuai fungsi manajemen dan mengacu pada pedoaman pelayanan gizi
rumah sakit yang berlaku serta menerapkan standar prosedur yang digunakan. Sistem atau
bentuk yang lain yaitu sistem diborongkan ke jasa boga (out-sourcing) dan sistem kombinasi.
Sistem out-sourcing yaitu penyelenggaraan makanan dengan memanfaatkan perusahaan jasa
boga atau catering untuk penyediaan makanan rumah sakit dengan kategori diborongkan
secara penuh (full out-sourcing) atau diborongkan hanya sebagian (semi out-sourcing).
Sistem kombinasi yaitu bentuk sistem penyelenggaraan makanan yang merupakan kombinasi
dari sistem swakelola dan sistem diborongkan sebagai upaya memaksimalkan sumberdaya
yang ada (PGRS, 2013).
2. Jenis Diet Pasien Pasien yang dirawat di rumah sakit berarti memisahkan diri dari kebiasaan
hidup sehari-hari terutama dalam hal makan, bukan saja macam makanan yang disajikan
tetapi juga cara makanan dihidangkan, tempat, 10 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta waktu
makan, rasa makanan, besar porsi, dan jenis makanan yang disajikan.
Jenis makanan yang disajikan disesuaikan dengan kondisi pasien, jenis diet tersebut antara
lain : diet rendah garam, diet rendah protein, diet luka bakar, diet penyakit hati, diet jantung,
dan diet-diet lainnya.
Jenis-jenis diet tersebut diberikan dengan bentuk makanan yang berbeda sesuai dengan
kondisi pasien. Bentuk-bentuk makanan di rumah sakit sesuai standar rumah sakit meliputi :
a. Makanan Biasa Makanan biasa merupakan makanan yang sama dengan makanan
sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur, dan aroma yang normal.
Makanan biasa diberikan kepada pasien yang berdasarkan penyakitnya tidak memerlukan
makanan khusus (diet) tetapi tetap diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna dan tidak
merangsang pada saluran cerna.
Tujuan makanan biasa adalah memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi untuk mencegah
dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh (Almatsier, 2010).
b. Makanan Lunak Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah
dikunyah, ditelan, dan dicerna dibandingkan makanan biasa. Makanan lunak mengandung
cukup zat-zat gizi, asalkan pasien mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah cukup.
Makanan lunak diberikan sebagai perpindahan makanan saring ke makanan biasa. 11
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
c. Makanan Saring Makanan saring adalah makanan semi padat yang mempunyai tekstur
lebih halus daripada makanan lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan dicerna. Makanan
saring diberikan langsung kepada pasien sebagai perpindahan makanan cair kental ke
makanan lunak dan sebagai proses adaptasi terhadap bentuk makanan yang lebih padat.
d. Makanan Cair Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga
kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah,
menelan, dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu
tinggi, rasa mual, muntah, pasca perdarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah.
Makanan cair dapat diberikan secara oral atau parenteral. Makanan cair ini terdiri dari tiga
jenis, yaitu makanan cair jenuh, makanan cair penuh, dan makanan cair kental (Almatsier,
2010).
3. Distribusi Makanan Kegiatan distribusi makanan merupakan kegiatan akhir dari proses
penyelenggaraan makanan. Distribusi makanan adalah serangkaian kegiatan penyampaian
makanan sesuai dengan jenis makanan dan jumlah porsi konsumen yang dilayani. Dalam
penyelenggaraan makanan di Rumah Sakit, distribusi memiliki makna kegiatan menyalurkan
makanan 12 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang diproduksi sesuai dengan porsi, jumlah
dan diet pasien yang dilayani. (Wayansari dkk, 2018).
5. Waktu Distribusi Makanan Waktu distribusi makanan atau waktu penyajian adalah waktu
dimulainya proses distribusi makanan dari dapur ruangan sampai makanan diterima oleh
pasien (Aritonang & Priharsiwi, 2009). Kegiatan distribusi makanan akan mempengaruhi
kualitas pelayanan pasien, kepuasan pasien dan safety. Jika distribusi makan pasien
dilakukan tidak sesuai dengan persyaratan 18 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yang
ditetapkan maka kepuasan pasien tidak baik, makanan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi
dan tentu saja kualitas pelayanan makan menjadi buruk (Moehji, 2003). Ketepatan waktu
adalah kesesuaian terhadap waktu makanan di sajikan berdasarkan peraturan yang telah di
tetapkan oleh rumah sakit. Penyajian makanan dikatakan tepat waktu apabila 100% sesuai
dengan jadwal yang ditentukan (Kemenkes RI, 2013). Menurut Kepmenkes
No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, indikator
ketepatan waktu pemberian makanan sebesar ≥ 90% karena waktu penyajian yang terlalu
lambat dapat mempengaruhi selera makan pasien dan menyebabkan sisa makanan (Moehyi,
1992). Waktu menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas penyelenggaran
makanan karena waktu dapat mempengaruhi sisa makanan dan kepuasan pasien sehingga
berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit pasien dan biaya rawat inap pasien (Depkes
RI, 2006).
7. Peralatan Distribusi Makanan Peralatan distribusi adalah semua peralatan yang digunakan
untuk membantu kelancaran proses distribusi makanan. Dalam proses distribusi makanan ada 2
jenis peralatan yang dibutuhkan yaitu peralatan saji dan peralatan transportasi. Yang termasuk
peralatan saji utama adalah piring, 21 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta sendok, garpu, gelas,
cangkir dan sebagainya. Peralatan transportasi yang dibutuhkan masing masing institusi
berbeda tergantung dari jumlah konsumen yang dilayani, jarak dan sebagainya (Wayansari
dkk, 2018). 8. Tenaga Distribusi Makanan Tenaga atau karyawan dalam distribusi makanan
adalah tenaga pramusaji. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online yang dimaksud
pramusaji adalah tenaga atau orang yang melayani pesanan makanan dan minuman sesuai
permintaan. Tenaga pramusaji mempunyai tugas (job description) sebagai berikut:
a. Memberikan label pada makanan yang disajikan.
b. Memorsikan makanan untuk klien
c. Mengambil makanan untuk klien/ konsumen
d. Membagikan makanan dan snack
e. Mengambil air panas, teh, gula dan kopi
f. Membuat minuman untuk klien/konsumen dan membagikannya
g. Mengambil alat makan dan minum yang kotor
h. Membuat pencatatan dan pelaporan
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SKENARIO
Kepala Instalasi Gizi RS “Jodha Akbar” diberi tugas oleh direktur RS untuk melakukan
upaya Quality Improvement untuk instalasi gizi. Berdasarkan laporan tahun lalu dari survey sisa
makanan pasien di piring rata-rata mencapai 50%. Survey kepuasan konsumen dan karyawan
belum pernah dilakukan. Kepala instalasi gizi diminta untuk membuat rencana kerja peningkatan
kualitas system penyelenggaraan makanan. Dalam beberapa tahun terakhir ditemukan beberapa
kasus dalam penyelenggaraan makanan institusi, diantaranya yaitu supplier tidak tertib dalam
pengiriman bahan makanan, petugas gudang sering tidak masuk mendadak, penerimaan bahan
makanan ditumpuk dan tidak dipisahkan, penyimpanan bahan makanan basah tidak diperhatikan
suhu penyimpanannya, bahan makanan tidak diperiksa dan ditimbang, petugas pengolahan
langsung mengambil bahan makanan dari gudang tanpa melihat kartu stock dan FIFO.
B. SEVEN JUMP
STEP 1 ( Kata Sulit)
1. Quality improvement (Putri Ayu Arikawati/180400445)
2. FIFO (Muhammad Aris/180400436)
3. Supplier (Riska Indriyani/180400449)
4. Penyelenggaraan makanan institusi (Riska Indriyani/180400449)
2. Metode FIFO atau masuk pertama keluar pertama, Dalam metode ini harga
pokokpersediaan akan dibebankan sesuai dengan urutan terjadinya. Apabila terjadi
penjualan dan pemakaian barang yang paling terdahulu, disusul yang masuk berikutnya.
Dengan demikian persediaan dibebani harga pokok yang terakhir dan sebelumnya sampai
persediaan cukup.
(Rendi pamungkas/180400447)
FIFO (First-In, First-Out) adalah metode untuk menentukan harga pokok penjualan
dengan cara mengasumsikan bahwa produk yang sudah terjual merupakan produk
terlama dalam inventaris. Biaya yang dikeluarkan untuk produk terlama itulah yang
digunakan dalam perhitungan. Singkatnya, metode FIFO akan menghapus produk paling
awal yang masuk dari akun persediaan setiap terjadi penjualan.
(Riska Indriyani/180400449)
Metode Sistem First in First Out (FIFO) adalah suatu sistem penyimpanan barang yang
dilakukan dengan sistem barang masuk yang terlebih dahulu, yang juga dikeluarkan
terlebih dahulu. Fungsi FIFO yaitu untuk meminimalisir kerugiian kualitas barang di
gudang agar barang yang disimpan tidak mengalami kerusakan dikarenakan barang
terlalu lama tersimpan, sehingga dengan sistem FIFO ini alur pengeluaran barang
menjadi teratur dan terkontrol.
(Putri Ayu Arikawati/180400445)
(FIFO = First In First Out). Untuk mengetahui bahan makanan yang diterima diberi tanda
tanggal penerimaan agar tidak terjadi penumpukan dalam penyimpanan bahan makanan.
Sehingga bahan makanan yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Fungsi
Penyimpanan dilakukan agar persediaan dalam keadaan stabil, mudah dicari, mudah
diawasi, dan terjaga keamanannya.
(Novaeni sri susilowati/180400441)
Prinsip QI
a. Berfungsi sebagai sistem dan proses
b. Fokus pada pasien
c. Fokus menjadi bagian dari klompok
d. Fokus pada penggunaan data
(Novaeni Sri Susilowati/180400441)
a. Tujuan dari Quality Improvement antara lain:
a. Mengurangi pemborosan (mengurangi biaya operasional)
b. Mencegah terjadinya kerugian
c. Meningkatkan keuntungan atau pendapatan
d. Meningkatkan kepuasan pelanggan
e. Memberikan pelayanan prima
f. Meningkatkan daya saing perusahaan
g. Meningkatkan kemampuan karyawan khususnya dalam hal memecahkan masalah
dan berinovasi.
5. Dalam suatu periode inflasi, penggunaan metode FIFO akan menghasilkan jumlah laba
bersih yang lebih tinggi dibandingkan dengan bila menggunakan metode lainnya,
alasannya ialah harga pokok barang yang di jual dianggap sesuai dengan urutan
pembeliannya dan harga pokok pembelian paling awal lebih rendah dibandingkan dengan
harga pokok barang pembelian yang paling akhir. (Meisak, D. 2017. Analisi Dan
Perancangan Sistem Informasi Persediaan barang mengguanakn Metode FIFO pada PT.
Shukaku Jambi. Mediasisfo. 11(4).865-875 (Putri Ayu Arikawati/180400445)
Keunggulan metode First In First Out (FIFO) adalah mendekatkan nilai persediaan akhir
dengan biaya jalan. Karena barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang akan
keluar, maka nilai persediaan akhir akan terdiri dari pembelian paling akhir, terutama jika
laju perputaran persediaan cepat. (keiso, 2007)
Keuntungan dari metode FIFO adalah:
a. Memperkecil terjadinya resiko pemborosan
b. Terhindar dari adanya manipulasi laporan keuangan
(Natasya Nur Amelia 180400439)
Keuntungan dari metode FIFO:
a. Menghasilkan harga pokok penjualan yang rendah
b. Menghasilkan laba kotor yang tinggi
c. Menghasilkan persediaan akhir yang tinggi
d. Selama periode inflasi atau kenaikan harga, penggunaan FIFO akan
mengakibatkan hal ini, tapi dalam kondisi ekonomi turun, terjadi kebalikannya
e. Nilai persediaan disajikan secara relevan di Laporan Posisi Keuangan
(Putri Sonia 180400446)
6. Metode masuk pertama keluar pertama (FIFO) ini mengansumsikan bahwa barang-
barang yang paling lama berada digudanglah (berarti barang dagangan yang dibeli
pertama kalinya) yang akan dijual terlebih dahulu, dan barang-barang yang dibeli terakhir
kali akan menjadi persediaan akhir Metode FIFO menganggap bahwa barang yang lebih
dahulu dibeli,akan dijual lebih dahulu. Dengan demikian harga perolehan barang yang
lebih dahulu dibeli, dianggap akan menjadi harga pokok penjualan terlebih dahulu FIFO
seringkali sejalan dengan aliran fisik barang dagang, karena dalam manajemen yang baik
biasanya barang yang paling lama, dijual terlebih dahulu.
(Muhammad Yahya/180400437)
7. Hal-hal yang mempengaruhi quality improvement adalah pengawasan dan pengendalian
mutu, jaminan kepuasan konsumen, dan assesment yang dilakukan.
(Rindi Nuryani / 180400448)
hal hal yang mempengaruhi qualitiy improvement yaitu diantaranya:
a. Fasilitas peralatan yang terdapat di gudang penyimpanan
b. Jenis dan jumlah bahan makanan yang disimpan seperti apa
c. Persiapan bahan makan dengan standar porsi yang sudah ditetapkan seperti apa
(Muhammad Aris/180400436)
Pasien Datang
Tujuan
2. Metode FIFO atau masuk pertama keluar pertama, Dalam metode ini harga
pokokpersediaan akan dibebankan sesuai dengan urutan terjadinya. Apabila terjadi
penjualan dan pemakaian barang yang paling terdahulu, disusul yang masuk berikutnya.
Dengan demikian persediaan dibebani harga pokok yang terakhir dan sebelumnya sampai
persediaan cukup.
(Rendi pamungkas/180400447)
FIFO (First-In, First-Out) adalah metode untuk menentukan harga pokok penjualan
dengan cara mengasumsikan bahwa produk yang sudah terjual merupakan produk
terlama dalam inventaris. Biaya yang dikeluarkan untuk produk terlama itulah yang
digunakan dalam perhitungan. Singkatnya, metode FIFO akan menghapus produk paling
awal yang masuk dari akun persediaan setiap terjadi penjualan.
(Riska Indriyani/180400449)
Metode Sistem First in First Out (FIFO) adalah suatu sistem penyimpanan barang yang
dilakukan dengan sistem barang masuk yang terlebih dahulu, yang juga dikeluarkan
terlebih dahulu. Fungsi FIFO yaitu untuk meminimalisir kerugiian kualitas barang di
gudang agar barang yang disimpan tidak mengalami kerusakan dikarenakan barang
terlalu lama tersimpan, sehingga dengan sistem FIFO ini alur pengeluaran barang
menjadi teratur dan terkontrol.
(Putri Ayu Arikawati/180400445)
(FIFO = First In First Out). Untuk mengetahui bahan makanan yang diterima diberi tanda
tanggal penerimaan agar tidak terjadi penumpukan dalam penyimpanan bahan makanan.
Sehingga bahan makanan yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Fungsi
Penyimpanan dilakukan agar persediaan dalam keadaan stabil, mudah dicari, mudah
diawasi, dan terjaga keamanannya.
(Novaeni sri susilowati/180400441)
STEP 7 (Melaporkan, membahas, dan menata Kembali informasi baru yang diperoleh)
C. Learning Objective
1. Buatlah plan of action dari upaya Quality Improvement untuk Instalasi Gizi yang dapat
direkomendasikan pada ahli gizi Rumah Sakit.
2. Jelaskan mekanisme pelayanan gizi di RS dari pasien masuk hingga pasien menerima
makanan!
3. Jelaskan mekanisme penyelenggaraan makanan RS dari proses persiapan hingga
distribusi!
4. Jelaskan perbedaan sentralisasi dan desentralisasi!
5. Jelaskan cara pemilihan dan syarat rekanan/supplier!
2. Bagan 1.1
seperti yang terlihat di bagan yang saya kirimkan, ada beberapa tahapan pelayanan gizi di
RS, yaitu pasien masuk RS kemudian dilakukan skrinning , apabila :
a. tidak beresiko malnutrisi maka diberikan diet standar/normal, lalu jika sudah
tercapai pasien dapat dipulangkan
b. bereiko malnutrisi maka dilakukan PAGT mulai dari pengkajian/asesmen data,
kemudian dilanjutkan dengan diagnosis gizi, setelah disesuaikan dari hasil
asesmen dan diagnosis kemudian diberikan intervensi yang sesuai (diet khusus)
setelah beberapa hari dapat dilakukan pengecekan atau monitoring dan evaluasi,
jika tujuan sudah tercapai pasien dapat dipulangkan, jika tujuannya tidak tercapai
amak bisa dilakukan pengakjian ulang untuk mengetahui faktor apa yang
menghambat proses pemulihan tersebut
(Nitenia Nishi Hanazqa 180400440)
Bagan 1.2
Mekanisme Pelayanan Gizi di Rumah Sakit:
1. Pasien Masuk Perlu tindak lanjut Rawat Inap/Rawat Jalan
2. Monev Kontrol ulang
3. Skrining Gizi / rujukan gizi Asesmen & Diagnosis gizi Intervensi Gizi
4. Konseling Gizi Skrining Gizi berisiko dan tidak berisiko skrining ulang periodik
pengkajian ulang & revisi rencana asuhan Gizi tujuan tidak tercapai Asesmen
Gizi penentuan Diagnosis Gizi Intervensi Gizi
5. Pemberian Diet, Edukasi & Konseling Gizi Monitor & Evaluasi Gizi Permintaan,
Pembatalan, Perubahan Diet Pelayanan makanan Pasien Perencanaan Menu.
6. Pengadaan Bahan Makanan Penerimaan & Penyimpanan Bahan Makanan
Penyajian Makanan di Ruang Rawat Inap
7. Distribusi Makanan Persiapan & Pengolahan Makanan
(Putri Sonia 180400446)
Bagan 1.3
Penjelasan :
GAMBAR 1 tentang Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Klien/pasien rumah sakit dibedakan dalam 2 kategori, yaitu:
1. Pasien Rawat Inap
Pada tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik,
antropometri, laboratorium dan pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah
pasien memerlukan terapi diet atau tidak.
Pada tahap intervensi/Implementasi:
a. Bila tidak memerlukan terapi diet:
Pasien dipesankan makanan biasa ke tempat pengiolahan makanan.
Dari tempat pengolahan makanan didistribusikan ke ruang perawatan.
Diruang perawatan makanan disajikan ke pasien.
Selam dirawat, pasien yang berminat mendapatkan penyuluhan mengenai
gizi umum tentang makanan seimbang untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan dan lingkunganya.
Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan
lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan
makananya. Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan bahwa ia
memerlukan penyesuaian diet atau tidak.
Bila tidak, tetap memperoleh makanan biasa sampai diperbolehkan pulang.
Bila memerlukan terapi diet, prosesnya sama dengan bila ia dari semula
memerlukan terapi diet.
b. Bila memerlukan terapi diet:
• Bagi pasien yang direncanakan dengan makanan khusus/diet yang sesuai
dengan fisik, psikis, penyakit, kebiasaan makana dan nafsu makan.
• Selama dirawat pasien memperoleh penyuluhan atau konseling gizi agar
diperoleh persesuaian paham tentang dietnya, dan pasien dapat menerima
serta menjalankan diet.
• Makanan khusus dipesan ke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari
tempat pengolahan makanan diet didistribusikan ke ruang perawatan. Di
ruang perawatan makanan khusus disajikan ke pasien.
• Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium dan
lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan asupan
makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan apakah ia
memerlukan penyesuaian diet atau tidak.
• bila pasien ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat akan
pulang pasien memperoleh penyuluhan / konseling gizi tentang penerapan
diet pasien.
• Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses pelayanan
gizi rawat jalan.
• Bila tidak, kegiatan pelayanan gizi berakhir, dan pasien dapat dirujuk ke
puskesmas atau institusi kesehatan lain untuk pembinaan selanjutnya.
2. Pasien Rawat Jalan
Dari hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan dokter
lainnya, kemudian dokter menentukan apakah pasien perlu terapi diet.
• Bila tidak memerlukan terapi diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan
gizi umumnya dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya dalam upaya
mempertahankan dan meningkatkan keadaan kesehatan dirinya dan
lingkungannya.
• Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dikirim ke klinik untuk
memperoleh penyuluhan/konseling tentang diet/terapi yang ditetapkan
dokter. Proses selanjutnya mengikuti proses dari klinik tersebut.
(Mita RF/180400435)
Sistem yang tidak dipusatkan ( desentralisasi) adalah distribusi makanan yang tidak
di pusatkan, yakni makanan pasien dibawa ke ruang perawatan pasien dalam jumlah
banyak atau besar lalu dipersiapkan ulang dan disajikan dalam alat makan pasien
sesuai dengan dietnya.
a. Kelebihan cara desentralisasi yaitu tidak memerlukan tempat yang luas,
peralatan makanan yang ada di dapur ruangan tidak banyak, makanan dapat
dihangatkan kembali sebelum dihidangkan ke pasien, dan makanan dapat
disajikan lebih rapi dan baik serta dengan porsi yang sesuai kebutuhan pasien..
b. Kekurangan cara desentralisasi yaitu memerlukan tenaga lebih banyak di
ruangan dan pengawasan secara menyeluruh agak sulit makanan dapat rusak
bila petugas lupa untuk menghangatkan kembali besar porsi sulit diawasi
khususnya bagi pasien dengan diet khusus dan ruangan pasien dapat
terganggu oleh kebisingan pada saat pembagian makanan serta bau masakan.
(Rendi Pamungkas/180400447)
Sentralisasi adalah semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada suatu
tempat. Makanan pasien dibagi dan disajikan dalam alat makan di tempat pengolahan
makanan.
Desentralisasi adalah Makanan pasien dibawa dari tempat pengolahan ke dapur ruang
perawatan pasien, dalam jumlah banyak/besar, untuk selanjutnya disajikan dalam alat
makan masing-masing pasien sesuai dengan permintaan makanan.
(Natasya Nur Amelia 180400439)
Sentralisasi: semua kegiatan pembagian makanan dipusatkan pada suatu tempat.
makanan pasien dibagi dan disajikan dalam alat makan di tempat pengolahan
makanan.
Keuntungan:
a. Penghematan bangunan
b. Tidak membutuhkan alat makan yang berlebihan
c. Pengawasan di pusat. Lebih teliti.
d. Ruang pasien lebih tenang
e. Makanan langsung ke pasien tanpa hambatan yang berarti
Kerugian:
a. Butuh ruang yang cukup luas untuk peralatan dan alat makan.
b. Dibutuhkan pegawai yang terampil dan terlatih untuk bekerja dengan
teliti.
c. Ketidaksesuaian alat makan dan jenis hidangan.
d. Kepuasan pasien perorangan kadang terabaikan.
Desentralisasi: Makanan pasien dibawa dari tempat pengolahan ke dapur ruang
perawatan pasien, dalam jumlah banyak/besar, untuk selanjutnya disajikan dalam alat
makan masing masing pasien sesuai dengan permintaan makanan.
Keuntungan:
a. Mutu makanan dapat dipertahankan.
b. Peralatan yang dibutuhkan relatif sedikit
Kelemahan:
a. Memerlukan tempat distribusi yang luas di tiap bangsal
b. Kadang kuaitas makanan dapat rusak. Pelayanan lebih lambat. Butuh biaya
cukup banyak untuk pantry
c. Pengawasan sulit
d. Sering menimbulkan kegaduhan di bangsal
5. Syarat supplier:
Dapat dipercaya
Bonafide
Memiliki perusahaan dengan standard bahan makanan kualitas baik dan terpercaya
Harga pantas
Bahan makanan dapat diambil langsun /dikirim dengan baik dan tepat
Prosedur pembayaran kontan sesuai dengan prosedur dan aturan perjanjian /
kesepakatan. (Pedoman Gizi Rumah Sakit. 2013)
(Puput Febriyanti/180400444)
Kriteria pemilihan supplier
Kualitas
Delivery
Performance History
Warranties and Claim Policies
Price
Technical Capability
Financial Position
Prosedural Compliance
Communication System
Reputation and Position in Industri
Desire for Business
Management and Organization
Operating Controls
Attitudes
Impression
Packaging Ability
Labor Relations Records
Geographical Location
Amount of pastbusiness
Training Aids
Reciprocal Arrangements
(putri Sonia 180400446)
memilih supplier
Utamakan kualitas dan kuantitas
Analisis track record terhadap para pembeli sebelumnya
Mencari supplier secara langsung
Memiliki lebih dari satu supplier
Perhatikan pelayanan dan kedisiplinan saat memilih supplier
(Novaeni Sri Susilowati/180400441)
cara memilih supplier yang baik adalah Dinilai dari kelengkapan produk, kapasitas
stok, harga produk, dan kualitas pelayanan jika terjadi complain
(Rendi pamungkas/180400447)
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa plan of action dari upaya Quality Improvement untuk instalasi
gizi yang dapat direkomendasi pada ahli gizi Rumah Sakit dapat terbagi dari 7 bagian. Dan
mekanisme pelayanan gizi di Rumah Sakit berbeda – beda tergantung dari sistem Rumah Sakit
tersebut contohnya dari bagan 1.1 ada beberapa tahapan pelayanan gizi di RS, yaitu pasien
masuk RS kemudian dilakukan skrinning , apabila : tidak beresiko malnutrisi dan beresiko
malnutrisi.
bagan 1.2 terbagi dari 7 bagian. Bagan 1.3 Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Klien/pasien rumah sakit dibedakan dalam 2 kategori, yaitu: Pasien Rawat Inap dan Pasien
Rawat Jalan.
Dalam mekanisme penyelenggaraan makanan RS dari proses persiapan hingga distribusi :
Persiapan bahan makanan, Pemasakan bahan makanan, Distribusi makanan.
Sentralisasi dan Desentralisasi memiliki pengertian tersendiri yaitu :
• Sentralisasi adalah makanan dibagi dan disajikan dalam alat makan diruang produksi
makanan.
• Desentralisasi adalah makanan pasien dibawa ke ruang perawatan pasien dalam jumlah
banyak/besar, kemudian dipersiapkan ulang dan disajikan dalam alat makan pasien sesuai
dengan dietnya. Syarat rekanan/supplier juga terbagi dari beberapa diantaranya seperti :
Dapat dipercaya
Bonafide
Memiliki perusahaan dengan standard bahan makanan kualitas baik dan terpercaya
Harga pantas
Bahan makanan dapat diambil langsun /dikirim dengan baik dan tepat
Prosedur pembayaran kontan sesuai dengan prosedur dan aturan perjanjian /
kesepakatan dlln.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2013, Buku pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Dirjen Pelayanan
Medik, Direktorat Rumah Sakit khusus dan Swasta, Jakarta.
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes Ri
Dermawan D Dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Depkes RI. 2011. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Rumah Sakit Khusus dan
Swasta. Dit.Jen.Yanmedik. Jakarta
Riyardi S dan Purwanto T. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GRAHA ILMU