Anda di halaman 1dari 35

SKRIPSI

PRODUKSI DAN ANALISIS MASA SIMPAN TERHADAP PRODUK


BUBUR INSTAN BERBASIS BEKATUL-LABU SIAM

RENNY YULISARI
K211 13 502

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
iii
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Ilmu Gizi
Renny Yulisari
“Produksi dan Analisis Masa Simpan Produk Bubur Instan Berbasis
Bekatul-Labu Siam”
(x + 71 Halaman + 9 Tabel + 8 Gambar + 4 Lampiran)
Bekatul mengandung komponen bioaktif pangan yang bermanfaat bagi
kesehatan, sehingga bekatul sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi
pangan fungsional. Labu siam yang kaya akan serat yang bermanfaat bagi tubuh
kita apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, sehingga dapat dimanfaatkan
menjadi salah satu olahan yang mudah untuk dikonsumsi yaitu bubur instan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masa simpan produk bubur instan
berbasis bekatul-labu siam.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Eksperimen menggunakan
analisis laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu
parameter total mikroba, kelarutan dan kadar air produk bubur instan berbasis
bekatul-labu siam selama masa penyimpanan dan menghitung umur masa simpan
produk bubur instan berbasis bekatul-labu siam berdasarkan parameter kadar air.
Pada proses pembuatan kelima formula memiliki komposisi yang sama pada
penambahan gula stevia yaitu masing-masing sebanyak 0,1 gr. bekatul sebanyak
22,5 gr dan labu siam sebanyak 7,5 gr. Formula 1 disebut sebagai formula (1:1),
formula 2 (2:1), formula 3 (2:1), formula 4 (1:3) dan formula 5 (3:1). Kelima
formula kemudian disimpan di masing-masing suhu penyimpanan yaitu suhu
250C, suhu 350C dan suhu 450C. Pengukuran total mikroba dan kelarutan
dilakukan pada hari ke-0 dan ke-14 sedangkan pengukuran kadar air dilakukan
pada hari ke-0, ke-4, ke-8, ke-11 dan ke-14.
Hasil penelitian menunjukkan semakin lama penyimpanan menyebabkan
peningkatan kadar air dan kelarutan serta penurunan total mikroba produk bubur
instan berbasis bekatul-labu siam. Selama penyimpanan kadar air dan kelarutan
serta total mikroba terendah terdapat pada suhu 250C.
Umur simpan produk bubur instan berbasis bekatul-labu siam yang
ditempatkan pada suhu 250C-350C adalah 31 hari. Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang olahan bekatul dan
labu siam.
Daftar Pustaka : 47
Kata Kunci : Bekatul, Labu Siam, Masa Simpan

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah

SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya kepada penulis, berupa kesehatan dan

kemudahan dalam menjalankan segala urusan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Produksi dan Analisis Masa Simpan

Produk Bubur Tepung Instan Berbasis Bekatul-Labu Siam”, guna memenuhi

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi. Serta shalawat dan salam

tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,sahabat dan

pengikutnya hingga akhir zaman.

Keberhasilan penulis sampai pada tahap hasil penelitian ini tak lepas dari

bantuan berbagai pihak baik berupa dukungan materi, motivasi dan doa. Untuk

itulah penulis ingin berterima kasih sebesar-besarnya dan memberikan

penghargaan setinggi-tingginya kepada pihak-pihak terkait.

1. Kedua orang tua, Drs.Akbar M.Si dan Dra.Suriani atas seluruh doa yang

dipanjatkan untuk penulis, kesabaran dalam hal menerima setiap curhatan penulis

dan selalu memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi penulis, dukungan

berupa moril maupun materil yang senantiasa diberikan tak henti-hentinya guna

dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku dekan Fakultas

Kesehatan Mastarakat Universitas Hasanuddin atas keja sama dan bantuannya

selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas hasanuddin.

v
3. Ibu Dr.dr. Citrakesumasari, M.Kes, Sp.GK selaku Ketua Prodi Ilmu Gizi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin atas bimbingan, keja

sama dan bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan di Prodi Ilmu Gizi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas hasanuddin.

4. Bapak Prof. DR. Saifuddin Sirajuddin, MS selaku dosen pembimbing selama

menjalani skripsi dengan penuh kesabaran dan meluangkan waktunya dalam

membimbing dan mengarahkan penulis selama mengenyam pendidikan di Ilmu

Gizi FKM Unhas sehingga sampai terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Andi Imam Arundhana, S.Gz. MPH selaku dosen pembimbing selama

menjalani skripsi dengan penuh kesabaran dan meluangkan waktunya dalam

membimbing dan mengarahkan penulis selama mengenyam pendidikan di Ilmu

Gizi FKM Unhas sehingga sampai terselesaikannya skripsi ini.

6. Ibu Ulfa Najamuddin, S.Si, selaku dosen penguji yang telah meluangkan

waktunya untuk menguji penulis dan memberikan masukan dalam perbaikan

skripsi ini.

7. Bapak Dr. Zakaria, SPT, M.Kes selaku dosen penguji yang telah meluangkan

waktunya untuk menguji penulis dan memberikan masukan dalam perbaikan

skripsi ini.

8. Ibu Sabaria Manti Battung, SKM, M.Kes, MSc selaku dosen penguji yang telah

meluangkan waktunya untuk menguji penulis dan memberikan masukan dalam

perbaikan skripsi ini.

vi
9. Teman seperjuangan dalam suka maupun duka mengarungi kerasnya suatu

skripsi, tim Bekatul-Labu Siam Yaitu Dian Pertiwi, Justice, Ulfa Purnama dan

Azizah yang sejak awal sama-sama berjuang.

Akhir kata, penulis sebagai seorang manusia biasa menyadari bahwa tulisan

ini masih jauh dari kata sempurna akibat dari kekurangan pengetahuan dan

pengalaman. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan faedah

manfaat sebesar-besarnya bagi siapaun yang ingin belajar.

Makassar , Juli 2017


Penulis

Renny

vii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................ii
RINGKASAN .......................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ..........................................................................................v
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum tentang Bekatul dan labu Siam...................................7
B. Tinjauan Umum tentang Bubur Instan.................................................13
C. Tinjauan Umum Mengenai Bahan Tambahan......................................14
D. Tinjauan Umum Umur Simpan dan Masa Kadaluarsa.......................15
E. Penentuan Metode Umur Simpan..........................................................18
F. Kerangka Teori........................................................................................23

BAB III KERANGKA KONSEP


A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti.................................................24
B. Kerangka Konsep.....................................................................................26
C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif...........................................27

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian.........................................................................................29
B. Waktu dan Tempat Penelitian................................................................29
C. Instrumen Penelitian................................................................................29

viii
D. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................30
E. Tahapan Penelitian..................................................................................31
F. Diagram Alur Penelitian .........................................................................39
G. Pengolahan Data.......................................................................................43
H. Analisis Data.............................................................................................43

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian.........................................................................................44
B. Pembahasan..............................................................................................54
C. Keterbatasan Penelitian...........................................................................65
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ..................................................................................................66
B. Saran .........................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................67

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan Metode ASLT dan Metode ESS....................... 22

Tabel 4.1 Formula Bubur Instan Berbasis Labu Siam dan Bekatul.... 34

Tabel 5.1 Hasil Analisis Total Mikroba Formula 5............................. 49

Tabel 5.2 Hasil analisis kelarutan dari formula 5................................. 50

Tabel 5.3 Hasil analisis kadar air dari formula 5.................................. 51

Tabel 5.4 Persamaan Reaksi Hubungan Antara Perubahan Mutu Kadar

Dan Suhu Penyimpanan Pada Orde Reaksi Nol dan Orde Reaksi

Satu...................................................................................... 52

Tabel 5.5 Nilai Konstanta Perubahan Mutu dan Umur Simpan Produk

Bubur Instan Berbasis Bekatul-Labu Siam di Berbagai Suhu.. 53

Tabel 5.6 Nilai In k dan I/T Produk Bubur Instan Berbasis Bekatul-Labu

Siam di Berbagai Suhu............................................................ 54

Tabel 5.7 Nilai Energi Aktivasi (Ea) Parameter Mutu Kadar Air Pada

Produk Bubur Instan Berbasis Bekatu-Labu Siam................... 54

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 4.1 Diagram Alur Penelitian Tepung Bekatul ................ 39

Gambar 4.2 Diagram Alur Penelitian Labu Siam ......................... 40

Gambar 4.3 Diagram Alur Penelitian Produk Bubur Bekatul dan

Labu Siam.................................................................. 41

Gambar 4.4 Diagram Alur Penelitian Masa Simpan...................... 42

Gambar 5.1 Bekatul...................................................................... 44

Gambar 5.2 Labu Siam.................................................................. 45

Gambar 5.3 Gula Stevia ............................................................... 46

Gambar 5.4 Produk bubur tepung instan berbasis bekatul-labu siam.. 48

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Penyimpanan dalam Inkubator dengan suhu 250C, 350C dan 450C

2. Dokumentasi penelitian Kelarutan, Mikroba dan Kadar Air

3. Kurva orde reaksi dimasing-masing suhu penyimpanan

4. Perhitungan Nilai K (konstanta penurunan mutu) dan Umur Simpan di

Masing-masing suhu Penyimpanannya.

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia jumlah bekatul sangat melimpah dan belum termanfaatkan

secara luas. Jumlah produksi bekatul berbanding lurus dengan produksi beras.

Berdasarkan data BPS, produksi padi di Indonesia tahun 2010 mencapai 65,98 juta

ton gabah kering giling. Dengan 10 persen dari total produksi padi dapat

menghasilkan bekatul, maka diperkirakan akan dapat menghasilkan 6,59 juta ton

bekatul. Sangat disayangkan, sampai saat ini pemanfaatan bekatul masih sangat

terbatas, yaitu hanya sebagai pakan ternak. Padahal, laporan penelitian

menyebutkan bahwa bekatul mengandung komponen bioaktif pangan yang

bermanfaat bagi kesehatan, sehingga bekatul sangat berpotensi untuk

dikembangkan menjadi pangan fungsional yang bernilai gizi dan menyehatkan

(Akbar dkk, 2014).

Berdasarkan data statistik produksi labu siam sejak tahun 1998 hingga tahun

2002 mengalami kenaikan sebesar 27,81% (BPS dan Dirjen Bina Horti, 2003).

Labu siam (Sechium edule Swartz) merupakan salah satu tumbuhan obat Indonesia

dari suku Cucurbitaceae yang sekarang belum banyak diteliti. Tanaman ini

tersebar di seluruh Indonesia. Buahnya bisa dibuat sayuran, manisan serta

berkhasiat untuk memperlancar buang air kecil, penurun panas, dan menurunkan

tekanan darah tinggi (Rukmana, 1998).

Bekatul memiliki nilai gizi yang sangat baik yaitu mengandung asam amino

lisin yang lebih tinggi dibandingkan beras, protein, sumber asam lemak tak jenuh,

1
2

dan serat pangan yang bermanfat bagi tubuh. Di samping zat gizi, bekatul juga

mengandung komponen bioaktif. Komponen bioaktif tersebut adalah antioksidan

tokoferol (vitamin E), tokotrienol, oryzanol, dan pangamic acid (vitamin B15)

(Jubaidah, 2008).

Buah labu siam banyak digemari orang karena rasanya yang enak dan dingin.

Selain itu, tanaman tersebut mengandung vitamin A, vitamin B, dan sedikit

vitamin C. Labu siam juga banyak dijadikan sebagai bahan untuk membuat

ramuan obat tradisional. Dengan keunggulan tersebut, labu siam banyak ditanami

oleh masyarakat (Juliyanto, 2010).

Masalah kesehatan yang masih dihadapi bangsa Indonesia adalah masih

tingginya penyakit infeksi, dan meningkatnya penyakit degeneratif. Terdapat

korelasi yang positif antar umur dengan munculnya penyakit degeneratif. Terdapat

bermacam-macam penyakit degeneratif dan hampir semua organ bisa terkena

penyakit degeneratif. Diantara penyakit degeneratif, prevalensi yang paling banyak

adalah DM, dyslipidemia, Cardiovasculkar disease, dan cerebrovascular disease

(Sutrisna, 2013).

Prevalensi DM dan hipertiroid di Indonesia berdasarkan jawaban pernah

didiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan 0,4 persen. DM berdasarkan diagnosis

atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun di

Indonesia yang didapat melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan

sebesar 9,4 persen, sedangkan yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan atau

sedang minum obat hipertensi sendiri sebesar 9,5 persen. Jadi, terdapat 0,1 persen

penduduk yang minum obat sendiri, meskipun tidak pernah didiagnosis hipertensi

oleh nakes. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada


3

umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen. Jadi cakupan nakes hanya 36,8 persen,

sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis.

Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi

daripada laki-laki (Riskesdas, 2013).

Menurut Badan POM (2001), pangan fungsional adalah pangan yang secara

alami maupun telah melalui proses mengandung satu atau lebih senyawa yang

berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis

tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi

sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori

berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh

konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan efek samping terhadap

metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan dalam jumlah yang dianjurkan.

Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan

fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa

alami (Winarti dan Nurdjanah, 2005).

Pengolahan pangan pada industri komersial umumnya bertujuan

memperpanjang masa simpan, mengubah atau meningkatkan karakteristik produk

(warna, cita rasa, tekstur), mempermudah penanganan dan distribusi, memberikan

lebih banyak pilihan dan ragam produk pangan di pasaran, meningkatkan nilai

ekonomis bahan baku, serta mempertahankan atau meningkatkan mutu, terutama

mutu gizi, daya cerna, dan ketersediaan gizi (Herawati, 2008).

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan

adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (a w) berkaitan erat dengan

kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta


4

pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi a w pada umumnya

makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai a w

yang tinggi. Kandungan mikroba, selain mempengaruhi mutu produk pangan juga

menentukan keamanan produk tersebut dikonsumsi. Pertumbuhan mikroba pada

produk pangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. (Herawati, 2008).

Informasi umur simpan merupakan salah satu informasi yang wajib

dicantumkan oleh produsen pada kemasan produk pangan. Pencantuman informasi

umur simpan menjadi sangat penting karena terkait dengan keamanan produk

pangan tersebut dan untuk menghindari pengkonsumsian pada saat kondisi produk

sudah tidak layak dikonsumsi. Kewajiban produsen untuk mencantumkan

informasi umur simpan ini telah diatur oleh pemerintah dalam UU Pangan tahun

1996 serta PP Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dimana

setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (umur simpan)

pada setiap kemasan produk pangan (Utami dkk, 2014).

Berdasarkan hal diatas, maka melalui penelitian ini akan dibuat suatu produk

bubur instan berbasis bekatul-labu siam kemudian dilanjutkan dengan menentukan

masa simpannya.

Penelitian ini adalah bagian dari penelitian professorship dari Prof. Dr.

Saifuddin Sirajuddin, MS dengan judul penelitian Pengaruh Pemberian Bubur

Instan Berbasis Bekatul dan Labu Siam Terhadap Konsentrasi Glukosa dan Profil

Lipid pada Guru Penderita Pradiabetes di Kota Makassar.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

rumusan masalah yaitu bagaimana penentuan masa simpan produk Bubur Instan

berbasis Bekatul Labu Siam.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masa simpan produk Bubur

Instan berbasis Bekatul Labu Siam.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui perubahan mutu parameter total mikroba, kelarutan dan kadar

air produk Tepung Bubur Instan Berbasis Bekatul Labu Siam selama masa

penyimpanan.

b. Menghitung umur simpan produk Tepung Bubur Instan Berbasis Bekatul

Labu Siam dengan menggunakan metode Accelarated Shelf Life Test

(ASLT) model Arrhenius.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberi konstribusi bagi

masyarakat, diantaranya:
6

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

konstribusi dalam bidang pengolahan dan pengawetan makanan.

2. Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salahsatu informasi penting bagi

civitas akademika FKM Unhas untuk melakukan pengkajian dan penelitian

berkelanjutan di bidang pengolahan dan pengawetan makanan.

3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis dapat digunakan sebagai bagian referensi

bagi khalayak dan sebagai bahan informasi kepada peneliti lainnya dalam

penyusunan suatu karya ilmiah dan pengaplikasian ilmu pengetahuan yang

diperoleh terkait dengan penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bekatul dan Labu Siam

a. Bekatul

Keberadaan bekatul di Indonesia sangat melimpah. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik (BPS) produksi bekatul di Indonesia pada tahun 2010

mencapai 6,59 juta ton. Namun, hingga saat ini pemanfaatan bekatul sebagai

sumber pangan dan gizi masih sangat terbatas. Di Indonesia, pemanfaatan

bekatul hingga saat ini hanya dijadikan sebagai pakan ternak. Sedangkan di luar

negeri, bentuk produk bekatul yang populer adalah rice bran oil (Purnomo dkk,

2013).

Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi yang

jumlahnya cukup banyak. Pada proses penggilingan beras pecah kulit diperoleh

hasil samping dedak 8-9% dan bekatul sekitar 2-3%. Selain itu Departemen

Pertanian juga menyebutkan bahwa ketersediaan bekatul di Indonesia cukup

banyak dan mencapai 4.5-5 juta ton setiap tahunnya, selain itu bekatul

merupakan makanan sehat alami mengandung antioksidan, multivitamin dan

serat tinggi untuk penangkal penyakit degeneratif juga kaya akan pati, protein,

lemak, vitamin dan mineral (Damayanthi dkk, 2006).

Bekatul mengandung lemak (minyak) sebesar 10,1- 12,4 %, sebagian besar

merupakan asam lemak tak jenuh yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.

Kandungan minyak bekatul dapat memperbaiki metabolisme seperti

24
8

menurunkan lemak darah (hipolipedemia) dan menurunkan resiko penyakit

jantung koroner (Purnomo dkk, 2013).

Bekatul memiliki nilai gizi yang sangat baik yaitu mengandung asam

amino lisin yang lebih tinggi dibandingkan beras, protein, sumber asam lemak

tak jenuh, dan serat pangan yang bermanfat bagi tubuh. Di samping zat gizi,

bekatul juga mengandung komponen bioaktif. Komponen bioaktif tersebut

adalah antioksidan tokoferol (vitamin E), tokotrienol, oryzanol, dan pangamic

acid (vitamin B15) (Jubaidah, 2008).

Kandungan serat pada setiap 100 gram bekatul sebesar 7-11 gram.

Kandungan serat yang tinggi dalam bekatul memiliki peluang untuk

dimanfaatkan sebagai produk minuman yang mengandung serat. Produk

minuman berserat sudah banyak, tetapi nilai gizi yang lain seperti protein,

karbohidrat, lemak, dan energi belum ada atau jumlahnya sangat sedikit. Pada

produk minuman semi padat seperti es krim, dalam 100 gramnya mengandung

protein 7,4 gram, karbohidat 37,6 gram, lemak 26,6 gram dan energi 416 kilo

kalori. Untuk menambah nilai gizi pada es krim khususnya serat, perlu

ditambahkan bahan lain yang kaya akan serat yaitu dengan menambahkan

tepung bekatul (Jubaidah, 2008).

Bekatul memiliki kandungan gizi yang tinggi terutama vitamin B. Selain

itu kandungan serat makanan khususnya serat larut, minyak dan kandungan

komponen bioaktif yaitu oryzanol dilaporkan sebagai komponen yang dapat

menyehatkan tubuh manusia. Khasiat bekatul bagi kesehatan telah banyak

dilaporkan. Bekatul dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan low density

lipoprotein cholesterol (LDL cholesterol) darah, serta dapat meningkatkan


9

kadar high density lipoprotein cholesterol (HDL cholesterol) darah (Wirawati

dan Nirmagustina, 2009).

Kadar asam lemak bebas (ALB) di dalam bekatul meningkat dengan cepat

dari 1-3% menjadi 33% setelah seminggu dan mencapai 46% setelah 3 minggu.

Diperkirakan kecepatan pembentukan asam lemak bebas hasil hidrolisis

minyak dalam bekatul mencapai 5-10% per hari dan sekitar 70% dalam

sebulan. Seperti diketahui bahwa asam lemak bebas mempunyai karakterisitik

sangat mudah dioksidasi. Ditunjang oleh kandungan bekatul yang relatif tinggi

akan mempercepat kerusakan bekatul yaitu kerusakan hidrolitik dan diteruskan

dengan kerusakan oksidatif. Bekatul yang telah mengalami kerusakan oksidatif

tidak layak digunakan sebagai bahan pangan fungsional. Oleh karena itu usaha

untuk memanfaatkan bekatul sebagai bahan pangan harus diawali dengan

inaktivasi enzim lipase (Budijanto, 2012).

Bekatul dapat diolah lebih lanjut menjadi tepung bekatul. Tepung bekatul

dapat digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam pembuatan roti,

cookies, dan breakfast sereal. Tepung bekatul juga dapat dijadikan minuman

kesehatan yang mampu menurunkan kolesterol darah (Utami dkk, 2014).

Potensi komponen bioaktif ini mendorong dikembangkannya penggunaan

bekatul sebagai pangan fungsional. Serat makanan (dietary fiber) sampai saat

ini adalah komponen yang paling banyak digunakan dalam pangan fungsional.

Serat dedak beras atau dedak gandum adalah contoh serat makanan yang

banyak ditambahkan ke dalam pangan fungsional. Sehingga bekatul padi

merupakan bahan baku pangan fungsional yang sangat menjanjikan (Wirawati

dan Nirmagustina, 2009).


10

Substitusi tepung bekatul pada pembuatan roti dan biskuit serta kue jajanan

pasar telah diteliti dan hasilnya cukup menggembirakan. Aplikasi tepung

bekatul pada produk-produk sereal untuk sarapan pagi dalam bentuk flakes

(lembaran dengan ukuran kecil) dapat dijadikan produk alternatif yang dapat

dikombinasikan dengan salah satu bahan baku lokal seperti tepung ubi jalar var

shiroyutaka yang juga berpotensi sebagai sumber karbohidrat alternatif

(Wirawati dan Nirmagustina, 2009).

Bekatul dapat diolah lebih lanjut menjadi tepung bekatul. Tepung bekatul

dapat digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam pembuatan roti,

cookies, dan breakfast sereal. Tepung bekatul juga dapat dijadikan minuman

kesehatan yang mampu menurunkan kolesterol darah (Utami dkk, 2014).

Potensi komponen bioaktif ini mendorong dikembangkannya penggunaan

bekatul sebagai pangan fungsional. Serat makanan (dietary fiber) sampai saat

ini adalah komponen yang paling banyak digunakan dalam pangan fungsional.

Serat dedak beras atau dedak gandum adalah contoh serat makanan yang

banyak ditambahkan ke dalam pangan fungsional. Sehingga bekatul padi

merupakan bahan baku pangan fungsional yang sangat menjanjikan (Wirawati

dan Nirmagustina, 2009).

Substitusi tepung bekatul pada pembuatan roti dan biskuit serta kue jajanan

pasar telah diteliti dan hasilnya cukup menggembirakan. Aplikasi tepung

bekatul pada produk-produk sereal untuk sarapan pagi dalam bentuk flakes

(lembaran dengan ukuran kecil) dapat dijadikan produk alternatif yang dapat

dikombinasikan dengan salah satu bahan baku lokal seperti tepung ubi jalar var
11

shiroyutaka yang juga berpotensi sebagai sumber karbohidrat alternatif

(Wirawati dan Nirmagustina, 2009).

b. Labu Siam

Labu siam atau sering juga disebut waluh siam memiliki karakteristik

seperti berwarna hijau, tekstur bergaris-garis yang mengarah kedalam, bentuk

bulat agak lonjong, kulit tipis namun daging buah tebal. Terdapat kandungan

metoksil pektin 6,57% yang berfungsi sebagai pangan fungsional untuk

pembentukan gel (Sukarsono dan Sulandari, 2014).

Labu siam merupakan jenis sayuran yang juga mengandung serat. Labu

siam tergolong tanaman yang mudah ditanam, dan mudah hidup pada iklim

tropis dan subtropis. Belum banyak masyarakat yang mengkonsumsi labu siam

karena dianggap kurang bergizi. Dengan dijadikan produk makanan yang yang

berbeda dan menarik diharapkan bisa membuat masyarakat sering

mengkonsumsinya (Rona, 2011).

Dalam 100 gram daging buah labu siam mengandung kalori sebanyak 26-

31 kkal; gula larut air 3,3%; protein 0,9-1,1%; lemak 0,1-0,3%; karbohidrat

3,5- 7,7%; serat 0,4-1%; hemiselulosa 7,55mg; selulosa 16,42 mg; lignin 0,23

mg; natrium 36 mg; kalium 3378,62 mg; magnesium 147 mg; kalsium 12-19

mg; fosfor 4-30 mg; seng 2,77 mg; mangan 0,38 mg; besi 0,2-0,6 mg; tembaga

0,25 mg; vitamin A 5 mg; thiamin 0,03 mg; riboflavin 0,04 mg; niasin 0,4-0,5

mg; asam askorbat 11-20 mg (Putri, 2012).

Labu siam mengandung beberapa mineral, sedikit kandungan gula (1,85%)

dan yang paling banyak adalah kandungan airnya (90%), sehingga sangat baik
12

untuk proses pencernaan tubuh dan dapat menurunkan kolesterol dalam darah

(Rona, 2011).

Serat nabati adalah kandungan gizi yang terdapat pada labu siam, yang

berfungsi untuk mengurangi penyerapan kolesterol dalam usus. Sayuran ini

juga mengandung alkaloid yang dapat menormalkan tekanan darah. Fungsi

serat dapat mencegah kanker usus, diabetes. Mekanismenya yaitu akan

mengikat kolesterol pada sistem pencernaan, sehingga mencegahnya untuk

diserap menuju aliran darah (Wiadnya, dkk., 2014).

Selain kandungan serat dan manfaatnya, labu siam kaya mineral yang

bermanfaat bagi tubuh kita apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup.

Mineral adalah salah satu gizi yang diperlukan oleh tubuh. Seperti kalium dan

kalsium yang merupakan makromineral. Mengkonsumsi makanan dalam

jumlah yang cukup sangatlah memberikan manfaat yang besar bagi tubuh kita.

Namun mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang kurang atau berlebih

malah sangat beresiko pada tubuh (Fitriani, 2012).

Pektin merupakan kandungan yang terdapat pada labu siam sebanyak

6,7%. Senyawa ini adalah komponen serat yang ada pada lapisan lamella

tengah dan dinding sel primer. Pektin juga dikatakan sebagai pangan fungsional

dengan nilai yang cukup tinggi karena berguna dalam pembentukan gel dan

bahan penstabil pada sari buah. Manfaat lain pektin sebagai bahan tekstur dan

pengental dalam makanan (Daryono, 2012).

Manfaat dari mengkonsumsi labu siam yaitu mampu membantu

menurunkan berat badan, mencegah bayi lahir cacat karena memiliki komponen

asam folat yang baik, membantu menurunkan kolesterol, mencegah kanker,


13

mencegah penuaan dini karena kandungan flavonoid, mengobati batu ginjal,

mencegah sembelit karena kandungan serat yang tinggi, menurunkan tekanan

darah tinggi, mengobati kembung, sumber mineral. Kandungan vitamin dapat

mencegah anemia dan sumber antioksidan (Anonim, 2015).

Labu siam memiliki efek diuretik, mampu menyembuhkan demam pada

anak-anak dan juga sangat baik dikonsumsi oleh penderita asam urat dan

diabetes melitus. Kandungan lain yaitu memiliki efek antimikrobial,

hipokolesterol dan diuretik (Putri, 2012).

B. Tinjauan Umum Tentang Bubur Instan

Seiring dengan kemajuan teknologi dan kehidupan masyarakat yang ingin

serba cepat dan serba praktis, pola makan pun ikut bergeser. Bubur instan

merupakan salah satu menu sarapan yang sedang popular di Asia. Bubur instan

merupakan makanan berbasis sereal dan dapat dikonsumsi baik dari usia balita

maupun sampai usia lanjut. Bubur sereal dapat dikombinasikan dengan buah agar

memiliki nilai nutrisi yang lebih baik (Pycauly, 2015).

Bubur termasuk salah satu bentuk olahan pangan yang mudah dikonsumsi

masyarakat. Bubur memiliki tekstur yang lunak sehingga mudah dicerna. Bubur

tidak hanya terbuat dari beras saja namun dapat pula dibuat dari kacang hijau,

beras merah, ataupun dari beberapa campuran penyusunnya. Dalam

pembuatannya, bubur dibuat dengan memasak bahan penyusun dengan air seperti

bubur nasi, mencampurkan santan seperti bubur kacang hijau, ataupun dengan

mencampurkan susu, yang dikenal dengan bubur susu (Hendy, 2007).


14

Bubur instan merupakan bubur yang telah mengalami proses pengolahan lebih

lanjut sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan proses pemasakan. Penyajian

bubur instan dapat dilkukan hanya dengan menambahkan air panas atau pun susu

sesuai dengan selera (Fellow dan Ellis, 1992).

Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur. Bubur yang

telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi dilakukan dengan cara

memasak komponen-komponen penyusun bubur yang telah berbentuk tepung

sampai menjadi adonan kental. Adonan ini dikeringkan dengan menggunakan

drum dryer lalu dihancurkan hingga berbentuk tepung halus berukuran 60 mesh.

Bahan tepung yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur

instan (Hendy, 2007).

Tepung bubur sereal instan nampak kurang kental setelah ditambah air panas

beberapa saat sehingga mengurangi sifat sensorisnya. Oleh karena itu diperlukan

bahan tambahan yang dapat membantu memperbaiki tekstur bubur saat disajikan.

Maltodekstrin mempunyai daya serap yang tinggi dan juga sebagai bulking agent

yang sering dicampurkan dalam breakfast cereal (Dewanti, 2009).

C. Tinjauan Umum Mengenai Bahan Tambahan

1. Gula Stevia

Stevia yang telah digunakan sebagai pemanis alami selama bertahun-tahun

di berbagai negara, antara lain di negara-negara Amerika Selatan dan Jepang.

Pemanis stevia yang berasal dari daun Stevia rebaudiana Bertoni merupakan

tumbuhan perdu asli dari Paraguay. Daun stevia mengandung pemanis alami

non kalori dan mampu menghasilkan rasa manis 70-400 kali dari manisnya gula
15

tebu. Pada tahun 1887 peneliti ilmiah Amerika Antonio Bertoni menemukan

tanaman stevia dan menamakannya Eupatorium rebaudianum Bertoni,

kemudian dimasukkan dalam genus stevia pada tahun 1905. Diduga lebih dari

80 jenis spesies stevia tumbuh liar di Amerika Utara dan 200 spesies alami di

Amerika Selatan, namun hanya Stevia rebaudiana yang diproduksi sebagai

pemanis. Sejak tahun 1970, stevia digunakan di Jepang. Ekstrak stevia menjadi

sangat populer dan sekarang digunakan sebagai pemanis secara komersial

dengan pasar di atas 50%. Stevia digunakan sebagai pemanis mulai dari saus

kedelai, sayur–sayuran hingga minuman ringan. Sebagai pemanis tanpa kalori,

tanpa penambahan bahan kimia dan tanpa menimbulkan efek samping yang

serius, stevia cepat populer si seluruh dunia (Raini dan Isnawati, 2011).

Stevia juga tidak rusak pada suhu tinggi seperti sakarin atau aspartam.

Steviosid tahan pada pemanasan hingga 2000C (3920 Fahrenheit), sehingga

dapat digunakan pada hampir semua resep makanan (Raini dan Isnawati, 2011).

Lembaga regulasi pangan dunia JECFA (Joint FAO/WHO Expert

Committee on Food Additive) pun menyatakan bahwa konsumsi

senyawa stevioside aman dengan batas konsumsi harian yang ditetapkan adalah

hingga 5 mg/kg berat badan. Bahkan, terdapat sebuah penelitian yang

menunjukkan bahwa konsumsi senyawa stevioside hingga 1500 mg/hari

ternyata aman dan tidak menyebabkan efek samping (FAO/WHO, 2014).

D. Tinjauan Umum Umur Simpan dan Masa Kadaluarsa

Menurut Koswara (2002), umur simpan adalah waktu dimana mutu produk

tidak dapat diterima konsumen atau produk telah kehilangan fungsinya. Untuk
16

mengetahui umur simpan suatu produk dan laju perubahan nilai gizi atau mutu

pangan selama penyimpanan pada suhu tertentu, dapat digunakan model kinetika

reaksi yang ditentukan melalui persamaan regresi dari suatu hubungan antara mutu

produk terhadap waktu simpan.

Keterangan umur simpan (masa kadaluarsa) produk pangan merupakan salah

satu informasi yang wajib dicantumkan oleh produsen pada label kemasan produk

pangan, terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk memberikan jaminan

mutu pada saat produk sampai ke tangan konsumen. Kewajiban pencantuman

masa kadaluarsa pada label pangan diatur dalam Undang-undang Pangan no.

7/1996 serta Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan,

dimana setiap industri pangan wajib mencantumkan tanggal kadaluarsa (expired

date) pada setiap kemasan produk pangan (Amalia, 2012).

Tanggal kadaluarsa merupakan informasi umur simpan atau jumlah waktu

yang dibutuhkan oleh suatu produk sehingga produk tersebut tidak layak lagi

untuk dikonsumsi. Dalam setiap produk yang dikemas diwajibkan untuk

menyertakan informasi umur simpan (tanggal kadaluarsa) dari produk tersebut

karena terkait dengan keamanan produk dan memberikan jaminan mutu pada saat

produk sampai ke tangan konsumen (Adiasih, 2016).

Pendugaan umur simpan pangan sangat penting dalam proses penyimpanan

suatu produk pangan. Dengan mengetahui umur simpannya, akan dapat dirancang

system pengemasan dan penyimpanan yang sesuai (Syarief dan Halid, 1993).

Bagi produsen, informasi umur simpan merupakan bagian dari konsep

pemasaran produk yang penting secara ekonomi dalam hal pendistribusian produk

serta berkaitan dengan usaha pengembangan jenis bahan pengemas yang


17

digunakan. Bagi penjual dan distributor informasi umur simpan sanga penting

dalam hal penanganan stok barang dagangannya. Penentuan umur simpan produk

pangan dapat dilakukan dengan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan

yang sebenarnya (Amalia, 2012).

Penetapan umur simpan dan parameter sensori sangat penting pada tahap

penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Pada industri skala besar umur

simpan ditentukan berdasarkan hasil analisis di laboratorium yang didukung hasil

evaluasi distribusi di lapangan (Sandana).

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan

menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan

berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya

perubahan mutu produk selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi

(Herawati, 2008).

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan

adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (a w) berkaitan erat dengan

kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta

pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi a w pada umumnya

makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai a w

yang tinggi (Herawati, 2008).

Kandungan mikroba, selain mempengaruhi mutu produk pangan juga

menentukan keamanan produk tersebut dikonsumsi. Pertumbuhan mikroba pada

produk pangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik

mencakup keasaman (pH), aktivitas air (aw), equilibrium humidity (Eh),

kandungan nutrisi, struktur biologis, dan kandungan antimikroba. Faktor ekstrinsik


18

meliputi suhu penyimpanan, kelembapan relatif, serta jenis dan jumlah gas pada

lingkungan. Untuk menentukan tingkat keamanan produk pangan berdasarkan

kandungan mikroba, digunakan parameter beberapa jenis mikroba yang

terkandung dalam produk pangan (Herawati, 2008).

E. Penentuan Metode Umur Simpan

Floros menyatakan bahwa umur simpan produk dapat diduga melalui 2

metode yaitu Extended Storages Studies (ESS) dan Accelarated Storage Studies

(ASS). ESS sering disebut sebagai metode konvensional yaitu penentuan masa

kadaluarsa dengan menyimpan suatu produk pada kondisi normal. Penentuan umur

simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut dengan ASLT dilakukan

dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat

proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan (Utami dkk, 2014).

1. Metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT)

Metode ASLT adalah metode pendugaan umur simpan dengan

mempercepat reaksi penurunan mutu melalui cara mengkondisikan produk

makanan diatas kondisi penyimpanan normal. Dalam metode ASLT suhu

berperan sebagai parameter kunci penentu kerusakan makanan, karena semakin

tinggi suhu, kerusakan makanan akan semakin cepat. Hubungan antara suhu

dengan kecepatan penurunan mutu dapat dilihat menggunakan persamaan

Arrhenius (Haryati, 2015).

Model Arrhenius dapat digunakan untuk menentukan umur simpan produk

yang sensitive terhadap suhu dan model kadar air kritis digunakan pada produk

yang sensitive terhadap perubahan kadar air (Adiasih, 2016).


19

Model Arrhenius diterapkan untuk produk-produk pangan yang mudah

rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi Maillard,

denaturasi protein. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada

suhu yang lebih tinggi yang berarti penurunan mutu produk semakin cepat

terjadi. Produk pangan yang dapat ditentukan umur simpannnya dengan model

Arrhenius adalah makanan kaleng steril komersial, susu Ultra High

Temperature (UHT), susu bubuk/formula, produk chip/snack, jus buah, mi

instan, frozen meat, dan produk pangan lain yang mengandung lemak tinggi

(berpotensi terjadinya oksidasi lemak) atau yang mengandung gula pereduksi

dan protein (berpotensi terjadinya reaksi kecoklatan). Karena reaksi kimia pada

umumnya dipengaruhi oleh suhu, maka model Arrhenius mensimulasikan

percepatan kerusakan produk pada kondisi penyimpanan suhu tinggi di atas

suhu penyimpanan normal (Palupi dkk, 2010).

Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan

kemasan akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan

dengan metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k)

pada beberapa suhu penyimpanan ekstrim, kemudian dilakukan ekstrapolasi

untuk menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang

diinginkan dengan menggunakan persamaan Arrhenius (persamaan 1). Dari

persamaan tersebut dapat ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) pada

suhu penyimpanan umur simpan. Persamaan model Arrhenius untuk

menentukan umur simpan dinyatakan dengan persamaan 1.

In k = In k0 – Ea/RT .....…………………………...(1)

dimana :
20

K0 = konstanta (faktor frekuensi yang tidak tergantung suhu)

Ea = energi aktivasi

T = suhu mutlak (K)

R = konstanta gas (1.986 kal/mol K)

Pada metode ASLT, suhu merupakan parameter kunci penentu kerusakan

karena semakin meningkatnya suhu maka reaksi kerusakan akan semakin cepat.

Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu 250C, 350C dan 450C.

Parameter utama yang digunakan adalah parameter yang dianggap paling

mempengaruhi kemunduran mutu produk, yaitu kadar air, total mikroba dan

kadar free fatty acid (FFA). Kadar FFA dipilih sebagai parameter untuk

menentukan masa kadaluarsa produk bubur bekatul instan. Nilai Kadar FFA

Produk kemudian diplotkan pada model Arrhenius sehingga diperoleh ln k = ln

k0 – (E/R)(1/T). dari persamaan ini akan diperoleh nilai masing-masing energy

aktivasinya (Ea). Selanjutnya penentuan umur simpan dihitung dengan kinetika

reaksi berdasarkan orde reaksi (Utami, dkk, 2014).

Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan

dengan dua pendekatan, yaitu: 1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi

dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria

kedaluwarsa, dan 2) pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan

Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo

nol atau satu untuk produk pangan (Herawati, 2008).

Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan

menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini

menghasilkan hasil yang paling tepat, namun memerlukan waktu yang lama
21

dan biaya yang besar. Kendala yang sering dihadapi oleh industri dalam

penentuan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, karena bagi

produsen hal yang akan mempengaruhi jadwal launching suatu produk

pangan.oleh karena itu diperlukan metode pendugaan umur simpan cepat,

mudah, murah dan mendekati umur simpan yang sebenarnya. Menurut Syarief

dan Halid (1993), umur simpan dapat ditentukan dengan 2 cara yaitu secara

empiris dan pemodelan matematika. Cara empiris dilakukan secara

konvensional, yaitu disimpan pada kondisi normal hingga terjadi kerusakan

produk. Permodelan matematika dilakukan penyimpanan dengan kondisi

dipercepat dan diperhatikan titik kritis produk. Contoh permodelan matematika

adalah Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) dan Accelerated Storage Studies

(ASS). Metode ASLT dapat dilakukan menggunakan metode Arrhenius.

ASLT dengan model Arrhenius banyak digunakan untuk pendugaan umur

simpan produk pangan yang mudah rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti

oksidasi lemak, reaksi Maillard, denaturasi protein dan sebagainya. Secara

umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih tinggi yang

berarti penurunan mutu produk semakin cepat terjadi (Labuza,1982).

2. Metode Extended Storage Studies (ESS)

Penentuan umur simpan produk dengan ESS, yang juga sering disebut

sebagai metode konvensional, adalah penentuan tanggal kedaluwarsa dengan

cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil

dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga

mencapai tingkat mutu kedaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada

awal penemuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang
22

panjang dan analisis parameter mutu yang relatif banyak serta mahal (Herawati,

2008).

Metode konvensional biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan

produk pangan yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap

penelitian. Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan

dengan cara menyimpan beberapa bungkusan produk yang memiliki berat serta

tanggal produksi yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah

dikondisikan dengan kelembapan yang seragam. Pengamatan dilakukan

terhadap parameter titik kritis dan atau kadar air (Herawati, 2008).

Tabel 2.1 Perbedaan Metode ASLT dan Metode ESS :

Metode Accelarated Shelf Life Test (ASLT) Metode Extended Storage Studies (ESS)

1. Penentuan umur dilakukan dengan 1. Penentuan tanggal kedaluwarsa dengan cara

menggunakan parameter kondisi menyimpan satu seri produk pada kondisi

lingkungan yang dapat mempercepat normal sehari-hari sambil dilakukan

proses penurunan mutu (usable pengamatan terhadap penurunan mutunya

quality) produk pangan. (usable quality) hingga mencapai tingkat

mutu kedaluwarsa.
2. Waktu pengujian relatif singkat, namun

ketepatan dan akurasinya tinggi. 2. Metode ini memerlukan waktu yang panjang

dan analisis parameter mutu yang relatif

banyak serta mahal.

Sumber : Herawati Heny, 2008.


23

F. Kerangka Teori

Daya Simpan Masa Kadaluarsa

Manajemen
Keamanan Pangan

Mutu Produk Pangan Zat Gizi


Mikro dan
Kandungan Zat Gizi
Makro

Pengawasan Mutu
Kadar Air

Mutu
Laboratorium
Kadar Mikroba

Daya
Mutu Organoleptik Terima

Anda mungkin juga menyukai