Anda di halaman 1dari 24

PERMASALAHAN

HUKUM DALAM
PELAYANAN GIZI
DAN
PENYELESAIANNYA
Kelompok 3
GIZI 6D
Our Team

Arats Devi

Nisa Amel

Foni
Our Team

Maulidia Nila

Zusrina Rokhmah

Nafa
Apa yang dimaksud
Pelayanan Gizi?

P E L A Y A N A N G I Z I A D A L A H
Pengertian Pelayanan Gizi
Dalam Alamsyah dan Miliawati (2013)
Pelayanan disebutkan menurut Memorandum Administrasi
Proyek (MAP) dijelaskan bahwa pelayanan gizi

Gizi
terpadu meliputi item-item sebagai berikut:

Menjangkau ibu-ibu dan anak-anak


melalui peningkatan pemberian
My notes pelayanan

Penguatan pelayanan gizi lokal


1. Pengertian (Rumah Sakit dan Puskesmas)
Rujukan
2. Komunikasi yang baik
3. Sistem rujukan

Pelayanan gizi berbasis (Posyandu)


Menjangkau ibu-ibu dan anak-anak melalui peningkatan
pemberian pelayanan

Membutuhkan perbaikan fungsi dan kunci dari pelayanan


kesehatan masyarakat, dalam hal ini pendekatan alternative
yang akan dilakukan adalah memfokuskan pelayanan gizi di
masyarakat yang meliputi masyarakat pendesaan dan
kelurahan miskin, dikarenakan salah satu syarat desa atau
kelurahan yang menerima paket gizi masyarakat adalah
daerah terpencil atau jauh dari jangkauan akses pelayanan
kesehatan.
Penguatan pelayanan gizi lokal (Rumah Sakit dan Puskesmas)
Rujukan

Perkembangan berat badan dan pertumbuhan anak dapat


dilakukan promosi menyusui dan makananan pendamping yang
sesuai.Promosi menyusui dan makanan pendamping yang sesuai
adalah kunci dari promosi pertumbuhan anak di bawah umur 2
tahun.Kunci pelayanan gizi untuk rujukan anak-anak dengan gizi
buruk tingkat berat yaitu peningkatan cakupan dan peningkatan
konseling. Anak-anak yang mengalami gizi buruk akan dirujuk di
PPGB (Perbaikan Pemulihan Gizi Buruk) di dinas kesehatan
kabupaten dan melakukan konseling kepada orang tua anak.
Pelayanan gizi berbasis (Posyandu)

Kegiatan ini akan memperkuat institusi masyarakat untuk


menjamin peningkatan status gizi buruk yang
berkesinambungan dengan kebersihan perorangan dan
sanitasi serta perilaku terkait. Posyandu dikatakan sebagai
ujung tombak dalam pelayanan gizi dikarenakan aktivitas-
aktivitas atau program-program yang dijalankan terpusat
pada posyandu di masyarakat.
Komunikasi yang Baik
Pelayanan dalam Pelayanan Gizi

Gizi Setiap orang memiliki karakter dan sifat


yang unik dan berbeda, dan masing-masing
dapat membuat penafsiran dari komunikasi
yang dilakukan. Dalam melakukan
My notes
pelayanan gizi, sudah sepatutnya bagi ahli
gizi untuk memahami hal tersebut agar
1. Pengertian
pelayanan dapat dilakukan dengan baik.
2. Komunikasi yang Penanganan individu satu dengan lainnya
baik harus bisa dibedakan, tidak bisa
3. disamaratakan. Perbedaan penafsiran yang
Sistem rujukan
disebabkan beberapa hal dapat mengganggu
jalannya komunikasi yang efektif.
Dalam Waryana dan Agus (2013) disebutkan hal-hal yang dapat mempengaruhi
jalannya pengiriman dan penerimaan komunikasi dalam pelayanan kesehatan menurut
Perry dan Potter (1987) yaitu:

Presepsi Nilai Emosi

cara seseorang menyerap keyakinan yang dianut oleh subjektif seseorang dalam
tentang segala sesuatu yang seseorang merasakan situasi yang terjadi di
terjadi di sekelilingnya sekitarnya.

Peran dan
Latar belakang sosial
budaya Pengetahuan Hubungan
contoh, orang dari suku jawa memiliki
karaktter yang berbeda dengan suku menggunakan bahasa yang bisa membangun
batak, oleh karena itu penanganannya sederhana agar klien kenyamanan
harus dibedakan berdasarkan watak paham apa yang
aslinya. dimaksud.
Sistem Rujukan dalam
Pelayanan Pelayanan Gizi

Gizi Dalam permenkes No.001/2012 tentang


Sistem rujukan pelayanan kesehatan
perorangan, dinyatakan bahwa Sistem
rujukan pelayanan kesehatan merupakan
My notes
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung
1. Pengertian
jawab pelayanan kesehatan secara timbal
2. Komunikasi yang baik balik vertikal maupun horizontal. Rujukan
horizontal merupakan rujukan antar
3. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan.
Rujukan vertikal merupakan rujukan antar
pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan.
Pelanggaran
Pelayanan Gizi
Permasalahan
Hukum Dalam
Pelayanan Gizi dan Contoh Kasus
Penyelesaiannya Permasalahan
Pelayanan Gizi
Pelanggaran Pelayanan Gizi

Permasalahan/pelanggaran pelayanan gizi bermula dari pelanggaran kode


etik gizi yang telah ditetapkan. Dalam buku kode etik gizi menyatakan bahwa kode
etik gizi merupakan tuntunan perilaku profesional seorang tenaga gizi dalam
melakukan pelayanan gizi sesuai dengan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang
telah diperoleh dari pendidikan formal dan nonformal. Dalam menerapkan kode
etik gizi, seorang ahli gizi melaksanakan tugas profesinya, perlu memperhatikan
kewajiban yang diembannya. Kewajiban tersebut menyangkut kewajiban umum,
kewajiban kepada klien, kewajiban kepada masyarakat, kewajiban kepada teman
seprofesi dan mitra kerja serta kewajiban kepada diri sendiri (Tjaronosari dan Edith,
2018).
Contoh Kasus Permasalahan Pelayanan Gizi 1

Contoh permasalahan dalam pelayanan gizi adalah terkait kewajiban


terhadap klien dimana dalam melaksanakan tugasnya, ahli gizi bersikap
independen atau tidak tebuka dengan sesama ahli gizi lain meskipun
mereka sedang dalam sebuah keraguan dalam memecahkan permasalahan
klien. Ada saat dimana ahli gizi memiliki keraguan dalam memecahkan
masalah klien karena permasalahan yang dihadapinya diluar dari bidang
gizi yang digelutinya sehingga dapat beresiko menyebabkan
ketidaktepatan dalam melakukan pelayanan gizi yang telah dilakukan.
Ketika hal itu terjadi maka klien/keluarga klien dapat melaporkan
ketidaktepatan pelayan gizi tersebut kepada instansi terkait dan instansi
tersebut yang akan menindaklanjuti ahli gizi yang bertanggungjawab.
Penyelesaian permasalahan pelayanan gizi

Dari contoh permasalahan/pelanggaran dalam


pelayanan gizi diatas dapat dilakukan penyelesaian
yaitu dengan penerapan pelanggaran kode etik secara
tegas. Permasalahan pelayanan gizi yang berujung pada
pelanggaran kode etik akan ditindaklanjuti oleh pihak-
pihak terkait karena pelanggaran kode etik gizi telah
diatur tersendiri oleh Majelis Kode Etik Persatuan Ahli
Gizi Indonesia. Dari permasalahan pelayanan gizi yang telah dijabarkan
diatas dapat dikatakan sebagai pelanggaran kode etik
karena di dalam kode etik gizi telah dituliskan terkait
kewajiban ahli gizi kepada klien, salah satunya adalah
“Ahli Gizi dalam melakukan tugasnya, apabila
mengalami keraguan dalam memberikan pelayanan
berkewajiban senantiasa berkonsultasi dan merujuk
kepada ahli gizi lain yang mempunyai keahlian.”

N E X T . .
Penyelesaian permasalahan pelayanan gizi

Dengan adanya pelanggaran kode etik gizi tersebut maka


penyelesaian yang dapat dilakukan oleh instansi kepada ahli
gizi terkait adalah dengan memberikan sanksi moral dan
sanksi dikeluarkan dari organisasi. Selain itu dengan
pelanggaran kode etik yang dilakukan maka seorang ahli
gizi juga telah melanggar UU Nomor 26 Tahun 2013
tentang penyelenggaraan pekerjaan dan praktik tenaga gizi.
Contoh Kasus Permasalahan Pelayanan Gizi 2
(Dilansir dari Nutrition Nowadays)

Seorang ahli gizi yang bekerja di Rumah Sakit Swasta bertugas diruang
perawatan intensif (ICU) merawat seorang pasien kritis yang mendapat
makanan lewat sonde (NGT) sebanyak 6 kali pemberian dalam sehari.
Setelah 3 hari dirawat pasien meninggal dunia,kebetulan pada saat pasien
meninggal ahli gizi sedang tidak bertugas. Dokter menyatakan pasien
meninggal karena “overfeeding”. Maka dilakukan penelitian secara
mendalam dan ternyata penyebabnya adalah karena makanan sonde
diberikan lebih dari 7 kali, sehingga terjadi keadaan yang fatal tersebut.
Akibat dari kejadian ini maka ahli gizi RS Swasta tersebut harus berulang
kali diperiksa dan ini sangat mengganggu pekerjaan dan kehidupan
pribadinya. Hasil penyelidikan menyimpulkan kesalahan ahli gizi RS
karena tidak melakukan monitoring dan koordinasi dengan cermat.
Penyelesaian permasalahan pelayanan gizi
Pelanggaran Hukum

Berdasarkan kasus, hak asasi klien belum terpenuhi


dikarenakan pelayanan yang diberikan oleh ahli gizi belum
memenuhi standart hak azazi menurut pasal 32 UU No
44Tahun 2009. Hal ini terjadi karena ahli gizi tersebut tidak
menjalankan profesinya secara professional. Seharusnya
klien memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standart profesi dan standart prosedur operasional.
Namun pada kenyataannya dalam kasus ini, klien yang
seharusnya mendapat makanan NGT sebanyak 6 kali dalam Terkait hal diatas keluarga klien memiliki
sehari malah diberikan lebih dari 7 kali dalam sehari, hak untuk menggugat dan/atau menuntut
sehingga dalam 3 hari pasien tersebut meninggal dunia Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
karena overfeeding. Dan saat itu ahli gizi sedang tidak memberikan pelayanan yang tidak sesuai
bertugas seolah-olah lepas tanggungjawab. dengan standart baik secara perdata atau
pidana. Gugatan tersebut dikarenakan klien
tidak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah
N E X T . .
Penyelesaian permasalahan pelayanan gizi

Pada kasus diatas, dinyatakan bahwa pasien yang sedang ditangani oleh
ahli gizi tersebut meninggal dunia setelah 3 hari dirawat,padahal pada
kode etik gizi dinyatakan bahwa seorang ahli gizi harus “Memberikan
pelayanan gizi prima, cepat, dan akurat” dan “Memelihara dan
meningkatkan status gizi klien baik dalam lingkup institusi pelayanan
gizi atau di masyarakat umum”. Hal ini menunjukkan bahwa ahli gizi
tersebut tidak mematuhi kode etik yang terdapat pada profesi yang dia
geluti dan menyebabkan kesalahan fatal yang membuat pasien yang
sedang dia tangani meninggal dunia. Untuk mengatasi hal ini,
disarankan agar ahli gizi tersebut lebih memantau perkembangan pasien
dengan cara memonitoring kondisi pasien dan menjalin komunikasi
serta kerjasama dengan profesi lain (misalnya: dokter,suster, dan
penjamah makanan), agar saat ahli gizi sedang tidak bertugas profesi
lain yang berhubungan dengan pasien dapat ikut memantau kondisi
pasien dan tidak akan terjadi kesalahan fatal yang menyebabkan
kematian lagi.
Contoh Kasus Permasalahan Pelayanan Gizi 3

Pasien Down Syndrome Diduga Meninggal Tidak Diberi Makan 10


Hari
Dilansir dalam berita online TEMPO.CO pada tanggal 28 Maret
2019, seorang pasien down syndrome yang diduga meninggal
karena tidak diberikan makanan selama 10 hari akibat
miskomunikasi dan telatnya perawatan oleh tenaga kesehatan di
salah satu rumah sakit di Inggris. Pasien merupakan seorang laki-
laki berumur 61 tahun. Pasien awalnya jatuh di rumahnya pada 26
Februari 2016 dan mengalami retak di bagian panggul,
pergelangan tangan, dan leher. Namun, pihak rumah sakit tidak
mengetahui akan hal ini.

N E X T . .
Contoh Kasus Permasalahan Pelayanan Gizi 3

Ketika di rumah sakit, pasien dirawat oleh berbagai tenaga


kesehatan, dari perawat hingga spesialis bicara dan ahli
gizi. Kemudian ahli gizi menyimpulkan bahwa pasien
tidak dapat makan melalui mulut (oral) sehingga harus
menggunakan selang nasogastric. Hal ini dikarenakan
untuk menghindari pasien menghirup makanan dan masuk
ke dalam paru-parunya. Akan tetapi, selang nasogastric
hanya dipasang selama 24 jam dan setelah itu pasien tidak
mendapatkan asupan nutrisi dari selang nasogastric lagi Saudara pasien mengatakan bahwa, pasien
dalam jangka waktu yang lama, sehingga pasien hanya tidak diberikan makanan melalui selang
makan makanan dalam bentuk biasa. nasogastric karena adanya miskomunikasi
antara ahli gizi dengan tenaga kesehatan yang
lain, sehingga pasien mengalami pneumonia
fatal dan berakhir pada kematian.
Penyelesaian permasalahan pelayanan gizi

Berdasarkan kasus tersebut, merujuk pada Permenkes No 4


Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan
Kewajiban Pasien Bab 2 Pasal 2 serta Keputusan Menteri
Kesehatan RI No 374 Tahun 2007 Tentang Profesi Gizi
mengenai kode etik gizi, kasus tersebut merupakan
kesalahan yang termasuk pelanggaran rumah sakit dalam
menangani pasien dan pelanggaran kode etik ahli gizi. Ahli
gizi di rumah sakit mempunyai tanggung jawab terhadap
pasien untuk meningkatkan status gizi secara perseorangan
atau kelompok pada pasiennya dan juga memiliki kewajiban
untuk melakukan visitasi ke ruangan pasien.

N E X T . .
Penyelesaian permasalahan pelayanan gizi
Disamping itu, pasien juga memiliki hak dan kewajiban
untuk meminta pelayanan yang terbaik dari petugas
kesehatan. Bukan hanya dari ahli gizi saja tetapi dari
berbagai petugas kesehatan lainya. Ahli gizi
berkewajiban untuk memberikan pelayanan terapi gizi
pada pasien dan juga melakukan konseling terkait diet
yang diberikan. Konseling yang diberikan oleh ahli gizi
haruslah sesuai dengan etika yang telah ditetapkan.
Dimana profesi gizi menunjukan sikap, prilaku , budi Dalam kasus diatas, ahli gizi dan tenaga kesehatan
luhur yang baik serta melakukan kerja sama yang baik. yang lain telah lalai terhadap kewajibannya pada
pasien. Hal ini dibuktikan dari pasien yang tidak
ditangani dengan cepat, tidak diberikan makanan
sesuai kondisi pasien yang mana pasien hanya bisa
mengasup makanan dari selang nasogastric, pasien
hanya diberikan makanan melalui nasogastric selama
24 jam. Hal inilah yang di duga menyebabkan pasien
mengalami pneumonia fatal dan berujung pada
kematian.
WEDNESDAY
03-06-2021

THANKS
GROUP 3

Anda mungkin juga menyukai