Anda di halaman 1dari 16

3.

Tinggi Badan
Tinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal. Pada keadaa normal, TB tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan TB tidak seperti BB, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan
gizi dalam waktu singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap TB akan nampak
dalam waktu yang relatif lama.
Tinggi Badan (TB) merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu
dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Tinggi badan juga
merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan BB terhadap
TB (quac stick) faktor umur dapat dikesampingkan.
Alat untuk mengukur tinggi badan diantaranya:
a. Alat Pengukur Panjang Badan Bayi
Alat ini dipergunakan pada bayi atau anak yang belum dapat berdiri.
b.

Microtoise:

Dipergunakan untuk anak yang sudah bisa berdiri


2. TB/ U (Tinggi Badan terhadap Umur)
Menurut Beaton dan Bengoa (1973) indeks TB/U dapat memberikan status gizi masa
lampau dan status sosial ekonomi.
Kelebihan:
a.

Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b. Alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa


c.

Indikator kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa

Kekurangan:
a.

TB tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun

b. Diperlukan 2 orang untuk melakukan pengukuran, karena biasanya anak relatif


sulit berdiri tegak

c.

Ketepatan umur sulit didapat

3.

BB/ TB (Berat Badan terhadap Tinggi Badan)

BB memiliki hubungan linear dengan TB. Dalam keadaan normal perkembangan BB


searah dengan pertumbuhan TB dengan kecepatan tertentu.
Kelebihan:
a.

Tidak memerlukan data umur

b.

Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus)

c.

Dapat menjadi indikator status gizi saat ini (current nutrition status)

Kekurangan:
a. Karena faktor umur tidak dipertimbangkan, maka tidak dapat memberikan
gambaran apakah anak pendek atau cukup TB atau kelebihan TB menurut umur
b.

Operasional: sulit melakukan pengukuran TB pada balita

c.

Pengukuran relatif lebih lama

d.

Memerlukan 2 orang untuk melakukannya

e. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila


dilakukan oleh kelompok nonprofesional
https://tedjho.wordpress.com/2012/09/21/antropometri/
Kesalahan dalam Pengukuran
Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu alat ukur,
benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil pengukuran tidak mungkin
mencapai kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari bermacam faktor. Yang
diperoleh dari pengukuran adanya hasil yang dianggap paling mendekati dengan
harga geometris obyek ukur. Meskipun hasil pengukuran itu merupakan hasil yang
dianggap benar, masih juga terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor
lain lagi yang juga sering menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan.
Lingkungan yang kurang tepat akan mengganggu jalannya proses pengukuran.

1. Kesalahan pengukuran karena alat ukur

Di postingan sebelumnya telah disinggung adanya bermacam-macam sifat alat ukur.


Kalau sifat-sifat yang merugikan ini tidak diperhatikan tentu akan menimbulkan
banyak kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya
penyimpangan pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan
dipakai harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk
mengecek kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang
merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan
sebagainya.

2. Kesalahan pengukuan karena benda ukur

Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol atau bola
baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari bahan
alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda ukur seperti
ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan dikenakan pada benda
tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur
benda-benda ukur yang bersifat elastis maka penyimpangan hasil pengukuran pasti
akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan
besarnya.
Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak menimbulkan
penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai penampang
memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros yang relatif
panjang dan sebagainya.
Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi lenturan
akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan
ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak
tumpuan yang terbaik adalah 0.577 kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544
kali panjang batang.
Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar posisinya
mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan betul-betul agar
pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan perubahan bentuk sehingga
bisa menimbulkan penyimpangan pengukuran.

3. Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur

Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga didapatkan
adanya penyimpangan pengukuran, walaupun
perubahan bentuk dari benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan disebabkan
oleh faktor manusia yang melakukan pengukuran. Manusia memang mempunyai
sifat-sifat tersendiri dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang
sama dari dua orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur, benda
ukur dan situasi pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor
manusia ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut: kesalahan karena kondisi
manusia, kesalahan karena metode yang digunakan, kesalahan karena pembacaan
skala ukur yang digunakan.
1.
Kesalahan Karena Kondisi Manusia
Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses pengukuran yang
akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh yang sederhana, misalnya
pengukur diameter poros dengan jangka sorong. Bila kondisi badan kurang sehat,
sewaktu mengukur mungkin
badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit mengalami
perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil pengukurannya juga ada
penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai
kaca mata sehingga hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang
sehat memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk
pengukuran dengan ketelitian tinggi.
2.
Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan
Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi
masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode
pengukuran yang kurang tepat. Kekurangtepatan metode yang digunakan ini
berkaitan dengan cara memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegang alat
ukur. Misalnya benda yang akan diukur diameter poros dengan ketelitian 0,1
milimeter. Alat ukur yang digunakan adalah mistar baja dengan ketelitian 0,1
milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran sampai
0,01 milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.
Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan mempengaruhi
ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam ukur, posisi mistar
baja, posisi kedua rahang ukur jangka sorong, posisi kedua ujung ukur dari
mikrometer, dan sebagainya. Bila posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya
oleh si pengukur maka tidak bisa dihindari terjadinya penyimpangan dalam
pengukuran.
3.
Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur
Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang
digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran.
Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur.
Kesalahan ini sering disebut, dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada
si pengukur yang kurang memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala

ukur pada waktu alat ukur sedang digunakan. Di samping itu, si pengukur yang
kurang memahami pembagian divisi dari skala ukur dan kurang mengerti membaca
skala ukur yang ketelitiannya lebih kecil
daripada yang biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil
pengukurannya.
Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran.
Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus menetukan alat ukur yang tepat
sesuai dengan bentuk dan dimensi yang akan diukur. Untuk memperoleh hasil
pengukuran yang betul-betul dianggap presisi tidak hanya diperlukan asal bisa
membaca skala ukur saja, tetapi juga diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam
menggunakan alat ukur. Ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang
akan melakukan pengukuran yaitu:
1.
Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan
memiliki ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran.
2.
Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat
menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu bagaimana cara
mengatasinya.
3.
Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi
bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana
memeliharanya.

4. Kesalahan karena faktor lingkungan

Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan untuk


pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya. Ruang
pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu
jalannya proses pengukuran. Disamping si pengukur sendiri merasa tidak nyaman
juga peralatan ukur
bisa tidak normal bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada
muka sensor mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh si
pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang terang
atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur yang hal ini juga
bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran.
Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak banyak diberi
lampu penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang digunakan tentu sedikit banyak
akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi lebih panas. Padahal, menurut standar
internasional bahwa suhu atau temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah
20C apabila temperatur ruangan pengukur sudah mencapai 20C, lalu ditambah
lampu-lampu penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan akan berubah.
Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi ukurannya bila terjadi

perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur lingkungan tempat
pengukuran harus diperhatikan.
Kesalahan dalam pengukuran dapat juga digolongkan menjadi kesalahan umum,
kesalahan sistematis, kesalahan acak dan kesalahan serius. Berikut akan kita bahas
macam-macam kesalahan tersebut.
a. Kesalahan Umum
Kesalahan yang dilakukan oleh seseorang ketika mengukur termasuk dalam
kesalahan umum. Kesalahan umum yaitu kesalahan yang disebabkan oleh pengamat.
Kesalahan ini dapat disebabkan karena pengamat kurang terampil dalam
menggunakan instrumen, posisi mata saat membaca skala yang tidak benar, dan
kekeliruan dalam membaca skala.
b. Kesalahan Sistematis
Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan alat ukur atau instrumen disebut
kesalahan sistematis. Kesalahan sistematis menyebabkan semua hasil data salah
dengan suatu kemiripan. Kesalahan sistematis dapat terjadi karena:
1.
Kesalahan titik nol yang telah bergeser dari titik yang sebenarnya.
2.
Kesalahan kalibrasi yaitu kesalahan yang terjadi akibat adanya penyesuaian
pembubuhan nilai pada garis skala saat pembuatan alat.
3.
Kesalahan alat lainnya. Misalnya, melemahnya pegas yang digunakan pada
neraca pegas sehingga dapat memengaruhi gerak jarum penunjuk.
Hal ini dapat diatasi dengan:
1.
Standardisasi prosedur
2.
Standardisasi bahan
3.
Kalibrasi instrumen

c. Kesalahan Acak
Selain kesalahan pengamat dan alat ukur, kondisi lingkungan yang tidak menentu bisa
menyebabkan kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran yang disebabkan oleh
kondisi lingkungan disebut kesalahan acak. Misalnya, fluktuasi-fluktuasi kecil pada
saat pengukuran e/m (perbandingan muatan dan massa elektron). Fluktuasi (naik
turun) kecil ini bisa disebabkan oleh adanya gerak Brown molekul udara, fluktuasi
tegangan baterai, dan kebisingan (noise) elektronik yang besifat acak dan sukar
dikendalikan.

d. Kesalahan serius (Gross error)


Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi.
Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagen yang digunakan, peralatan yang
memang rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan ini
cukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat
memberikan pola hasil yang jelas, tingkat mampu ulang yang sangat rendah dan lain
lain.

Ketidakpastian Pengukuran

Kesalahan-kesalahan dalam pengukuran menyebabkan hasil pengukuran tidak bisa


dipastikan sempurna. Dengan kata lain, terdapat suatu ketidakpastian dalam
pengukuran. Hasil pengukuran harus dituliskan sebagai:
x = x0 + x
Keterangan:
x = hasil pengamatan
x0 = pendekatan terhadap nilai benar.
x = nilai ketidakpastian.
Arti dari penulisan tersebut adalah hasil pengukuran (x) yang benar berada di antara x
x dan x + x. Penentuan x0 dan x tergantung pada pengukuran tunggal atau
pengukuran ganda atau berulang.
a. Ketidakpastian dalam Pengukuran Tunggal
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang hanya dilakukan satu kali saja. Dalam
pengukuran tunggal, pengganti nilai benar (x0) adalah nilai pengukuran itu sendiri.
Setiap alat ukur atau instrumen mempunyai skala yang berdekatan yang disebut skala
terkecil. Nilai ketidakpastian (x) pada pengukuran tunggal diperhitungkan dari skala
terkecil alat ukur yang dipakai. Nilai dari ketidakpastian pada pengukuran tunggal
adalah setengah dari skala terkecil pada alat ukur.
x = skala terkecil
b. Ketidakpastian dalam Pengukuran Berulang
Terkadang pengukuran besaran tidak cukup jika hanya dilakukan satu kali. Ada
kalanya kita mengukur besaran secara berulang-ulang. Ini dilakukan untuk
mendapatkan nilai terbaik dari pengukuran tersebut. Pengukuran berulang adalah
pengukuran yang dilakukan beberapa kali atau berulang-ulang. Dalam pengukuran
berulang, pengganti nilai benar adalah nilai rata-rata dari hasil pengukuran. Jika suatu

besaran fisis diukur sebanyak N kali, maka nilai rata-rata dari pengukuran tersebut
dicari dengan rumus sebagai berikut.
x = xi/N
Keterangan:
x = nilai rata-rata
xi = jumlah keseluruhan hasil pengukuran
N = jumlah pengukuran
Nilai ketidakpastian dalam pengukuran berulang dinyatakan sebagai simpangan baku,
yang dapat dicari dengan rumus:
s = N-1((nxi2) (xi)2) (N-1)-1
Keterangan:
s = simpangan baku.
Dengan adannya ketidakpastian dalam pengukuran , maka tingkat ketelitian hasil
pengukuran dapat diligat dari ketidakpastian relatif diperoleh dari hasil bagi antara
nilai ketidakpastian (x) dengan nilai benar dikalikan dengan rumus 100%.
Ketidakpastian relatif =[ (x)/x] . 100%
Ketidakpastian relatif dapat digunakan untuk mengetahui tingkat ketelitian
pengukuran. Semakin kecil nilai ketidakpastian relatif makin tinggi ketelitian
pengukuran.
Referensi :
http://anekakimia.blogspot.com/2011/06/sumber-kesalahan-dalam-pengukuran.html
http://kartiniix2.blogspot.com/2013/03/kesalahan-pengukuran.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/MATERI%20PERKULIAHAN
%20%20METROLOGI%20INDUSTRI.pdf
http://ridhoafri.blogspot.com/2014/06/kesalahan-dalam-pengukuran.html
Kesalahan terjadi karena:
1. Pengukuran
2. Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
3. Analisis dan asumsi yang keliru
e). Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1). Latihan petugas yang tidak cukup
2). Kesalahan alat atau alat tidak ditera
3). Kesulitan pengukuran
http://kahar141.blogspot.com/2013/06/antropometri-gizi.html

3. Mikrotoise
Mikrotoise adalah alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan seseorang.
Dalam menggunakan mikrotoise seseorang perlu berhati-hati dan teliti saat
memasang alat sebelum digunakan. Selain itu perlu diperhatikan pula prosedur
pelaksanaan pengukuran tinggi bada yang tepat untuk mendapatkan hasil yang benar.
Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan mikrotoise, antara
lain:

Microtoise

1.
a.

Pilihlah tempat dengan dinding vertical (sedapat mungkin 90 derajat)


dan permukaan lantai yang horizontal (180 derajat).

b.

Letakan microtoise di lantai dan tarik pita sentimeter ke atas sepanjang


dinding sampai angka 0 muncul dan persis pada penunjuk angka
microtoise.

c.
d.

e.

Pasang ujung microtoise pada dinding dengan paku/ lakban.


Periksa kembali alat penunjuk angka pada microtoise di lantai apakah
masih menunjukan angka 0. Jika tidak pasang ulang posisi microtoise
yang benar.
Subjek yang akan diukur tidak boleh menggunakan alas kaki dan topi.

f.

Mikrotoa digeser ke atas sehingga lebih tinggi dari subjek yang akan
di ukur.

g.

Pastikan bahwa subjek tersebut tidak menggunakan alas kaki dan tutup
kepala (Topi).

h.

Subjek yang akan diukur berdiri tegak lurus dan rapat ke dinding tepat
dibawa mikrotoa (kepala bagian belakang, bahu bagian belakang, pantat
dan tumit harus rapat ke dinding serta pandangan rata ke depan)

i.

Geser mikrotoa sampai menyentuh tapat pada bagian atas kepala dan
pastikan sisi mikrotoa tetap menempel rapat ke dinding.

j.

Lalu baca penunjukan mikrotoa dengan pembacaan dilakukan dari


arah depan tegak lurus dengan mikrotoa (Posisi pembacaan sangat
mempengaruhi hasil tinggi badan.

k.

Pencatatan tinggi badan silakukan dengan ketelitian satu angka


sibelakang koma. (0,1)

Referensi
Depkes. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
747/Menkes/SK/VI/2007 tentang Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi Di Desa
Siaga.
http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/ped-ops-Kadarzi.pdf.
Diakses pada tanggal 14 Juni 2012.
Ismail,
Ikram
Shah.
2004.
Management
of
Obesity.
http://www.moh.gov.my/attachments/3932. Diakses pada tanggal 16 April 2012.
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES). 2004.
Anthropometry
Procedures
Manual.
http://www.cdc.gov/nchs/data/nhanes/nhanes_03_04/BM.pdf. Diakses pada tanggal
14 Juni 2012.
Powell et al. 2003. A comparison of mid upper arm circumference, body mass index
and weight loss as indices of undernutrition in acutely hospitalized patients.
http://www.umdnj.edu/ idsweb/idst8000/charney_article.pdf. Diakses pada tanggal 9
Mei 2012
http://lakesma.ub.ac.id/2012/06/apa-itu-antropometri/
Pengukuran tinggi badanPengukuran tinggi badan seseorang dapat menggunakan alat
ukur microtoicedengan persiapan alat sebagai berikut:i.
Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang microtoise di dindingagar
tegak lurus.ii.
Letakkan pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari bandul tersebut danmenempel
pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan (rata).
12
iii.

Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas, sejajar dengan benang berbandul
yangtergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka nol
(0).Kemudian dipaku atau direkatkan dengan lakban pada bagian atas mecrotoise.iv.
Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perekat pada posisisekitar
10 cm dari bagian atas microtoise.
http://www.academia.edu/9020967/pengukuran_tinggi_badan_dan_berat_badan

Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan
dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang mempunyai ketelitian 0,1
cm. Untuk mendapatkan data antropometri yang baik harus dilakukan sesuai dengan
standar prosedur pengumpulan data antropometri. Tujuan dari prosedur standarisasi
adalah memberikan informasi yang cepat dan menunjukkan kesalahan secara tepat
sehingga perubahan dapat dilakukan sebelum sumber kesalahan dapat dipastikan.
Penyelia mempelajari hal-hal apa yang perlu diperhatikan untuk menjamin presisi dan
akurasi pengukuran dan ketrampilan apa yang perlu diberikan (Supariasa, 2002).
Idrus dan Kunanto (1990), memberikan pengertian mengenai presisi dan akurasi.
Presisi adalah kemampuan mengukur subyek yang sama secara berulang- ulang
dengan kesalahan yang minimum. Sedangkan akurasi adalah kemampuan untuk
mendapatkan hasil yang sedekat mungkin dengan hasil yang diperoleh penyelia.
Berbagai penyebab terjadinya kesalahan-kesalahan dalam pengukuran. Di antara
penyebab antara lain pada waktu melakukan pengukuran tinggi badan tanpa
memperhatikan posisi orang yang diukur, misalnya belakang kepala, punggung,
pinggul, dan tumit harus menempel di dinding. Sikapnya harus dalam posisi siap
sempurna. Di samping itu pula kesalahan juga terjadi apabila petugas tidak
memperhatikan situasi pada saat anak diukur. Contohnya adalah anak menggunakan
sandal atau sepatu. Pada waktu penimbangan berat badan, timbangan belum di titik
nol, belum dalam keadaan seimbang, dan timbangan tidak berdiri tegak lurus.
Kesalahan yang disebabkan oleh tenaga pengukur dapat terjadi karena petugas
pengumpul data kurang hati-hati atau belum mendapat pelatihan yang memadai.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran sering disebut measurement
error. Masalah lain juga timbul dalam penentuan status gizi adalah alat ukur dan
pengukuran.

Secara garis besar usaha untuk mengatasi kesalahan pengukuran, baik dalam
mengukur sebab maupun dampak dari suatu tindakan, dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
A. Memilih ukuran yang sesuai dengan apa yang ingin diukur. Misalnya mengukur
tinggi badan menggunakan mikrotoa, dan tidak menggunakan alat ukur lain yang
bukan diperuntukkan untuk mengukur tinggi badan.
B. Peneraan alat ukur secara berkala. Alat timbang dan alat lainnya harus selalu ditera
dalam kurun waktu tertentu. Apabila ada alat yang rusak, sebaiknya tidak digunakan
lagi.
C. Pengukuran silang antar pengamat. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk
mendapatkan presisi dan akurasi yang baik (Supariasa, 2002).
http://sisforkes.blogspot.com/p/blog-page_64.html
Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua
tanganmerapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan
pandangan diarahkanke depan
1. Alat ukur yang kurang baik.
Dalam hal ini sering terjadi karena pada alat ukur telah terdapat penyimpangan
sehingga sebaiknya alat ukur harus di kalibrasi secara berkala. Dalam ISO Kalibrasi
ini Sangat penting
2. Salah dalam pemilihan Alat Ukur
Misalnya untuk pengukuran dengan kepresisian tinggi Mis: 0.001 mm kita gunakan
Jangka Sorong padahal sebaiknya menggunakan Mikrometer agar lebih teliti
3. Salah Dalam Pembacaan Skala Alat Ukur / kurang teliti
Hal ini sering terjadi jika kita salah menentukan kepresisian alat ukur atau salah lihat
karena biasanya skala yang ada cukup kecil

https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081218020610AAwt3yQ
2. Pengukuran Tinggi Badan untuk Orang Dewasa Alat : Pengukur
tinggi badan : MICROTOISE dengan kapasitas ukur 2 meter dan
ketelitian 0,1 cm. PERSIAPAN (CARA MEMASANG MICROTOISE) : 1.
Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang
microtoise di dinding agar tegak lurus. 2. Letakan alat pengukur di
lantai yang DATAR tidak jauh dari bandul tersebut dan menempel
pada dinding. Dinding jangan ada lekukan atau tonjolan (rata). 3.

Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas, sejajar dengan benang


berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela
baca menunjukkan angka 0 (NOL). Kemudian dipaku atau direkat
dengan lakban pada bagian atas microtoise. 4. Untuk menghindari
terjadi perubahan posisi pita, beri lagi perekat pada posisi sekitar
10 cm dari bagian atas microtoise.

http://repository.unand.ac.id/17655/3/Penuntun_skills_lab_blok_1.4__2012fin
al.pdf

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Cerika%20Rismayanthi,
%20S.Or./STATUS%20GIZI(1).pdf
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=143717&val=2170

Petunjuk Pengukuran Tinggi Badan untuk Seksi US I. Anak bisa berdiri


Pengukuran tinggi badan anak yang sudah bisa berdiri menggunakan alat
ukur SECA..... Penyiapan alat ukur : 1. Tempelkan alat pengukur pada
bagian dinding dengan bagian yang lebih panjang menempel di lantai dan
bagian yang lebih pendek menempel di tembok. Tarik meteran pengukur
ke atas hingga anda bisa melihat angka 0 pada garis merah di kaca
pengukur yang menempel di lantai (anda harus berlutut untuk melihat
angka 0 ini sehingga anda harus dibantu seseorang untuk menahan ujung
atas meteran pengukur). Prosedur ini sangat penting untuk memastikan
pengukuran yang akurat. 2. Tempelkan ujung atas alat pengukur dengan
menggunakan paku, pastikan kestabilan alat teresbut 3. Setelah anda
memastikan bahwa bagian atas sudah menempel dengan stabil maka
meteran alat pengukur dapat anda tarik ke atas dan pengukuran tinggi
siap dilakukan. Cara pengukuran tinggi badan : 1. Mintalah ibu si anak
untuk melepaskan sepatu si anak dan melepaskan hiasan atau dandanan
rambut yang mungkin dapat mempengaruhi hasil pengukuran TB anak.
Mintalah si ibu untuk membawa anak tersebut ke papan ukur dan berlutut
di hadapan si anak. Mintalah si ibu agar berlutut dengan kedua lutut di
sebelah kanan si anak. 2. Berlututlah anda dengan lutut sebelah kanan di
sebelah kiri anak tersebut. Ini akan memberikan kesempatan maksimum
kepada anda untuk bergerak. 3. Tempatkan kedua kaki si anak secara
merata dan bersamaan di tengah-tengah dan menempel pada alat
ukur/dinding. Tempatkan tangan kanan anda sedikit di atas mata kaki si
anak pada ujung tulang kering, tangan kiri anda pada lutut si anak dan
dorong ke arah papan ukur/dinding. Pastikan kaki si anak lurus dengan
tumit dan betis menempel di papan ukur/dinding. 4. Mintalah si anak

untuk memandang lurus ke arah depan atau kepada ibunya yang berdiri
di depan si anak. Pastikan garis padang si anak sejajar dengan tanah.
Dengan tangan kiri anda peganglah dagu si anak. Dengan perlahan-lahan
ketatkan tangan anda.. Jangan menutupi mulut atau telinga si anak.
Pastikan bahu si anak rata, dengan tangan di samping, dan kepala, tulang
bahu dan pantat menempel di papan ukur/dinding. 5. Mintalah si anak
untuk mengambil nafas panjang 6. Dengan tangan kanan anda, turunkan
meteran alat pengukur hingga pas di atas kepala si anak. Pastikan anda
menekan rambut si anak. Jika posisi si anak sudah betul, baca dan
catatlah hasil pengukuran dengan desimal satu di belakang koma dengan
melihat angka di dalam kaca pengukuran. Naikkan meteran dari atas
kepala si anak dan lepaskan tangan kiri anda dari dagu si anak.II.
Bayi/Anak belum bisa berdiri Pengukuran tinggi badan anak yang belum
bisa berdiri menggunakan alat ukur SECA..... Penyiapan alat ukur : 1.
Tempelkan alat pengukur pada permukaan keras yang rata, dianjurkan
meja panjang atau tempat tidur dengan satu bagian menempel di
tembok. Tempelkan bagian alat pengukur yang lebih panjang pada ujung
yang menempel di tembok. Tarik meteran pengukur hingga anda bisa
melihat angka 0 pada garis merah di kaca pengukur yang menempel di
tembok. Prosedur ini sangat penting untuk memastikan pengukuran yang
akurat. 2. Tempelkan ujung alat pengukur yang bukan menempel di
tembok dengan menggunakan paku, pastikan stabil dan tidak berubahubah. 3. Setelah anda memastikan bahwa bagian atas sudah menempel
dengan stabil maka meteran alat pengukur dapat anda tarik ke samping
dan pengukuran tinggi siap dilakukan. Langkah untuk melakukan
pengukuran: 1. Dengan bantuan ibu si anak, baringkan si anak di
permukaan keras yang rata dengan memegang punggung si anak dengan
satu tangan dan bagian bawah badan dengan tangan lainnya. Dengan
perlahan-lahan turunkan si anak ke atas permukaan keras tersebut
dengan bagian kaki menempel di tembok. 2. Mintalah ibu si anak untuk
berlutut di sebelah alat ukur menghadap alat ukur agar si anak lebih
tenang. 3. Pegang kepala si anak dari kedua arah telinganya. Dengan
menggunakan tangan secara nyaman dan lurus, tempelkan kepala si anak
ke bagian atas papan ukur sehingga si anak dapat memandang lurus
kearah depan. Garis pandang si anak harus tegak lurus dengan tanah.
Kepala anda harus lurus dengan kepala si anak. Pandanglah langsung ke
mata si anak. 4. Pastikan si anak berbaring di atas permukaan keras.
Tempatkan tangan kiri anda di ujung tulang kering si anak (sedikit di atas
sendi mata kaki) atau pada lututnya. Tekanlah dengan kuat ke arah
permukaan keras. 5. Dengan menggunakan tangan kanan anda, geserkan
alat pengukur ke arah kepala si anak. Pastikan anda menekan rambut si
anak. Jika posisi si anak sudah betul, baca dan catatlah hasil pengukuran.

catalog.ihsn.org/index.php/catalog/2409/download/37718

Anda mungkin juga menyukai