PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan kegiatan yang meliputi pengadaan
bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengangkutan makanan masak, penyimpanan
makanan masak, dan penyajian makanan. Penyelenggaraan makanan bertujuan untuk
menyediakan makanan yang bergizi tinggi, berkualitas, aman, dapat memenuhi kebutuhan gizi
pasien, dan harus optimal. Pentingnya penyelenggaraan makanan di rumah sakit dikarenakan
makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan penyakit jika tidak berkualitas.
Selain itu, makanan biasanya dapat terkontaminasi pada saat proses penyimpanan, pengolahan,
maupun ketika penyajian. Penyelenggaraan yang kurang memenuhi syarat kesehatan (tidak
saniter dan higienis) dapat menimbulkan penyakit pada pasien. Maka dari itu perlu dilakukan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit agar makanan yang diberikan pada pasien dapat
terjamin kualitasnya (Jufri, Hamzah, & Bahar, 2012).
Salah satu pelayanan di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan
makanan adalah pelayanan gizi. Pelayanan gizi merupakan salah satu komponen penunjang
diselenggarakan oleh instalasi gizi yang bertujuan untuk menyelenggarakan makanan bagi
pasien. Pelayanan gizi rumah sakit sangat menunjang keadaan gizi pasien, karena keadaan gizi
pasien berpengaruh terhadap proses penyembuhan penyakit pasien dan mempengaruhi proses
perjalanan penyakit dan keadaan gizi pasien. Pelayanan gizi rumah sakit, khususnya pelayanan
gizi di ruang rawat inap mempunyai kegiatan antara lain, menyajikan makanan kepada pasien
yang bertujuan untuk penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien. Pasien yang dirawat di
rumah sakit berarti memisahkan diri dari kebiasaan hidup sehari-hari terutama dalam hal makan,
bukan saja macam makanan yang disajikan tetapi juga cara makanan dihidangkan, tempat, waktu
makan, rasa makanan, besar porsi, dan jenis makanan yang disajikan (Gobel & Budiningsari,
2011).
1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu memahami konsep manajemen penerimaan, penyimpanan,
pengolahan dan distribusi.
b. Mahasiswa mampu membuat alur kerja manajemen penyelenggaraan makan,
spesifikasi bahan makanan, cara penyimpanan, pengolahan dan distribusi yang
tersistem secara jelas dan terarah.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Rumah Sakit
Manfaat bagi rumah sakit yaitu dapat memberikan masukan kepada rumah
sakit untuk lebih meningkatkan sistem penyelenggaraan makanan di rumah sakit
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
1.3.2 Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat bagi institusi pendidikan yaitu untuk mengetahui gambaran sistem
penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
1.3.3 Bagi Mahasiswa
Manfaat bagi mahasiswa yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan tentang sistem penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit
Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja,
pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, dan
distribusi. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit bertujuan untuk menyediakan makanan
yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, keamanan, serta dapat diterima oleh konsumen
guna mencapai status gizi yang optimal. Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit
ditujukan pada pasien rawat inap. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan
penyelenggaraan bagi pengunjung atau pasien rawat jalan atau keluarga pasien. Pemberian
makanan yang memenuhi gizi seimbang serta habis termakan merupakan salah satu car untuk
mempercepat penyembuhan dan memperbaiki hari rawat inap (Kementerian Kesehatan RI,
2013).
Fungsi manajemen dalam sistem penyelenggaraan makanan di rumah sakit terdiri dari 4
fungsi yaitu perencanaan makanan, pengorganisasian pelaksanaan makanan, pelaksanaan
kegiatan makanan, dan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian. Perencanaan makanan
berfungsi untuk menyusun dan merencanakan kecukupan gizi pasien, standar makanan, menu
dan pedoman menu, kebutuhan bahan makanan, anggaran belanja, sistem distribusi atau
penyajian, jumlah dan kualifikasi SDM, sistem pengawasan dan pengendalian, dan sistem
pencataan dan pelaporan. Penorganisasi pelaksanaan makanan yaitu berfungsi untuk menetapkan
dan menyusun kebijakan, pembagian tugas, kegiatan dan pengembangan SDM, sistem sanitasi,
sistem keselamatan kerja dan konsultasi & koordinasi. Pelaksanaan kegiatan makanan berfungsi
melaksanakan pengadaan bahan makanan, pengolahan dan distribusi makanan, pengemasan dan
penyimpanan. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian berrfungsi untuk menyusun tolak
ukur keberhasian mutu, sanitasi, jumlah, harga dan waktu, menilai dan mengevaluasi,
merencanakan dan melaksanakan perbaikan serta mengawasi sanitasi, sarana fisik, dan peralatan
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
2.2 PAGT (Proses Asuhan Gizi Terstandar)
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) merupakan metode pemecahan masalah yang
sistematis dalam membuat keputusan untuk menangani masalah gizi, sehingga dapat
memberikan asuhan yang aman, efektif, dan berkualitas tinggi. PAGT dilakukan
berkesinambungan dan terus menerus sampai pasien menujukkan dampak dari intervensi gizi
(Yusminingrum, W.T.,Widajati, E & Kholidah, D.,2019). PAGT dilakukan sesuai dengan alur
kerja RS dan sesuai dengan keadaan pasien saat melakukan skrinning gizi. PAGT disusun
sebagai upaya peningkatan kualitas pemberian asuhan gizi, kualitas pelayanan adalah tingkatan
pelayanan kesehatan untuk individu dan populasi yang mengarah pada tercapainya hasil
kesehatan yang diinginkan sesuai pengetahuan. Kualitas pelayanan dinilai melalui hasil kerja dan
kepatuhan yang telah disepakati.
Proses Asuhan Gizi Terstandar merupakan siklus yang terdiri dari 4 langkah yaitu
pengkajian gizi, diagnosa gizi, intervensi gizi, monitoring dan evaluasi gizi. Proses tersebut
dilakukan pada pasien yang teridentifikasi risiko gizi atau sudah malnutrisi dan membutuhkan
dukungan gizi individual. Identifikasi risiko gizi dilakukan melalui skrining gizi. Kegiatan
PAGT diawali dengan pengkajian gizi yang lebih mendalam, bila masalah gizi telah ditemukan
maka dari hasil pengkajian tersebut ditemukan penyebab. Berdasarkan data tersebut maka perlu
ditegakkan diagnosa gizi, selanjutnya disusun intervensi berdasarkan diagnosa gizi. Monitoring
dan evaluasi dilakukan untuk mengamati perkembangan dan respon pasien (Yusminingrum,
W.T.,Widajati, E & Kholidah, D.,2019).
RS B merupakan rumah sakit tipe B yang baru diresmikan pada tahun 2015
dengan fasilitas pelayanan rawat inap yang memiliki kapasitas 78 tempat tidur.
Rumah sakit ini terdiri dari 3 lantai perawatan. Ruang perawatan kelas 3 dan kelas 2
berada dilantai 2, ruang perawatan kelas 1 dilantai 3, dan ruang perawatan VIP
dilantai 4. Pelayanan Gizi RS B dikelolah langsung oleh manajamen RS baik dalam
pelayanan gizi rawat inap, rawat jalan, serta penyelenggaraan makan. RS B
memberikan pelayanan konseling gizi baik pasien rawat inap maupun rawat jalan
secara menyeluruh. Untuk penyelenggaraan makan juga dikelolah langsung oleh RS
B dengan sarana dan prasarana yang disediakan.
BAB IV
HASIL
Keterangan :
Pada alur kerja pelayanan gizi di RS B, hal pertama yang dilakukan ketika pasien masuk
adalah skrining gizi. Skrining gizi bertujuan untuk mengetahui resiko malnutrisi pada pasien
rawat inap dan rawat jalan sehingga dukungan gizi dapat diberikan secara optimal. Alat skrining
gizi yang biasa digunakan antara lain Nutrition Risk Screening 2002 (NRS-2002), Malnutrition
Screening Tools (MST). Apabila pasien tidak berisiko mengalami malnutrisi maka diberikan diet
normal (standar) sampai tujuan tercapai dan setelah itu, skrining gizi di stop dan pasien di
izinkan pulang atau disarankan untuk rawat jalan. Sebaliknya, jika pasien berisiko mengalami
malnutrisi dilakukan proses asuhan gizi berstandar (PAGT). Proses PAGT yang pertama
dilakukan yaitu assesmen gizi, yang terdiri dari riwayat gizi, antropometri, laboratorium,
klinik/fisik, dan riwayat pasien. Riwayat gizi pasien meliputi pengkajian kebisaan makan secara
kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif diukur menggunakan formulir FFQ dan hasilnya dapat
diketahui seberapa sering pasien mengonsumsi bahan makanan sumber zat gizi tertentu. Secara
kuantitatif menggunakan formulir Food recall dan hasilnya dapat diketahui seberapa besar
asupan energi serta zat gizi pasien. Pengkajian antropometri meliputi pengukuran tinggi badan,
berat badan, tinggi lutut, lingkat lengan atas, tebal lemak, dsb. Dengan pengukuran tersebut akan
memberi informasi mengenai kondisi status gizi pasien, salah satunya adalah IMT. Selanjutnya
pengkajian hasil laboratorium pasien mengenai hasil pemeriksaan biokimia antara lain, kadar
albumin, asam folat serum, glukosa darah, urin, dll yang berhubungan dengan keadaan gizi
pasien. Selain itu, dilakukan pengkajian klinis/fisik pasien yang berhubungan dengan keadaan
gizi pasien. Setelah itu, pemeriksaan riwayat pasienyang meliputi riwayat obat atau suplemen
yang dikonsumsi pasien, social budaya, riwayat penyakit, dan data umum pasien yang berkaitan
dengan masalah gizi pasien.
Diagnosis gizi meliputi 3 hal yaitu problem, etologi dan signs and symptom. Problem
menunjukan adanya masalah gizi yang berkaitan dengan perubahan status gizi pasien. Etiologi
menunjukan faktor penyebab timbulnya problem atau masalah gizi. Signs and symptom
menunjukan keadaan yang menggambarkan besarnya masalah gizi pasien dan menunjukan
tingkat keparahannya. Tahap selanjutnya yaitu intervensi gizi yang meliputi perencanaan diet,
tujuan diet, preskripsi diet (batasan pengaturan makanan), perhitungan kebutuhan energi dan zat
gizi pasien, penyusunan menu, penyampaian rencana diet, dan persetujuan komitmen dari pasien.
Montoring dan evaluasi meliputi monitoring, mengukur hasil dan evaluasi hasil.
Monitoring meliputi ketaatan diet pasien, penentuan apakan intervansi dilakukan sesuai dengan
rencana diet ada tidaknya perubahan atau perkembangan status gizi pasien. Mengukur hasil
meliputi pengamatan ada tidaknya perubahan tanda dan gejala dari diagnosos gizi. Selanjutnya
melakukan evaluasi hasil yang meliputi evaluasi proses dan evaluasi dampak yang bertujuan
untuk menilai keberhasilan dari intervensi gizi yang dilakukan. Jika proses monitoring dan
evaluasi mencapai tujuan maka pasien diizinkan pulang atau disarankan utuk rawat jalan.
Sebaliknya jika, proses monitoring dan evaluasi tidak mencapai tujuan atau timbul masalah gizi
baru pada pasien, maka proses PAGT harus diulang dari awal.
4.2
4.3 Spesifikasi Bahan Pangan serta Syarat yang diperlukan untuk Menjaga Kualitas
Bahan Pangan