Anda di halaman 1dari 30

HACCP Dalam Penyelenggaraan Makanan

(Rumah sakit, komersial maupun semi-komersial)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Semester Pendek Menejemen Pelayanan
Makanan II
Dosen Pengampu : Adriyan Pramono, S.Gz., M.Si

Kelompok :
Mahya Aufa

22030112120012

Wahyu Widyasari Utami

22030112140086

Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran


Universitas Diponegoro
2015
Page
1

A. Pendahuluan
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Makanan
mengandung zat zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Selain
memiliki manfaat yang penting, makanan juga sangat rentan tercemar oleh
zat zat berbahaya ataupun mikrobioligi yang dapat membahayakan
kesehatan manusia. Makanan sehat dan aman merupakan salah satu faktor
yang penting untuk meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, kualitas
makanan baik secara bakteriologis, kimiawi dan fisik harus dipertahankan.
Kualitas makanan harus terjamin agar konsumen dapat terhindar dari
penyakit atau gangguan kesehatan serta keracunan makanan (Depkes,2002)
Konsep HACCP dikembangkan pada awal tahun 1970 sebagai sistem
untuk meyakinkan keamanan produk pangan. HACCP memuat peralihan
penekanan

dari

pengujian

produk

akhir

menjadi

pengendalian

dan

pencegahan aspek kritis produksi pangan. Sistem ini telah mendapat


pengakuan dunia internasional, penerapannya di dalam produksi makanan
yang aman telah diakui WHO sebagai metode yang efektif untuk
mengendalikan foodborne disease.
Penerapan HACCP tidak hanya terbatas pada industri pangan modern
tetapi juga dapat diterapkan dalam pengelolaan makanan untuk pasien di
rumah sakit, katering atau jasa boga, makanan untukhotel dan restoran,
bahkan dalam pembuatan makanan jajanan. Penerapan HACCP sangat
penting karena pengawasan pangan yang mengandalkan uji produk akhir
(sistem konvensional) tidak dapat menjamin keamanan pangan.
Penyelenggaraan makanan institusi merupakan salah

satu

penyelenggaraan makanan yang bersifat nonkemersial seperti asrama,


rumah sakit, panti asuhan dan lembaga pemasyarakatan. Berbagai
keterbatasan

dalam

penyelenggaraan

makanan

institusi

sering

mengakibatkan kelemahan yang tidak saja merugikan konsumen tetapi juga


penyelenggara Sumber kelemahan penyelenggaraan makanan institusi dapat
berasal

dari

pengelolaan

yang

tidak

dilakukan

dengan

profesional,

perencanaan yang kurang baik, tenaga pelaksana yang tidak profesional dan
sistem pengawasan yang rendah menyebabkan mutu makanan yang

Page
2

disajikan kurang baik dan kondisi ini akan berakibat pada cita rasa makanan
dan keamanan makanan menjadi tidak terjamin atau tidak memenuhi syarat.
Bagi penyelenggara makanan baik bersifat komersial maupun semikomersial, menjaga keamanan makanan merupakan keharusan karena dapat
membahayakan kesehatan. Penyelenggara makanan harus yakin bahwa
setiap makanan yang disajikan sudah benar-benar terbebas dari unsur-unsur
yang dapat mengganggu kesehatan konsumen.
Dalam meminimalisasi risiko bahaya bahan makanan terkontaminasi
oleh zat zat yang dapat membahayakan kesehatan, diperlukan suatu sistem
sanitasi pengolahan makanan yang baik dan terstandar. Sistem yang dapat
meminimalisir kontaminasi bahaya pada makanan dan menjamin kualitas
makanan dipergunakan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) atau
Analisis Bahaya pada Titik Pengendalian Kritis dalam penyelenggaraan
makanan adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi
bahaya-bahaya, tindakan-tindakan pengendalian dalam proses persiapan
makanan, dimana pengendalian penting dalam memastikan keamanan
pangan. (Krisnamurni,S, 2007)
Pengertian lain HACCP adalah suatu alat (tools) yang dipakai untuk
mengukur tingkat bahaya, menduga perkiraan resiko dan menetapkan ukuran
yang tepat dalam pengawasan, dengan menitikberatkan pada pencegahan
dan pengedalian proses pengolahan makanan (Ditjen PPM & PL, 2001)
Sistem HACCP yaitu suatu sistem yang bertujuan mengidentifikasi
bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahan untuk
mengendalikan bahaya tersebut, yang harus dikembangkan untuk setiap
produk beserta kondisi pengawasan dan distribusinya. Dalam pengawasan
mutu dengan menggunakan sistem HACCP merupakan pendekatan yang
efektif dan rasional untuk menjamin keamanan pangan(Peter AgyeiBaffour,2013).
Pendekatan HACCP dapat disesuaikan dengan perkembangan desain,
prosedur, proses atau teknologi pengolahan makanan. Sebagai nilai tambah
dari

penerapan

HACCP

adalah

meningkatkan

keamanan

makanan,

keuntungan penggunaan bahan baku terbaik dan reaksi cepat dalam


mengatasi masalah produksi yang timbul. Penerapan HACCP juga membantu
tugas pengawasan rutin oleh pemerintah dan memfokuskan pengawasan
pada makanan yang berisiko tinggi bagi kesehatan dan meningkatkan
Page
3

kepercayaan dalam perdagangan lokal maupun internasional. HACCP dapat


diterapkan pada seluruh rantai perjalanan makanan (food chain) mulai dari
produsen primer sampai produsen akhir. Untuk itu, HACCP perlu dipahami
oleh pengusaha dan industri makanan tak terkecuali rumah sakit dan para
pejabat pemerintah (S.M. Hanekom, 2011).
Secara garis besar menurut Badan Standardisasi Nasional tentang
HACCP serta pedoman penerapannya, bahwa dalam pelaksanaan HACCP
ada 7 prinsip, di antaranya : a) Mengidentifikasi bahaya atau ancaman, b)
Menentukan titik pengendalian kritis (CCP= Critical Control Point ), c)
Menetapkan batas kritis dan spesifikasi batas kritis, d) Melakukan
penyusunan sistem pemantauan, e) Melakukan tindakan perbaikan, f)
Menetapkan prosedur verifikasi, g) Mencatat dan mendokumentasikan(Iffa
Zulfanadan Sudarmaji. 2008 )
B. Fenomena / Fakta dan Data
1. Rumah sakit
Tujuan umum dari pelayanan gizi rumah sakit adalah tercipta system
pelayanan gizi di rumah sakit dengan memperhatikan berbagai aspek gizi
dan penyakit, serta merupakan bagian dari pelayanan kesehatan secara
menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan
gizi dirumah sakit
Adapun

misi

dari

pelayanan

gizi

rumah

sakit

adalah

menyelenggarakan pelayanan gizi yang berorientasi pada kebutuhan dan


kepuasan

klien/pasien

untuk

menunjang

aspek

promotif,

kuratif,rehabilitative serta meningkatkan kualitas hidup, meningktakan


profesionalisme sumber daya manusia, mengembangkan penelitian
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan.
Dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit, HACCP adalah
teknik yang dianjurkan untuk penyehatan makanan karena HACCP
merupakan pendekatan paling efektif dari segi biaya untuk menjamin
keamanan makanan di semua tahap penyediaannya dibandingkan dengan
pengawasan tradisional atau dengan pengujian hasil akhir produk.
Page
4

HACCP juga merupakan jaminan mutu terhadap produk makanan yang


diakui secara internasional
Walaupun HACCP adalah suatu manajemen keamanan pangan yang
terbukti sistem kerjanya didasarkan pada pencegahan, yang memberikan
kontribusi untuk penurunan ke tingkat yang dapat diterima atau
penghapusan bahaya di bidang produksi makanan rumah sakit, namun
pada kenyataannya HACCP belum dapat secara keseluruhan diterapkan
oleh penyelenggara makanan baik jasa boga maupun rumah sakit. Hasil
penelitian menyatakan bahwa posisi jasa katering dalam rumah sakit
sering diberikan prioritas yang rendah dibandingkan dengan layanan
medis yang tinggi, sehingga kebutuhan penerapan HACCP di katering
rumah sakit tidak menghasilkan tingkat yang sama dengan kegiatan
lainnya(Georgia P,2010).
Sumber pustaka yang diterbitkan oleh BC centre disease for control
dalam penyelenggaraan pelayanan makanan di rumah sakit terdapat 10
peringkat

teratas

beberapa

sumber

penegakkan titik kritis HACCP

1. pendinginan yang kurang tepat


2. Persiapan
3. infeksi
4. pemanasan yang tidak memadai
Page
5

yang

dapat

mengharuskan

5. Improper hot holding


6. terkontaminasi makanan dan bahan baku
7. bahan baku yang tidak aman
8. Use of leftovers
9. kontaminasi silang
10. Inadequate cooking
2.Komersial
Perkembangan industri makanan / jasa boga saat ini meningkat dengan
sangat pesat seiring dengan perkembangan tersebut banyak ditemukan masalah
yang berkaitan dengan food bornes illness atau penyakit yang disebabkan karena
makanan.
Masalah keamanan makanan sangat penting bagi

industri makanan.

Tuntutan persyaratan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan


permintaan konsumen yang kian meningkat. Pelaku bisnis khususnya bisnis
makanan mulai menyadari bahwa produk yang aman hanya dapat diperoleh jika
bahan baku yang digunakan bermutu, penanganan dan proses pengolahan yang
sesuia, serta transportasi meupun distribusi yang memadai. Keamanan makanan
modern menuntut indudtri untuk merencakan sistem pengawasan mutu sejak tahap
penerimaan bahan baku hingga produk diterima oleh konsumen.
Salah satu dampak tidak diterapkannya Standar mutu dengan HACCP dapat
meningkatkan resiko keracunan, ataupun kontaminasi makanan baik dari bahaya
biologi, kimia, fisik yang dpaat menyebabkan penurunan mutu serta hal yang
terburuk dapat menyebabkan keracunan yang berasal dari makanan yang dapat
berujung pada food bornes illness.
Berikut ini data kejadian keracunan makanan di restoran hotel di Negara Indonesia
dan Negara Luar.
Tabel .1
No
1

Negara
Amerika serikat

Kejaidan keracunan
Makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme
pathogen, 77% makanan yang diolah oleh usaha jasa

Casper

boga
Wyoming, Pengujian pada piring, gelas minuman dan garpu

Amerika Serikat

stainless steel alat tersebut ada yang dicuci dengan


tangan dan ada yang menggunakan mesin cuci piring,
Page
6

menggunakan
surfaktan,

air

sama

keran,
seperti

natrium
bahan

hipoklorit
yang

dan

digunakan

direstoran. Pada banyak kasus, kontaminasi norvirus,


Esceria coli K-12 dan innocua Listeria adalah yang
paling sering muncul keracunan makanan. Dalam waktu
seminggu terakhir, telah dilaporkan 167 kasus penyakit
gastrointestinal akibat keracunaan makanan. Hasil
investigasi menunjukkan bahwa penyakit ini berasal dari
restoran golden Corral, restoran prasmanan yang baru
3

Indonesia

dibuka 1 bulan sebelum wabah menyebar.


Kontaminasi E.Coli makanan masih cukup tinggi di
Indonesia

termasuk

Jakarta.

Kontaminasi

E.Coli

makanan menurut jenis tempat pengolahan makanan


(TPM) yaitu kontaminan E.coli makanan restoran di
hotel 33,3%, restoran diluar hotel 31,3%, jasaboga
38,2%, warung 32,9%, pedagang kaki lima 40,7%, dan
4

Indonesia

industry makanan 21,3%.


Dilaporkan KL diare tahun 1995 sebanyak 116.075
kasus dan keracunan makanan 1997 sebanyak 31.919
kasus.

Data

makan/restoran
5

New Maxico

ini
tidak

membuktikan
meutup

bahwa

kemungkinan

rumah
masih

adanya kontaminasi bakteri E.coli


34 orang yang makan di restoran Colonial Park Country
mengalami keracunan makanan yang berasal dari salad

Peoria, Illinois

kacang yang disajikan


28 orang dirawat dirumah sakit, dan 20 pasien dirawat
dengan antitoksin 12 pasien diperlukan dukungan
ventilasi dan 1 orang meninggal. Keracunan ini berasal
dari bawang merah mentah segar yang disajikan di

Milwaukee,

Skewer Inn Restoran terletak di dalam Northwoods Mall


Seorang gadis muda meninggal dan 65 orang lainnya

Wisconsin

sakit dikarenakan terkena mikroorganisme E.coli o15:H7


wabah itu dua restoran Sizzler yang tampaknya
membiarkan daging mentah untuk bersentuhan dengan
makanan lain
Page
7

Oregon

Ada 19 kasus yang dikonfirmasi kemungkinan 19 kasus,


dan 49 kasus dugaan E.coli 015:H7 di Oregon pada
bulan agustus. Kasus-kasus yang terkait dengan
restoran Wendy, dan meskipun daging sapi adalah

Ameriak Serikat

factor dicurigai penularan


Lebih dari 66o orang yang terinfeksi termasuk empatnya
meninggal dunia. Infeksi berasal dari bawang hijau
disajikan di restoran Chi-Chi di Pennysylvania dan

10

Sydney, Australia

Vieginia Barat
Kasus keracunan ini terjadi pada 2005 lalu. Monika
samaan dan keluarganya terpaksa harus dirawat di
rumah sakit akibat terinfeksi bakteri salmonella yang
disinyalir terdapat pada menu twister yang disediakan
di erstoran KFC dekat Sidney. Monika mengalami
kerusakan otak dan harus menjalani hidupnya di atas
kursi roda

Berdasarkan fakta diatas, secara garis besar food borne illness disebabkan
karena adanya patogen dalam makanan yang kemudian makanan tersebut
dikonsumsi baik makanan yang berasal dari restoran atau instansi yang
menyediakan penyelenggaraan makanan. Patogen yang terlanjur terkontamiansi ke
dalam makanan tidak secara langsung mengganggu kesehatan seseorang, peran
anti body tiap indivudulah yang berperan sangat penting dlaam kondisi seperti ini
(Anonim, 2005)
Perlu diketahui pula bahwa masa inkubasi setiap patogen sangat bervariasi
tergantung Jenis pathogen yang terkandung . Masa inkubasi adalah rentang waktu
sejak patogen masuk sampai timbulnya gejala klinis yang biasanya ditandai dengan
demam. Berikut kami lampirkan masa inkubasi jenis jenis patogen yang biasanya
menyebabkan food borne illness.

Page
8

Grafik Masa inkubasi food bornes illness. (The hang, 2003)


3. Semi-komersial
Kemudian kategori selanjutnya yaitu penyelenggaraan pelayanan makanan
Semi-komersial, dalam penyelenggaraan makanan Semi-komersial landasan
yang diterapkan tidak berfokus untuk mendapatlkan keuntungan semata seperti
penyelenggaraan makanan komersial. Contoh dari penyelenggaraan makanan
Semi-komersial meliputi:
1. Penjara
2. Asrama sekolah
3. Asrama militer
4. Atau kanten untuk para pekerja.
Berlandaskan data dari journal, menunjukkan bahwa dalam hal penyelenggaraan
makanan di bidang institusi semi-komersial mengalami perkembangan yang begitu
pesat dalam kurun waktu 50 tahun terakhir terlebih 1 dekade terakhir.
Pada journal tersebut telah terjadi peningkatan sebanyak 186% perhatian khusus
terhadap penyelenggaraan makanan pada tempat penitipan anak, 72% pada
institusi pendidikan sekolah seperti asrama sekolah baik dari SD hingga SMA, yang
sudah terselenggara beriringan dengan kemajuan pendidikan saat ini.
Pelayanan makanan lembaga sekolah sudah dikenal dan berkembang cukup
luas di luar negeri. Semua program pelayanan makanan lembaga sekolah
dimaksudkan

untuk

membantu

meningkatkan

status

gizi

anak-anak

yang

keluarganya kurang mampu. Namun kebutuhan makanan di sekolah lambat laun


Page
9

menjadi kebutuhan semua golongan masyarakat, sebagai akibat waktu sekolah


yang cukup panjang ataupun anak tidak sempat makan di rumah sebelum berangkat
ke sekolah (Rohayati,2014).
Bagaimanapun melihat data tersebut patut kita garis bawahi bahwa dalam
penyelenggaraan makanan institusi mulai mendapatkan perhatian yang lebih
dikarenakan peningkatan kesadaran dari masing masing individu keinginan untuk
mendapatkan pelayanan makanan yang layak serta sehat terjauh dari bahaya yang
mungkin berasal dari makanan yang mereka konsumsi (P. G. Williams, 2009).
Semakin meningkatnya trend penyelenggaraan makanan yang berbasis pada
penjaminan mutu di institusi, menuntut pula penerapan sistem penjamin mutu yang
terstandar seperti HACCP. Namun dilihat dari data lapangan masih begitu banyak
institusi dalam penyelenggaraan makanan mengacu pada HACCP akan tetapi dalam
hal implementasinya masih terdapat beberapa hal yang kurang sesuai. Contohnya
saja pada asrama tentara di Malaysia, penelitian pada tahun 2013 tersebut
menyebutkan bahwa dari 19 camp yang dilakukan penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar pada asrama militer tersebut tidak melakukan pengukuran suhu
ketika melakukan proses pemasakan serta apabila pada kondisi tertentu yang
mengharuskan penggunaan thermometer, alatnya pun tidak dikalibrasi secara
teratur, sehingga ke akuratan suhu yang digunakan masih dalam pertanyaan besar
apakah sudah sesuai atau belum. Contohnya saja dalam penyajian makanan dingin
setelah dilakukan pengukuran suhu ternayta dalam penyajiannya diatas dari suhu
50C diatas dari suhu yang terstandar. Tindakan dalam menjaga sanitasi juga tidak
adanya pemantau secara khusus dari dapur pusat atau dengan kata lain tidak
adanya evaluasi pada akhir kegiatan, hanya adanya pemeriksaan regular oleh staff
pegawai biasa (Hai Yen Lee, Wan Nadirah Wan Chik, 2012)
C. Uraian Isi
1. Solusi dari Fakta
1.1. Rumah Sakit
Rumah

sakit

menyelenggarakan
perkembangan

merupakan
kegiatan

penyakit,

suatu

tempat

atau

pelayanankesehatan.

tuntutan

terhadap

pemakai

sarana

Selaras
jasa

yang
dengan

pelayanan

kesehatan terhadap kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit telah menjadi


Page
10

masalah mendasar yang dihadapi sebagian besar rumah sakit (Sabarguna


Boy.S, 2008)
Pelayanan gizi rumah sakit, khususnya di ruang rawat inap mempunyai
kegiatan, antara lain diantaranya yaitu menyajikan makanan kepada pasien
yang bertujuan untuk penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien. Pasien
yang dirawat di rumah sakit berarti memisahkan diri dari kebiasaan hidup
sehari-hari terutama dalam hal makan, bukan saja jenis makanan yang
disajikan, tetapi juga cara makanan dihidangkan, tempat, waktu, rasa, dan
besar porsi makanan.Penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi
syarat kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses
perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang (cross infection)
atau infeksi nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang di
antaranya dapat melalui makanan.(Iskak R, 2006)
Unit gizi rumah sakit memiliki aturan tertentu dalam pengelolaan
makanan yang aman dengan jumlah besar yang berbeda dengan aturan
dalam penyiapan makanan untuk keluarga.Kerentanan konsumen merupakan
faktor risiko yang mendukung terjadinya foodborne disease(Gobel, Van,
Yunanci, Sri, 2011)
Adapun cara untuk mengurangi permasalahan dalam penyelenggaraan
makanan di rumah sakit diantaranya yaitu:
1. pendinginan yang kurang tepat
pendingan yang tepat dilakukan dalam menjaga kualitas makanan agar tidak
meminimalisir kemungkinan tumbuhnya bakteri yakni pada suhu dibawah 4C
2. Persiapan yang kurang
Sarana dan peralatan dalam penyelenggaraan makanan harus terselenggara
diantaranya yaitu :
a. Air bersih
Tersedia air yang bersih dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan dan
memenuhi

syarat

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI.

Nomor

01/Birhukmas/1975.
Standar mutu air tersebut, meliputi :
Standar bersih yaitu suhu, warna, bau dan rasa.
Standar biologi yaitu kuman-kuman parasit, kuman-kuman pathogen dan

bakeri E.coli.
Standar kimiawi yaitu derajat keasaman (pH) jumlah zat padat dan
bahan-bahan kimia lainnya.
Page
11

Standar radio aktif meliputi benda-benda radio aktif yang mungkin

terkandung dalam air.


b. Alat pengangkut roda atau kereta makanan dan minuman harus tertutup
sempurna, dibuat dari bahan kedap air, permukaannya halus dan mudah
dibersihkan
c. Rak-rak penyimpanan bahan makanan harus mudah dipindah-pindahkan
dengan menggunakan roda-roda penggerak untuk kepentingan proses
pembersihan.
d. Peralatan yang kontak dengan makanan harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
Permukaan utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan.
Lapisan permukaan tidak mudah rusak akibat dalam asam atau basa,

atau garam-garam yang lazim dijumpai dalam makanan.


Tidak terbuat dari logam berat yang dapat menimbulkan keracunan,
misalnya timah hitam, arssenium, tembaga, seng, cadmium dan

antimony
Wadah makanan, alat penyajian dan distribusi makanan harus tertutup.

3. Infeksi
Pasien di rumah sakit merupakan salah satu kelompok yang rentan dan lebih
mudah terkena infeksi penyakit melalui makanan. Bukan hanya berisiko tinggi
untuk terjangkit penyakit bawaan makanan tapi juga dapat menderita sakit
yang lebih berat. Daya tahan tubuh yang rendah akan dialami oleh orang
dalam keadaan sakit (dalam masa perawatan maupun penyembuhan).
Makanan yang aman diperlukan agar tidak menambah beban pertahanan
tubuh dari kontaminasi baru.
3. pemanasan yang tidak memadai

A. Guna memanaskan makanan yang sudah matang


dapat menggunakan suhu 74 C (165 F) minimal
15 detik
B. Untuk jenis unggas, ikan, daging dimasak dengan
suhu 74 C (165 F) atau minimal 15 detik.

Page
12

a. Untuk babi, telur, ikan air tawar harus segera masak


pada suhu 710 C (160 F) atau lebih selama 15 detik.

b. 66 C (150 F) atau lebih, dilakukan minimal 1 menit


c. 63 C (145 F) atau lebih, dilakukan minimal 3menit
F. Memasaka Telur, daging atau makana yang lain
minimall temperature suhunya 63%0 mengharuskan
pemasakan dilakukan dengan segera pada suhu 63 C
(145 F) atau lebih panas, dan diadakan di suhu selama
G. Pemanasan minimal dilakukan pada suhu 63 0C
(1400F) atau lebih panas dari hal tersebut
4. Improper hot holding
Pengangkatan makanan yang tepat pada pemasakan
5. kontaminasi langsung
Adanya bahan pencemar yang masuk ke dalam makanan secara langsung
karena ketidaktahuan atau kelalaian baik disengaja maupun tidak disengaja.
Contoh potongan rambut masuk ke dalam nasi, penggunaan zat pewarna
kain dan sebagainya. Untuk menghindari hal tersebut Perlakuan-perlakuan
yang perlu dilakukan adalah :
a.
memakai penutup kepala, masker, sarung tangan
b.
menjaga kebersihan tangan seperti dengan cara Kuku dipotong
pendek, sebab dalam kuku akan terkumpul kotoran yang menjadi sumber
kuman penyakit yang akan mencemari makanan. Hasil penelitian Mudey
(2010) diketahui bahwa 97% dari penjamah makanan terinfeksi satu atau
lebih parasit disebabkan oleh tinja dan kuku. Tingginya angka parasit pada
penjamah makanan sebagian besar disebabkan oleh rendahnya praktek
hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan sehingga dapat meningkatkan
resiko kontaminasi makanan.
c. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab kulit tempat beradanya kuman
yang secara normal hidup pada kulit manusia. Membersihkan kulit dengan
cara mandi yang baik, mencuci tangan setiap saat dan mengganti pakaian
yang telah kotor karena dipakai untuk bekerja.
d. Bebas dari kosmetik (kutek), sebab kosmetik merupakan obat kecantikan
yang sesungguhnya mengandung racun yang berbahaya yang bila masuk
Page
13

ke dalam makanan dapat mencemari makanan seperti zat warna, air raksa,
arsen dan sebagainya.
e. Kulit harus bersih dan bebas luka, sebab kulit yang luka akan memudahkan
berkembangnya kuman di kulit dan menimbulkan pencemaran kulit perlu
dipelihara jangan sampai luka sehingga waktu mencuci tangan mudah
bersih.
6. bahan baku yang tidak aman
Kelayakan bahan baku dalam penyelenggaraan makanan seharusnya adalah
kondisi bahan yang tidak mengalami kerusakan, kebusukan, menjijikan, kotor,
tercemar atau terurai. Bahan baku yang amanmerupakan kondisi dan upaya
yang diperlukan untuk mencegah dari cemaran biologis, kimia dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan pasien
7. Use of leftovers
Perlakuan pada sisa makanan harus dijaga untuk menghindari pencemaran,
jadi yang harus dilakukan ketika sisa makan sudah banyak segera dibuang ke
tempat sampah untuk menghindari cemaran biologi, kimia maupun fisik.
8. kontaminasi silang
Kontaminasi silang (cross contamination) yaitu kontaminasi yang terjadi
secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan
makanan. Contohnya, makanan mentah bersentuhan dengan makanan
masak, makanan bersentuhan dengan pakaian atau peralatan kotor, misalnya
piring, mangkok, pisau atau talenan.
Risiko terjadinya kontaminasi silang jauh lebih besar karena banyaknya
hidangan yang dimasak atau disiapkan secara bersamaan. Seringnya, pada
saat makanan disajikan untuk banyak orang, sejumlah banyak makanan telah
dipersiapkan berjam jam bahkan lebih dari sehari untuk mendukung
pelayanan yang cepat. Jika selama selang waktu antara penyiapan dan
penyajian makanan tersebut tidak disimpan pada kondisi yang dapat
mencegah pertumbuhan mikroba, sebuah bahaya akan terbentuk.
9. Inadequate cooking
Menurut Adams penjamah makanan diartikan sebagai orang yang
pekerjaannya menyiapkan bahan makanan hingga siap untuk dikonsumsi.
Ditinjau dari lokasi kerjanya, penjamah makanan dibedakan menjadi dua yaitu
penjamah makanan rumah : individu yang menyiapkan makanan untuk
keluarga, sedangkan penjamah makanan professional : individu yang bekerja
di perusahaan yang menyelenggarakan makanan banyak. Penjamah
Page
14

makanan merupakan salah satu dari pihak yang berperan dalam keamanan
pangan selain pengambil keputusan, produsen, pengelola dan konsumen
pangan. Pada usaha tata boga baik di katering maupun di instalasi gizi rumah
sakit, penjamah makanan adalah ujung tombak penyelenggaraan makanan.
Penjamah makanan yang berpendidikan dan ketrampilan rendah akan
melaksanakan tugasnya hanya mengandalkan kebiasaan yang dimilikinya
tanpa mengetahui alasan yang benar serta melatarbelakangi tindakannya.
Perilaku penjamah yang tidak mendukung tentunya akan menimbulkan
masalah terhadap proses pemasakan. Sehingga dalam proses pemasakan
dibutuhkan yang benar benar memiliki ilmu dan ketrampilan dalam
memasak.
1.2 Komersial
Penyelenggaraan

makanan

pada

institusi

komersial

merupakan

penyelenggaraan makanan untuk melayani kebutuhan masyarakat yang


makan di luar rumah, dengan mempertimbangkan aspek pelayanan dan
kebutuhan konsumen. Penyelenggaraan makanan pada institusi komersial
memiliki beberapa karakteristik diantaranya yaitu :
1. Pengelola adalah masyarakat umum ataupun kadang kadang di bawah
naungan pemerintah
2. Manajemen pengelolaannya sudah jelas menurut kesepakatan pemiliknya
3. Konsumen bebas memilih macam dan jumlah hidangan dengan harga
bervariasi
4. Pelayanan makanan dapat dilakukan dengan melayani makanan sendiri
(self service), dilayani dimeja, dilayani dengan kereta makanan dan cara
cara lainya yang telah ditetapkan pengelola
5. Dipersiapkan dengan standar sanitasi yang tinggi serta pelayanan yang
maksimal menurut kemampuan institusi tersebut (Nurmasari W & Adriyan
P. 2014)
Dari data tabel 1 dapat disimpulkan bahwasanya keracunan makanan
yang terjadi dikarenakan penanganan kurang baik, baik dari bahan baku
yang dipakai atau peralatan yang digunakan selain itu permasalahan
keracunan yang dikaji disebabkan karena belum diterapkannya sistem
keamanan makanan berbasis HACCP.
Langkah yang harus dilakukan dalam kitchen hotel yaitu implementasi
HACCP, yang merupakan bagian dari sistem manajemen keamanan
Page
15

makanan. Sistem HACCP merupakan alat control pencegahan yang dapat


menjamin makanan aman dan dapat digunakan untuk menstandarisasi
prosedur penanganan, penyimpanan, dan penyajian makanan untuk
menjamin makanan aman dikonsumsi. Staff dan karyawan hotel perlu
diberikan pelatihan pelatihan rutin berkait dengan : keamanan pangan,
HACCP, dan pelayanan makanan.
Didalam hotel syarat utama yang harus dipenuhi dalam setiap proses
pengendalian pangan untuk menghasilkan makanan yang bermutu dan
aman meliputi empat tahap diantaranya yaitu : a) Saat pembelian dan
penerimaan bahan, b) Kualitas produk yang akan disajikan kepada tamu
harus terjamin dari bentuk, c) Warna, aroma , dan rasa, d) Nutrisi yang
terkandung
1.3 Semi-komersial
Semi-komersial merupkan Salah satu institusi yang melakukan suatu
penyelenggaraan makanan banyak. Pengelolaan makanan ini didasarkan
atas dasar kebutuhan segolongan masyarakat untuk mencapai stamina
kesehatan yang maksimal dalam batas waktu yang ditetapkan. Sifat
penyelenggaraan pada dasarnya adalah sementara, namun bagi lembaga
yang diadakan secara periodik, sifat itu dapat menjadi kontinue. Untuk
meminimalisir suhu yang kurang tepat dilakukan Tindakan pencegahan
Adalah a) kegiatan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi
bahaya sampai ke tingkat yang dapat diterima, b) Tindakan pencegahan
berkaitan dengan sumber bahaya dan tingkat teknologi yang cukup untuk
mencapai tujuan tersebut.Contoh tindakan pencegahan : a) Pelatihan
karyawan, b) Adanya CoA/ CoQ/ CoC (Conformity), c) Menggunakan
pemasok yang bersertifikat HACCP, d) Kontrol suhu secara periodik e)
Menyediakan tempat mencuci tangan bagi karyawan
Suhu dan waktu penyimpanan tersebut telah sesuai dengan batas
zona pertumbuhan bakteri dimana menurut (Adams & Motarjemi,2004) tidak
ada bakteri patogen yang dapat tumbuh pada suhu di atas 60C dan ini
menjelaskan batas atas zona berbahaya suhu yang berkisar antara 10C
sampai 60C. Umumnya pertumbuhan minimum patogen mesofilik sekitar
8C, dengan begitu jika makanan disimpan di bawah 10C maka mesofilik
akan tumbuh sangat lambat atau tidak sama sekali (meskipun bisa bertahan
Page
16

hidup). Cara yang efektif dan mudah untuk membunuh mikroorganisme


adalah dengan pemanasan hingga di atas suhu maksimum pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga batas kritis suhu pemanasan makanan (70C di
seluruh

bagian

makanan

sampai

suhu

100C)

dipastikan

dapat

memusnahkan bakteri patogen, makanan tetap aman dan berkualitas.


2. Prinsip Penerapan HACCP
Dalam penyelenggaraan makanan terdapat enam prinsip diantaranya
yaitu pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan
makanan, penyimpanan makanan, pengangkutan makanan dan penyajian
makanan. Selain enam prinsip penyelenggaraan makanan kualitas bahan
makanan, peralatan dalam pengolahan makanan, tempat pengolahan
makanan,

penjamah

makanan

dan

pengawasan

selama

proses

penyelenggaraan makanan.
Pengolahan makanan untuk menjamin kualitas dan keamanan
makanan dipergunakan Hazard analysis critical control point (HACCP) atau
analisis bahaya dan titik kendali kritis. Penerapan HACCP dalam kegiatan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit mutlak dilakukan namun tentunya
harus ditunjang dengan pendekatan dari good practices dan penerapan
sanitasi yang baik.

Page
17

Pembentukkan Tim HACCP

Deskripsi Produk

Identifikasi Penggunaan
Produk

Diagram Penerapan HACCP


Penyusunan Bagan Alir

Konfirmasi Bagan alir di


Lapangan
Pencatatan semua Bahaya potensial yang
berkaitan dengan Analisis Bahaya, Penentuan
Tindakan Pengendalian

Penentuan Titik Kendali Kritis

Penentuan Batas Kritis untuk


Setiap TKK
Penyusunan Sistem Pemantauan untuk
Setiap TKK
Penetapan tindakan Perbaikan untuk
setiap Penyimpangan yang Terjadi

Penetapan Prosedur verifikasi


Page
18
Penetapan dokumentasi dan
Pencatatan

7 Prisip HACCP

1. Pembentukan Tim HACCP


Menurut Mortimore dan Carrol (2005), sebaiknya kajian HACCP tidak
dijalankan oleh satu orang dan idealnya HACCP harus dilakukan oleh tim
multidisipliner (beranggotakan sekitar empat sampai enam orang yang
diikutkan dalam pelatihan sistem HACCP) dimana setiap anggota tim
memiliki pengetahuan mengenai bahan mentah, produk, proses, dan
hazard. Tim HACCP harus cukup kecil agar komunikasi dapat berjalan
efektif tetapi cukup besar agar pendelegasian tugas berjalan efektif.
2. Deskripsi Produk
Menurut SNI 01 4852 1998, deskripsi produk merupakan gambaran
lengkap produk termasuk informasi mengenai komposisi, struktur fisika
kimia, pengemasan, kondisi penyimpanan, serta metode pendistribusian.
Hal ini penting karena untuk menghasilkan produk makanan pasien yang
benar benar aman dikonsumsi (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/
SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit).
3. Identifikasi Penggunaan Produk makanan
Menurut Thaheer (2005), identifikasi rencana penggunaan produk
berkaitan dengan analisis risiko atau tingkat bahaya suatu produk.
4. Pembuatan Diagram Alir
Dalam pembuatan diagram alir pengelolaan bahan makananmemuat
informasi meliputi rincian bahan makanan dan diagram alir harus memuat
semua tahapan dalam operasional produksi.
5. Konfirmasi Diagram Alir di Lapangan
Digunakan Untuk memastikan kebenaran dari diagram alir yang telah
dibuat, tim HACCP juga mengadakan cross check ke lapangan (dapur
pengolahan). Menurut Mortimore dan Carrol (2005), keakuratan diagram
alir

harus

diperiksa

dengan

mengamati

jalannya

proses

dan

membandingkan setiap langkah proses dengan diagram.


6. Pencatatan Analisis Potensi Bahaya
Bahaya biologi atau mikrobiologi pada bahan makanan yang teridentifikasi
antara lain B. cereus (pada beras, tepung), Clostridium sp, E. coli (pada
air, ikan, produk daging, dan sayuran), Salmonella sp (pada air). Dalam
proses

ini

penting

untuk

mempertimbangkan
Page
19

masukan

dari

ahli

mikrobiologi dan mengumpulkan informasi mengenai mikroorganisme


patogen.
Hazard kimia berupa pestisida berpotensi ditemukan pada beras yang
merupakan residu bahan kimia pada pertanian. Bahan pengawet makanan
juga rentan ditemukan pada santan kara kemasan. Namun selama bahan
pengawet tersebut aman untuk bahan makanan dan digunakan dalam
dosis yang tepat, tidak akan berbahaya bagi kesehatan manusia.
7. Identifikasi Critical Control Point (CCP)
Penyimpanan bahan makanan yang belum dimasak dan rentan terhadap
mikroorganisme patogen termasuk CCP. Proses ini merupakan tindakan
pencegahan awal terhadap terjadinya kontaminasi dalam kadar yang
membahayakan.

Penyimpanan

bahan

makanan

hingga

proses

pemasakan atau pengolahan selanjutnya termasuk CCP karena cara


penyimpanan yang tepat akan mengurangi peluang bakteri patogen untuk
bergerminasi. Formulasi atau pemorsian yang terkait dengan kandungan
zat tertentu dalam makanan termasuk CCP karena tahap ini berpengaruh
terhadap keamanan makanan pasien.
8. Penentuan Batas kritis Tiap CCP
Penentuan batas kritis untuk tiap CCP menggunakan parameter kritis yaitu
suhu, waktu, jumlah E. coli pada makanan jadi, aspek organoleptik
(warna, bau, rasa, tekstur) untuk makanan yang siap dikonsumsi, jumlah
bahan atau produk tertentu dalam formulasi makanan, jumlah kalori serta
kandungan zat tertentu dalam makanan.
Penetapan batas kritis untuk penyimpanan bahan makanan menggunakan
parameter kritis suhu dan waktu penyimpanan, begitu juga dengan
pemasakan bahan makanan menggunakan suhu dan waktu pemanasan.
Contohnya, tidak ada bakteri patogen yang dapat tumbuh pada suhu di
atas 60C dan ini menjelaskan batas atas zona berbahaya suhu yang
berkisar antara 10C sampai 60 C. Umumnya pertumbuhan minimum
patogen mesofilik sekitar 8 C, dengan begitu jika makanan disimpan di
bawah 10C maka mesofilik akan tumbuh sangat lambat atau tidak sama
sekali.
Batas kritis pada makanan jadi yang siap dikonsumsi pasien juga
menggunakan parameter kritis jumlah E coli. Hal ini tercantum dalam
Kepmenkes

RI

No.

1204/Menkes/SK/X/2004

Page
20

tentang

persyaratan

kesehatan lingkungan rumah sakit, yang menyebutkan angka kuman E.


coli pada makanan jadi harus 0 per gram sampel makanan.
Selain itu Pemantauan terhadap aspek organoleptik (pada makanan jadi)
dilakukan sebelum pemorsian atau penyajian untuk mengetahui mutu
makanan dan kesesuaian tekstur makanan sesuai dengan diet pasien.
9. Penyusunan Sistem Monitoring
Merupakan aktivitas observasi atau pengukuran terencana pada suatu
parameter batas kritis untuk mengetahui apakah CCP terkendali.
Monitoring harus member informasi sesegera mungkin untuk dilakukan
penyesuaian untuk mencegah penyimpangan batas kritis.
Apabila terdapat satu atau beberapa spek yang ternyata keluar dari batas
kritis haruslah segera dilakukan penyesuaian sesuai dengan standar yang
telah ditentukan.
10. Penyusunan Tindakan Korektif
Tindakan korektif perlu dilakukan jika dari hasil pemantauan terjadi
penyimpangan dari batas kritis yang telah ditentukan. Tindakan korektif
harus spesifik pada

setiap

CCP dengan

menyesuaikan

kembali

penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif bila bahan makanan tidak


disimpan sesuai aturan suhu & waktu yang tepat maka perlu adanya
seleksi produk dimana produk yang tidak rusak atau tidak melebihi
kadaluarsanya harus segera disimpan dengan benar.
11. Penyusunan Prosedur Verifikasi
Verifikasi merupakan kegiatan evaluasi atau pengkajian terhadap
rancangan HACCP untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang
diterapkan bekerja secara efektif. Inti dari penerapan sistem ini adalah
tersedianya tim verifikasi yang bebas konflik kepentingan dengan tim
produksi. Untuk itu, jika HACCP telah dijalankan oleh rumah sakit, perlu
dipertimbangkan

verifikasi

oleh

pihak

eksternal.

Audit

eksternal

kemungkinan dapat dilakukan oleh konsumen, peninjau dari pemerintah


atau pihak ketiga yang dipekerjakan baik oleh konsumen maupun oleh
usaha itu sendiri.
12. Penyusunan Dokumentasi HACCP
Dokumentasi hasil rancangan HACCP pada pengelolaan makanan
disusun sebagai bukti otentik pelaksanaan HACCP. Dokumen HACCP ini
dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan tindakan koreksi dan
perbaikan sistem serta memudahkan pemeriksaan oleh pihak terkait.
Page
21

Menurut ILSI Eropa, dokumentasi merupakan bagian penting pada


HACCP untuk meyakinkan bahwa informasi yang telah dikumpulkan
dalam proses dapat diperoleh bagi siapapun yang terlibat di dalamnya,
selain itu juga dapat meyakinkan bahwa sistem tetap berkesinambungan
dalam jangka panjang (Anonim,2003).

N
P1

Apakah ada tindakan


Pencegahan

Apakah
Memerlukan
Pengawasan

Y
P2

N
P3

P4

Y
Modifikasi
Proses

N
Apakah Langkah
Tersebut Dibuat khusus
untuk mengendalikan
Bahaya
Dapatkah terjadi
peningkatan bahaya
hingga tidak dapat
terolerir

Penentuan CCP dan Bukan CCP


Apakah Langkah
selanjutnya dapat
mengendalikan bahaya

Y
Page
22

Bukan CCP

CCP

N
P1

Apakah ada tindakan


Pencegahan

Y
Apakah
Memerlukan
Pengawasan

Y
P2

N
P3

Y
P4

Modifikasi
Proses

N
Apakah Langkah
Tersebut Dibuat khusus
untuk mengendalikan
Bahaya
Dapatkah terjadi
peningkatan bahaya
hingga tidak dapat
terolerir
Apakah Langkah
selanjutnya dapat
mengendalikan bahaya

Y
CCP

Bukan CCP

Bagan Keputusan CCP (Ayustha, 2014)

3. Implementasi HACCP
Melihat beberapa sumber, dalam penerapan HACCP di Rumah sakit,
Restoran,

Asrama

TNI.

Beberapa

menyebutkan

bahwa

untuk

penyelenggaraan HACCP di rumah sakit lebih kompleks, lebih teliti serta


tingkat kelalaian dalam penerapan standar lebih baik jika dibandingkan
dengan pihak Restoran dan Asrama TNI dikarenakan makanan yang disajikan
untuk orang yang sedang sakit dan dalam masa recovery harus begitu
memperhatikan asupan yang diberikan kepada pasien. Bukan berarti semua
penyelenggaraan Restoran ataupun Asrama TNI seluruhnya kurang bagus,
namun masih dirasa dalam hal implementasi HACCP kurang maksimal,
hanya pihak yang benar - benar memiliki brand serta nama di kalngan
konsumen tingkat atas yang sudah menerapkan sesuai dnegan prosedur
yang telah dibuat.
Berikut Contoh penerapan HACCP di rumah sakit, Restoran, dan Asrama TNI
Page
23

a.

Setup Apel Menu Restoran

Gula, garam, cengkeh


dan kayu manis, air

Apel malang
Bahan
datang

Penimbangan

Penimbangan
Penyimpaman

Dimasak (T=
100oC, t= 10
menit)

pencucian
Persiapan

Pengupasan
dan
pemotongan

Larutan sirup

Susu skim

Gula pasir

Minyak sayur

Larutan
elektrolit

Air hangat

Dimasukkan
kedalam mangkuk
Penimbangan (25 g)

Penimbangan
(100 g)

Penimbangan (30
g)

Distribusi ( waktu 15

Pengukuran (20
ml)

CCP

b. F 75 Menu
Rumah
Sakit
menit,
suhu min
450C) diaduk
Pencampuran,
hingga merata

Setup apel

Penambahan larutan elektrolit,


aduk hingga merata

Penambahan susu skim sedikit demi


sedikit aduk hingga kalis dan
berbentuk gel

CCP

Pengenceran (volume 1000 ml)


sambil diaduk sampai homogen

Page
Pemasakan (T= 50-65oC t=4
24min)

CCP

Distribusi

CCP

Pasien

c.

Soup Ayam Jamur Menu Asrama Tentara

CCP

CCP

Page
25

C. Rangkuman
Penerapan HACCP dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit,
komersial

maupun

semi-komersial

sebenarnya

sudah

mengalami

perkembangan kea rah yang lebih baik, namun masih ditemukan beberapa
masalah yang darus segera teratasi.
Masalah yang timbul dikarenakan

penerapan

HACCP

dalam

penyelenggaraan makan biasanya disebabkan karena kurang maksimal serta


kurang disiplin pada tiap institusi dalam menyelenggarakan jaminan mutu
tersebut. Alhasil timbulah berbagai masalah diantaranya yaitu terjadi
kontaminasi, keracunan, infeksi, suhu kurang tepat dan lain lain. Dalam
mengatasi

masalah

tersebut

disarankan

untuk

mempertimbangkan

penyediaan peralatan untuk mengukur suhu, waktu penyimpanan, pengadaan


fasilitas pendingin, dan perbaikan fasilitas lain yang berkaitan dengan GMP.
Penyediaan pakaian khusus selama bekerja dan pemeriksaan kesehatan
secara berkala bagi pengolah makanan pada Unit Institusi juga perlu
dipertimbangkan pula guna memberikan pelatihan tentang personal hygiene
atau praktik higiene dan sanitasi pengelolaan makanan khususnya bagi
penjamah makanan.
Unit gizi dapat menerapkan sistem HACCP ini secara bertahap
(disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas rumah sakit, komersial,
maupun semi-komersial), sebelumnya perlu dibentuk suatu tim HACCP (dari
unit gizi maupun unit lain) yang telah terlatih serta pembentukan tim audit
internal untuk kegiatan verifikasi sistem HACCP yang telah diterapkan. Satu
hal yang tidak boleh dilupakan yakni adanya pengawasan, ferifikasi serta
monitoring evaluais terhadap segala kegiatan penyelenggaraan makanan
yang biasanya sering terbaikan.

D. Penutup

Page
26

Menjaga keamanan makanan merupakan hal yang sangat penting


untuk dilaksanakan bagi setiap penyelenggara makanan tak terkecuali
penyelenggara makanan institusi yang sifatnya nonkomersial. Mengingat
adanya tuntutan konsumen terhadap makanan yaitu selain dapat memberikan
kepuasan kepada konsumennya, makanan tersebut harus aman untuk
dikonsumsi sehingga tidak membahayakan kesehatan.
Penjaminan mutu merupakan upaya untuk menerapkan keamanan
pangan, penjaminan mutu bagi penyelenggara institusi dapat dimulai dengan
melaksanakan hygiene sanitasi dan GMP. Dan pada akhirnya, jika kedua
jaminan mutu (hygiene sanitasi dan GMP) tersebut telah diterapkan dengan
baik, maka akan memberikan landasan untuk mengarah pada penerapan
HACCP sebagai suatu sistem yang memberi jaminan keamanan makanan.
Penerapan sistem HACCP bermanfaat bagi konsumen maupun bagi
pihak industri pangan karena untuk meningkatkan kepercayaan konsumen,
meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah kehilangan pasar,
mencegah penarikan produk, dan mencegah pemborosan biaya kerugian
akibat masalah keamanan produk. Maka dari itu guna menjaga kepuasan
pasien, konsumen dan menghindari dari mengkonsumsi produk yang tidak
aman. maka institusi rumah sakit

mempunyai kebijakan untuk melakukan

penggantian jenis resep menu makanan yang diberikan kepada pasien


melalui recall.

DAFTAR PUSTAKA
Adams, M, Motarjemi, Y. 2004. Dasar-Dasar Keamanan Makanan untuk Petugas
Kesehatan. Jakarta: EGC

Page
27

Anonim. 2005. Public Health Service & Food and Drug Administration. U.S. Public
Health Service College Park
Anonim. 2003. HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
SYSTEM AND GUIDELINES FOR ITS APPLICATION. Annex to CAC/RCP 1-1969
Ditjen PPM & PL. 2001. Pengendalian Mutu Mandiri Hazard Analysis Critical Control
Point. Jakarta
Georgia P. 2010. The Significance of the Application of Hazard Analysis Critical
Control Point System in Hospital Catering. Health Science Journal
Gobel, Van, Yunanci, Sri. 2011. Menu Pilihan Diet Nasi yang Disajikan Berpengaruh
Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Vip di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal
Gizi Klinik Indonesia 7(3): 112-20
Hai Yen Lee, Wan Nadirah Wan Chik. 2012. Sanitation Practices among Food
Handlers in a Military Food Service Institution, Malaysia
Iffa Zulfana dan Sudarmaji. 2008 Hazard Analysis and Critical Control Point
(HACCP) in Food Managing of Hospital Patient at Lumajang Islamic Hospital.
JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN, VOL.4, NO.2
Iskak R. 2006. Infeksi Nosokomial dan Staphylococcus Epidermidis. Republika
Krisnamurni,S. 2007. Keamanan Pangan pada Penyelenggaraan Makanan di
Rumah
Sakit. Dibawakan pada Pertemuan Ilmiah Nasional Asosiasi Dietisien
Indonesia ke III, Semarang, Indonesia
Nurmasari W & Adriyan P. 2014. Manajemen Jasa Boga. Yogyakarta : Graha Ilmu
Peter Agyei-Baffour, Kofi Boateng Sekyere and Ernestine Akosua Addy. 2013. Policy
on Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) and adherence to food.
preparation guidelines: a cross sectional survey of stakeholders in food service in
Kumasi, Ghana. BMC Research Notes, 6:442

P. G. Williams. 2009. Faculty of Science, Medicine and Health.University of


Wollongong, peterw@uow.edu.au

Page
28

Rohayati. 2014. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYELENGGARAAN

PROGRAM MAKAN SIANG DI SD AL MUSLIM TAMBUN. Unnes Journal of Public


Health ; UJPH 3 (3)
Sabarguna Boy.S. 2008. Logistik Rumah Sakit dan Teknik Efesiensi. Yogyakarta:
Konsersium
S.M. Hanekom. 2011. Food Safety Risk Factors in A Hospital Food Service Unit
Serving Low Microbial Diets to Immune-Compromised Patients. African Journal of
Food, Agriculture, Nutrition and Development. Available at : www.FindArticles.com.
Diakses pada 13 Oktober, 2011
The Hang-Up With HACCP: The Resistance to Translating Science Into Food Safety
LawNeal D. Fortin VOLUME 58 NUMBER 4 2003
Veni Kusumaningayu. 2013. Uji penerapan Manajemen keamanan Makanan
Berbasis HACCP yang berimplikasi terhadap Kepuasan di Kitchen Grand Royal
Panghegar Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia

Page
29

Page
30

Anda mungkin juga menyukai