Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

RSUD BRIGJEND H. HASAN BASRY KANDANGAN

PENERAPAN HACCP

“BOLA-BOLA TAHU”

Pembimbing :

Hayda Irnani, S.GZ

Disusun Oleh :

RAHMA DWI SAFITRI

NIM. P07131217114

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA

2020
Pembimbing :

Hayda Irnani, S.GZ

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas Praktek Kerja
Lapangan Bidang Penyelenggaraan Makanan Institusi
di RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan

Disusun Oleh :

RAHMA DWI SAFITRI

NIM. P07131217114

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA

2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL

POINT

(HACCP) PADA PRODUK BOLA-BOLA TAHU DI RSUD BRIGJEND H.

HASAN BASRY KANDANGAN

Telah Disetujui Pada Bulan Desember 2020

Mengetahui Pembimbing
Kepala Instalasi Gizi
RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan

(Rabiatun Nisa, A.Md.Gz., RD) (Hayda Irnani, S.Gz)


NIP. 19760404 200003 2 004 NIP. 1996 05112019032010
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkat rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada saya sehingga saya dapat
menyelesaikan Laporan tentang Penerapan Hazard Analysis Crital Control Point
(HACCP) Pada Menu Bola-Bola Tahu di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan
Basry Kandangan.
Dalam menyelesaikan Laporan tugas Penerapan HACCP ini, Saya telah
banyak mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ibu dr. Hj. Rasyidah M.Kes, selaku Direktur RSUD Brigjend. H. Hasan
Basry Kandangan yang telah memberikan izin kepada kami untuk
melaksanakan PKL BPMI.
2. Bapak Dr. H. Mahpolah, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Banjarmasin.
3. Ibu Rabiatun Nisa, A.Md.Gz., RD, selaku kepala Instalasi Gizi RSUD
Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.
4. Kakak Hayda Irnani, S.Gz, selaku pembimbing lapangan selama PKL yang
telah memberikan bimbingan.
5. Ahli Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan yang telah
memberikan masukan dan saran.
6. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan Penerapan
HACCP pada menu Bola-Bola Tahu di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H.
Hasan Basry Kandangan.
Saya sangat menyadari bahwa Laporan tugas Penerapan HACCP ini
masih kurang dari kata sempurna. Untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Laporan tugas
Penerapan HACCP dikemudian hari.

Kandangan, Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
DAFTAR TABEL............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian HACCP......................................................................3
B. Prinsip HACCP...........................................................................5
C. Fungsi Penerapan HACCP..........................................................13
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Penerapan
HACCP........................................................................................14
E. Bahan-Bahan Bola-Bola Tahu.....................................................17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu......................................................................33
B. Jenis Data.....................................................................................33
C. Cara Pengumpulan Data..............................................................33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil.............................................................................................34
B. Pembahasan.................................................................................36
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................41
B. Saran............................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pengelompokkan Jenis Bahaya...............................................5


Tabel 2.2 Pengelompokkkan Bahaya......................................................6
Tabel 2.3 Kategori Penetapan Risiko......................................................7
Tabel 2.4 Kategori Risiko Bahaya Berdasarkan Produk.........................8
Tabel 2.5 Batas Kritis CCP.....................................................................10
Tabel 4.1 Deskripsi Proses Pengolahan..................................................34
Tabel 4.2 Penetapan Titik Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP)35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan makanan terutama makanan khusus rumah sakit
harus optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta
indikasi penyakit pasien, penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi
syarat kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses
perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang atau infeksi
nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang dapat diperoleh
melalui makanan. Selain timbulnya infeksi nosokomial, penyelenggaraan
makanan di rumah sakit yang tidak memenuhi standar kesehatan (tidak
higienis) juga dapat menyebabkan keracunan makanan (Puspita, 2010).
Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis
seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan
teknologi, maka diperlukan suatu sistem pengawasan pangan sejak diproduksi,
diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan
kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap
bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-
panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan didistribusikan dan
dikonsumsi (Seto, 2001).
Keamanan pangan pada dasarnya adalah hygienie sanitasi makanan,
nilai gizi dan safety. Salah satu langkah pengawasan mutu adalah dengan
menerapkan sistim HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau
analisa bahaya dan pengendalian titik kritis. HACCP adalah suatu sistem yang
memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis mengidentifikasi potensi-
potensi bahaya terentu serta cara-cara pengendaliannya untuk menjamin
keamanan pangan (Susilo, 2006).
Hidangan Bola-Bola Tahu merupakan menu makan siang pada siklus
menu ke III di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan
yang memerlukan tindakan HACCP karena menggunakan bahan baku yang
rentan

1
2

terhadap bahaya biologi, fisika, dan kimia. Selain itu, bahaya juga dapat timbul
pada saat proses penerimaan bahan baku, kontaminasi dengan bahan makanan
lain dan kebersihan alat yang digunakan.
Oleh karena itu, penyusun mencoba melakukan pengkajian penerapan
HACCP pada pengolahan Bola-Bola Tahu di Instalasi Gizi RSUD Brigjend.
H. Hasan Basry Kandangan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan
HACCP pada pengolahan produk Bola-Bola Tahu di Instalasi Gizi RSUD
Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan? “.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan pengkajian penerapan HACCP pada pengolahan Bola-
Bola Tahu di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian analisa potensi bahaya
b. Melakukan pengkajian titik-titik pengendalian kritis atau Critical Control
Point (CCP)
c. Melakukan pengkajian batas kritis
d. Melakukan pengkajian suatu sistem untuk mengawasi pengendalian CCP
e. Melakukan pengkajian tindakan-tindakan perbaikan
f. Melakukan pengkajian prosedur pengecekan ulang
Melakukan pengkajian dokumentasi atau pemeliharaan catatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP

The Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) merupakan

metode yang rasional dan ilmiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem

ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis terhadap bahaya

(hazard) dan penentuan upaya pengendalian yang efektif (WHO, 2005).

Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan

makanan yang sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah

dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi bahaya (hazard) yang

kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan

makanan, dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah

munculnya hazard tersebut. Metode ini sangat logis dan mengkaji semua

tahapan di dalam produksi makanan mulai dari tahap penerimaan bahan

makanan sampai konsumsi makanan jadi, termasuk semua proses

diantaranya dan aktivitas pendistribusian (Mortimeore dan Wallace, 2004).

Berdasarkan SNI HACCP 1998, HACCP adalah suatu piranti untuk

menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan

pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar pengujian produk

akhir. Setiap sistem HACCP mampu mengakomodasi perubahan seperti

kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur pengolahan atau

perkembangan teknologi. Penerapan HACCP sesuai dengan pelaksanaan

3
4

sistem manajemen mutu seperti ISO seri 9000 dan merupakan sistem yang

dipilih untuk manajemen keamanan pangan.

Menurut Winarno, 2004 definisi dari batasan dalam HACCP:

Hazard: Merupakan penyebab atau ancaman yang potensial

terhadap keselamatan dan keamanan konsumen atau

yang dapat mendatangkan kerusakan pada produk.

Analysis: Sistem apa saja yang dapat digunakan untuk

menganalisis adanya hazard yang berkaitan dengan

keselamatan konsumen (atau penerimaan produk).

Critical Control: Suatu lokasi, tingkat atau proses yang bila tidak

dikendalikan dengan baik dapat memberikan ancaman

bagi konsumen. Contohnya bahan mentah/segar

merupakan citical control point bila tidak ada tahap yang

dilakukan untuk membebaskan makanan dari mikroba

patogen yang terdapat dalam bahan mentah tersebut.

Monitoring: Suatu verifikasi bahwa proses pengolahan atau cara

penanganan pada setiap control poin telah dilaksanakan

dengan benar.

Resiko: Suatu kemungkinan bahwa hazard akan dirasakan.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem

jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa

hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi

tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-

bahaya
tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik

pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada

mengendalikan pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan

sistem jaminan pangan yang zerorisk atau tanpa risiko, tetapi dirancang

untuk meminimkan risiko bahaya keamanan pangan. Sistem. HACCP juga

dianggap sebagai alat menajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai

pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya

mikrobiologis, kimia dan fisik (Winarno, 2004).

B. Prinsip HACCP

1. Analisa Bahaya

Potensi bahaya adalah suatu bahan biologi, kimia atau fisik yang

dapat menyebakan sakit atau cedera jika tidak dikendalikan (Rauf, 2013).

Bahaya tersebut dapat berasal dari bahan mentah, kemasan, proses dan

penanganan yang berlangsung dalam rantai makanan ataupun lingkungan.

Potensi bahaya dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahaya fisik, bahaya

biologi, dan bahaya kimia. Potensi bahaya dari setiap bahan, baik bahan

tambahan sekecil apapun harus dilakukan analisis potensi bahaya. Berikut

tabel pengelompokan potensi bahaya:

Tabel 2.1. Pengelompokan Jenis Bahaya


Jenis Bahaya Contoh
Bakteri, virus, kapang, protozoa, dan
Biologi
serangga
Toksin alami (sianida), alergen, pestisida,
Kimia
Mikotoksin
Fisik Kerikil, logam, kaca, rambut
Sumber: Rauf, 2013
Analisis potensi bahaya adalah proses pengumpulan informasi dan

evaluasi potensi bahaya pada bahan pangan untuk dijadikan bahan

pertimbangan apakah potensi bahaya tersebut signifikan dan harus

dikendalikan pada perencanaan HACCP. Salah satu tahap analisis bahaya

adalah penentuan kelompok bahaya dari bahan baku, produk antara, dan

produk akhir yang dibagi menjadi 6 kelompok bahaya, yaitu bahaya A, B,

C, D, E, dan F. Berikut tabel pengelompokan bahaya:

Tabel 2.2. Pengelompokan Bahaya


Kelompok
Keterangan
Bahaya
Makanan non-steril untuk golongan berisiko tinggi
A seperti bayi, balita, pasien, lansia, ibu hamil, ibu
menyusui.
Makanan yang tersusun atas bahan yang sensitif terhadap
B
potensi bahaya biologi, kimia atau fisik.
Dalam pengolahan tidak terdapat tahap yang dapat
C menghilangkan atau mengurangi bahaya biologi, kimia,
atau fisik hingga batas yang dapat diterima.
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali
D setelah pengolahan dan sebelum pengemasan penyajian.
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali
E atau penanganan yang kurang tepat selama distribusi
hingga diterima konsumen.
Makanan yang tidak mengalami proses pemanasan
setelah pengemasan hingga disantap oleh konsumen
untuk menghilangkan bahaya biologi. Tidak ada cara
F
bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau
mengurangi potensi bahaya
kimia dan fisik.
Sumber: Rauf, 2013

Setiap produk diidentifikasikan terhadap kemungkinan

mengandung bahaya A sampai F, kemudian dikelompokkan

berdasarkan kategori risiko. Kategori risiko terbagi menjadi tujuh,

yaitu kategori 0
sampai VI. Pengelompokkan kategori risiko dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 2.3. Kategori Penetapan Resiko


Kategori Karakteristik
Keterangan
Resiko Bahaya

0 0 (tidak ada bahaya) Tidak mengandung bahaya A sampai F

I (+) Mengandung satu bahaya A sampai F

II (++) Mengandung dua bahaya A sampai F

III (+++) Mengandung tiga bahaya A sampai F

IV (++++) Mengandung empat bahaya A sampai F

V (+++++) Mengandung lima bahaya A sampai F

VI A+ (kategori khusus) Kategori resiko paling tinggi (semua


tanpa/dengan bahaya produk yang mempunyai bahaya A)
A sampai F
Tabel 2.4. Kategori risiko bahaya berdasarkan produk
Produk-produk kategori 1 (resiko tinggi)

1. Produk-produk yang mengandung ikan, daging, telur, sayur,


serealia dan atau bahan dari susu yang perlu diawetkan
(penurunan suhu)

2. Daging, ikan mentah dan produk-produk olahan susu

3. Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau diatasnya yang


disterillisasi dalam wadah yang ditutup kemasan kedap udara

Produk-produk kategori II (resiko sedang)

1. Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging,


telur, sayuran atau serealia dan atau ingridien atau penggantinya
dan produk lain yang tidak termasuk dalam regulasi hygine
makanan

2. Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar

3. Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, selai


roti , mayones dan saus atau kuah

Produk-produk kategori III (resiko rendah)

1. Produk asam (nilai pH dibawah 4,6) seperti pikel (makanan


yang diawetkan, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan
minuman asam

2. Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas

3. Selai (jam), marmalade dan preserve (seperti selai)

4. Produk-produk berbasis gula

5. Minyak dan lemak makanan

2. Titik Kendali Kritis

Titik kendali kritis atau CCP (critical control point) didefinisikan

sebagai tahapan atau prosedur dalam pengolahan pangan dimana


pengendalian dapat dilakukan sehingga dapat menghilangkan atau

mengurangi potensi bahaya hingga mencapai level yang dapat diterima

(Rauf, 2013). Setiap bahaya yang teridentifikasi pada bahan baku

membutuhkan suatu proses yang dapat mengurangi atau menghilangkan

bahaya tersebut sampai batas aman. Penentuan apakah suatu tahap atau

proses adalah CCP atau bukan dengan cara menjawab pertanyaan pada

pohon keputusan CCP.

Pada beberapa produk pangan, formulasi makanan mempengaruhi

tingkat keamanannya, oleh karena itu CCP pada produk semacam ini

diperlukan untuk mengontrol beberapa parameter seperti pH, aktivitas air

(aw), dan adanya bahan tambahan makanan (Sudarmadji, 2005).

3. Batas Kritis

Menurut Sudarmadji (2005) batas kritis adalah nilai yang

memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak dapat

diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat

merupakan bahan mentah atau baku, sebuah lokasi, suatu tahap

pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:

a) Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah atau baku.

b) Standar higienis dalam ruangan pemasakan atau dapur.

c) Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang

untuk produk jadi atau masak.


Tabel 2.5. Batas Kritis CCP
CCP Komponen Kritis
Proses Sterilisasi Makanan Suhu awal
Kaleng Berat kaleng setelah diisi
Isi kaleng
Pemanasan hamburger Tebal hamburger
Suhu pemanasan
Waktu pemanasan
Penambahan asam ke pH produk akhir
minuman asam
Deteksi logam pada Kalibrasi detektor
pengolahan biji-bijian Sensitivitas detektor

Suatu batas kritis digunakan untuk memisahkan antara kondisi-

kondisi operasional yang aman dan tidak aman pada suatu CCP. Setiap

pengendalian akan mempunyai satu atau lebih batas kritis yang sesuai.

Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu, kelembaban, pH,

water activity (aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam,

viskositas, adanya zat klorin, dan parameter indera (sensory) seperti

penampilan dan tekstur.

Tahap atau proses yang dimasukkan ke dalam batas kritis adalah

hanya tahapan yang teridentifikasi sebagai CCP. Potensi bahaya yang

ditampilkan adalah bukan potensi bahaya yang secara utuh ada pada bahan

baku, namun hanya potensi bahaya yang dapat dikendalikan oleh suatu

CCP (Rauf, 2013). Penentuan indikator batas kritis bisa diperoleh dari

beberapa sumber, yaitu:


a. Publikasi ilmiah: artikel, jurnal dan buku

b. Pedoman peraturan: pedoman lokal maupun international, Codex

Alimentarius, FDA, SNI dan standar lainnya.

c. Tenaga ahli: asosiasi profesi, ahli termal, ahli pangan atau mikrobiologi,

perusahaan pembuat alat pengolahan pangan

d. Studi penelitian: pengalaman dalam lingkungan industri, dan analisis

laboratorium.

4. Monitoring

Monitoring merupakan serangkaian pengamatan atau pengukuran

yang telah direncanakan untuk memastikan bawa suatu CCP beroperasi

di bawah kendali dan untuk menyediakan catatan yang akurat untuk

digunakan dikemudian hari (Rauf, 2013). Dalam monitoring perlu juga

dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan berdasarkan

pertimbangan praktis. Lima macam pemantauan yang penting

dilaksanakan antara lain: pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran

sifat fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi (Sudarmadji,

2005).

Pelaksanaan monitoring didasarkan pada 4 panduan, yaitu:

a. Apa yang dimonitor : biasanya batas kritis dari suatu CCP, seperti

suhu, waktu, pH, kadar air dan aktivias air.

b. Bagaimana : umumnya dilakukan pengukuran fisik dan kimia (untuk

batas kritis kuantitatif) atau pengamatan (untuk batas kritis kualitatif).

c. Frekuensi : bisa secara kontinyu atau waktu-waktu tertentu.


d. Siapa : orang yang terlatih untuk melakukan aktivitas monitoring.

5. Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi adalah kegiatan yang dilakukan bila berdasarkan

hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP

pada batas kritis tertentu atau nilai target tertentu atau ketika hasil

pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian

(Sudarmadji, 2005). Tindakan perbaikan harus segera diambil pada saat

batas kritis terlampaui. Tindakan tersebut terencana, sehingga prosedur

perbaikan telah ditetapkan sebelumnya dan terdokumentasi pada rencana

HACCP. Prosedur perbaikan yang akan dilakukan telah dipastikan bahwa

tidak ada dampak bagi keamanan produk (Rauf, 2013).

Data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk

menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah

modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini, sistem dapat beradaptasi

terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang

berkesinambungan (Sudarmadji, 2005).

6. Verifikasi

Verifikasi adalah aktivitas selain monitoring yang menentukan

validitas dari rencana HACCP dan menerangkan apakah sistem berjalan

sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan verifikasi akan memberikan

suatu kepercayaan bahwa rencana HACCP telah terlaksana dengan baik

dalam mengendalikan potensi bahaya, karena didasarkan pada prinsip-

prinsip ilmiah. Aktivitas verifikasi yang dilakukan antara lain kalibrasi


peralatan dan pengujian mikrobiologi (Rauf, 2013).

7. Pemeliharaan Catatan

Catatan harian sejak penerimaan bahan baku, proses pengolahan

hingga menjadi produk, selalu tersimpan dengan baik. Hal ini untuk

mengantisipasi jika suatu saat ada pengaduan dari konsumen, pihak

produsen akan lebih mudah dan dalam waktu singkat dapat mendeteksi

kapan dan pada tahap apa terjadinya penyimpangan. Makin cepat sumber

penyimpangan terdeteksi, semakin cepat proses evaluasi, tindakan

perbaikan dan verifikasi dilakukan (Rauf, 2013).

C. Fungsi Penerapan HACCP

Menurut sinergysolusi.com terdapat beberapa fungsi dari penerapan

HACCP yaitu:

a) Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan.

b) Mencegah penutupan pabrik/Rumah Sakit

c) Meningkatkan jaminan keamanan produk

d) Pembenahan dan pembersihan pabrik/Rumah Sakit

e) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar

f) Meningkatkan kepercayaan konsumen

g) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena

masalah keamanan produk


D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Penerapan Sistem

HACCP

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, faktor-faktor yang akan

diuji pengaruhnya terhadap efektifitas penerapan HACCP, dan mengacu

pada hasil penelitian Fotopoulos et.al (2014), faktor-faktor tersebut meliputi

Atribut Manusia (Human Attributes), Atribut Sistem (Sistem Atributes),

Atribut Eksogen (Exogenous Attributes), Atribut Perusahaan (Company

Attributes).

1. Atribut Manusia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam

Hilman (2014), atribut manusia direfleksikan oleh beberapa indikator

yaitu pengetahuan karyawan, pelatihan karyawan, dan perilaku

karyawan. Hasil Penelitian Mensah et.al dalam Hilman (2014)

penerapan HACCP dipengaruhi motivasi karyawan, dan resistensi

karyawan terhadap perubahan. Berdasarkan penelitian Avanza et.al

dalam Hilman (2014) penerapan HACCP dipengaruhi pengetahuan

yang dimiliki Tim HACCP. Adaptasi dari penelitian tersebut peneliti

merumuskan Atribut manusia yang direfleksikan oleh indikator:

1) Pengetahuan karyawan.

2) Pelatihan karyawan.

3) Perilaku karyawan.

4) Kompetensi tim HACCP.

5) Motivasi karyawan.

6) Resistensi karyawan terhadap perubahan.


2. Atribut Sistem

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam

Hilman (2014), atribut sistem direfleksikan oleh beberapa indikator

yaitu sumber daya keuangan, waktu implementasi, dan penggunaan

kertas kerja. Hasil Penelitian Taylor dan Kane dalam Hilman (2014),

penerapan HACCP dipengaruhi kurangnya penanganan rekaman dan

dokumentasi (Lack of documentation and record keeping). Mensah

et.al dalam Hilman (2011) juga menyatakan bahwa penerapan HACCP

dipengaruhi oleh biaya pengembangan dan implementasi sistem

HACCP, hasil ini didukung oleh penelitian Karaman et.al dalam

Hilman (2014) bahwa hambatan penerapan HACCP adalah biaya yang

tinggi. Adaptasi dari hasil penelitian tersebut peneliti merumuskan

Atribut sistem yang direfleksikan oleh indikator:

1) Biaya pengembangan dan sertifikasi HACCP.

2) Ketersediaan sumber daya.

3) Jumlah dokumentasi yang dipersyaratkan dalam HACCP.

4) Volume dari kertas kerja.

3. Atribut Eksogen

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam

Hilman (2014), atribut eksogen direfleksikan oleh beberapa indikator

yaitu technical consultant, goverment and autorities, legal requirement

dan expanding foreign market. Hasil Penelitian Ehir et.al (2005),

penerapan HACCP pengetahuan dari regulator dalam melakukan


inspeksi. Adaptasi dari hasil penelitian tersebut peneliti merumuskan

atribut eksogen yang direfleksikan oleh indikator:

1) Penggunaan konsultan atau tenaga ahli.

2) Kompetensi pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk

melakukan sertifikasi atau inspeksi.

3) Persyaratan legal.

4) Kekuatan pasar dan persyaratan ekspor.

4. Atribut Perusahaan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al dalam

Hilman (2014), atribut perusahaan direfleksikan oleh beberapa

indikator yaitu PRP, commitment management, involvement of all

employee dan validation dan verification HACCP Plan. Hasil penelitian

Fotopoulos et.al dalam Hilman (2014) terdapat persamaan dengan

penelitian Karaman et.al dalam Hilman (2014), faktor yang menjadi

hambatan penerapan HACCP adalah Aplikasi PRP. Hasil Penelitian

Bas et.al dalam Hilman (2014), hambatan penerapan HACCP adalah

lack of PRP, Staf turn over dan lack of communication. Adaptasi dari

hasil penelitian tersebut peneliti merumuskan Atribut perusahaan yang

direfleksikan oleh indikator:

1) Komitmen manajemen.

2) Keterlibatan karyawan.

3) Implementasi Prerequiste Program (infrastruktur dan peralatan).

4) Proses verifikasi dan validasi Rencana.


5) HACCP (HACCP Plan).

6) Turn over karyawan.

7) Komunikasi (Communication).

E. Bahan Bola-Bola Tahu

1. Tahu

Tahu merupakan makanan tradisional bagi masyarakat Indonesia

sebagai makanan sumber protein yang bermutu tinggi karena banyak

terdapat asam amino esensial (Harmayani, 2009). Tahu memiliki

kandungan protein nabati yang lebih baik dibandingkan protein hewani

yang bersumber dari daging, susu maupun telur dan tahu memiliki

protein yang hampir setara dengan daging. Tahu sangat digemari oleh

semua kalangan masyarakat, selain itu tahu juga dapat dibuat dengan

mudah tanpa harus memerlukan keahlian khusus dari seseorang dengan

latar belakang ilmu pengetahuan tertentu (Supriatna, 2007).

Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein baik berasal dari

protein apa saja termasuk yang terkandung dalam kedelai dengan

menggunakan air sebagai pelarutnya. Setelah protein tersebut larut,

diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan

pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan

menjadi tahu. Jenis kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang

kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain termasuk

biji ketapang merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak

nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan (Margono,

2000) dan
memiliki potensi sebagai bahan dasar dalam pembuatan tahu.

Kandungan gizi dalam 100 gram tahu:

 Energi: 80 kal

 Protein: 10,9 gram

 Lemak: 4,7 gram

 Karbohidrat: 0,8 gram

 Serat : 0,1 gram

 Kalsium: 223 mg

 Natrium: 2 mg

 Fosfor: 183 mg

2. Tepung

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau

sangat halus tergantung proses penggilingannya. Biasanya digunakan

untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri.

Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari

gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani

misalnya tepung tulang dan tepung ikan.

Berdasarkan data USDA (U.S. Department of Agriculture), untuk

100 gram "Tepung terigu, putih (industri), protein 11, 5%, diputihkan,

tidak dipe" mengandung 18 μg lutein + zeaksantin, 0,194 mg tiamina,

1,198 mg niasin, 10 mg kolina, 2,4 gram serat, 0,84 mg seng, 0,679 mg

mangan, 30 mg magnesium, 31 μg folat dan 112 mg fosfor.

Ini menunjukkan bahwa kandungan lutein + zeaksantin, tiamina,


niasin, kolina, serat, seng, mangan, magnesium, folat dan fosfor termasuk

tinggi dan cukup tinggi.

Mengkonsumsi "Tepung terigu, putih (industri), protein 11, 5%,

diputihkan, tidak dipe" secara teratur sesuai AKG (Angka Kecukupan

Gizi) atau sesuai kebutuhan gizi per hari dari Kemenkes RI.

3. Telur

Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan

yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi

masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna

karena mengandung zat – zat gizi yang sangat baik & mudah dicerna.

Oleh karenanya telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk

anak – anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dan mineral

dalam jumlah banyak dan juga dianjurkan diberikan kepada orang yang

sedang sakit untuk mempercepat proses kesembuhannya.

Menurut Sarwono (1995), telur ayam ras memiliki fisik terdiri

dari 10% kerabang (kulit telur, cangkang), 60% putih telur dan 30%

kuning telur. Akan tetapi Suprapti (2002) mengatakan bahwa secara

umum telur terbagi atas tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau

cangkang (11% dari bobot tubuh), putih telur (57% dari bobot tubuh)

dan kuning telur (32% dari bobot tubuh). Menurut Akoso (1993), telur

sangat tahan terhadap kehilangan isi karena ketahanan kerabang

terhadap penyusup zat cair atau perbanyak jasad renik. Telur utuh

terdiri atas beberapa komponen yaitu air 66% dan bahan kering 34%

yang tersusun atas


protein 12%, lemak 10%, karbohidrat 1% dan abu 11%. Kuning telur

adalah salah satu komponen yang mengandung nutrisi terbanyak dalam

telur. Kuning telur mengandung air sekitar 48% dan lemak 33%.

Kuning telur juga mengandung vitamin, mineral, pigmen, & kolestrol.

Putih telur terdiri atas protein terutama lisosin yang memiliki

kemampuan anti bakteri untuk membantu mengurangi kerusakan telur.

Jumlah Per 100 g

Kalori (kcal) 155

Jumlah Lemak 11 g

Lemak jenuh 3,3 g

Lemak tak jenuh ganda 1,4 g

Lemak tak jenuh tunggal 4,1

g Kolesterol 373 mg

Natrium 124 mg

Kalium 126 mg

Jumlah Karbohidrat 1,1 g

Serat pangan 0 g

Gula 1,1 g

Protein 13 g

Vitamin A 520 IU Vitamin C 0 mg

Kalsium 50 mg Zat besi 1,2 mg

Vitamin D 87 IU Vitamin B6 0,1 mg

Vitamin B12 1,1 µg Magnesium 10 mg


4. Seledri

Seledri adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang biasa

digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara termasuk Jepang,

Cina dan Korea mempergunakan bagian tangkai daun sebagai bahan

makanan. Nama ilmiah Apium graveolens, Klasifikasi lebih tinggi Apium,

Famili Apiaceae, Ordo Apiales, Status konservasi Risiko Rendah

(Bertambah) Encyclopedia of Life, dan Tingkatan takson Spesies.

Dalam 100 gram seledri (sekitar setengah piring makan), terkandung

sekitar 15 kalori, 3 gram karbohidrat, 95 gram air, 0,7 gram protein, 1,5

gram

serat, 0,2 mg zat besi, 260 mg kalium, 80 mg natrium, 40 mg kalsium, 11

mg magnesium, 3 mg vitamin C, 450 IU vitamin A, 35 mikrogram (mcg)

folat, dan 30 mcg vitamin K.

5. Bawang merah

Bawang merah adalah salah satu varietas tumbuhan berumbi yang

dapat hidup di dataran tinggi. Bawang merah disebut seperti itu karena

memiliki warna ungu kemerahan pada kulitnya dan dagingnya. Bawang

merah memiliki tekstur yang mirip dengan bawang bombay yaitu berlapis-

lapis namun dengan ukuran yang lebih kecil. Bawang merah berbentuk

satuan, tidak seperti bawang putih yang umbinya terkumpul dalam satu

kulit. Bawang merah memiliki ciri khas berupa bau yang tajam tetapi tidak

setajam bawang putih dan aroma gurih serta sedikit pedas. Bawang merah

biasanya dipanen beserta daunnya. Daun bawang merah juga dapat

digunakan untuk bahan masakan atau taburan. Bawang merah memiliki


tekstur yang lebih berair sehingga lebih mudah dihaluskan untuk bumbu

masakan. Bawang merah dapat membentuk kulit baru bila disimpan dalam

waktu yang lama dalam keadaan terkupas.

Bawang merah mempunyai kandungan antioksidan yang tinggi.

Bawang merah kaya akan vitamin dan zat lain seperti fosfor, seng, serta

zat bermanfaat bagi tubuh lainnya. Khasiat bawang merah yang terkenal

adalah sebagai penurun tekanan darah. Seperti yang Anda ketahui, bawang

merah mentah umumnya disajikan sebagai acar pada masakan berlemak

seperti sate, nasi goreng, dan semacamnya. Selain baik untuk kesehatan,

bawang merah menjadi kunci utama dalam berbagai masakan nusantara.

Hampir seluruh daerah di Indonesia menggunakan bawang merah dalam

olahan kulinernya. Bawang merah mampu menonjolkan rasa masakan

dan memberikan rasa gurih terutama untuk masakan pedas yang

menggunakan cabai seperti bumbu balado, nasi goreng, rujak, dan

sebagainya.

Bawang merah merupakan umbi yang tahan lama penyimpanannya.

Anda cukup menyimpan dalam wadah terbuka dalam ruangan kering dan

tidak bersuhu ekstrim serta dalam keadaan masih terbungkus kulit. Bawang

merah juga bisa disimpan dalam keadaan terkupas dengan cara berikut ini :

Bawang merah yang sudah dikupas dicuci bersih dan dikeringkan.

Bawang merah selanjutnya disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan

dalam lemari es;

Bawang merah juga bisa disimpan dalam keadaan matang. Setelah

dikupas dan dibersihkan bawang merah dicincang halus lalu ditumis dengan
sedikit minyak sampai harum dan disimpan dalam toples lalu dimasukkan

lemari es. Bawang merah bisa tahan hingga satu minggu;

Bawang merah dapat disimpan dalam bentuk bawang goreng

renyah dan dimasukkan dalam toples kedap udara supaya tahan lama

hingga satu bulan.

Penggunaan bawang merah untuk masakan bisa dibuat dalam

bentuk cincangan atau ditumbuk halus bersama bumbu lain. Bawang

merah biasanya ditumis hingga matang baru dicampur dengan bumbu lain

dan bahan utama. Bawang merah goreng juga dapat dipakai sebagai

taburan masakan untuk menambah cita rasa (Kusumawati, 2015).

6. Bawang putih

Bawang putih adalah jenis tanaman berbentuk umbi. Bawang putih

merupakan jenis bawang-bawangan yang berwarna putih atau kuning.

Bawang putih dilapisi dengan kulit yang keras. Berbeda dengan jenis

bawang lainnya, bawang putih tidak berbentuk seperti buku. Bawang putih

berbentuk umbi yang utuh. Bawang putih mempunyai karakteristik khas

yakni beraroma tajam dan memiliki rasa pedas. Bawang putih cukup

mudah ditemui di negara tropis seperti Indonesia dan negara-negara di

Asia. Hal ini dikarenakan bawang putih telah menjadi bahan bumbu

utama untuk masakan Asia dan mudah tumbuh di negara tropis.

Bawang putih mempunyai banyak manfaat, bahkan daunnya juga menjadi

bahan utama dalam bumbu masakan.


Bawang putih memiliki kandungan kolesterol yang rendah dan

kalium, vitamin C maupun B6, fosfor serta seng yang tinggi. Bawang

putih berkhasiat sebagai antioksidan alami yang membantu regenerasi sel

dalam tubuh. Selain itu, bawang putih terbukti menjadi obat untuk batuk

dan pilek serta masuk angin, membantu menurunkan gula darah untuk

penderita diabetes, membantu menjaga sistem imun tubuh, hingga

menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi.

Bawang putih bagus dikonsumsi mentah atau dalam bentuk

masakan. Sebagai bumbu utama masakan, bawang putih berperan untuk

memberi rasa gurih dan sedikit pedas pada masakan. Bawang putih juga

berfungsi sebagai penambah aroma dalam masakan. Bawang putih

merupakan penguat rasa alami yang bebas dari bahan-bahan kimia. Oleh

karena itu, sebagian besar masakan Indonesia menggunakan bawang putih

sebagai bumbu utama. Contoh masakan berbumbu bawang putih adalah

nasi goreng, roti bawang, stik bawang, dan sebagainya. Bawang putih

memang cukup fleksibel dalam penggunaan untuk masakan ataupun

kudapan.

Bawang putih sebaiknya disimpan dalam suhu ruang dan kering.

Bawang putih cukup tahan lama hingga dua atau tiga minggu dalam

keadaan belum terkupas dan kering. Apabila Anda ingin menyimpan

bawang putih kupas, berikut caranya :

Kupas bawang putih dan cuci bersih lalu keringkan dengan cara

diangin-angin. Simpan dalam toples dan masukkan kulkas. Cara

penyimpanan ini tahan hingga sepuluh hari;


Kupas bawang putih, tumbuk dalam keadaan kering, lalu tumis

hingga setengah matang. Sisakan sedikit minyak, simpan dalam toples

rapat dan masukkan kulkas. Cara penyimpanan ini tahan hingga seminggu;

Kupas bawang putih, iris tipis, goreng hingga kering dan renyah.

Simpan dalam toples kedap udara dan letakkan di ruangan yang kering.

Bawang putih goreng tahan hingga dua bulan dalam keadaan kering. Cara

ini digunakan untuk menyimpan persediaan bawang putih goreng sebagai

taburan masakan.

Pengolahan bawang putih untuk masakan bermacam-macam

jenisnya. Bawang putih bisa menjadi bumbu halus yaitu ditumbuk atau

dihaluskan dengan bahan lain, dicincang halus maupun kasar untuk

tumisan, atau diiris tipis untuk bumbu kasar dan hiasan. Bawang putih

hendaknya tidak terlalu banyak digunakan dalam masakan untuk

menghindari bau angir dan menusuk hidung (Kusumawati, 2015).

7. Gula Pasir

Gula pasir merupakan bahan baku masakan yang terbuat dari sari

tebu dan dikristalkan membentuk serbuk-serbuk seperti pasir. Berbeda

dengan gula halus, gula pasir mempunyai butiran-butiran yang lebih kasar.

Gula pasir memiliki rasa yang manis dan mudah larut dalam air terutama

air panas. Gula pasir umumnya berwarna putih kekuningan atau sedikit

coklat. Gula pasir didapatkan dari ekstraksi sari tebu yang dikristalkan.

Gula pasir tidak mempunyai aroma tetapi berbau harum ketika diolah

menjad karamel. Gula pasir banyak ditemui di manapun dalam bentuk

kemasan. Gula pasir


menjadi salah satu dari sembilan bahan pokok yang tidak bisa terpisahkan

dari kehidupan masyarakat Indonesia. Gula pasir termasuk rentan terhadap

kelembaban karena bisa mengubah tekstur dari gula tersebut.

Gula pasir mempunyai kandungan karbohidrat sederhana yang

mudah diubah menjadi energi. Gula pasir dipercaya mampu menambah

energi dalam tubuh karena kandungan karbohidratnya. Gula pasir cukup

terkenal berkhasiat untuk menambah energi, antioksidan, menyehatkan

kulit, dan semacamnya. Akan tetapi, konsumsi gula pasir juga memiliki

batas aman setara dengan satu hingga dua sendok makan tiap harinya

agar tercegah dari risiko penyakit gula darah.

Gula pasir sudah menjadi bahan utama dalam pembuatan masakan.

Hampir di seluruh nusantara, terutama pulau Jawa, menggunakan gula

pasir sebagai pengimbang garam dan penguat rasa. Gula pasir juga dapat

ditambahkan sebagai pemanis minuman alami seperti teh, kopi, es, dan

semacamnya.

Gula pasir yang rentan terhadap kelembaban, hendaknya disimpan

rapat dalam toples kering kedap udara dan dalam suhu ruang

(Kusumawati, 2017).

8. Garam

Garam adalah suatu zat berbentuk padat, kristal, dan berwarna putih

yang merupakan hasil dari laut. Garam didapatkan dengan cara

mengeringkan air laut sehingga didapatkan kristal-kristal mineral berasal

dari air laut. Garam sendiri mempunyai rasa asin. Rasa asin didapatkan

dari
air laut yang asin. Penambang garam biasanya memanfaatkan sinar

matahari terik untuk mengeringkan air laut. Garam yang sudah dikemas

dan dijual di pasaran umumnya berbentuk serbuk atau bongkahan dalam

plastik. Garam juga terdiri dari bermacam-macam, namun yang familiar

adalah garam masak dan garam halus atau garam meja. Garam masak

berbentuk kristal atau serbuk dengan warna kurang putih. Umumnya

kandungan iodiumnya tidak setinggi garam meja atau garam halus. Garam

halus atau garam meja biasanya berbentuk lebih halus dan memiliki

iodium yang tinggi namun rasanya kurang asin.

Garam memiliki kandungan utama iodium untuk mencegah berbagai

penyakit seperti gondok. Selain itu, garam juga mengandung natrium,

magnesium, seng, dan mineral-mineral lainnya. Garam sangat bagus untuk

pencegahan penyakit gondok terutama untuk anak-anak di bawah umur.

Dalam olahan masakan, garam memegang peranan terpenting dalam

kunci cita rasa masakan. Hampir semua masakan menggunakan garam

sebagai penguat rasa dan pemberi rasa asin serta gurih. Garam juga

berfungsi sebagai pencegah tumbuhnya bakteri di masakan sehingga

garam sering digunakan sebagai sarana pembuatan bahan makanan

kering misalnya ikan asin. Garam juga berfungsi sebagai penghilang

aroma amis dari ikan, ayam, dan sebagainya.

Garam hendaknya disimpan dalam wadah kering, tertutup, dan

kedap udara agar tekstur garam tidak berubah dan tidak berceceran.

Apabila Anda suka membeli garam dalam bentuk bongkahan, lebih baik

disimpan dalam
bentuk semula baru ditumbuk sesuai kebutuhan. Garam cukup disimpan

dalam ruangan bersuhu normal, tidak perlu disimpan dalam kulkas.

Penggunaan garam dalam masakan juga hendaknya diperhatikan.

Biasanya, untuk satu panci masakan berukuran satu hingga dua liter,

dibutuhkan satu sendok teh garam. Pastikan Anda menambahkan sedikit

demi sedikit supaya tidak keasinan. Garam lebih baik ditaburkan ketika

seluruh bahan makanan sudah tercampur dengan bumbu utama agar rasa

yang ditonjolkan sudah tepat (Kusumawati, 2017).

9. Penyedap Rasa

Penyedap rasa merupakan bahan tambahan pada makanan, sehingga

makanan dapat bertambah manis, asin, asam dan sebagainya. Rasa pada

suatu makanan tertentu sangat mempengaruhi tingkat kesukaan dalam

mengkonsumsi makanan. Banyak sekali jenis makanan dengan rasa yang

berbeda-beda dan mempunyai rasa khas. Pada umumnya penyedap rasa

terbagi menjadi dua yaitu penyedap rasa alami dan penyedap rasa buatan.

Penyedap rasa buatan merupakan penyedap rasa yang terbuat dari bahan

baku tetes tebu atau molase sebagai sumber karbohidrat. Selain bahan baku

utama penyedap rasa buatan ditambahkan bahan kimia yaitu H2SO4, NH2,

NaOH, HCL, dan karbon aktif (Wardhani (2018). Penyedap rasa buatan

jika di kosumsi dalam jangka berpanjangan akan berdampak buruk bagi

kesehatan. Zat yang identik dengan penyedap rasa buatan yaitu

monosodium glutamat, efek yang ditimbulkan jika dikosumsi berlebihan

diantaranya kerusakan pada otak, sistem syaraf, ginjal, otak, mata, serta
gangguan pada kehamilan dan janin.

Penyedap rasa alami merupakan penyedap rasa yang didapatkan dari

tumbuhan dan hewan melalui proses fisik, mikrobiologi, atau enzimatis.

Penyedap rasa alami dapat diperoleh dari bahan-bahan disekitar kita yang

mengandung asam

Pada dasarnya monosodium glutamat adalah salah satu senyawakimia

yang pada konsentrasi tertentu tidak memilki rasa, tetapi dapatmemperkuat

atau memodifikasi makanan sehingga rasa lebih nikmat. Monosodium

glutamat adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid)

MSG dapat digunakan dalam berbagai makanan yang memiliki

rasagurih termasuk daging, ikan, berbagai sayuran, saus, sup, dan bumbu.

MSG memberi gabungan rasa yang dimiliki dari rasa asin dan asam.

Kelezatan suatu makanan dapat menambah gairah

santap.berbagaicampuran dilakukan untuk menghasilkan suatu hidangan

yang lezat.Salah satunya dengan menambahkan sedikit bahan penyedap

rasa instan (MSG) ke dalam hidangan. Di dalam MSG, yang berperan

dalammemberikan rasa lezat pada makanan adalah glutamate. MSG yang

terdiridari air, sodium dan glutamat ini mudah didapatkan dan harganya

punmurah. Sehingga sering membuat kita lupa akan adanya efek yang

ditimbulkan setelah mengkonsumsi MSG ini (Hurin'in, 2012)

MSG dijual dalam berbagai bentuk produk dan kemasan, produk

penyedap rasa seperti Ajinomoto, Sasa, Masako, Royco mengandung

MSG sebagai salah satu bahan penyedap rasa. Produk makanan siapsaji,

makanan
beku maupun makanan kaleng juga mengandung MSG dalam jumlah yang

cukup besar. Selain lada dan garam, botol berlabelpenyedap rasa yang

mengandung MSG juga dapat dengan mudah ditemukan dirak bumbu

dapur maupun di atas meja restoran. Umumnya, restoran cina banyak

mengandung MSG untuk menyedapkan masakan-masakannya.

MSG juga terdapat pada makanan ringan (Snack) yang banyak

beredar di masyarakat, seperti Chiki, Chitato, Cheetos, Happy toss, Taro

Snack, Smax dan lain sebagainya.

10. Minyak Kelapa Sawit

Minyak sawit adalah minyak nabati yang didapatkan dari mesocarp

buah pohon kelapa sawit, umumnya dari spesies Elaeis guineensis, dan

sedikit dari spesies Elaeis oleifera dan Attalea maripa. Minyak sawit secara

alami berwarna merah karena kandungan alfa dan beta-karotenoid yang

tinggi.

Kandungan gizi 100g minyak kelapa

sawit Jumlah Per

100 g

100 g

Kalori (kcal) 884

Jumlah Lemak 100 g

Lemak jenuh 49 g

Lemak tak jenuh ganda 9 g

Lemak tak jenuh tunggal 37 g


Kolesterol 0 mg

Natrium 0 mg

Jumlah Karbohidrat 0 g

Serat pangan 0 g

Gula 0 g

Protein 0 g

Vitamin A 0 IU Vitamin C 0 mg

Kalsium 0 mg Zat besi 0 mg

Vitamin B6 0 mg Vitamin B12 0 µg

Magnesium 0 mg

11. Air

Air adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Ciri-ciri

air yang baik adalah air yang bersih, jernih, tidak berbau, tidak berasa,

tidak berwarna dan tidak mengandung mikroorganisme. Syarat-syarat air

bersih adalah:

1. Syarat mikrobiologi: tidak mengandung bakteri E.Coli. batas minimal

E.Coli dalam air yaitu 50 E.Coli/100 mg.

2. Syarat fisik: tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.

Syarat kimia: tidak mengandung logam berat seperti Timbal, Zn dll


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Kegiatan pengamatan HACCP dilakukan pada hari selasa tanggal 1

Desember 2020, jam 07:30 – 09:00 WITA dan hari rabu, 2 Desember

2020, jam 10:00 – 11:30 WITA. Tempat kegiatan dilakukan di ruang

penerimaan, penyimpanan dan pengolahan/produksi instalasi gizi RSUD

Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.

B. Jenis Data

1. Data primer

Data primer dikumpulkan meliputi pengawasan mutu komponen bahan

makanan yang dibutuhkan untuk membuat bola-bola tahu, mulai dari

penerimaan, persiapan, pengolahan dan pendistribusian.

2. Data sekunder

Data sekunder berupa daftar berupa macam – macam bahan dan

bumbu untuk pembuatan bola-bola tahu, daftar spesifikasi bahan

makanan, siklus menu, standar porsi, dan standar bumbu.

C. Cara Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah :

1. Data primer diperoleh dengan observasi langsung dan wawancara.

2. Data sekunder diperoleh dengan cara melihat siklus menu, daftar

bumbu, dan daftar spesifikasi bahan makanan.

33
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Bola-bola tahu adalah salah satu menu lauk nabati pada siklus ke-
2. Lauk nabati ini dimasak sebagai menu makan siang untuk pasien tanpa diet
tertentu dan pasien yang berdiet. Bola-bola tahu dibuat dari bahan dasar
berupa tahu, tepung terigu, telur ayam, dan seledri. Makanan ini dapat
dikonsumsi oleh semua golongan. Rasa dari masakan ini adalah gurih dengan
tekstur renyah dibagian luar dan lembut dibagian dalam. Makanan ini
memiliki warna coklat keemasan. Bumbu dari masakan ini antara lain bawang
merah, bawang putih, gula, garam, dan penyedap rasa. Metode yang
digunakan dalam proses pengolahan menu ini adalah penggorengan.

Deskripsi Proses Pengolahan


Tabel 4.1 Deskripsi Proses pengolahan
Tanggal Pengamatan : Selasa, 1 Desember 2020 (Penerimaan &
Penyimpanan)
Rabu, 2 Desember 2020 (Persiapan-Distribusi)
Lokasi : Dapur Unit Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan
Basry Kandangan
Unit Kerja : Jasa boga
Nama Produk : Bola-Bola Tahu
Penggunaan Produk : Lauk nabati pada menu makan siang non diet
siklus menu ke-2
Tahan lama pada suhu : 60°C
Distribusi : Sentralisasi
Konsumen : Pasien berdiet dan non-diet di RSUD Brigjend.
H. Hasan Basry Kandangan yang diberikan
makanan biasa dan lunak
Tujuan pemakaian : Sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan
mineral pada menu makan siang

34
35

Perlukan pengawasan : Bola-bola tahu adalah salah satu produk


Lanjut sumber karbohidrat, vitamin dan mineral.
Meskipun bahan-bahan yang digunakan hanya
sederhana tetapi resiko terhadap cemaran dan
kerusakan biologis, mikrobiologis, fisik
maupun kimiawi mulai dari persiapan,
pengolahan sampai pada
proses distribusi tetap harus diwaspadai.
Aspek yang perlu diawas : Penerimaan, persiapan, pengolahan, pemorsian
Cara pengawasan : Observasi langsung

Berdasarkan hasil pengawasan HACCP, diperoleh Penetapan Titik


Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP).
Tabel 4..2 Penetapan Titik Kendali Kritis/ Critical Control Point (CCP)
BAHAN
BAKU/ CCP/BUKAN
NO BAHAYA P1 P2 P3 P4
TAHAPA CCP
N PROSES
1 Telur Ayam Salmonella Y Y - - Bukan CCP
2 Daun Sop Pestisida Y Y - - Bukan CCP
3 Air E. coli Y Y - - Bukan CCP
4 Penghalusan Salmonella Bukan CCP
Tahu , Bacillus
Y N Y Y
aureus,
E. Coli
5 Pemotongan Salmonella Bukan CCP
Seledri , Bacillus
Y N Y Y
aureus,
E. Coli
6 Penghalusan Salmonella Bukan CCP
Bumbu , Bacillus
Y N Y Y
aureus,
E. Coli
7 Pencampuran Salmonella Bukan CCP
Bahan , Bacillus
Y N Y Y
aureus,
E. Coli
8 Penggorengan Salmonella CCP
, Bacillus
Y N Y N
aureus,
E. Coli
Overcook Y N N - Bukan CCP
BAHAN
BAKU/ CCP/BUKAN
NO BAHAYA P1 P2 P3 P4
TAHAPA CCP
N PROSES
9 Penyimpanan Suhu danger CCP
Y N Y N
Sementara zone

B. Pembahasan

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain

yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Keamanan pangan berkaitan dengan sanitasi makanan, yaitu salah satu upaya

pencegahan yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan membebaskan

makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau

merusak kesehatan. Mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses

pengolahan, persiapan, pengangkutan, penjualan hingga saat makanan dan

minuman tersebut siap untuk diberikan kepada konsumen (Depkes dalam

Aritonang, 2014).

Keamanan pangan merupakan masalah penting, sehingga perlu

mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan. Tingkat

serangan penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan hingga

saat ini masih tinggi, meskipun prinsip-prinsip yang mendasari

pengendaliannya telah diketahui. Pendekatan tradisional melalui pengawasan

pangan yang mengandalkan pada uji akhir, dianggap gagal untuk mengatasi

masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan. Mutu produk pangan tidak

dapat dijamin hanya berdasarkan hasil uji akhir di laboratorium, tetapi harus

diawasi sejak dari pengadaan bahan baku, penanganan dan pengolahan,

hingga
ke tangan konsumen akhir. Produk pangan atau makanan yang aman untuk

dikonsumsi dapat diperoleh dari bahan baku yang baik, ditangani diolah dan

didistribusikan secara baik dan benar (Aritonang, 2014).

Sebagai upaya mewujudkan keamanan pangan, maka dilakukan

beberapa kajian yang terkait dengan keamanan pangan. Kajian ini antara lain

adalah Good Manufactaring Product (GMP), Skor Keamanan Pangan (SKP)

dan Hazard Analze Critical Control Point (HACCP). HACCP adalah suatu

sistem mengidentifikasi bahaya spesifik, yang mungkin timbul dan cara

pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut pada suatu produk

makanan. Penerapan HACCP dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat, yakni mengenai pentingnya mencegah penyakit melalui makanan

dengan cara mencegah terjadinya keeracunan makanan. Tujuan tersebut dapat

dicapai melalui evaluasi cara memproduksi bahan pangan, yakni untuk

mengetahui potensi bahaya, memperbaiki cara memproduksi bahan pangan

melalui evaluasi cara penanganan, pengolahan dan penerapan sanitasi,

meningkatkan pemeriksaan industri pangan. Hal ini dilakukakan secara

mandiri oleh karyawan. Metode HACCP ditujukan mengendalikan semua

potensi bahaya (titik kendali kritis) yang mungkin terjadi selama proses

produksi (Aritonang, 2014).

Instalasi Gizi RSUD Brigjend H Hasan Basry Kandangan sudah

menerapkan HACCP pada setiap menu masakan, salah satunya pada Bola-

Bola Tahu yang dimasak pada siklus menu ke 2 yang ada di RSUD Brigjend

H Hasan Basry Kandangan. Hal ini memang perlu dilakukan agar mencegah
bahaya yang akan terjadi bagi konsumen rumah sakit seperti keracunan

makanan dan menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat

dari proses produksi yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Mencegah terjadinya menghilangnya zat-zat gizi pada makanan terutama

vitamin dan mineral yang terdapat pada sayuran yang berfungsi sebagai zat

yang dapat mengatur sistem di dalam tubuh (Aritonang, 2014).

Semua bahan mentah dari pembuatan bola-bola tahu ditetapkan bukan

CCP, hal tersebut karena bahan mentah yang mengandung atau sensitif

terhadap bahaya biologi, kimia dan/ fisisk dapat dihilangkan atau dikurangi

pda proses pengolahan. Sedangkan pada proses pembuatan bola-bola tahu

yang termasuk CCP, yaitu pada tahap pencampuran bahan makanan (tahu,

tepung terigu, telur ayam, seledri, bawang merah, bawnag putih, gula, garam,

dan penyedap rasa) dan tahap penyimpanan sementara.

1. Penggorengan

Penggorengan ditetapkan sebagai CCP, hal ini karena untuk tahap-tahap

selnjutnya tidak ada tindakan pencegahan dalam mengurangi resiko bahaya

fisisk berupa Salmonella dan kimia berupa overcook. Sehingga petugas

pemasak harus mencuci tangan terlebih dahulu agar tidak terjadi kontaminasi

bahaya fisik sebelum melakukan proses penggorengan sehingga dapat

mengurangi tingkat resiko bahaya. serta petugas pemasak harus menjaga suhu

pemasakan minimal 90°C agar kuman pathogen mati dan tidak boleh terlalu

lama agar kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan (Kemenkes, 2011).
Pada saat pengamatan, suhu bola-bola tahu pada saat penggorengan

adalah sebesar 193.9 °C. Suhu tersebut sudah sesuai dengan suhu yang

disarankan dalam proses pemasakan yaitu lebih dari sama dengan 90°C. Pada

proses pemasakan, semua mikroorganisme dan bakteri akan mati sehingga

masakan bisa disantap.

Hal ini sudah sesuai dengan pencegahan bahaya yang mungkin terjadi

pada proses penggorengan yaitu petugas pemasak menggunakan alat

kelengkapan masak yang lengkap seperti celemek, penutup kepala berupa

kerudung, sandal kerja, sarung tangan plastik, dan masker. Akan tetapi lebih

baik lagi apabila baju kerja dan juga kerudung yang digunakan sebagai penutup

kepala hanya digunakan di dapur instalasi gizi.

2. Penyimpanan Sementara

Makanan matang sangat disukai oleh bakteri karena suasananya cocok

untuk tempat berkembang biaknya bakteri. Oleh karena itu, cara

penyimpanannya harus memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak

(setiap makanan yang matang memiliki wadah yang terpisah, pemisah

didasarkan pada jenis makanan dan setiap wadah harus memiliki tutup tetapi

tetap berventilasi (Depkes, 2007).

Penyimpanan sementara makanan setelah matang juga ditetapkan

sebagai CCP, hal ini karena pada proses penyimpanan sementara menggunakan

wadah terbuka sehingga harus dilakukan pencegahan dengan penutupan wadah

dengan plastic wrapping agar makanan tidak terkontaminasi bakteri serta

suhunya tidak menurun ke suhu danger zone (10-60°C).


Pada saat pengamatan, setelah bola-bola tahu diolah selanjutnya

dimasukkan ke dalam wadah stainless steel, akan tetapi tidak menggunakan

plastic wrapping untuk menutupinya sehingga permukaannya terbuka. Lama

penyimpanan sementara pada saat pengamatan yaitu ±30 menit sebelum

dilakukannya pemorsian, terdapat jeda waktu yang lumayan lama antara

produk masak hingga dilakukan pemorsian. Hal ini sudah sesuai karena

makanan yang aman baiknya dikonsumsi dalam waktu 2 jam, akan tetapi

seharusnya waktu jeda antara makanan masak dengan pemorsian bisa lebih

dikurangi karena setelah pemorsian masih memerlukan waktu lagi untuk

pendistribusian. Jika lebih dari itu bisa menyebabkan bakteri berkembang biak.

(Sarapsari, 2018).
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan HACCP di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan sudah

diterapkan, salah satunya pada masakan bola-bola tahu yang dimasak

pada siklus menu makan siang non berdiet ke-2 dari 10 siklus menu yang

ada di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.

2. Proses penggorengan “Bola-Bola Tahu” ditetapkan sebagai CCP, karena

setelah tahap ini tidak ada tahapan yang dapat mengurangi atau

menghilangkan bahaya fisik berupa Salmonella dan kimia berupa

overcook.

3. Proses penyimpanan sementara “Bola-Bola Tahu” juga ditetapkan sebagai

CCP, karena pada proses penyimpanan sementara menggunakan wadah

terbuka sehingga harus dilakukan pencegahan dengan penutupan wadah

dengan plastic wrapping agar makanan tidak terkontaminasi bakteri serta

suhunya tidak menurun ke suhu danger zone. Lama penyimpanan

sementara pada saat pengamatan yaitu 30 menit sebelum dilakukan

pemorsian. Hal ini sudah sesuai karena makanan yang aman baiknya

dikonsumsi dalam waktu 2 jam. Akan tetapi lebih baik waktunya bisa

dipersingkat agar bisa mencegah bakteri berkembang biak

4. Penerapan HACCP pada tahap penggorengan bola-bola tahu telah

dilakukan dengan baik oleh pihak Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H.

Hasan Basry Kandangan yaitu petugas pemasak sudah menggunakan alat

41
42

kelengkapan masak yang lengkap dan penggunaannya yang benar dan

suhu pemasakan yang tepat yaitu 193,9 °C.

B. Saran

1. Sebaiknya jarak antara bola-bola tahu selesai dimasak dengan

pemorsian tidak terlalu lama. Pada saat penyimpanan sementara bola-

bola tahu wadahnya ditutupi dengan plastic wrapping agar suhu

makanan bisa lebih terjaga dan tidak menurun ke suhu danger zone.
DAFTAR PUSTAKA

Andara Farm, 2020. Tepung Terigu. https://m.andrafarm.com/_andra.php.

Avanza dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

Bas dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

Ehir dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

Fotopoulos dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

Harmayani, Eni dkk. 2009. Pemanfaatan Kultur Pediococcus acidilactici F-11


Penghasil Bakteriosin sebagai Penggumpal pada Pembuatan Tahu. Jurnal
Penelitian. UGM. Vol 6 (1), 10-20.

Karaman dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

kusumawati, Melissa. 2015. Bawang Merah.


http://www.kerjanya.net/s/bawang+merah. Diakses pada 26 Oktober 2019

kusumawati, Melissa. 2015. Bawang Putih. http://www.kerjanya.net/faq/17920-


bawang-putih.html. Diakses pada 26 Oktober 2019

kusumawati, Melissa. 2017. Garam. http://www.kerjanya.net/faq/17924-


garam.html. Diakses pada 26 Oktober 2019

kusumawati, Melissa. 2017. Gula Pasir. http://www.kerjanya.net/faq/17928-gula-


pasir.html. Diakses pada 26 Oktober 2019

Mensah dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

Mortimore, S., & Wallace, C. 2004. HACCP Sekilas Pandang (Apriningsih &
Widyastuti, Penerjemah). Jakarta : EGC.

Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rr. Bamandhita Rahma Setiaji, 2019. Kandungan Gizi Tahu.

Sarapsari, Juwalita. 2018. Berapa Lama Makanan Boleh Disimpan di Suhu


Ruang?. https://kumparan.com/kumparanmom/berapa-lama-makanan-
boleh- disimpan-di-suhu-ruang-1546147254517299964. Diakses 1
November 2019

Sudarmaji. 2005. Analsis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. FKM Unair.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 1 No. 2

Suprapti, Lies M. 2005. Pembuatan tahu. Yogyakarta : Kanisius.

Supriatna, Dadang. 2007. Membuat Tahu Sumedang. Jakarta: Penebar Swadaya

Taylor, E. & Kane dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Efektifitas Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16
Nomor 3, November 2014: Hal 223 – 234

WHO (World Health Organization). 2005. Penyakit Bawaan Makanan: Fokus


Untuk Pendidikan Kesehatan (Apriningsih & Widyastuti, Penerjemah).
Jakarta : EGC.

Winarno, FG dan Surono. 2004.HACCP dan Penerapannya Dalam Industri


Pangan, Bogor: M-BRIO PRESS, Cetakan 2.
LAMPIRAN
1. Dokumentasi penerimaan bahan makanan

2. Dokumentasi bahan untuk pembuatan Bola-Bola Tahu

3. Pemasakan Bola-Bola Tahu

4. Penyimpanan sementara Bola-Bola Tahu

5. Pemorsian Bola-Bola Tahu


HACPP Application in Food Industry and Food Service

LEMBAR PRAKTIK KERJA LAPANGAN


PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI
SEMESTER GANJIL TA 2020/2021

PENERAPAN HACCP
(HAZARD CRITICAL CONTROL POINT) DI
INSTALASI GIZI RSUD BRIGJEND H.
HASAN BASRY KANDANGAN

Nama : RAHMA DWI SAFITRI


NIM : P07131217114
Asisten : HAYDA IRNANI, S.Gz
Kelompok : II
Menu : BOLA-BOLA TAHU

PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA


POLTEKKES KEMENKES
BANJARMASIN 2020
12 langkah dan 7 prinsip penerapan HACCP

Pembentukan Tim HACCP

Deskripsi Produk

Identifikasi Penggunaan Produk

Penyusunan Bagan Alir Proses Produksi

Konfirmasi Bagan Alir dengan


Proses Produksi di lapangan

Identifikasi Bahaya pada Setiap tahap proses dan


Tindakan pencegahannya (Prinsip 1)

Penentuan Titik Kendali Kritis /CCP

Spesifikasi batas kritis (Prinsip 3)

Penyusunan sistem pemantauan (Prinsip 4)

Pelaksanaan tindakan perbaikan (Prinsip 5)

Verifikasi sistem (Prinsip 6)

Penyimpanan data & dokumentasi (Prinsip 7)


LANGKAH 1. PEMBENTUKAN TIM HACCP SERTA RUANG LINGKUP DAN
TUJUAN

Jabatan di Instalasi
Fungsi dalam Tim Nama Keahlian
Gizi

Penanggung Jawab Rabiatun Nisa Kepala Instalasi Gizi Registered

Dietitian

Tim Leader Hayda Irnani Nutrisionis Praktisi HACCP

Anggota Elsa Agustina Nutrisionis Praktisi HACCP

Anggota Rahma Dwi Safitri Mahasiswa Magang Mahasiswa DIV

Gizi dan

Dietetika

Ruang Lingkup 1. Satu sistem manajemen untuk Industri Rumah Sakit


Analisis HACCP 2. Sistem ini untuk mencakup mulai penyediaan bahan
baku sampai proses penyajian
Tujuan dari Analisis Manajemen sistem memasukkan tujuan berikut ini:
HACCP
1. Keamanan pangan
2. Kualitas pangan sesuai spesifikasi pelanggan
3. Pembagian tugas yang lebih baik; meningkatkan pengetahuan
produk, penanganan produk yang lebih baik
4. Kesehatan dan keselamatan kerja
5. Persyaratan peraturan
Isu lingkungan
LANGKAH 2 & 3 DESKRIPSI PRODUK DAN IDENTIFIKASI PENGGUNAAN
PRODUK

Langkah 2 : Deskripsi produk

Nama Produk Bola-Bola Tahu

Komposisi Tahu, telur ayam, seledri, tepung terigu, bawang merah,


bawang putih, gula, garam, penyedap rasa dan minyak
goreng.

Struktur Fisik dan Kimia Bola-bola tahu memiliki penampan berwarna cokelat
dengan rasa gurih

Metode pengawetan -

Metode pengemasan Diporsikan dalam piring plato dan bento.

Kondisi penyimpanan Suhu ruang

Metode distribusi Didistribusikan kepada pasien dengan menggunakan


trolley

Masa penggunaan 1 hari

Persyaratan khusus dalam -


pelabelan

Penyiapan dan penggunaan Hidangan siap santap


oleh pelanggan

Langkah 3 : Identifikasi Penggunaan Produk

Bola-Bola Tahu merupakan lauk nabati siang pada menu hari ke-2 yang diperuntukkan
untuk pasien non diet kelas VIP, I, II, dan III.

Diverifikasi oleh :

2 12 2020

Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Rahma Dwi Safitri


LANGKAH 4 & 5 ALIRAN PROSES/DIAGRAM ALIR DAN VERIFIKASI DIAGRAM
ALIR

Langkah 4a : Diagram alir bahan baku (penerimaan sampai dengan penyimpanan)

Telur Ayam, Minyak Goreng, Gula, Garam,


Penyedap Rasa
Tahu, Seledri
Bawang Merah,
Bawang Putih

Penerimaan
Penerimaan

Pengecekan Kualitan dan Kuantitas Pengecekan Kualitan dan Kuantitas

Penyimpanan Gudang Kering


Penyimpanan Gudang Basah

Diverifikasi oleh :

2 12 2020

Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Rahma Dwi Safitri


Langkah 4b : Diagram alir proses (persiapan sampai dengan penyajian)

Telur ayam, tepung terigu, gula, garam,


penyedap rasa,Bawang Merah, Bawang
Putih Minyak Goreng
Tahu Seledri

Haluskan Potong Haluskan


Kecil Panaskan

Campurkan

Goreng

Angkat &Tiriskan

Diverifikasi oleh :

2 12 2020

Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Rahma Dwi Safitri

Langkah 5a : Verifikasi diagram alir bahan baku


Tahu, Seledri Bawang Merah, Bawang Putih

Telur Ayam, Minyak Goreng, Gula, Garam, Penyedap Rasa


Penerimaan Penerimaan

Pengecekan Kualitan dan Kuantitas Pengecekan Kualitan dan Kuantitas

Penyimpanan Gudang Basah Penyimpanan Gudang Kering 20°C


7°C

Diverifikasi oleh :

2 12 2020

Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Rahma Dwi Safitri


Langkah 5b : Verifikasi diagram alir proses

Telur ayam, tepung terigu, gula, garam,


penyedap rasa
Bawang Merah, Bawang
Putih
Tahu Seledri Minyak
Goreng

Potong Haluskan Panaskan


Haluskan
Kecil

Campurkan

Goreng (152,5°C)

Angkat &Tiriskan

Diverifikasi oleh :

2 12 2020

Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Rahma Dwi Safitri


HACPP Application in Food Industry and Food Service

LANGKAH 6 : IDENTIFIKASI BAHAYA DAN TINDAKAN PENCEGAHANNYA (PRINSIP 1)

BAHAN BAKU

BAHAN SIGNIFIKANSI BAHAYA


JUSTIFIKASI
BAKU / IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO PENYEBAB
TAHAPAN BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
BAHAYA
PROSES

1 Tahu Mikrobiologi : Terbawa dari SOP Penerimaan Bahan


L H N
Salmonella sp supplier Makanan Tahu

F : rambut, krikil Terbawa dari Dicuci dengan bersih


L L N
supplier

Kimia : Pada Pemilihan tahu yang


Formalin, pembuatan baik dan benar
Boraks, Zat tahu
pemutih

2 Telur Ayam Biologi : Induk ayam SOP Penerimaan Bahan


atau kotoran H H Y Makanan Telur Ayam
ayam yang
BAHAN SIGNIFIKANSI BAHAYA
JUSTIFIKASI
BAKU / IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO PENYEBAB
TAHAPAN BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
BAHAYA
PROSES

Bakteri menempel
Salmonella pada telur

Fisik : Terbawa dari Dicuci dengan bersih


supplier L L N
Debu, tanah

3 Seledri Biologi : Terbawa dari SOP Penerimaan Bahan


supplier L H N Makanan Seledri
Ulat, serangga ,
busuk

Kimia : Terbawa dari Dicuci dengan bersih


supplier H H Y
Pestisida

Fisik : Terbawa dari Dicuci dengan bersih


supplier L L N
Debu, tanah
BAHAN SIGNIFIKANSI BAHAYA
JUSTIFIKASI
BAKU / IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO PENYEBAB
TAHAPAN BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
BAHAYA
PROSES

4 Bawang Biologi : Penyimpanan SOP Penyimpanan


Merah, kurang tepat Bahan Makanan
Jamur L L N
Bawang Putih Bawang
Bacillucereus,
ulat

Kimia : Terbawa dari Mencuci bahan baku


supplier L H N dengan air mengalir
Residu pestisida

Fisik : Terbawa dari Mencuci bahan baku


supplier L L N dengan air mengalir
Kotoran tanah

5 Bahan Kering Biologi : Penyimpanan SOP Penyimpanan


: Tepung kurang tepat L L N Bahan Makanan Kering
Kapang atau
Terigu, Gula
jamur
BAHAN SIGNIFIKANSI BAHAYA
JUSTIFIKASI
BAKU / IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO PENYEBAB
TAHAPAN BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
BAHAYA
PROSES

Pasir, Garam, Kimia : Terbawa dari Jaminan supplier


Minyak supplier
Logam Berat bahan yang diterima
Goreng, dan L L N kering, tidak ditemukan
Penyedap
karat pada wadah,
Rasa
kemasan tidak rusak

Fisik : Terbawa dari Jaminan supplier


supplier
Kerikil, debu, bahan yang diterima
kemasan rusak / L L N kering, tidak ditemukan
sobek karat pada wadah,
kemasan tidak rusak

6 Air Biologi : Penggunaan air Pemilihan sumber air


dari sumur H H Y yang tepat
E. coli
BAHAN SIGNIFIKANSI BAHAYA
JUSTIFIKASI
BAKU / IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO PENYEBAB
TAHAPAN BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
BAHAYA
PROSES

yang kontak
dengan tanah

Kimia : Penjernih pada Pemilihan sumber air


air L H N yang tepat
Kaporit

Fisik : Penggunaan air Proses filtrasi


dari sumur (penyaringan) sebelum
Warna tidak L L N
yang kontak digunakan
jernih, debu,
dengan tanah
pasir
TAHAPAN PROSES

BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA


IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

1 Penghalusan Tahu Kimia : Alat tidak Pencucian alat

Kontaminasi tercuci dengan dengan benar

logam berat bersih, L H N

alat/wadah bahan meninggalkan

logam berat.

Mikrobiologi : Tangan Personal hygiene

Salmonella, penjamah saat penjamah

pengirisan H H Y makanan
Bacillus

aureus, ditingkatkan,

E. Coli seperti
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

penggunaan

sarung tangan

Fisik : Rambut, kuku, Personal hygiene

Kontaminasi alat atau bahan penjamah

dari bahan non- non-pangan makanan

pangan ditemukan ditingkatkan,


L L N
dalam seperti

makanan penggunaan

sarung tangan dan

penutup kepala.
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

2 Pemotongan daun Kimia : Alat tidak Pencucian alat

sop Kontaminasi tercuci dengan dengan benar

logam berat bersih, L H N

alat/wadah bahan meninggalkan

logam berat.

Mikrobiologi : Tangan Personal hygiene

Salmonella, penjamah saat penjamah

pencincangan H H Y makanan
Bacillus

aureus, ditingkatkan,

E. Coli seperti
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

penggunaan

sarung tangan

Fisik : Rambut, kuku, Personal hygiene

Kontaminasi alat atau bahan penjamah


dari bahan non- non-pangan makanan
pangan
ditemukan ditingkatkan,
L L N
dalam seperti

makanan penggunaan

sarung tangan dan

penutup kepala.
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

3 Penghalusan bumbu Kimia : Alat tidak Pencucian alat

Kontaminasi tercuci dengan dengan benar

logam berat bersih, L H N

alat/wadah bahan meninggalkan

logam berat.

Mikrobiologi : Tangan Personal hygiene

Salmonella, penjamah saat penjamah

penghalusan H H Y makanan
Bacillus

aureus, bumbu ditingkatkan,

E. Coli seperti
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

penggunaan

sarung tangan

Fisik : Rambut, kuku, Personal hygiene

Kontaminasi alat atau bahan penjamah

dari bahan non- non-pangan makanan

pangan ditemukan ditingkatkan,


L L N
dalam seperti

makanan penggunaan

sarung tangan dan

penutup kepala.
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

4 Pencampuran tahu, Kimia : Alat tidak Pencucian alat

daun sop, bumbu Kontaminasi tercuci dengan dengan benar

halus, bahan kering logam berat bersih, L H N

(gula, garam, alat/wadah bahan meninggalkan

penyedap rasa) logam berat.

Fisik : Tangan Personal hygiene

penjamah saat penjamah


Salmoella,
pencampuran makanan,
Bacillus H H Y
pencucian tangan
aureus
dengan sabun

sebelum
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

mencampur bahan

makanan

Mikrobiologi : Tangan Personal hygiene

Salmonella, penjamah saat penjamah


Bacillus pencampuran makanan
aureus,
bahan H H Y ditingkatkan,
E. Coli
seperti

penggunaan

sarung tangan

5 Penggorengan Fisik : Rambut, kuku, Personal hygiene


atau bahan L L N penjamah
non-pangan makanan
ditemukan ditingkatkan,
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

Kontaminasi alat dalam seperti


dari bahan non- makanan penggunaan
pangan sarung tangan dan
penutup kepala.

Mikrobiologi : Tangan Personal hygiene


penjamah saat penjamah
Salmonella, penggorengan makanan
Bacillus H H Y ditingkatkan,
aureus, seperti
E. Coli penggunaan
sarung tangan

Kimia : Proses Penggorengan


penggorengan dengan api sedang
overcook yang teralu
M H Y
lama dengan
suhu yang
tidak teratur
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

6 Penyimpanan Biologi : Suhu makanan Penyimpanan

sementara Pertumbuhan menurun dengan ditutup


M H Y
bakteri (danger zone menggunakan

10-60°C) plastic wrapping

7 Pemorsian Fisik : Rambut, kuku, Personal hygiene

atau bahan penjamah


Kontaminasi alat
non-pangan makanan
dari bahan non- L L N
ditemukan ditingkatkan,
pangan
dalam seperti

makanan penggunaan
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI TINDAKAN
NO BAKU/TAHAPA PENYEBAB
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI PENCEGAHAN
N PROSES BAHAYA

sarung tangan dan

penutup kepala.

8 Pendistribusian Fisik : Lingkungan Pemakaian wadah

Debu, bahan L M N tertutup

non-pangan
LANGKAH 7 : PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS/CRITICAL CONTROL POINT (PRINSIP 2)

BAHAN BAKU/ CCP/BUKAN


NO BAHAYA P1 P2 P3 P4
TAHAPAN PROSES CCP
1 Telur Ayam Salmonella Y Y N - Bukan CCP
2 Daun Sop Pestisida Y Y N - Bukan CCP
3 Air E. coli Y Y N - Bukan CCP
4 Penghancuran Tahu Salmonella Y N Y Y Bukan CCP
5 Pemotongan Seledri Salmonella Y N Y Y Bukan CCP
6 Penghalusan Bumbu Salmonella Y N Y Y Bukan CCP
7 Pencampuran Bahan Salmonella Y N Y Y Bukan CCP
8 Penggorengan Overcook Y N Y N CCP
9 Penyimpanan Suhu danger zone CCP
Y N Y N
Sementara
LANGKAH 8 : SPESIFIKASI BATAS KRITIS (PRINSIP 3)

BAHAN BAKU/ IDENTIFIKASI


NO TINDAKAN PENGENDALIAN BATAS KRITIS
TAHAPAN PROSES (CCP) BAHAYA

1 Penggorengan Salmonella - Personal hygiene penjamah makanan, - Negatif/25g

Bacillus pencucian tangan dengan sabun - Suhu penggorengan

sebelum melakukan penggorengan minimal 90°C


aureus
- Pengontrolan suhu penggorengan
E. Coli
minimal 90°C

2 Penyimpanan Sementara Suhu danger zone Penyimpanan di wadah berbahan Suhu makanan matang

stainless steel yang ditutupi dengan diatas 60°C

plastic wrapping
LANGKAH 9 : PENYUSUNAN SISTEM PEMANTAUAN (PRINSIP 4)

BAHAN BAKU/ PROSEDUR MONITORING


BATAS
NO TAHAPAN
KRITIS WHAT HOW WHERE WHO WHEN
PROSES (CCP)

1 Penggorengan Negatif/25g Kebersihan Pengolah makanan Tempat Penjamah Setiap akan

pengeolahan melakukan personal pengolahan makanan mengolah

makanan hygiene (mencuci tangan bahan makanan

dengan sabun sebelum

bersentuhan dengan bahan

makanan).

Suhu >90°C Pemasakan Pengolah makanan Tempat Penjamah Setiap

yang tepat melakukan proses pengolahan makanan proses

makanan pemasakan
BAHAN BAKU/ PROSEDUR MONITORING
BATAS
NO TAHAPAN
KRITIS WHAT HOW WHERE WHO WHEN
PROSES (CCP)

penggorengan yang suhunya

terkontrol minimal 90°C

2 Penyimpanan Suhu makanan Penyimpanan Pengolah makanan Tempat Penjamah Setiap akan

Sementara matang diatas sementara menyimpan makanan pemorsian makanan menyimpan

60°C yang tepat matang di wadah berbahan makanan

stainless steel dan ditutupi matang

dengan plastic wrapping


LANGKAH 10, 11 & 12 : PELAKSANAAN TINDAKAN PERBAIKAN, VERIFIKASI SISTEM SERTA DOKUMENTASI DAN
PENCATATAN (PRINSIP 5, 6 & 7)

BAHAN BAKU/ PROSEDUR MONITORING


BATAS TINDAKAN DOKUMENTASI
TAHAPAN PROSES VERIFIKASI
KRITIS KOREKSI & RECORD
(CCP)
WHAT HOW WHERE WHO WHEN

Penggorengan Negatif/25g Kebersihan Pengolah Tempat Penjamah Setiap akan Melakukan Rekaman proses

pengeolahan makanan pengolahan makanan mengolah pemeriksaan pencampuran

makanan melakukan bahan makanan alat setiap bahan

personal minggu,

hygiene melakukan

(mencuci pemeliharaan

tangan

dengan sabun

sebelum

bersentuhan
BAHAN BAKU/ PROSEDUR MONITORING
BATAS TINDAKAN DOKUMENTASI
TAHAPAN PROSES VERIFIKASI
KRITIS KOREKSI & RECORD
(CCP)
WHAT HOW WHERE WHO WHEN

dengan bahan

makanan).

Suhu Pemasakan Pengolahan Tempat Penjamah Setiap Mewajibkan Melakukan Rekaman proses

>90°C yang tepat makanan pengolahan makanan proses petugas pemeriksaan penggorengan

melakukan makanan pemasakan memasak suhu makanan

prose untuk penggorengan

penggorengan melakukan makanan

yang suhunya pengecekan

trerkontrol suhu

minimal 90°C penggorengan

Penyimpanan Sementara Suhu Penyimpanan Pengolah Tempat Penjamah Setiap akan Rekaman proses

makanan sementara makanan pemorsian makanan menyimpan penyimpanan

yang tepat menyimpan sementara

makanan
BAHAN BAKU/ PROSEDUR MONITORING
BATAS TINDAKAN DOKUMENTASI
TAHAPAN PROSES VERIFIKASI
KRITIS KOREKSI & RECORD
(CCP)
WHAT HOW WHERE WHO WHEN

matang matang di makanan

diatas 60°C wadah matang

berbahan

stainless

steel dan

ditutupi

dengan

plastic

wrapping
HACPP Application in Food Industry and Food Service

LANGKAH 12 : TETAPKAN DOKUMENTASI DAN PENCATATAN


(PRINSIP 7)

1. Spesifikasi Bahan Makanan


Bahan Makanan Spesifikasi
Tahu Tahu putih mentah ukuran 150g/ptg
Tepung Terigu Tepung terigu putih, tidak berulat, tidak berbau
Telur Ayam Telur ayam ras ukuran 50-60 gr/butir
Daun Sop Segar, hijau, satu ikat terdiri dari 5 ikat kecil
Penyedap Rasa Penyedap rasa bubuk
Minyak Goreng Minyak kemasan pabrik
Bawang Merah Sudah dikupas, bersih dan masih segar
Bawang Putih Sudah dikupas, bersih dan masih segar
Gula Pasir Warna putih bersih, tidak basah, butiran halus,
mengandung yodium, kemasan utuh
Garam Warna putih bersih, tidak basah, butiran halus,
mengandung yodium, kemasan utuh
Air Air bersih tidak keruh dan berwarna, tidak berasa, tidak
berbau, tidak ada endapan, tidak mengandung bahan
kimia, tidak tercemar bakteri dan virus

2. Skedul Verifikasi Sistem/Catatan Kegiatan


Tanggal Penanggungjawab
Tahap/ Sumber
Aktivitas Dekripsi Frekuensi Review
Input Catatan
Verifikasi Siapa Tanda tangan

- Semua - Tabel Tahapan Dua kali Cheklist Pemilik


tahapan Audit – Internal setahun internal
- Monitori HACCP Audit sesuai audit
ng - Review
dengan
sistem, dan
tindakan revalidate produksi
koreksi monitorin dan
dan g, packing
catatan tindakan atau bila
koreksi perubahan
dan proses
catatan
terjadi

- Manual Verifikasi Selama Tahunan Laporan Tim


mutu manual reviwe Verifikas HACC
jaminan lengkap P
Tanggal Penanggungjawab
Tahap/ Sumber
Aktivitas Dekripsi Frekuensi Review
Input Catatan
Verifikasi Siapa Tanda tangan

mutu dan HACCP i Review


sistem Plan HACCP
yang
memenuhi
aktivitas
saat ini dan
perubahan
yang
terjadi
pada
industri

- Aliran Verifikasi Cek Tahunan Tim


Proses disain relevansi atau bila HACC
proses aliran perubahan Laporan P
proses proses Verifikas
terjadi i Review
HACCP

3. Laporan Verifikasi Review HACCP


Tipe Review:

- Tahunan

- Dipicu perubahan

Data Review
Anggota Tim Review

Fungsi dalam Tandatangan pada


Nama Keahlian
Tim saat selesai

Laporan Review HACCP


Sumber
TAHAP Aktivitas Rekomendasi
catatan

- monitoring - Review dan - Checklist


sistem dan validasi audit
tindakan monitoring, internal
koreksi tindakan koreksi - Catatan
dan catatan pada
audit internal
- Aliran - Verifikasi aliran - Aliran
proses proses proses
- Analisis - Validasi ulang - Analisis
bahaya analisis bahaya bahaya
- Limit - Validasi ulang - Validasi
kritis limit kritis limit kritis
- Program - Validasi program - Program
pendukung pedukung pedukug
- Manual - Review manual - Lapora
mutu mutu review
HACCP
- Residu - Verifikasi - Laporan
kimia penanggungjawab lab
penggunaan
bahan kimia

Anda mungkin juga menyukai