Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

RSUD BRIGJEND. H. HASAN BASRY KANDANGAN

PENERAPAN HACCP “EMPAL JAGUNG”

Pembimbing :

Hayda Irnani, S.Gz

Disusun Oleh :

SITI A’BIDAH NURSYIFA

NIM. P07131217126

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA

2020
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

RSUD BRIGJEND. H. HASAN BASRY KANDANGAN

PENERAPAN HACCP “EMPAL JAGUNG”

Pembimbing :

Hayda Irnani, S.Gz

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas Praktek Kerja
Lapangan Bidang Penyelenggaraan Makanan Institusi
di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan

Disusun Oleh :

SITI A’BIDAH NURSYIFA

NIM. P07131217126

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA

2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)


PENERAPAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL
CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK EMPAL
JAGUNG RSUD BRIGJEND. H. HASAN BASRY
KANDANGAN

Telah Disetujui Pada Bulan Desember 2020

Mengetahui,
Menyetujui,
Kepala Instalasi Gizi
Pembimbing
RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan

Rabiatun Nisa, A.Md. Gz., RD


Hayda Irnani, S.Gz
NIP. 19760404 200003 2 004
NIP. 19960511 201903 2 010
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkat rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada saya sehingga saya dapat
menyelesaikan Laporan tentang Penerapan Hazard Analysis Crital Control Point
(HACCP) Pada Menu Empal Jagung di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan
Basry Kandangan.

Dalam menyelesaikan Laporan ini, Saya telah banyak mendapat bantuan


dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya
ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu dr. Hj. Rasyidah M.Kes, selaku Direktur RSUD Brigjend. H. Hasan
Basry Kandangan yang telah memberikan izin kepada kami untuk
melaksanakan PKL BPMI.
2. Bapak Dr. H. Mahpolah, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Banjarmasin.
3. Ibu Rabiatun Nisa, A.Md.Gz., RD, selaku kepala Instalasi Gizi RSUD
Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.
4. Kakak Hayda Irnani, S.Gz, selaku pembimbing lapangan selama PKL yang
telah memberikan bimbingan.
5. Ahli Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan yang telah
memberikan masukan dan saran.
6. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan Penerapan
HACCP pada menu Empal Jagung di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H.
Hasan Basry Kandangan.
Saya sangat menyadari bahwa Laporan Penerapan HACCP pada menu
empal jagung ini masih kurang dari kata sempurna. Untuk itu saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan Laporan Penerapan HACCP pada menu empal jagung ini
dikemudian hari.

Kandangan, Desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3
A. Pengertian HACCP......................................................................3
B. Prinsip HACCP...........................................................................5
C. Fungsi Penerapan HACCP........................................................12
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Penerapan
HACCP......................................................................................12
E. Bahan Empal Jagung.................................................................14
BAB III METODE PENELITIAN................................................................23
A. Waktu dan Tempat....................................................................23
B. Jenis Data...................................................................................23
C. Cara Pengumpulan Data............................................................23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................24
A. Hasil...........................................................................................24
B. Pembahasan...............................................................................26
BAB IV PENUTUP........................................................................................30
A. Kesimpulan................................................................................30
B. Saran..........................................................................................31
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pengelompokkan Jenis Bahaya .......................................... 5


Tabel 2.2 Pengelompokkkan Bahaya ................................................. 6
Tabel 2.3 Kategori Penetapan Risiko ................................................. 7
Tabel 2.4 Kategori Risiko Bahaya Berdasarkan Produk .................... 7
Tabel 2.5 Batas Kritis CCP................................................................. 9
Tabel 4.1 Deskripsi Proses Pengolahan Empal Jagung ...................... 24
Tabel 4.2 Penetapan Titik Kritis/Critical Control Point (CCP)......... 25
DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1 Dokumentasi Penerimaan Bahan Makanan Basah


Gambar 6.2 Dokumentasi Pencucian Sayur dan Buah
Gambar 6.3 Dokumentasi Penggorengan Empal Jagung
Gambar 6.4 Dokumentasi Pengukuran Suhu Pada Penggorengan Empal
Jagung Gambar 6.5 Dokumentasi Penyimpanan Sementara Empal Jagung
Gambar 6.6 Dokumentasi Pengukuran Suhu Pada Penyimpanan Sementara
Empal Jagung
Gambar 6.7 Dokumentasi Pemorsian Empal Jagung
Gambar 6.8 Dokumentasi Pengukuran Suhu Pada Pemorsian Empal Jagung
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan makanan terutama makanan khusus rumah sakit
harus optimal dan sesuai dengan mutu pelayanan standar kesehatan serta
indikasi penyakit pasien, penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi
syarat kesehatan (tidak saniter dan higienis) selain memperpanjang proses
perawatan, juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang atau infeksi
nosokomial (infeksi yang didapatkan di rumah sakit), yang dapat diperoleh
melalui makanan. Selain timbulnya infeksi nosokomial, penyelenggaraan
makanan di rumah sakit yang tidak memenuhi standar kesehatan (tidak
higienis) juga dapat menyebabkan keracunan makanan (Puspita, 2010).
Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis
seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan
teknologi, maka diperlukan suatu sistem pengawasan pangan sejak diproduksi,
diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan
kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap
bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-
panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan didistribusikan dan
dikonsumsi (Seto, 2001).
Keamanan pangan pada dasarnya adalah hygienie sanitasi makanan,
nilai gizi dan safety. Salah satu langkah pengawasan mutu adalah dengan
menerapkan sistim HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau
analisa bahaya dan pengendalian titik kritis. Sistem HACCP adalah suatu
sistem yang memiliki landasan ilmiah dan yang secara sistematis
mengidentifikasi potensi-potensi bahaya terentu serta cara-cara
pengendaliannya untuk menjamin keamanan pangan (Susilo, 2006).

1
2

Hidangan Empal Jagung merupakan menu makan siang pada siklus


menu ke III di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan
yang memerlukan tindakan HACCP karena menggunakan bahan baku yang
rentan terhadap bahaya biologi, fisika, dan kimia. Selain itu, bahaya juga dapat
timbul pada saat proses penerimaan bahan baku, kontaminasi dengan bahan
makanan lain dan kebersihan alat yang digunakan.
Oleh karena itu, penyusun mencoba melakukan pengkajian penerapan
HACCP pada pengolahan Empal Jagung di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H.
Hasan Basry Kandangan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan
HACCP pada pengolahan produk Empal Jagung di Instalasi Gizi RSUD
Brigjend.
H. Hasan Basry Kandangan? “.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan pengkajian penerapan HACCP pada pengolahan
Empal Jagung di Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian analisa potensi bahaya
b. Melakukan pengkajian titik-titik pengendalian kritis atau Critical Control
Point (CCP)
c. Melakukan pengkajian batas kritis
d. Melakukan pengkajian suatu sistem untuk mengawasi pengendalian CCP
e. Melakukan pengkajian tindakan-tindakan perbaikan
f. Melakukan pengkajian prosedur pengecekan ulang
g. Melakukan pengkajian dokumentasi atau pemeliharaan catatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP
The Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
merupakan metode yang rasional dan ilmiah untuk penjaminan mutu
makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis
terhadap bahaya (hazard) dan penentuan upaya pengendalian yang efektif
(WHO, 2005).
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan
makanan yang sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang sudah
dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan
dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai persediaan makanan, dan
tindakan pengendalian ditempatkan untuk mencegah munculnya bahaya
tersebut. Metode ini sangat logis dan mengkaji semua tahapan di dalam
produksi makanan mulai dari tahap penerimaan bahan makanan sampai
konsumsi makanan jadi, termasuk semua proses diantaranya dan aktivitas
pendistribusian (Mortimeore dan Wallace, 2004).
Berdasarkan SNI HACCP 1998, HACCP adalah suatu piranti
untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang
memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar
pengujian produk akhir. Setiap sistem HACCP mampu mengakomodasi
perubahan seperti kemajuan dalam rancangan peralatan, prosedur
pengolahan atau perkembangan teknologi. Penerapan HACCP sesuai
dengan pelaksanaan sistem manajemen mutu seperti ISO seri 9000 dan
merupakan sistem yang dipilih untuk manajemen keamanan pangan.
Menurut Winarno, 2004 definisi dari batasan dalam HACCP:

Hazard: Merupakan penyebab atau ancaman yang potensial


terhadap keselamatan dan keamanan konsumen atau
yang dapat mendatangkan kerusakan pada produk.

3
4

Analysis : Sistem apa saja yang dapat digunakan untuk


menganalisis adanya hazard yang berkaitan dengan
keselamatan konsumen (atau penerimaan produk).
Critical Control : Suatu lokasi, tingkat atau proses yang bila tidak
dikendalikan dengan baik dapat memberikan ancaman
bagi konsumen. Contohnya bahan mentah/segar
merupakan citical control point bila tidak ada tahap yang
dilakukan untuk membebaskan makanan dari mikroba
patogen yang terdapat dalam bahan mentah tersebut.
Monitoring : Suatu verifikasi bahwa proses pengolahan atau cara
penanganan pada setiap control point telah dilaksanakan
dengan benar.
Resiko : Suatu kemungkinan bahwa hazard akan dirasakan.

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu


sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan
bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi
tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-
bahaya tersebut. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan
identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan
pencegahan daripada mengendalikan pengujian produk akhir. Sistem
HACCP bukan merupakan sistem jaminan pangan yang zero risk atau tanpa
risiko, tetapi dirancang untuk meminimkan risiko bahaya keamanan pangan.
Sistem. HACCP juga dianggap sebagai alat menajemen yang digunakan
untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses produksi terhadap
kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik (Winarno, 2004).
B. Prinsip HACCP
1. Analisa Bahaya
Potensi bahaya adalah suatu bahan biologi, kimia atau fisik
yang dapat menyebakan sakit atau cedera jika tidak dikendalikan (Rauf,
2013). Bahaya tersebut dapat berasal dari bahan mentah, kemasan,
proses dan penanganan yang berlangsung dalam rantai makanan
ataupun lingkungan. Potensi bahaya dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu bahaya fisik, bahaya biologi, dan bahaya kimia. Potensi bahaya
dari setiap bahan, baik bahan tambahan sekecil apapun harus dilakukan
analisis potensi bahaya. Berikut tabel pengelompokan potensi bahaya:
Tabel 2.1. Pengelompokkan Jenis Bahaya
Jenis Bahaya Contoh
Biologi Bakteri, virus, kapang, protozoa, dan serangga
Toksin alami (sianida), alergen, pestisida,
Kimia
Mikotoksin
Fisik Kerikil, logam, kaca, rambut
Sumber: Rauf, 2013

Analisis potensi bahaya adalah proses pengumpulan informasi


dan evaluasi potensi bahaya pada bahan pangan untuk dijadikan bahan
pertimbangan apakah potensi bahaya tersebut signifikan dan harus
dikendalikan pada perencanaan HACCP. Salah satu tahap analisis
bahaya adalah penentuan kelompok bahaya dari bahan baku, produk
antara, dan produk akhir yang dibagi menjadi 6 kelompok bahaya, yaitu
bahaya A, B, C, D, E, dan F. Berikut tabel pengelompokan bahaya:
Tabel 2.2. Pengelompokan Bahaya
Kelompok
Keterangan
Bahaya
Makanan non-steril untuk golongan berisiko tinggi
A seperti bayi, balita, pasien, lansia, ibu hamil, ibu
menyusui.
Makanan yang tersusun atas bahan yang sensitif terhadap
B
potensi bahaya biologi, kimia atau fisik.
Dalam pengolahan tidak terdapat tahap yang dapat
C menghilangkan atau mengurangi bahaya biologi, kimia,
atau fisik hingga batas yang dapat diterima.
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali
D
setelah pengolahan dan sebelum pengemasan penyajian.
Makanan kemungkinan mengalami pencemaran kembali
E atau penanganan yang kurang tepat selama distribusi
hingga diterima konsumen.
Makanan yang tidak mengalami proses pemanasan
setelah pengemasan hingga disantap oleh konsumen
untuk menghilangkan bahaya biologi. Tidak ada cara
F
bagi konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan atau
mengurangi potensi bahaya
kimia dan fisik.
Sumber: Rauf, 2013
Setiap produk diidentifikasikan terhadap kemungkinan
mengandung bahaya A sampai F, kemudian dikelompokkan berdasarkan
kategori risiko. Kategori risiko terbagi menjadi tujuh, yaitu kategori 0
sampai VI. Pengelompokkan kategori risiko dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2.3. Kategori Penetapan Resiko
Kategori Karakteristik
Keterangan
Resiko Bahaya
0 0 (tidak ada Tidak mengandung bahaya A sampai F
bahaya)
I (+) Mengandung satu bahaya A sampai F
II (++) Mengandung dua bahaya A sampai F
III (+++) Mengandung tiga bahaya A sampai F
IV (++++) Mengandung empat bahaya A sampai
F
V (+++++) Mengandung lima bahaya A sampai F
VI A+ (kategori Kategori resiko paling tinggi (semua
khusus) produk yang mempunyai bahaya A)
tanpa/dengan
bahaya A
sampai F

Tabel 2.4. Kategori risiko bahaya berdasarkan produk


Produk-produk kategori 1 (resiko tinggi)
1. Produk-produk yang mengandung ikan, daging, telur, sayur,
serealia dan atau bahan dari susu yang perlu diawetkan
(penurunan suhu)
2. Daging, ikan mentah dan produk-produk olahan susu
3. Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau diatasnya yang
disterillisasi dalam wadah yang ditutup kemasan kedap udara
Produk-produk kategori II (resiko sedang)
1. Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan,
daging, telur, sayuran atau serealia dan atau bahan atau
penggantinya dan produk lain yang tidak termasuk dalam
regulasi hygiene makanan
2. Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar
3. Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin,
selai roti , mayones dan saus atau kuah
Produk-produk kategori III (resiko rendah)
1. Produk asam (nilai pH dibawah 4,6) seperti pikel (makanan
yang diawetkan, buah-buahan, konsentrat buah, sari buah dan
minuman asam
2. Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas
3. Selai (jam), marmalade dan preserve (seperti selai)
4. Produk-produk berbasis gula
5. Minyak dan lemak makanan

2. Titik Kendali Kritis


Titik kendali kritis atau CCP (critical control point)
didefinisikan sebagai tahapan atau prosedur dalam pengolahan pangan
dimana pengendalian dapat dilakukan sehingga dapat menghilangkan atau
mengurangi potensi bahaya hingga mencapai level yang dapat diterima
(Rauf, 2013). Setiap bahaya yang teridentifikasi pada bahan baku
membutuhkan suatu proses yang dapat mengurangi atau menghilangkan
bahaya tersebut sampai batas aman. Penentuan apakah suatu tahap atau
proses adalah CCP atau bukan dengan cara menjawab pertanyaan pada
pohon keputusan CCP.
Beberapa produk pangan, formulasi makanan mempengaruhi
tingkat keamanannya. Oleh karena itu, CCP pada produk semacam ini
diperlukan untuk mengontrol beberapa parameter seperti pH, aktivitas air
(aw), dan adanya bahan tambahan makanan (Sudarmadji, 2005).
3. Batas Kritis
Menurut Sudarmadji (2005) batas kritis adalah nilai yang
memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak
dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat
merupakan bahan mentah atau baku, sebuah lokasi, suatu tahap
pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik,
misalnya:
a) Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah atau baku.
b) Standar higienis dalam ruangan pemasakan atau dapur.
c) Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang
untuk produk jadi atau masak.
Tabel 2.5. Batas Kritis CCP
CCP Komponen Kritis
Proses Sterilisasi Makanan Kaleng Suhu awal
Berat kaleng setelah diisi
Isi kaleng
Pemanasan hamburger Tebal hamburger
Suhu pemanasan
Waktu pemanasan
Penambahan asam ke minuman asam pH produk akhir
Deteksi logam pada pengolahan biji- Kalibrasi detektor
bijian Sensitivitas detektor

Suatu batas kritis digunakan untuk memisahkan antara kondisi-


kondisi operasional yang aman dan tidak aman pada suatu CCP. Setiap
pengendalian akan mempunyai satu atau lebih batas kritis yang sesuai.
Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu, kelembaban, pH,
water activity (aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam,
viskositas, adanya zat klorin, dan parameter indera (sensory) seperti
penampilan dan tekstur.
Tahap atau proses yang dimasukkan ke dalam batas kritis adalah
hanya tahapan yang teridentifikasi sebagai CCP. Potensi bahaya yang
ditampilkan adalah bukan potensi bahaya yang secara utuh ada pada bahan
baku, namun hanya potensi bahaya yang dapat dikendalikan oleh suatu
CCP (Rauf, 2013). Penentuan indikator batas kritis bisa diperoleh dari
beberapa sumber, yaitu:
a. Publikasi ilmiah: artikel, jurnal dan buku
b. Pedoman peraturan: pedoman lokal maupun internasional, Codex
Alimentarius, FDA, SNI dan standar lainnya.
c. Tenaga ahli: asosiasi profesi, ahli termal, ahli pangan atau mikrobiologi,
perusahaan pembuat alat pengolahan pangan
d. Studi penelitian: pengalaman dalam lingkungan industri, dan analisis
laboratorium.
4. Monitoring
Monitoring merupakan serangkaian pengamatan atau
pengukuran yang telah direncanakan untuk memastikan bawa suatu CCP
beroperasi di bawah kendali dan untuk menyediakan catatan yang akurat
untuk digunakan dikemudian hari (Rauf, 2013). Monitoring perlu juga
dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan berdasarkan
pertimbangan praktis. Lima macam pemantauan yang penting
dilaksanakan antara lain: pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran
sifat fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi (Sudarmadji, 2005).

Pelaksanaan monitoring didasarkan pada 4 panduan, yaitu:


a. Apa yang dimonitor : biasanya batas kritis dari suatu CCP, seperti
suhu, waktu, pH, kadar air dan aktivias air.
b. Bagaimana : umumnya dilakukan pengukuran fisik dan kimia (untuk
batas kritis kuantitatif) atau pengamatan (untuk batas kritis kualitatif).
c. Frekuensi : bisa secara kontinyu atau waktu-waktu tertentu.
d. Siapa : orang yang terlatih untuk melakukan aktivitas monitoring.
5. Tindakan Koreksi
Tindakan koreksi adalah kegiatan yang dilakukan bila
berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan
dalam CCP pada batas kritis tertentu atau nilai target tertentu atau ketika
hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian
(Sudarmadji, 2005). Tindakan perbaikan harus segera diambil pada saat
batas kritis terlampaui. Tindakan tersebut terencana, sehingga prosedur
perbaikan telah ditetapkan sebelumnya dan terdokumentasi pada rencana
HACCP. Prosedur perbaikan yang akan dilakukan telah dipastikan bahwa
tidak ada dampak bagi keamanan produk (Rauf, 2013).
Data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis
untuk menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau
apakah modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini, sistem dapat beradaptasi
terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang
berkesinambungan (Sudarmadji, 2005).
6. Verifikasi
Verifikasi adalah aktivitas selain monitoring yang menentukan
validitas dari rencana HACCP dan menerangkan apakah sistem berjalan
sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan verifikasi akan memberikan
suatu kepercayaan bahwa rencana HACCP telah terlaksana dengan baik
dalam mengendalikan potensi bahaya, karena didasarkan pada prinsip-
prinsip ilmiah. Aktivitas verifikasi yang dilakukan antara lain kalibrasi
peralatan dan pengujian mikrobiologi (Rauf, 2013).
7. Pemeliharaan Catatan
Catatan harian sejak penerimaan bahan baku, proses
pengolahan hingga menjadi produk, selalu tersimpan dengan baik. Hal ini
untuk mengantisipasi jika suatu saat ada pengaduan dari konsumen, pihak
produsen akan lebih mudah dan dalam waktu singkat dapat mendeteksi
kapan dan pada tahap apa terjadinya penyimpangan. Makin cepat sumber
penyimpangan terdeteksi, semakin cepat proses evaluasi, tindakan
perbaikan dan verifikasi dilakukan (Rauf, 2013).
C. Fungsi Penerapan HACCP
Menurut sinergysolusi.com terdapat beberapa fungsi dari penerapan
HACCP yaitu:
a) Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan.
b) Mencegah penutupan Pabrik/Rumah Sakit
c) Meningkatkan jaminan keamanan produk
d) Pembenahan dan pembersihan Pabrik/Rumah Sakit
e) Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar
f) Meningkatkan kepercayaan konsumen
g) Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena
masalah keamanan produk

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Penerapan Sistem HACCP


Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, faktor-faktor yang akan
diuji pengaruhnya terhadap efektifitas penerapan HACCP, dan mengacu
pada hasil penelitian Fotopoulos et.al (2014), faktor-faktor tersebut meliputi
Atribut Manusia (Human Attributes), Atribut Sistem (System Atributes),
Atribut Eksogen (Exogenous Attributes), Atribut Perusahaan (Company
Attributes).
1. Atribut Manusia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al
dalam Hilman (2014), atribut manusia direfleksikan oleh beberapa
indikator yaitu pengetahuan karyawan, pelatihan karyawan, dan
perilaku karyawan. Hasil Penelitian Mensah et.al dalam Hilman (2014)
penerapan HACCP dipengaruhi motivasi karyawan, dan resistensi
karyawan terhadap perubahan. Berdasarkan penelitian Avanza et.al
dalam Hilman (2014) penerapan HACCP dipengaruhi pengetahuan
yang dimiliki Tim HACCP. Adaptasi dari penelitian tersebut peneliti
merumuskan Atribut manusia yang direfleksikan oleh indikator:
1) Pengetahuan karyawan.
2) Pelatihan karyawan.
3) Perilaku karyawan.
4) Kompetensi tim HACCP.
5) Motivasi karyawan.
6) Resistensi karyawan terhadap perubahan.
2. Atribut Sistem
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al
dalam Hilman (2014), atribut sistem direfleksikan oleh beberapa
indikator yaitu sumber daya keuangan, waktu implementasi, dan
penggunaan kertas kerja. Hasil Penelitian Taylor dan Kane dalam
Hilman (2014), penerapan HACCP dipengaruhi kurangnya penanganan
rekaman dan dokumentasi (Lack of documentation and record keeping).
Mensah et.al dalam Hilman (2011) juga menyatakan bahwa penerapan
HACCP dipengaruhi oleh biaya pengembangan dan implementasi
sistem HACCP, hasil ini didukung oleh penelitian Karaman et.al dalam
Hilman (2014) bahwa hambatan penerapan HACCP adalah biaya yang
tinggi. Adaptasi dari hasil penelitian tersebut peneliti merumuskan
atribut sistem yang direfleksikan oleh indikator:
1) Biaya pengembangan dan sertifikasi HACCP.
2) Ketersediaan sumber daya.
3) Jumlah dokumentasi yang dipersyaratkan dalam HACCP.
4) Volume dari kertas kerja.
3. Atribut Eksogen
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al
dalam Hilman (2014), atribut eksogen direfleksikan oleh beberapa
indikator yaitu technical consultant, goverment and autorities, legal
requirement dan expanding foreign market. Hasil Penelitian Ehir et.al
(2005), penerapan HACCP pengetahuan dari regulator dalam
melakukan inspeksi. Adaptasi dari hasil penelitian tersebut peneliti
merumuskan atribut eksogen yang direfleksikan oleh indikator:
1) Penggunaan konsultan atau tenaga ahli.
2) Kompetensi pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk
melakukan sertifikasi atau inspeksi.
3) Persyaratan legal.
4) Kekuatan pasar dan persyaratan ekspor.
4. Atribut Perusahaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fotopoulos et.al
dalam Hilman (2014), atribut perusahaan direfleksikan oleh beberapa
indikator yaitu PRP, commitment management, involvement of all
employee dan validation dan verification HACCP Plan. Hasil
penelitian Fotopoulos et.al dalam Hilman (2014) terdapat persamaan
dengan penelitian Karaman et.al dalam Hilman (2014), faktor yang
menjadi hambatan penerapan HACCP adalah Aplikasi PRP. Hasil
Penelitian Bas et.al dalam Hilman (2014), hambatan penerapan
HACCP adalah lack of PRP, Staf turn over dan lack of communication.
Adaptasi dari hasil penelitian tersebut peneliti merumuskan Atribut
perusahaan yang direfleksikan oleh indikator:
1) Komitmen manajemen.
2) Keterlibatan karyawan.
3) Implementasi Prerequiste Program (infrastruktur dan peralatan).
4) Proses verifikasi dan validasi Rencana.
5) HACCP (HACCP Plan).
6) Turn over karyawan.
7) Komunikasi (Communication).

E. Bahan Empal Jagung


1. Jagung Manis
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan
dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber
karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi
alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk di beberapa
daerah di
Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan
jagung sebagai makanan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung
juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil
minyaknya (dari bulir), dibuat tepung (dari bulir, dikenal dengan istilah
tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung bulir
dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa yang dipakai
sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa
genetika juga sekarang ditanam sebagai bahan penghasil farmasi.
Kemungkinan bahaya yang terdapat pada jagung adalah
mikotoksin. Mikotoksin pada jagung dapat dihasilkan oleh mikroba
Aspergillus flavus, Aspergillus ochraceus, Fusarium sp, dan Fusarium
moniliforme. Bahaya tersebut dapat dicegah dengan cara pencucian dan
pemasakan.
2. Tepung Terigu
Tepung merupakan salah satu produk hasil teknologi
pengeringan. Tepung terigu adalah sumber karbohidrat yang sering
digunakan sebagai bahan pelengkap maupun bahan utama dalam
pembuatan makanan. Bahaya yang mungkin terdapat pada tepung terigu
salah satunya adalah jamur/kapang. Untuk mencegah munculnya kapang,
bahan kering harus disimpan pada suhu yang tepat dan tempat
penyimpanan yang bersih. Suhu penyimpanan bahan kering berkisar
antara 19-21°C. Disamping itu bahan kering tidak boleh kontak dengan
lantai, ataupun dinding ruang penyimpanan untuk mencegah munculnya
kapang.
3. Telur Ayam
Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang
dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi
berasal dari jenis-jenis burung, seperti ayam, bebek, dan angsa, akan tetapi
telur-telur yang lebih kecil seperti telur ikan kadang juga digunakan
sebagai campuran dalam hidangan (kaviar). Selain itu dikonsumsi juga
telur yang berukuran besar seperti telur burung unta (kasuari) ataupun
sedang, misalnya telur penyu.
Bahaya yang mungkin terdapat pada telur yaitu bakteri
Salmonella. Bakteri ini dapat diatasi dengan cara pemanasan suhu tinggi,
yaitu 70°C. Selain itu, proses pencucian diharapkan juga dapat mengurangi
kotoran yang menempel pada cangkang telur ayam yang kemungkinan
mengandung bakteri Salmonella.
4. Daun Sop (Seledri)
Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan
tumbuhan obat yang biasa digunakan dalam bumbu masakan. Tumbuhan
ini digunakan daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai lalap.
Daunnya mengandung polifenol, saponin, dan flavonoida.
5. Merica
Lada atau merica (Piper nigrum L.) adalah rempah-rempah
berwujud bijian yang dihasilkan oleh tumbuhan dengan nama sama. Lada
sangat penting dalam komponen masakan dunia dan dikenal luas sebagai
komoditi perdagangan penting di dunia lama. Pada masa lampau harganya
sangat tinggi sehingga menjadi salah satu pemicu penjelajahan orang
Eropa ke Asia Timur untuk menguasai perdagangannya dan dengan
demikian, mengawali sejarah kolonisasi Afrika, Asia, dan Amerika. Di
Indonesia, lada terutama dihasilkan di Pulau Bangka. Lada disebut sahang
dalam Bahasa Melayu Lokal seperti Bahasa Banjar, Melayu Belitung,
Melayu Sambas, dan lain-lain.
Bahaya yang mungkin terdapat pada lada meliputi bahaya fisik
dan mikrobiologi. Bahaya fisik seperti kotoran. Bahaya fisik dapat
dikurangi dengan cara sortasi berdasarkan spesifikasi bahan makanan.
Sedangkan untuk bahaya mikrobiologis yaitu jamur/kapang. Jamur/kapang
dapat dicegah dengan cara penyimpanan yang benar. Penyimpanan yang
benar meliputi pengaturan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan.
6. Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum) adalah tumbuhan rempah-
rempah. Buahnya yang kecil dikeringkan kemudian bisa digerus bisa tidak.
Bentuk yang tidak digerus mirip dengan lada, seperti biji kecil-kecil
berdiameter 1-2 mm.kandungan kimia alamiah dari ketumbar ini adalah
minyak atsiri yang meliputi koriandrol, alfapinen, betapinen, simen,
terpinene, borneol, geraniol dan lemak.
7. Bawang merah
Bawang merah adalah salah satu varietas tumbuhan berumbi
yang dapat hidup di dataran tinggi. Bawang merah disebut seperti itu
karena memiliki warna ungu kemerahan pada kulitnya dan dagingnya.
Bawang merah memiliki tekstur yang mirip dengan bawang bombay yaitu
berlapis- lapis namun dengan ukuran yang lebih kecil. Bawang merah
berbentuk satuan, tidak seperti bawang putih yang umbinya terkumpul
dalam satu kulit. Bawang merah memiliki ciri khas berupa bau yang tajam
tetapi tidak setajam bawang putih dan aroma gurih serta sedikit pedas.
Bawang merah biasanya dipanen beserta daunnya. Daun bawang merah
juga dapat digunakan untuk bahan masakan atau taburan. Bawang merah
memiliki tekstur yang lebih berair sehingga lebih mudah dihaluskan untuk
bumbu masakan. Bawang merah dapat membentuk kulit baru bila
disimpan dalam waktu yang lama dalam keadaan terkupas.
Bawang merah mempunyai kandungan antioksidan yang tinggi.
Bawang merah kaya akan vitamin dan zat lain seperti fosfor, seng, serta
zat bermanfaat bagi tubuh lainnya. Khasiat bawang merah yang terkenal
adalah sebagai penurun tekanan darah. Seperti yang Anda ketahui, bawang
merah mentah umumnya disajikan sebagai acar pada masakan berlemak
seperti sate, nasi goreng, dan semacamnya. Selain baik untuk kesehatan,
bawang merah menjadi kunci utama dalam berbagai masakan nusantara.
Hampir seluruh daerah di Indonesia menggunakan bawang merah dalam
olahan kulinernya. Bawang merah mampu menonjolkan rasa masakan
dan memberikan rasa gurih terutama untuk masakan pedas yang
menggunakan cabai seperti bumbu balado, nasi goreng, rujak, dan
sebagainya.
Bawang merah merupakan umbi yang tahan lama
penyimpanannya. Penyimpanannya dalam wadah terbuka dalam ruangan
kering dan tidak bersuhu ekstrim serta dalam keadaan masih terbungkus
kulit. Bawang merah juga bisa disimpan dalam keadaan terkupas dengan
cara berikut ini :
Bawang merah yang sudah dikupas dicuci bersih dan
dikeringkan. Bawang merah selanjutnya disimpan dalam wadah tertutup
dan disimpan dalam lemari es;
Bawang merah juga bisa disimpan dalam keadaan matang.
Setelah dikupas dan dibersihkan bawang merah dicincang halus lalu
ditumis dengan sedikit minyak sampai harum dan disimpan dalam toples
lalu dimasukkan lemari es. Bawang merah bisa tahan hingga satu minggu;
Bawang merah dapat disimpan dalam bentuk bawang goreng
renyah dan dimasukkan dalam toples kedap udara supaya tahan lama
hingga satu bulan.
Penggunaan bawang merah untuk masakan bisa dibuat dalam
bentuk cincangan atau ditumbuk halus bersama bumbu lain. Bawang
merah biasanya ditumis hingga matang baru dicampur dengan bumbu lain
dan bahan utama. Bawang merah goreng juga dapat dipakai sebagai
taburan masakan untuk menambah cita rasa (Kusumawati, 2015).
8. Bawang putih
Bawang putih adalah jenis tanaman berbentuk umbi. Bawang
putih merupakan jenis bawang-bawangan yang berwarna putih atau
kuning. Bawang putih dilapisi dengan kulit yang keras. Berbeda dengan
jenis bawang lainnya, bawang putih tidak berbentuk seperti buku. Bawang
putih berbentuk umbi yang utuh. Bawang putih mempunyai karakteristik
khas yakni beraroma tajam dan memiliki rasa pedas. Bawang putih cukup
mudah ditemui di negara tropis seperti Indonesia dan negara-negara di
Asia. Hal ini dikarenakan bawang putih telah menjadi bahan bumbu utama
untuk masakan Asia dan mudah tumbuh di negara tropis. Bawang putih
mempunyai banyak manfaat, bahkan daunnya juga menjadi bahan utama
dalam bumbu masakan.
Bawang putih memiliki kandungan kolesterol yang rendah dan
kalium, vitamin C maupun B6, fosfor serta seng yang tinggi. Bawang
putih
berkhasiat sebagai antioksidan alami yang membantu regenerasi sel dalam
tubuh. Selain itu, bawang putih terbukti menjadi obat untuk batuk dan
pilek serta masuk angin, membantu menurunkan gula darah untuk
penderita diabetes, membantu menjaga sistem imun tubuh, hingga
menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi.
Bawang putih bagus dikonsumsi mentah atau dalam bentuk
masakan. Sebagai bumbu utama masakan, bawang putih berperan untuk
memberi rasa gurih dan sedikit pedas pada masakan. Bawang putih juga
berfungsi sebagai penambah aroma dalam masakan. Bawang putih
merupakan penguat rasa alami yang bebas dari bahan-bahan kimia. Oleh
karena itu, sebagian besar masakan Indonesia menggunakan bawang putih
sebagai bumbu utama. Contoh masakan berbumbu bawang putih adalah
nasi goreng, roti bawang, stik bawang, dan sebagainya. Bawang putih
memang cukup fleksibel dalam penggunaan untuk masakan ataupun
kudapan.
Bawang putih sebaiknya disimpan dalam suhu ruang dan
kering. Bawang putih cukup tahan lama hingga dua atau tiga minggu
dalam keadaan belum terkupas dan kering. Penyimpanan bawang putih
kupas, berikut caranya :
Kupas bawang putih dan cuci bersih lalu keringkan dengan cara
diangin-angin. Simpan dalam toples dan masukkan kulkas. Cara
penyimpanan ini tahan hingga sepuluh hari;
Kupas bawang putih, tumbuk dalam keadaan kering, lalu tumis
hingga setengah matang. Sisakan sedikit minyak, simpan dalam toples
rapat dan masukkan kulkas. Cara penyimpanan ini tahan hingga seminggu;
Kupas bawang putih, iris tipis, goreng hingga kering dan
renyah. Simpan dalam toples kedap udara dan letakkan di ruangan yang
kering. Bawang putih goreng tahan hingga dua bulan dalam keadaan
kering. Cara ini digunakan untuk menyimpan persediaan bawang putih
goreng sebagai taburan masakan.
Pengolahan bawang putih untuk masakan bermacam-macam
jenisnya. Bawang putih bisa menjadi bumbu halus yaitu ditumbuk atau
dihaluskan dengan bahan lain, dicincang halus maupun kasar untuk
tumisan, atau diiris tipis untuk bumbu kasar dan hiasan. Bawang putih
hendaknya tidak terlalu banyak digunakan dalam masakan untuk
menghindari bau angir dan menusuk hidung (Kusumawati, 2015).
9. Gula Pasir
Gula pasir merupakan bahan baku masakan yang terbuat dari
sari tebu dan dikristalkan membentuk serbuk-serbuk seperti pasir. Berbeda
dengan gula halus, gula pasir mempunyai butiran-butiran yang lebih kasar.
Gula pasir memiliki rasa yang manis dan mudah larut dalam air terutama
air panas. Gula pasir umumnya berwarna putih kekuningan atau sedikit
coklat. Gula pasir didapatkan dari ekstraksi sari tebu yang dikristalkan.
Gula pasir tidak mempunyai aroma tetapi berbau harum ketika diolah
menjad karamel. Gula pasir banyak ditemui di manapun dalam bentuk
kemasan. Gula pasir menjadi salah satu dari sembilan bahan pokok yang
tidak bisa terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Gula pasir
termasuk rentan terhadap kelembaban karena bisa mengubah tekstur dari
gula tersebut.
Gula pasir mempunyai kandungan karbohidrat sederhana yang
mudah diubah menjadi energi. Gula pasir dipercaya mampu menambah
energi dalam tubuh karena kandungan karbohidratnya. Gula pasir cukup
terkenal berkhasiat untuk menambah energi, antioksidan, menyehatkan
kulit, dan semacamnya. Akan tetapi, konsumsi gula pasir juga memiliki
batas aman setara dengan satu hingga dua sendok makan tiap harinya agar
tercegah dari risiko penyakit gula darah.
Gula pasir sudah menjadi bahan utama dalam pembuatan
masakan. Hampir di seluruh nusantara, terutama pulau Jawa,
menggunakan gula pasir sebagai pengimbang garam dan penguat rasa.
Gula pasir juga dapat ditambahkan sebagai pemanis minuman alami
seperti teh, kopi, es, dan semacamnya.
Gula pasir yang rentan terhadap kelembaban, hendaknya
disimpan rapat dalam toples kering kedap udara dan dalam suhu ruang
(Kusumawati, 2017).
10. Garam
Garam adalah suatu zat berbentuk padat, kristal, dan berwarna
putih yang merupakan hasil dari laut. Garam didapatkan dengan cara
mengeringkan air laut sehingga didapatkan kristal-kristal mineral berasal
dari air laut. Garam sendiri mempunyai rasa asin. Rasa asin didapatkan
dari air laut yang asin. Penambang garam biasanya memanfaatkan sinar
matahari terik untuk mengeringkan air laut. Garam yang sudah dikemas
dan dijual di pasaran umumnya berbentuk serbuk atau bongkahan dalam
plastik. Garam juga terdiri dari bermacam-macam, namun yang familiar
adalah garam masak dan garam halus atau garam meja. Garam masak
berbentuk kristal atau serbuk dengan warna kurang putih. Umumnya
kandungan iodiumnya tidak setinggi garam meja atau garam halus. Garam
halus atau garam meja biasanya berbentuk lebih halus dan memiliki
iodium yang tinggi namun rasanya kurang asin.
Garam memiliki kandungan utama iodium untuk mencegah
berbagai penyakit seperti gondok. Selain itu, garam juga mengandung
natrium, magnesium, seng, dan mineral-mineral lainnya. Garam sangat
bagus untuk pencegahan penyakit gondok terutama untuk anak-anak di
bawah umur.
Dalam olahan masakan, garam memegang peranan terpenting
dalam kunci cita rasa masakan. Hampir semua masakan menggunakan
garam sebagai penguat rasa dan pemberi rasa asin serta gurih. Garam juga
berfungsi sebagai pencegah tumbuhnya bakteri di masakan sehingga
garam sering digunakan sebagai sarana pembuatan bahan makanan
kering misalnya ikan asin. Garam juga berfungsi sebagai penghilang
aroma amis dari ikan, ayam, dan sebagainya.
Garam hendaknya disimpan dalam wadah kering, tertutup, dan
kedap udara agar tekstur garam tidak berubah dan tidak berceceran.
Apabila
membeli garam dalam bentuk bongkahan, maka lebih baik disimpan
dalam bentuk semula baru ditumbuk sesuai kebutuhan. Garam cukup
disimpan dalam ruangan bersuhu normal, tidak perlu disimpan dalam
kulkas.
Penggunaan garam dalam masakan juga hendaknya
diperhatikan. Biasanya, untuk satu panci masakan berukuran satu hingga
dua liter, dibutuhkan satu sendok teh garam. Garam lebih baik ditaburkan
ketika seluruh bahan makanan sudah tercampur dengan bumbu utama
agar rasa yang ditonjolkan sudah tepat (Kusumawati, 2017).
11. Air
Air adalah sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Ciri-
ciri air yang baik adalah air yang bersih, jernih, tidak berbau, tidak berasa,
tidak berwarna dan tidak mengandung mikroorganisme. Syarat-syarat air
bersih adalah:
1. Syarat mikrobiologi: tidak mengandung bakteri E.Coli. batas minimal
E.Coli dalam air yaitu 50 E.Coli/100 mg.
2. Syarat fisik: tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
3. Syarat kimia: tidak mengandung logam berat seperti Timbal, Zn dll.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Kegiatan pengamatan HACCP dilakukan pada hari rabu tanggal 2
Desember 2020, jam 07:30 – 09:00 WITA dan hari kamis, 3 Desember 2020,
jam 10:00 – 11:30 WITA. Tempat kegiatan dilakukan di ruang penerimaan,
penyimpanan dan pengolahan/produksi instalasi gizi RSUD Brigjend. H.
Hasan Basry Kandangan
.
B. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer dikumpulkan meliputi pengawasan mutu komponen
bahan makanan yang dibutuhkan untuk membuat empal jagung, mulai dari
penerimaan, persiapan, pengolahan dan pendistribusian.
2. Data Sekunder
Data sekunder berupa daftar macam-macam bahan dan bumbu
untuk membuat empal jagung, daftar spesifikasi bahan makanan, siklus
menu, standar porsi, dan standar bumbu.

C. Cara Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah :
1. Data primer diperoleh dengan cara observasi langsung dan wawancara
2. Data sekunder diperoleh dengan cara melihat siklus menu, daftar menu,
dan daftar spesifikasi bahan makanan.

23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Empal jagung adalah salah satu menu lauk nabati pada siklus
ke-3. Lauk nabati ini dimasak sebagai menu makan siang untuk pasien tanpa
diet tertentu dan pasien yang berdiet. Empal jagung dibuat dari bahan dasar
berupa jagung manis, tepung terigu, telur ayam, dan daun sop. Makanan ini
dapat dikonsumsi oleh semua golongan. Rasa dari masakan ini adalah gurih
dengan tekstur renyah dibagian luar dan lembut dibagian dalam. Makanan ini
memiliki warna coklat keemasan. Bumbu dari masakan ini antara lain bawang
merah, bawang putih, gula, garam, ketumbar bubuk, merica bubuk, dan
penyedap rasa. Metode yang digunakan dalam proses pengolahan menu ini
adalah penggorengan.

Deskripsi Proses Pengolahan


Tabel 4.1 Deskripsi Proses Pengolahan Empal Jagung
Tanggal Pengamatan : 2 Desember 2020 (Penerimaan & Penyimpanan)
3 Desember 2020 (Persiapan-Distribusi)
Lokasi : Dapur Unit Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan
Basry
Kandangan
Unit Kerja : Jasaboga
Nama Produk : Empal Jagung
Penggunaan : Lauk nabati pada menu makan siang siklus menu
Produk ke-3
Tahan lama pada suhu : 60°C
Distribusi : Sentralisasi
Konsumen : Pasien berdiet dan non-diet di RSUD Brigjend.
H.
Hasan Basry Kandangan yang diberikan
makanan biasa dan lunak
Tujuan pemakaian : Sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan
mineral pada menu makan siang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
24
25

Perlukan pengawasan : Empal jagung adalah salah satu produk sumber


lanjut karbohidrat, vitamin dan mineral. Meskipun
bahan-bahan yang digunakan hanya sederhana
tetapi resiko terhadap cemaran dan kerusakan
biologis, mikrobiologis, fisik maupun kimiawi
mulai dari persiapan, pengolahan sampai pada
proses distribusi tetap harus diwaspadai.
Aspek yang perlu diawa : Penerimaan, persiapan, pengolahan, pemorsian
Cara pengawasan : Observasi langsung

Berdasarkan hasil pengawasan HACCP, diperoleh Penetapan Titik


Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP).
Tabel 4.2 Penetapan Titik Kendali Kritis/Critical Control Point (CCP)
BAHAN
BAKU/ CCP/BUKAN
NO BAHAYA P1 P2 P3 P4
TAHAPAN CCP
PROSES
1 Telur Ayam Salmonella Y Y - - Bukan CCP
2 Daun Sop Pestisida Y Y - - Bukan CCP
3 Air E. coli Y Y - - Bukan CCP
4 Pengirisan Salmonella Bukan CCP
Jagung Manis , Bacillus
Y N Y Y
aureus,
E. Coli
5 Pencincangan Salmonella Bukan CCP
Daun Sop , Bacillus
Y N Y Y
aureus,
E. Coli
6 Penghalusan Salmonella Bukan CCP
Bumbu , Bacillus
Y N Y Y
aureus,
E. Coli
7 Pencampuran Salmonella Bukan CCP
Bahan , Bacillus
Y N Y Y
aureus,
E. Coli
8 Penggorengan Salmonella CCP
, Bacillus
Y N Y N
aureus,
E. Coli
Overcook Y N N - Bukan CCP
BAHAN
BAKU/ CCP/BUKAN
NO BAHAYA P1 P2 P3 P4
TAHAPAN CCP
PROSES
9 Penyimpanan Suhu CCP
Y N Y N
Sementara danger zone

B. Pembahasan
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Keamanan pangan berkaitan dengan sanitasi makanan, yaitu salah satu upaya
pencegahan yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan membebaskan
makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau
merusak kesehatan. Mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses
pengolahan, persiapan, pengangkutan, penjualan hingga saat makanan dan
minuman tersebut siap untuk diberikan kepada konsumen (Depkes dalam
Aritonang, 2014).
Keamanan pangan merupakan masalah penting, sehingga perlu
mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan. Tingkat
serangan penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan hingga
saat ini masih tinggi, meskipun prinsip-prinsip yang mendasari
pengendaliannya telah diketahui. Pendekatan tradisional melalui pengawasan
pangan yang mengandalkan pada uji akhir, dianggap gagal untuk mengatasi
masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan. Mutu produk pangan tidak
dapat dijamin hanya berdasarkan hasil uji akhir di laboratorium, tetapi harus
diawasi sejak dari pengadaan bahan baku, penanganan dan pengolahan,
hingga ke tangan konsumen akhir. Produk pangan atau makanan yang aman
untuk dikonsumsi dapat diperoleh dari bahan baku yang baik, ditangani
diolah dan didistribusikan secara baik dan benar (Aritonang, 2014).
Sebagai upaya mewujudkan keamanan pangan, maka dilakukan
beberapa kajian yang terkait dengan keamanan pangan. Kajian ini antara lain
adalah Good Manufactaring Product (GMP), Skor Keamanan Pangan (SKP)
dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Sistem HACCP
adalah suatu sistem mengidentifikasi bahaya spesifik, yang mungkin timbul
dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut pada suatu
produk makanan. Penerapan HACCP dimaksudkan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat, yakni mengenai pentingnya mencegah penyakit
melalui makanan dengan cara mencegah terjadinya keeracunan makanan.
Tujuan tersebut dapat dicapai melalui evaluasi cara memproduksi bahan
pangan, yakni untuk mengetahui potensi bahaya, memperbaiki cara
memproduksi bahan pangan melalui evaluasi cara penanganan, pengolahan
dan penerapan sanitasi, meningkatkan pemeriksaan industri pangan. Hal ini
dilakukakan secara mandiri oleh karyawan. Metode HACCP ditujukan
mengendalikan semua potensi bahaya (titik kendali kritis) yang mungkin
terjadi selama proses produksi (Aritonang, 2014).
Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan sudah
menerapkan HACCP pada setiap menu masakan, salah satunya pada Empal
Jagung yang dimasak pada siklus menu ke 3 pada makan siang yang ada di
RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan. Hal ini memang perlu
dilakukan agar mencegah bahaya yang akan terjadi bagi konsumen rumah
sakit seperti keracunan makanan dan menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan akibat dari proses produksi yang tidak sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Selain itu, mencegah terjadinya menghilangnya zat-zat
gizi pada makanan terutama vitamin dan mineral yang terdapat pada bahan
pokok dan sayuran yang berfungsi sebagai zat yang dapat mengatur sistem di
dalam tubuh (Aritonang, 2014).
Semua bahan mentah dari pembuatan empal jagung ditetapkan
bukan CCP, hal tersebut karena bahan mentah yang mengandung atau sensitif
terhadap bahaya biologi, kimia dan/atau fisik dapat dihilangkan atau
dikurangi pada proses pengolahan. Sedangkan pada proses pembuatan Empal
Jagung yang termasuk CCP, yaitu pada tahap pencampuran bahan makanan
(jagung manis, tepung terigu, telur ayam, daun sop, bawang merah, bawang
putih, gula,
garam, merica bubuk, ketumbar bubuk, penyedap rasa, dan air) dan tahap
penyimpanan sementara.
1. Penggorengan
Penggorengan ditetapkan sebagai CCP, hal ini karena untuk
tahap-tahap selanjutnya tidak ada tindakan pencegahan untuk
mengurangi risiko bahaya fisik berupa salmonella dan kimia berupa
overcook. Sehingga petugas pemasak harus mencuci tangan terlebih
dahulu agar tidak terjadi kontaminasi bahaya fisik sebelum melakukan
proses penggorengan dan dapat mengurangi tingkat risiko bahaya. Serta
petugas pemasak harus menjaga suhu pemasakan minimal 90°C agar
kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar kandungan zat
gizi tidak hilang akibat penguapan (Kemenkes, 2011).
Pada saat pengamatan, suhu empal jagung pada saat
penggorengan adalah sebesar 152,5 °C. Suhu tersebut sudah sesuai
dengan suhu yang disarankan dalam proses pemasakan yaitu lebih dari
sama dengan 90°C. Pada proses pemasakan, semua mikroorganisme dan
bakteri akan mati sehingga masakan aman dikonsumsi.
Hal ini sudah sesuai dengan pencegahan bahaya yang mungkin
terjadi pada proses penggorengan yaitu petugas pemasak menggunakan
alat kelengkapan masak yang lengkap seperti celemek, penutup kepala
berupa kerudung, sandal kerja, sarung tangan plastik, dan masker. Akan
tetapi lebih baik apabila baju kerja dan kerudung yang digunakan
sebagai penutup kepala hanya digunakan di dapur instalasi gizi.
2. Penyimpanan sementara
Makanan matang sangat disukai oleh bakteri karena
suasananya cocok untuk tempat berkembang biaknya bakteri. Oleh
karena itu, cara penyimpanannya harus memperhatikan beberapa hal,
seperti wadah penyimpanan makanan masak (setiap makanan yang
matang memiliki wadah yang terpisah, pemisah didasarkan pada jenis
makanan dan setiap wadah harus memiliki tutup tetapi tetap berventilasi)
(Depkes, 2007).
Penyimpanan sementara makanan setelah matang juga
ditetapkan sebagai CCP, hal ini karena pada proses penyimpanan
sementara menggunakan wadah terbuka sehingga harus dilakukan
pencegahan dengan penutupan wadah dengan plastic wrapping agar
makanan tidak terkontaminasi bakteri serta suhunya tidak menurun ke
suhu danger zone (10-60°C).
Pada saat pengamatan, setelah empal jagung masak dan sudah
ditiriskan selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah stainless steel. Akan
tetapi, wadah tersebut tidak ditutupi dengan plastic wrapping yang
membuat permukaannya terbuka serta saat dilakukan pengecekan suhu
makanan ternyata suhu empal jagung tergolong rendah untuk standar
makanan matang yaitu 47,6°C. Suhu tersebut tergolong suhu danger
zone untuk sebuah makanan matang yaitu 10-60°C. Hal tersebut karena
empal jagung merupakan produk makanan yang paling pertama dimasak
dan matang pada saat pengamatan sehingga terdapat jeda waktu yang
lumayan lama antara produk masak hingga dilakukan pemorsian. Lama
penyimpanan sementara pada saat pengamatan yaitu ±60 menit sebelum
dilakukannya pemorsian dan pada saat penyimpanan sementara wadah
penyimpanannya tidak ditutupi dengan plastic wrapping. Seharusnya
waktu jeda antara makanan masak dengan pemorsian bisa lebih
dikurangi karena setelah pemorsian masih memerlukan waktu lagi untuk
pendistribusian. Jika lebih dari itu bisa menyebabkan bakteri
berkembang biak. (Sarapsari, 2018).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penerapan HACCP di RSUD Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan sudah
diterapkan, salah satunya pada masakan empal jagung yang dimasak pada
siklus menu ke-3 pada makan siang yang diberikan kepada pasien berdiet
dan non diet.
2. Proses penggorengan “Empal Jagung” ditetapkan sebagai CCP, karena
setelah tahap ini tidak ada tahapan yang dapat mengurangi atau
menghilangkan bahaya mikrobiologi berupa Salmonella, Bacillus aureus,
dan E. Coli.
3. Proses penyimpanan sementara “Empal Jagung” juga ditetapkan sebagai
CCP, karena pada proses penyimpanan sementara menggunakan wadah
terbuka sehingga harus dilakukan pencegahan dengan penutupan wadah
dengan plastic wrapping agar makanan tidak terkontaminasi bakteri serta
suhunya tidak menurun ke suhu danger zone.
4. Penerapan HACCP pada tahap penggorengan empal jagung telah
dilakukan dengan baik oleh pihak Instalasi Gizi RSUD Brigjend. H.
Hasan Basry Kandangan yaitu petugas pemasak sudah menggunakan alat
kelengkapan masak yang lengkap dan penggunaannya yang benar dan
suhu pemasakan yang tepat yaitu 152,5 °C.
5. Penerapan HACCP pada tahap penyimpanan sementara empal jagung
kurang baik karena pada tahap ini empal jagung hanya disimpan didalam
wadah berbahan stainless steel dan tidak ditutupi dengan plastic
wrapping. Serta lama penyimpanan sementara pada saat pengamatan yaitu
60 menit sebelum dilakukan pemorsian. Hal ini sudah sesuai karena
makanan yang aman baiknya dikonsumsi dalam waktu 2 jam. Akan tetapi
lebih baik waktunya bisa dipersingkat agar bisa mencegah bakteri
berkembang biak.

30
31

B. Saran
1. Sebaiknya jarak antara empal jagung selesai dimasak dengan
dilakukannya pemorsian tidak terlalu lama. Serta pada saat penyimpanan
sementara empal jagung, wadahnya ditutupi dengan plastic wrapping
agar suhu makanan bisa lebih terjaga dan tidak menurun ke suhu danger
zone.
DAFTAR PUSTAKA

Avanza dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

Bas dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

Ehir dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

Fotopoulos dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 - 234

Karaman dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

kusumawati, Melissa. 2015. Bawang Merah.


http://www.kerjanya.net/s/bawang+merah. Diakses pada 26 Oktober 2019

kusumawati, Melissa. 2015. Bawang Putih. http://www.kerjanya.net/faq/17920-


bawang-putih.html. Diakses pada 26 Oktober 2019

kusumawati, Melissa. 2017. Garam. http://www.kerjanya.net/faq/17924-


garam.html. Diakses pada 26 Oktober 2019

kusumawati, Melissa. 2017. Gula Pasir. http://www.kerjanya.net/faq/17928-gula-


pasir.html. Diakses pada 26 Oktober 2019

Mensah dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas


Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16 Nomor 3,
November 2014: Hal 223 – 234

Mortimore, S., & Wallace, C. 2004. HACCP Sekilas Pandang (Apriningsih &
Widyastuti, Penerjemah). Jakarta : EGC.

Rauf, Rusdin. 2013. Sanitasi Pangan dan HACCP. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sarapsari, Juwalita. 2018. Berapa Lama Makanan Boleh Disimpan di Suhu

Ruang?.
https://kumparan.com/kumparanmom/berapa-lama-makanan-boleh-
disimpan-di-suhu-ruang-1546147254517299964. Diakses 1 November
2019
Sudarmaji. 2005. Analsis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. FKM Unair.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 1 No. 2

Taylor, E. & Kane dalam Hilman. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Efektifitas Penerapan Sistem HACCP. Jurnal Standardisasi Volume 16
Nomor 3, November 2014: Hal 223 – 234

WHO (World Health Organization). 2005. Penyakit Bawaan Makanan: Fokus


Untuk Pendidikan Kesehatan (Apriningsih & Widyastuti, Penerjemah).
Jakarta : EGC.

Winarno, FG dan Surono. 2004. HACCP dan Penerapannya Dalam Industri


Pangan, Bogor: M-BRIO PRESS, Cetakan 2.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Pengamatan HACCP

Gambar 6.1 Dokumentasi Penerimaan Bahan Makanan Basah

Gambar 6.2 Dokumentasi Pencucian Sayur dan Buah

Gambar 6.3 Dokumentasi Penggorengan Empal Jagung


Gambar 6.4 Dokumentasi Pengukuran Suhu Pada Penggorengan Empal Jagung

Gambar 6.5 Dokumentasi Penyimpanan Sementara Empal Jagung

Gambar 6.6 Dokumentasi Pengukuran Suhu Pada Penyimpanan Sementara Empal


Jagung
Gambar 6.7 Dokumentasi Pemorsian Empal Jagung

Gambar 6.8 Dokumentasi Pengukuran Suhu Pada Pemorsian Empal Jagung


HACPP Application in Food Industry and Food Service

Lampiran 2 Formulir HACCP

LEMBAR PRAKTIK KERJA LAPANGAN


PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI
SEMESTER GANJIL TA 2020/2021

PENERAPAN HACCP
(HAZARD CRITICAL CONTROL POINT)
DI INSTALASI GIZI RSUD BRIGJEND. H.
HASAN BASRY KANDANGAN

Nama : Siti A’bidah Nursyifa


NIM : P07131217126
Asisten : Hayda Irnani, S.Gz
Kelompok : III
Menu : Empal Jagung

PROGRAM STUDI GIZI DAN DIETETIKA


POLTEKKES KEMENKES
BANJARMASIN 2020
12 langkah dan 7 prinsip penerapan HACCP

Pembentukan Tim HACCP

Deskripsi Produk

Identifikasi Penggunaan Produk

Penyusunan Bagan Alir Proses Produksi

Konfirmasi Bagan Alir dengan


Proses Produksi di lapangan

Identifikasi Bahaya pada Setiap tahap proses dan


Tindakan pencegahannya (Prinsip 1)

Penentuan Titik Kendali Kritis /CCP (Prinsip 2)

Spesifikasi batas kritis (Prinsip 3)

Penyusunan sistem pemantauan (Prinsip 4)

Pelaksanaan tindakan perbaikan (Prinsip 5)

Verifikasi sistem (Prinsip 6)

Penyimpanan data & dokumentasi (Prinsip 7)


LANGKAH 1. PEMBENTUKAN TIM HACCP SERTA RUANG
LINGKUP DAN TUJUAN

Jabatan di Instalasi
Fungsi dalam Tim Nama Keahlian
Gizi
Penanggung Jawab Rabiatun Nisa Kepala Instalasi Gizi Registered
Dietitian
Tim Leader Hayda Irnani Nutrisionis Praktisi
HACCP
Anggota Elsa Agustina Nutrisionis Praktisi
HACCP
Anggota Siti A’bidah Mahasiswa Magang Mahasiswa
Nursyifa DIV Gizi dan
Dietetika

Ruang Lingkup 1. Satu sistem manajemen untuk Industri Rumah Sakit


Analisis HACCP 2. Sistem ini untuk mencakup mulai penyediaan bahan
baku sampai proses penyajian
Tujuan dari Manajemen sistem memasukkan tujuan berikut ini:
Analisis HACCP 1. Keamanan pangan
2. Kualitas pangan sesuai spesifikasi dari rumah sakit
3. Pembagian tugas yang lebih baik; meningkatkan
pengetahuan produk, penanganan produk yang lebih
baik
4. Kesehatan dan keselamatan kerja
5. Persyaratan peraturan
6. Isu lingkungan
LANGKAH 2 & 3 DESKRIPSI PRODUK DAN IDENTIFIKASI
PENGGUNAAN PRODUK

Langkah 2 : Deskripsi produk


Nama Produk Empal Jagung
Komposisi Jagung manis, telur ayam, tepung terigu, daun sop,
bumbu halus (bawang merah dan bawang putih),
gula, garam, merica, ketumbar, penyedap rasa dan
air
Struktur Fisik dan Kimia Empal jagung memiliki penampakan cokelat
keemasan yang rasanya gurih dengan permukaan
yang renyah
Metode pengawetan -

Metode pengemasan Bento Plastik Tertutup (ISO, Jiwa dan Penyakit


Infeksi)
Plato Stainless Steel Tertutup (Kelas 1, 2 dan 3)
Kondisi penyimpanan Suhu ruang 36-37°C
Metode distribusi Didistribusikan kepada pasien dengan
menggunakan trolley tertutup
Masa penggunaan ±4 Jam
Persyaratan khusus dalam -
pelabelan
Penyiapan dan penggunaan Hidangan siap santap
oleh pelanggan

Langkah 3 : Identifikasi Penggunaan Produk


Empal jagung merupakan lauk nabati siang pada menu hari ke-3 yang
diperuntukkan untuk pasien non diet dan berdiet kelas VIP, I, II, dan III.

Diverifikasi oleh :
3 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Siti A’bidah Nursyifa


LANGKAH 4 & 5 ALIRAN PROSES/DIAGRAM ALIR DAN
VERIFIKASI DIAGRAM ALIR

Langkah 4a : Diagram alir bahan baku (penerimaan sampai dengan


penyimpanan)

Diagram Alir Bahan Baku Empal Jagung

Telur Ayam, Terigu, Merica, Ketumbar, Gula, Garam,


Penyedap Rasa
Jagung, Daun Sop Bawang Merah,
Bawang Putih

Penerimaan
Penerimaan

Pengecekan
Pengecekan
Kualitas dan
Kualitas dan Kuantitas
Kuantitas

Penyimpanan di Gudang Kering


Penyimpanan di Gudang Basah

Diverifikasi oleh :
3 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Siti A’bidah Nursyifa


Langkah 4b : Diagram alir proses (persiapan sampai dengan penyajian)

Diagram Alir Proses Pengolahan Empal Jagung

Telur ayam, tepung terigu, gula, garam, merica, ketumbar, penyedap rasa,
air

Bawang Merah, Bawang


Putih
Jagung Daun
Manis Sop

Iris Cincang
Haluskan
Sisir Halus

Campurkan
Air

Goreng

Angkat &Tiriskan

Diverifikasi oleh :
3 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Siti A’bidah Nursyifa


Langkah 5a : Verifikasi diagram alir bahan baku

Telur Ayam, Terigu, Merica, Ketumbar, Gula,


Bawang Merah,Garam, Penyedap Rasa
Jagung, Daun Sop
Bawang Putih

Penerimaan
Penerimaan

Pengecekan
Pengecekan Kualitas dan
Kualitas dan Kuantitas
Kuantitas

Penyimpanan di Gudang Kering 20°C


Penyimpanan di Gudang Basah
7°C

Diverifikasi oleh :
3 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Siti A’bidah Nursyifa


Langkah 5b : Verifikasi diagram alir proses

Telur ayam, tepung terigu, gula, garam, merica, ketumbar,


penyedap rasa, air

Bawang Merah, Bawang


Jagung Manis Putih
Daun
Sop

Iris Cincang
Haluskan
Sisir Halus

Campurkan
Air

Goreng (152,5°C)

Angkat &Tiriskan

Diverifikasi oleh :
3 12 2020
Ketua Tim KA. Instalasi Gizi Pelaksana

Hayda Irnani Rabiatun Nisa Siti A’bidah Nursyifa


HACPP Application in Food Industry and Food Service

LANGKAH 6 : IDENTIFIKASI BAHAYA DAN TINDAKAN PENCEGAHANNYA (PRINSIP 1)


BAHAN BAKU
BAHAN BAKU / JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKA
NO TAHAPAN PENYEBAB TINDAKAN PENCEGAHAN
SI BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
PROSES BAHAYA
1 Jagung Manis Biologi : Terbawa dari supplier SOP Penerimaan Bahan Makanan
L H N
Ulat, serangga Jagung Manis
Fisik : Terbawa dari supplier Dicuci dengan bersih
L L N
Debu, tanah
2 Telur Ayam Mikrobiologi : Induk ayam atau SOP Penerimaan Bahan Makanan
Bakteri kotoran ayam yang H H Y Telur Ayam
Salmonella menempel pada telur
Fisik : Terbawa dari supplier Dicuci dengan bersih
L L N
Debu, tanah
3 Daun Sop Biologi : Terbawa dari supplier SOP Penerimaan Bahan Makanan
L H N
Ulat, serangga Daun Sop
Kimia : Terbawa dari supplier Dicuci dengan bersih
H H Y
Pestisida
Fisik : Terbawa dari supplier Dicuci dengan bersih
L L N
Debu, tanah
4 Bawang Merah, Mikrobiologi : Penyimpanan kurang SOP Penyimpanan Bahan
Bawang Putih Jamur tepat L L N Makanan Bawang
Bacillucereus
BAHAN BAKU / JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKA
NO TAHAPAN PENYEBAB TINDAKAN PENCEGAHAN
SI BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
PROSES BAHAYA
Kimia : Terbawa dari supplier Mencuci bahan baku dengan air
Residu L H N mengalir
pestisida
Fisik : Terbawa dari supplier Mencuci bahan baku dengan air
L L N
Kotoran tanah mengalir
5 Bahan Kering : Mikrobiologi : Penyimpanan kurang SOP Penyimpanan Bahan
Tepung Terigu, Gula Kapang atau tepat L L N Makanan Kering
Pasir, Garam, Merica jamur
Bubuk, Ketumbar Kimia : Terbawa dari supplier Jaminan supplier
Bubuk, Penyedap Logam Berat bahan yang diterima kering, tidak
L L N
Rasa ditemukan karat pada wadah,
kemasan tidak rusak
Fisik : Terbawa dari supplier Jaminan supplier
Kerikil, debu, bahan yang diterima kering, tidak
L L N
kemasan rusak ditemukan karat pada wadah,
/ sobek kemasan tidak rusak
6 Air Mikrobiologi : Penggunaan air dari Pemilihan sumber air yang tepat
E. coli sumur yang kontak H H Y
dengan tanah
Kimia : Penjernih pada air L H N Pemilihan sumber air yang tepat
BAHAN BAKU / JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKA
NO TAHAPAN PENYEBAB TINDAKAN PENCEGAHAN
SI BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
PROSES BAHAYA
Kaporit
Fisik : Penggunaan air dari Proses filtrasi (penyaringan)
Warna tidak sumur yang kontak sebelum digunakan
L L N
jernih, debu, dengan tanah
pasir
TAHAPAN PROSES
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI
NO BAKU/TAHAPAN PENYEBAB TINDAKAN PENCEGAHAN
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
PROSES BAHAYA
1 Pengirisan sisir Kimia : Alat tidak tercuci Pencucian alat dengan benar
jagung manis Kontaminasi dengan bersih,
L H N
logam berat meninggalkan logam
alat/wadah bahan berat.
Mikrobiologi : Tangan penjamah Personal hygiene penjamah
Salmonella, saat pengirisan makanan ditingkatkan, seperti
H H Y
Bacillus aureus, penggunaan sarung tangan
E. Coli
Fisik : Rambut, kuku, atau Personal hygiene penjamah
Kontaminasi alat bahan non-pangan makanan ditingkatkan, seperti
L L N
dari bahan non- ditemukan dalam penggunaan sarung tangan dan
pangan makanan penutup kepala.
2 Pencincangan daun Kimia : Alat tidak tercuci Pencucian alat dengan benar
sop Kontaminasi dengan bersih,
L H N
logam berat meninggalkan logam
alat/wadah bahan berat.
Mikrobiologi : Tangan penjamah Personal hygiene penjamah
Salmonella, saat pencincangan makanan ditingkatkan, seperti
H H Y
Bacillus aureus, penggunaan sarung tangan
E. Coli
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI
NO BAKU/TAHAPAN PENYEBAB TINDAKAN PENCEGAHAN
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
PROSES BAHAYA
Fisik : Rambut, kuku, atau Personal hygiene penjamah
Kontaminasi alat bahan non-pangan makanan ditingkatkan, seperti
L L N
dari bahan non- ditemukan dalam penggunaan sarung tangan dan
pangan makanan penutup kepala.
3 Penghalusan bumbu Kimia : Alat tidak tercuci Pencucian alat dengan benar
Kontaminasi dengan bersih,
L H N
logam berat meninggalkan logam
alat/wadah bahan berat.
Mikrobiologi : Tangan penjamah Personal hygiene penjamah
Salmonella, saat penghalusan makanan ditingkatkan, seperti
H H Y
Bacillus aureus, bumbu penggunaan sarung tangan
E. Coli
Fisik : Rambut, kuku, atau Personal hygiene penjamah
Kontaminasi alat bahan non-pangan makanan ditingkatkan, seperti
L L N
dari bahan non- ditemukan dalam penggunaan sarung tangan dan
pangan makanan penutup kepala.
4 Pencampuran Kimia : Alat tidak tercuci Pencucian alat dengan benar
jagung, daun sop, Kontaminasi dengan bersih,
L H N
bumbu halus, bahan logam berat meninggalkan logam
kering (gula, garam, alat/wadah bahan berat.
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI
NO BAKU/TAHAPAN PENYEBAB TINDAKAN PENCEGAHAN
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
PROSES BAHAYA
merica bubuk, Mikrobiologi : Tangan penjamah Personal hygiene penjamah
ketumbar bubuk, Salmonella, saat pencampuran makanan ditingkatkan, seperti
H H Y
penyedap rasa), dan Bacillus aureus, bahan penggunaan sarung tangan
air E. Coli
Fisik : Rambut, kuku, atau Personal hygiene penjamah
Kontaminasi alat bahan non-pangan makanan ditingkatkan, seperti
L L N
dari bahan non- ditemukan dalam penggunaan sarung tangan dan
pangan makanan penutup kepala.
5 Penggorengan Fisik : Rambut, kuku, atau Personal hygiene penjamah
Kontaminasi alat bahan non-pangan makanan ditingkatkan, seperti
L L N
dari bahan non- ditemukan dalam penggunaan sarung tangan dan
pangan makanan penutup kepala.
Mikrobiologi : Tangan penjamah Personal hygiene penjamah
Salmonella, saat penggorengan makanan ditingkatkan, seperti
H H Y
Bacillus aureus, penggunaan sarung tangan
E. Coli
Kimia : Proses penggorengan Penggorengan dengan api sedang
overcook yang teralu lama
M H Y
dengan suhu yang
tidak teratur
BAHAN JUSTIFIKASI SIGNIFIKANSI BAHAYA
IDENTIFIKASI
NO BAKU/TAHAPAN PENYEBAB TINDAKAN PENCEGAHAN
BAHAYA PELUANG KEPARAHAN SIGNIFIKANSI
PROSES BAHAYA
6 Penyimpanan Biologi : Suhu makanan Penyimpanan dengan ditutup
sementara Pertumbuhan menurun (danger M H Y menggunakan plastic wrapping
bakteri zone 10-60°C)
7 Pemorsian Fisik : Rambut, kuku, atau Personal hygiene penjamah
Kontaminasi alat bahan non-pangan makanan ditingkatkan, seperti
L L N
dari bahan non- ditemukan dalam penggunaan sarung tangan dan
pangan makanan penutup kepala.
8 Pendistribusian Fisik : Lingkungan Pemakaian wadah tertutup
Debu, bahan L M N
non-pangan
LANGKAH 7 : PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS/CRITICAL CONTROL POINT (PRINSIP 2)

BAHAN BAKU/
NO BAHAYA P1 P2 P3 P4 CCP/BUKAN CCP
TAHAPAN PROSES
1 Telur Ayam Salmonella Y Y - - Bukan CCP
2 Daun Sop Pestisida Y Y - - Bukan CCP
3 Air E. coli Y Y - - Bukan CCP
4 Pengirisan Jagung Manis Salmonella, Bacillus aureus, Bukan CCP
Y N Y Y
E. Coli
5 Pencincangan Daun Sop Salmonella, Bacillus aureus, Bukan CCP
Y N Y Y
E. Coli
6 Penghalusan Bumbu Salmonella, Bacillus aureus, Bukan CCP
Y N Y Y
E. Coli
7 Pencampuran Bahan Salmonella, Bacillus aureus, Bukan CCP
Y N Y Y
E. Coli
8 Penggorengan Salmonella, Bacillus aureus, CCP
Y N Y N
E. Coli
Overcook Y N N - Bukan CCP
9 Penyimpanan Sementara Suhu danger zone Y N Y N CCP
LANGKAH 8 : SPESIFIKASI BATAS KRITIS (PRINSIP 3)

BAHAN BAKU/
IDENTIFIKASI
NO TAHAPAN PROSES TINDAKAN PENGENDALIAN BATAS KRITIS
BAHAYA
(CCP)
1 Penggorengan Salmonella - Personal hygiene penjamah - Negatif/25g
Bacillus
makanan, pencucian tangan - Suhu penggorengan
aureus
dengan sabun sebelum melakukan minimal 90°C
E. Coli
penggorengan

- Pengontrolan suhu penggorengan

minimal 90°C

2 Penyimpanan Sementara Suhu danger zone Penyimpanan di wadah berbahan Suhu makanan matang

stainless steel yang ditutupi dengan diatas 60°C

plastic wrapping
LANGKAH 9 : PENYUSUNAN SISTEM PEMANTAUAN (PRINSIP 4)

BAHAN BAKU/ PROSEDUR MONITORING


BATAS
NO TAHAPAN
KRITIS WHAT HOW WHERE WHO WHEN
PROSES (CCP)
1 Penggorengan Negatif/25g Kebersihan Pengolah makanan Tempat Penjamah Setiap akan

pengeolahan melakukan personal pengolahan makanan mengolah

makanan hygiene (mencuci tangan makanan makanan

dengan sabun sebelum

bersentuhan dengan

bahan makanan).

Suhu >90°C Pemasakan Pengolah makanan Tempat Penjamah Setiap

yang tepat melakukan proses pengolahan makanan proses

penggorengan dengan makanan pemasakan

suhu yang terkontrol

minimal 90°C
2 Penyimpanan Suhu Penyimpanan Pengolah makanan Tempat Penjamah Setiap akan

Sementara makanan sementara menyimpan makanan pemorsian makanan menyimpan

matang diatas yang tepat matang di wadah makanan

60°C berbahan stainless matang

steel dan ditutupi

dengan

plastic wrapping
LANGKAH 10, 11 & 12 : PELAKSANAAN TINDAKAN PERBAIKAN, VERIFIKASI SISTEM SERTA DOKUMENTASI
DAN PENCATATAN (PRINSIP 5, 6 & 7)
BAHAN BAKU/ PROSEDUR MONITORING
BATAS TINDAKAN DOKUMENTASI
TAHAPAN PROSES VERIFIKASI
KRITIS KOREKSI & RECORD
(CCP)
WHAT HOW WHERE WHO WHEN
Penggorengan Negatif/25g Kebersihan Pengolah Tempat Penjamah Setiap akan Mewajibkan Melakukan Rekaman proses
pengeolahan makanan pengolahan makanan mengolah petugas pemeriksaan penggorengan
makanan melakukan makanan makanan masak penggunaan makanan
personal hygiene memakai alat alat
(mencuci tangan kelengkapan kelengkapan
dengan sabun masak saat masak
sebelum pengolahan
bersentuhan makanan
dengan bahan
makanan).
Suhu >90°C Pemasakan Pengolah Tempat Penjamah Setiap Mewajibkan Melakukan Rekaman proses
yang tepat makanan pengolahan makanan proses petugas pemeriksaan penggorengan
melakukan proses makanan pemasakan pemasak suhu makanan
penggorengan untuk penggorengan
yang suhunya melakukan makanan
terkontrol pengecekan
minimal 90°C suhu
penggorengan
BAHAN BAKU/ PROSEDUR MONITORING
BATAS TINDAKAN DOKUMENTASI
TAHAPAN PROSES VERIFIKASI
KRITIS KOREKSI & RECORD
(CCP)
WHAT HOW WHERE WHO WHEN
Penyimpanan Suhu Penyimpanan Pengolah Tempat Penjamah Setiap akan Mewajibkan Melakukan Rekaman proses
Sementara makanan sementara makanan pemorsian makanan menyimpan petugas pemeriksaan penyimpanan
matang diatas yang tepat menyimpan makanan masak proses sementara
60°C makanan matang matang menyimpan penyimpanan
di wadah makanan sementara
berbahan stainless matang di
steel dan ditutupi wadah
dengan plastic stainless steel
wrapping dan ditutupi
dengan
plastic
wrapping
HACPP Application in Food Industry and Food Service

LANGKAH 12 : TETAPKAN DOKUMENTASI DAN PENCATATAN


(PRINSIP 7)

1. Spesifikasi Bahan Makanan


Bahan Makanan Spesifikasi
Jagung Manis Jagung muda ukuran sedang, bersih,
sudah dikupas, tidak berulat
Tepung Terigu Tepung terigu putih, tidak berulat,
tidak berbau
Telur Ayam Telur ayam ras ukuran 50-60
gr/butir
Daun Sop Segar, hijau, satu ikat terdiri dari 5
ikat kecil
Merica Bubuk Lada bubuk kemasan
Ketumbar Bubuk Ketumbar dibungkus kecil
Penyedap Rasa Penyedap rasa bubuk
Bawang Merah Sudah dikupas, bersih dan masih
segar
Bawang Putih Sudah dikupas, bersih dan masih
segar
Gula Pasir Warna putih bersih, tidak basah,
butiran halus, mengandung yodium,
kemasan utuh
Garam Warna putih bersih, tidak basah,
butiran halus, mengandung yodium,
kemasan utuh
Air Air bersih tidak keruh dan berwarna,
tidak berasa, tidak berbau, tidak ada
endapan, tidak mengandung bahan
kimia, tidak tercemar bakteri dan
virus

2. Skedul Verifikasi Sistem/Catatan Kegiatan


Tanggal Penanggungjawab
Sumber
Tahap/ Input Aktivitas Dekripsi Frekuensi Review Tanda
Catatan Siapa
Verifikasi tangan
- Semua - Tabel Audit Tahapan Dua kali Cheklist Pemilik
tahapan HACCP – Internal setahun internal
- Monitoring - Review dan Audit sesuai audit
sistem, revalidate dengan
tindakan monitoring, produksi dan
koreksi dan tindakan packing atau
catatan koreksi dan bila
catatan perubahan
proses terjadi
- Manual Verifikasi Selama Tahunan Laporan Tim
mutu manual reviwe Verifikasi HACCP
jaminan mutu lengkap Review
dan sistem HACCP HACCP
yang Plan
memenuhi
aktivitas saat
ini dan
perubahan
yang terjadi
pada industri
- Aliran Verifikasi Cek Tahunan Tim
Proses disain proses relevansi atau bila Laporan HACCP
aliran perubahan Verifikasi
proses proses terjadi Review
HACCP

3. Laporan Verifikasi Review HACCP


Tipe Review:
- Tahunan
- Dipicu perubahan
Data Review

Anggota Tim Review


Nama Fungsi dalam Keahlian Tandatangan pada
Tim saat selesai

Laporan Review HACCP


TAHAP Aktivitas Sumber Rekomendasi
catatan
- monitoring - Review dan - Checklist
sistem dan validasi audit
tindakan monitoring, internal
koreksi tindakan koreksi - Catatan
dan catatan pada
audit internal
- Aliran - Verifikasi aliran - Aliran
proses proses proses
- Analisis - Validasi ulang - Analisis
bahaya analisis bahaya bahaya
- Limit - Validasi ulang - Validasi
kritis limit kritis limit kritis
- Program - Validasi program - Program
pendukung pedukung pedukug
- Manual - Review manual - Lapora
mutu mutu review
HACCP
- Residu - Verifikasi - Laporan lab
kimia penanggungjawab
penggunaan bahan
kimia

Anda mungkin juga menyukai