Anda di halaman 1dari 66

HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINTS (HACCP)

PADA HIDANGAN IKAN GORENG TEPUNG UNTUK MAKAN SIANG PADA


PASIEN KELAS II DAN III DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. MOEWARDI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi (SPMI) Rumah Sakit
Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi

Disusun Oleh :
Erina Novita Putri P07131116012
Riska Dwi Cahyaningtyas P07131116022

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI DIPLOMA III GIZI
2019

37
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Penerapan
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
PADA HIDANGAN IKAN GORENG TEPUNG MENU MAKANAN
SORE KELAS II DAN III
DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. MOEWARDI

Atas Nama :

Erina Novita Putri P07131116012


Riska Dwi Cahyaningtyas P07131116022

Telah mendapat persetujuan dari pembimbing

Mengetahui
Pembimbing

Eny Kuswantini, S.SiT


NIP. 196506011989022003

38
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala Rahmat dan hidayah-Nya

sehingga tugas penyusunan Laporan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

pada hidangan Ikan Goreng Tepung sebagai lauk hewani makan siang untuk pasien kelas

II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi dapat selesai dengan tepat waktu.

Laporan penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi (SPMI). Laporan ini dapat

terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Martini, S.Gz selaku Kepala Instalasi Gizi di RSUD Dr. Moewardi

2. Eny Kuswantini, S.SiT selaku pembimbing penelitian

3. Martini, S.Gz dan Ruli Dwi Hartanti, S.Gz selaku Reviewer

4. Segenap staf karyawan Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi

5. Rekan-rekan PKL Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Gizi yang telah

mendukung penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan laporan HACCP ini

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik diharapkan guna kesempurnaan

laporan ini.

Surakarta, 20 Januari 2019

Penulis

39
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
C. Tujuan
1. Tujuan Umum ....................................................................................... 3
2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP ..................................................................................... 6


B. Ikan Goreng Tepung .................................................................................. 13
C. Keuntungan dan Kerugian Penerapan HACCP…........................................22
D. Manfaat HACCP ......................................................................................... 23
E. Higienie Sanitasi ......................................................................................... 24

BAB III METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Pengamatan ....................................................................... 31


B. Jenis Pengamatan ........................................................................................ 31
C. Lokasi Pengamatan ..................................................................................... 31
D. Waktu Pengamatan ..................................................................................... 31
E. Jenis Data .................................................................................................... 31
F. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 32

BAB IV HASIL

40
A. Analisis HACCP ......................................................................................... 33
B. Penentuan HACCP...................................................................................... 34
C. Diagram Alir Ikan Goreng Tepung Verifikasi ............................................ 37
D. Diagram Alir Ikan Goreng .......................................................................... 39
E. Identifikasi bahaya dan Resiko ................................................................... 40
F. Pohon Keputusan CCP ................................................................................ 46
G. Tabel Matriks Penerapan HACCP .............................................................. 51

BAB V PEMBAHASAN .................................................................................. 56

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................. 63
B. Saran ........................................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 65

LAMPIRAN ............................................................................................................ 67

41
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan gizi di rumah sakit sebagai salah satu komponen penunjang


diselenggarakan oleh Instalasi Gizi yang bertujuan untuk menyelenggarakan makanan
bagi pasien. Penyelenggaraan makanan rumah sakit dilaksanakan dengan tujuan untuk
menyediakan makanan berkualitas baik dan jumlahnya sesuai kebutuhan serta
pelayanan yang layak dan memadai bagi pasien atau klien yang membutuhkannya.
Penyelenggaraan makanan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam
rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat
(Aritonang, 2014). Penyelenggaraan makanan rumah sakit dimulai dari perencanaan
kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan,
penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan,distribusi dan pencatatan,
pelaporan dan evaluasi (Kemenkes, 2013).
Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi telah menerapkan ISO 22000 : 2005 sejak
tahun 2014. Dalam ISO 22000:2500 termuat tentang food safety management system
dengan 3 kebijakan keamanan pangan di Instalasi Gizi, yaitu memberikan pelayanan
makanan yang cepat, tepat, dan aman; melakukan perbaikan yang berkesinambungan
terhadap system manajemen keamanan pangan; dan meningkatkan pelayanan makanan
yang bermutu didukung oleh keunggulan sumber daya manusia, kecukupan peralatan
dan system manajemen keamanan pangan.
Hazard Analysis Critical Control Pointss (HACCP) adalah metode mengawasi
produk pangan dan menjamin keamanan pangan yang biasa diterapkan dalam
penyelenggaraan makanan. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak
bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan.
Tujuan HACCP adalah menjamin bahwa produk makanan aman untuk
dikonsumsi. Penerapan HACCP dalam industri pangan memiliki beberapa keuntungan,
antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan,
meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang,
memperbaiki fungsi pengendalian, serta mengurangi limbah dan kerusakan produk.
Oleh karena itu, untuk mengetahui keamanan pangan di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Moewardi kami melakukan penelitian HACCP pada salah satu menu lauk hewani yaitu
Ikan Goreng Tepung. Ikan Goreng Tepung merupakan salah satu hidangan untuk menu
makanan biasa kelas II dan III yaitu pada siklus menu ke-7 untuk makan siang. Ikan
goreng tepung yang berbahan dasar fillet ikan nila dibuat melalui proses yang bertahap
mulai dari penerimaan hingga pendistribusian.
Pemilihan fillet ikan nila sebagai subyek penelitian HACCP didasari oleh
kandungan beberapa jenis bakteri, yaitu Salmonella sp, Shigella, Escherichia coli, dan
Clostridium di dalam fillet ikan nila. Bahan pangan yang menjadi sumber infeksi dan
keracunan oleh bakteri adalah bahan pangan yang berasam rendah dan fillet ikan nila
termasuk dalam bahan pangan berasam rendah. Escherichia coli merupakan salah satu

42
jenis bakteri yang mudah menyebar dengan cara mencemari air dan mengkontaminasi
bahan-bahan yang bersentuhan langsung, bakteri Escherichia coli ini
mengkontaminasi alat-alat yang digunakan dalam proses pengolahan fillet ikan nila.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan HACCP pada lauk hewani ikan goreng tepung untuk menu
makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi?
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan HACCP pada lauk hewani ikan goreng tepung untuk
menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui bahaya dan menganalisis produk makanan Ikan Goreng Tepung

untuk menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr.

Moewardi.

b. Mengetahui Critical Control Pointss (CCP) pada Ikan Goreng Tepung untuk

menu makanan biasa untuk menu kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr.

Moewardi.

c. Mengetahui batas kritis untuk setiap Ikan Goreng Tepung untuk menu makanan

biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.

d. Mengetahui sistem atau tindakan pemantauan setiap Ikan Goreng Tepung untuk

menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.

e. Mengetahui tindakan perbaikan/koreksi bila terjadi penyimpangan Ikan Goreng

Tepung untuk menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr.

Moewardi.

f. Mengetahui verifikasi terhadap produk ikan goreng tepung untuk menu

makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.

43
g. Mengetahui dokumentasi penerapan HACCP hidangan ikan goreng tepung untuk

menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. MoewardI

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instalasi Gizi

Sebagai bahan evaluasi bagi Instalasi Gizi di RSUD Dr. Moewardi dalam
rangka untuk meningkatkan mutu dan pelayanan makanan bagi pasien, khususnya
untuk produk ikan goreng tepung.
2. Bagi Peneliti

Sebagai sarana mengaplikaskan ilmu pengetahuan yang didapat saat


perkuliahan khususnya mata kuliah Pengawasan Mutu Makanan dengan Materi
Hazard Analysis Critical Control Pointss (HACCP) di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Moewardi.
3. Bagi Pasien

Menjamin keamanan dan mutu makanan yang dihidangkan kepada pasien di


RSUD Dr. Moewardi.

44
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) adalah suatu sistem jaminan

mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan

timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan

untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. HACCP merupakan salah satu bentuk

manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan

pendekatan pencegahan (prefentive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam

menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Kunci utama HACCP adalah

antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan

pencegahan daripada mengandalkan pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan

merupakan sistem jaminan keamanan pangan tanpa resiko, tetapi dirancang untuk

meminimumkan risiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai

alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses

produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobilogis, kimia dan fisik.

1. Langkah awal dan 7 prinsip HACCP

a. Membentuk Tim HACCP

Tim HACCP merupakan tim dengan multidisiplin ilmu yang memiliki

pengetahuan spesifik dan keahlian yang berkaitan dengan produk dan proses

produksi.

b. Membuat deskripsi produk

Deskripsi produk disusun dengan selengkap-lengkapnya. Informasi yang

termasuk didalamnya antara lain komposisi produk dan metode distribusi.

45
c. Identifikasi rencana penggunaan

Identifiksasi penggunaan produk didasarkan pada cara konsumsi. Cara

konsumsi produk merupakan hal yang penting untuk diketahui misalnya apakah

produk akan langsung dikonsumsi atau harus dimasak terlebih dahulu. Konsumen

produk tersebut juga perlu diketahui terutama jika konsumen termasuk kelompok

berisiko tinggi meliputi bayi, ibu hamil, lansia, orang sakit, orang yang menjalani

kemoterapi dan pasien AIDS.

d. Penyusunan diagram alir

Tim HACCP menyusun alur produksi mulai dari penerimaan sampai

distribusi. Diagram alir sebaiknya menggambarkan alur produksi sampai produk

didistribusikan, diagram alir juga menunjukkan bahan-bahan yang digunakan dalam

pembuatan produk ikan goreng tepung.

e. Verifikasi diagram alir di lapangan

Pada tahap verifikasi diagram alir, tim HACCP mengecek ulang alur

produksi mulai dari penerimaan, penyimpanan, persiapan, pengolahan, pemorsian

dan pendistribusian. Metode yang digunakan dalam verifikasi diagram alir antara

lain wawancara dan observasi.

f. Penetapan Bahaya Resiko

Penetapan bahaya dan resiko berkaitan dengan bahan pangan. Dimulai dari

pemeliharaan, pemanenan atau penangkapan atau pemotongan, penanganan pasca

panen. Selanjutnya pemilihan bahan baku dan bahan tambahan, penyimpanan bahan

makanan, pengolahan, pemorsian, distribusi dan konsumsi. Analisa bahaya

merupakan evaluasi spesifik terhadap produk pangan, bahan mentah dan bahan

tambahan yang berguna untuk menentukan bahaya dan penilaiannya dengan cara

sebagai berikut.

46
MATRIKS ANALISIS BAHAYA

Gambar 1 Matriks Analisis Bahaya


1) Kemungkinan terjadi (Likelihood)

(a) High occurance Apabila produk sangat sering terjadi kasus atau terjadi lebih

dari satu kasus dalam satu tahun (nilai 3).

(b) Medium occurance Apabila produk pernah terjadi satu kasus dalam satu

tahun terakhir (nilai 2).

(c) Low occurance Apabila produk tidak pernah terjadi satu kasus dalam satu

tahun terakhir (nilai 1)

2) Tingkat keparahan (Saverity)

(a) High severity Apabila dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan sakit

parah atau kematian (nilai 3).

(b) Medium severity Apabila dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan sakit

yang tidak sampai rawat inap (nilai 2).

(c) Low severity Apabila dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan sakit

ringan dan masih bisa beraktifitas (nilai 1).

47
3) Kemungkinan terjadi (Likely to occure)

(a) Low probabylity Bahaya yang kemungkinannya sangat kecil atau bahkan tidak

mungkin terjadi pada proses maupun bahan baku.

(b) Medium probabylity Bahaya yang kemungkinan bisa terjadi atau kadang-

kadang terjadi pada proses maupun bahan baku.

(c) High probabylity Kemungkinan bahaya sangat besar terjadi pada proses

maupun bahan baku.

g. Menentukan Titik Kendali Kritis (CCP)

CCP atau titik-titik kritis pengawasan didefinisikan sebagai setiap tahap di

dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat

menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi. CCP

ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi

hazard pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya. CCP dapat

diidentifikasi dengan menggunakan pengetahuan tentang proses produksi dan

semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan

pencegahan yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi CCP hanya dengan

keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih

banyak dari yang seharusnya diperlukan.Sebaliknya juga sering terjadi negoisasi

deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan

keamanan pangan. Dalam menentukan CCP digunakan pohon keputusan.

Bagaimana menggunakan Diagram Pohon Keputusan CCP?

Apakah bahan baku mengandung bahaya Tidak


sampai tingkat yang tidak dapat diterima?

Bukan
Ya
CCP

Apakah pengolahan/penanganan selanjutnya (termasuk pengamatan di


konsumen) menghilangkan bahaya atau mengurangi sampai tingkat aman?

48
Tidak CCP
Gambar 2. Diagram Pohon Keputusan CCP Bahan Baku

Bagaimana menggunakan diagram pohon keputusan?

Adakah tindakan pencegahan?

Lakukan modifikasi tahapan dalam


YA Tidak
proses suatu produk

Apakah pencegah pada tahap ini perlu untuk Ya


keamanan pangan?

Tidak Bukan CCP Berhenti

Apakah tahapan dirancang spesifik untuk menghilangkan


atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai level Ya
yang dapat diterima?

Tidak

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi


terjadi melebihi tingkatan yang dapat diterima atau
dapatkah ini meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat

Ya Tidak Bukan CCP Berhenti

Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi


bahaya yang teridentifikasi sampai level yang dapat diterima?

Ya Tidak CC
P
Bukan CCP Berhenti

Gambar 3. Diagram Pohon Keputusan CCP Proses


Sumber : SNI 01-4852-1998

49
h. Menetapkan Batas Kritis

Batas kritis merupakan batas toleransi yang dapat diterima untuk

mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya

kesehatan cermat dan efektif. Batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat

pencegah timbulnya bahaya antara lain adalah suhu dan waktu maksimal untuk

proses thermal, suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu

untuk proses sterilisasi komersial, jumlah residu pestisida yang diperbolehkan

dalam bahan pangan, Ph maksimal, dll.

i. Menetapkan Sistem Pemantauan

Monitoring dalam konsep HACCP adalah tindakan dari pengujian atau

observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan ini

untuk menjamin bahwa critical limit tidak terlampaui. Untuk menyusun prosedur

monitoring, pertanyaan-pertanyaan siapa, apa, dimana, mengapa, bagaimana dan

kapan harus terjawab yakni apa yang harus dievaluasi, dengan metode apa, siapa

yang melakukan, jumlah dan frekuensi yang diterapkan. Pemantauan dapat berupa

pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan

suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim

HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi,

serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.

j. Menetapkan Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi merupakan prosedur proses yang harus dilakukan saat

melampaui batas kritis. Tindakan koreksi dapat berbeda-beda tergantung dari

tingkat resiko produk, apabila resiko produk semakin tinggi maka harus dilakukan

tindakan koreksi.

50
k. Melakukan Prosedur Verifikasi

Verifikasi merupakan kegiatan evaluasi terhadap program atau rancangan

HACCP, untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang ditetapkan bekerja secara

efektif, yang bertujuan untuk memeriksa apakah program HACCP sudah

dilaksanakan dengan rancangan yang telah ditetapkan masih efektif.

l. Menetapkan Dokumentasi

Kegiatan dokumentasi dalam HACCP berguna untuk mengarsipkan rancangan

HACCP dengan cara menyusun catatan yang diteliti, mengenai seluruh sistem dan

penerapan HACCP serta memudahkan pemeriksaan oleh instansi yang berwenang

apabila terdapat produk yang bermasalah.

B. Ikan Goreng Tepung

Ikan goreng tepung merupakan salah satu lauk hewani pada siklus menu ke-7

yang disajikan di siang hari untuk pasien kelas II dan III. Ikan goreng tepung terbuat

dari ikan nila yang dibumbui dengan bawang merah, bawang putih, ketumbar, cabai

merah, kunyit dan garam yang dilumuri dengan telur dan tepung beras sebelum

digoreng. Penilaian mutu dan keamanan ikan goreng tepung dilihat dari bahan dan

proses penerimaan hingga proses distribusi makanan tersebut.

1. Fillet Ikan Nila

Ikan nila merupakan salah satu sumber bahan pangan hewani yang

mempunyai kelebihan antara lain memiliki kandungan asam amino esensial

yang lengkap, kandungan asam asam lemak tidak jenuh yang sangat

dibutuhkan, kandungan vitamin dan mineral yang cukup serta daya cernanya

yang tinggi. Mutu ikan harus dipertahankan dan ditangani dengan hati-hati dan

disimpan pada ruangan dingin karena ikan merupakan produk yang rentan

51
terkena cemaran mikrobiologi diantaranya bakteri E.colli, Vibrio

parahaemolyticus, Salmonella sp dan Clostridium.

Setelah ikan mati proses perubahan fisik, kimia, dan organoleptik

berlangsung dengan cepat. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan

setelah mati meliputi pre rigor mortis, rigor mortis, dan post rigor mortis. Faktor

yang menentukan kecepatan penurunan kesegaran ikan, diantaranya suhu

penyimpanan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah 0°C setelah ikan mati dapat

memperpanjang masa rigor mortis, menurunkan kegiatan enzimatis, bakterial,

kimiawi dan perubahan fisik ikan (Wibowo dkk, 2014).

2. Bawang Merah

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu

komoditas utama sayurandi Indonesia dan mempunyai banyak manfaat. Bawang

termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubtitusi yang berfungsi sebagai

bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Berdasarkan data dari

the National Nutrient Database bawang merah memiliki kandungan karbohidrat,

gula, asam lemak, protein dan mineral lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh

manusia (Waluyo dan Sinaga, 2015 ). Terdapat bahaya mikrobiologi oleh

Fusarium sp pada bawang merah kupas yang dapat dicegah dengan proses

penyimpanan yang benar yaitu dengan memasukkan bawang merah yang sudah

dikupas pada lemari es dengan wadah yang tertutup.

3. Bawang Putih

Bawang putih (Allium sativum L) merupakan umbi dari tanaman

Allium sativum L., termasuk dalam famili Amarylidaceae, manfaat lainnya

sebagai bumbu masakan daging yang dikalengkan, saus, sup, dan lainnya.

Bawang putih mengandung minyak volatil kurang lebih 0.2% yang terdiri dari

52
60% dialil disulfit, 20% dialil trisulfit, 6% alil propil disulfit, dan sejumlah kecil

dietil disulfit, dialil polysulfit, allinin, dan allisin. Minyak ini berwarna kuning

kecoklatan dan berbau pedas.

Bahaya yang mungkin terdapat pada bawang putih meliputi bahaya

fisik, dan mikrobiologi. Bahaya fisik seperti kotoran, debu, tanah dan kotoran

lain yang menempel pada bawang putih. Bahaya fisik dapat diminimalisir

dengan cara pengupasan, dan pencucian menggunakan air mengalir. Sedangkan

untuk bahaya mikrobiologis yaitu kapang diantaranya Aspergillus niger,

Aspergilus flavus, Aspergilus ochraceus, Aspergillur candidas, Aspergilus

versicolor, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, Mucor plumbeus, Mucor

hiemalis, Monilia sp dan Botrytis sp. Kapang dapat dicegah dengan penanganan

sebelum penyimpanan meliputi sortasi dan cara penyimpanan yang benar

meliputi pengaturan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan.

4. Ketumbar

Tanaman ketumbar berupa semak semusim (terna), dengan tinggi 20-100

cm yang terdiri akar, batang, daun, bunga dan buah. Buahnya berbentuk bulat

yang berwarna kuning kecoklatan. Buah ketumbar ini mengandung beberapa

komponen minyak atsiri, salah satu senyawa aktifnya berasal dari senyawa

monoterpen asiklik yaitu linalool yang berjumlah sekitar 60-75%. Ketumbar

dapat bermanfaat sebagai penambah nafsu makan, ketumbar rentan terkena

cemaran fisik dan biologi meliputi bahaya bakteri Salmonella sp, Staphylococus

aureus dan Coliform. Penyimpanan dan penanganan ketumbar harus

diperhatikan agar ketumbar tetap kering dan terhindar dari cemaran.

53
5. Kunyit

Kunyit, Curcuma longa L. (Zingiberaceae) adalah tanaman tropis yang

banyak terdapat di benua Asia yang secara ekstensif dipakai sebagai zat

pewarna dan pengharum makanan. Kunyit adalah sejenis tumbuhan yang

dijadikan bahan rempah yang memberikan warna kuning cerah. Kandungan

utama kunyit adalah kurkumin dan minyak atsiri yang berfungsi unutk

pengobatan hepatitis, antioksidan, gangguan pencernaan , anti mikroba.

6. Garam

Garam adalah benda padat berwarna putih berbentuk Kristal yang

merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida

(>80%) serta senyawa lainnya, seperti Magnesium Chlorida, Magnesium sulfat

dan Calsium Chlorida Sumber garam yang didapat di alam berasal dari air laut,

air danau asin, deposit dalam tanah, tambang garam sumber air dalam tanah

(Burhanuddin S 2001).

Garam sangat diperlukan tubuh, namun bila dikonsumsi secara berlebihan

dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk tekanan darah tinggi

(hipertensi). Garam juga digunakan untuk mengawetkan makanan dan sebagai

bumbu. Bahaya yang kemungkinan terdapat pada garam adalah bahaya fisik,

kimia dan mikrobiologi. Bahaya fisik meliputi kotoran seperti debu, pasir, atau

kerikil kecil, dan bahaya ini dapat diminimalisir dengan cara sortasi garam

berdasarkna spesifikasi yang telah ditentukan. Bahaya kimia yaitu adanya zat

pengawet pada garam dan bahaya ini dapat diminimalisir dengan cara

mencantumkan tanggal kadaluarsa sehingga konsumen dapat mengetahui kapan

garam tersebut kadaluarsa. Bahaya mikrobiologi garam adalah adanya bakteri

54
halofilik yang tahan pada suasana garam tinggi, bahaya ini dapat dicegah

dengan cara disimpan pada tempat kering dan tertutup.

7. Cabai merah

Cabai merah besar (Capsicum annum L) merupakan komoditas sayuran

yang rasa buah pedas yang disebabkan oleh kandungan capsaicin. Secara umum

cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein,

lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C (Prayudi, 2010).

Cabai merah memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini dipengaruhi

oleh kadar air dalam cabai yang sangat tinggi sekitar 90% dari kandungan cabai

merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat menjadi penyebab

kerusakan cabai dikarenakan hasil panen yang melimpah sedangkan proses

pengeringan tidak dapat berlangsung secara serentak, sehingga menyebabkan

kadar air dalam cabai masih dalam keadaan besar, sehingga menyebabkan

pembusukan

8. Jahe

Jahe merupakan salah satu tanaman obat potensial yang dimanfaatkan

sebagai bahan penyedap masakan dan obat-obatan. Jahe merupakan salah satu

penghasil minyak atsiri yang dapat mengatasi sakit gigi, malaria, rematik serta

mengobati kerusakan pada lambung. Kandungan senyawa zingibain yang yang

mempunyai aktivitas enzim proteolisis menyebabkan jahe digunakan sebagai

bahan untuk melunakkan daging dan adanya kandungan curcuminoid di

dalamnya juga menyebabkan jahe digunakan sebagai anti inflamatori.

9. Telur ayam

Telur merupakan bahan pangan hewani yang kaya akan manfaat karena

kandungan gizi dan sifat fungsionalnya, beberapa bakteri patogen yang mungkin

55
terdapat pada kulit telur adalah Salmonella, Campylobacter dan Listeria. Bakteri

pathogen dapat dicegah dengan penyimpanan, penanganan dan pengolahan telur

hingga matang.

Telur yang baik, secara keseluruhan maupun bagian misalnya kuning

telur atau putih telur memiliki sifat seperti berikut:

1) Daya Koagulasi

Koagulasi pada telur ditandai dengan kelarutan atau berubahnya

bentuk cairan (sol) menjadi padat (gel). Perubahan struktur molekul protein

ini dapat disebabkan oleh pengaruh panas, mekanik, asam, basa, garam,

dan pereaksi garam lain seperti urea. Koagulasi yang irreversible

disebabkan dengan pemanasan pada suhu 60-70°C. Sifat koagulasi ini

dimiliki putih maupun kuning telur.

2) Daya Buih (Foaming)

Buih adalah bentuk dispersi koloida gas dalam cairan. Apabila putih

telur dikocok maka gelembung udara akan terperangkap dalam albumen

cair dan membentuk busa. Semakin banyak udara yang terperangkap busa

yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya. Kestabilan

buih ditentukan oleh kandungan ovomusin (salah satu komponen putih

telur).

3) Daya Emulsi (Emulsifying properties)

Emulsi adalah campuran antara dua jenis cairan yang secara normal

tidak dapat bercampur, dimana salah satu fase terdispersi dalam fase

pendispersi. Kuning telur juga merupakan emulsi minyak dalam air.

Kuning telur mengandung bagian yang bersifat surface active yaitu lesitin,

kolesterol dan lesitoprotein. Lesitin mendukung terbentuknya emulsi

56
minyak dalam air, sedangkan kolesterol cenderung untuk membentuk

emulsi air dalam minyak.

4) Kontrol Kristalisasi

Penambahan albumen ke dalam larutan gula (sirup) dapat mencegah

terbentuknya kristal gula. Keberadaan albumen tersebut mencegah

penguapan sehingga mencegah inversi sukrosa yang berlebihan. Sifat telur

yang demikian ini dimanfaatkan dalam pembuatan gula-gula (candy).

Penambahan telur dalam pembuatan gula-gula memberiakn rasa di mulut

manis, halus serta selalu basah.

5) Pemberi Warna

Sifat ini hanya dimiliki oleh kuning telur, yaitu pigmen kuning dari

xantofil, lutein, beta karoten dan kriptoxantin. Sifat ini tidak banyak

dimanfaatkan seperti sifat yang lain, hanya digunakan dalam beberapa

produk misalnya baked product, es krim, custard dan saus.

Cara Memilih Telur (Gaman dan Sherrington, 1994) :

1) Pilih telur yang utuh, bersih, berat sesuai dengan besar, tidak kocok, bentuk

bulat lonjong. Telur diliputi oleh selaput kutikula yang berfungssi

mencegah masuknya bakteri dan terjadinya penguapan. Telur yang telah

dicuci akan kehilangan pelindung kulit, sehingga telur tidak tahan lama

disimpan. Telur yang masih baru belum kehilangan uap airnya, sehingga

berat telur masih utuh dan akan terasa lebih berat dibandingkan telur yang

sama besar tetapi sudah lama.

2) Pilih telur yang berukuran kecil atau sedang saja, karena telur yang

berukuran besar biasanya dihasilkan oleh induk yang sudah tua. Telur yang

57
seperti itu kurang mempunyai zat pelindung kulit, sehingga telur mudah

menguapkan air dan akan menyebabkan telur tidak tahan disimpan lama.

3) Bentuk telur yang bulat lonjong menandakan letak kuning telur tersusun

rapi dan terlindung di dalam putih telur dengan baik.

Spesifikasi telur ayam di RSUD Dr. Moewardi yaitu,baik, segar, tidak

busuk, isi 15-16 butir/kg.

10. Minyak Goreng

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau

hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak goreng dari tumbuhan

biasanya dihasilkan dari tanaman seperti kelapa, biji-bijian, kacang kacangan,

jagung, kedelai, dan kanola. Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3

– 4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang kali, minyak akan berubah

warna. Ada 2 tipe kerusakan minyak antara lain:

a. Ketengikan terjadi bila komponen cita rasa dan bau yang mudah menguap

terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak.

b. Hidrolisa minyak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat

mempengaruhi cita rasa dari bahan makanan. Cara penyimpanan minyak

yaitu minyak sebaiknya disimpan pada ruang antara 25-27°C ditempat yang

kering dan pada wadah tertutup berwarna gelap.

C. Keuntungan dan Kerugian Penerapan HACCP

Setiap hal pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu pula di dalam

penerapan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Poinst) bagi sebuah industry

pangan, tentunya memiliki keuntungan dan kerugian. Diantaranya yaitu:

a. Keuntungan HACCP

58
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat memberikan

keuntungan, yaitu mencegah terjadinya bahaya sebelum mencapai konsumen,

meminalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan, meningkatkan

kepercayaan akan keamanan makanan olahan sehingga secara tidak langsung

mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan.

b. Kerugian HACCP

Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila diaplikasikan untuk

bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui, tidak melakukan kuantifikasi

(penghitungan) atau memprioritaskan risiko, dan tidak melakukan kuantifikasi dampak

dari tambahan kontrol terhadap penurunan risiko.

Akan tetapi karena pada dasaranya HACCP ini diciptakan untuk tujuan

kemaslahatan manusia dalam kaitannya dengan pangan dan pemenuhan kebutuhan akan

makanan maka ada baiknya jika setiap perusahaan maupun industri di bidang pangan

menerapkan HACCP ini sebagai system kendali mutu pangan dari produk-prosuk yang

dihasilkan.

Agar tercipta suatu kondisi pangan masyarakat yang kondusif, tanpa terjadi

kasus-kasus dalam hal pangan lagi di masa yang akan datang.

D. Manfaat HACCP

Manfaat HACCP mencakup beberapa hal yaitu:

a. Mencegah penarikan makanan

b. Meningkatkan jaminan Food safety

c. Pembenahan dan pembersihan unit pengolahan (produksi)

d. Mencegah kehilangan konsumen / menurunnya pasien.

e. Meningkatkan kepercayaan konsumen /pasien

f. Mencegah pemborosan biaya.

59
E. Higiene dan Sanitasi

Sanitasi merupakan bagian penting dalam proses pengolahan pangan yang

harus dilaksanankan dengan baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha

pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor

lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut. Secara

luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan

membantu memperbaiki, mempertahankan, atau mengendalikan kesehatan yang

baik pada manusia (Purnawijayanti, 2001).

Berkaitan dengan proses pengolahan pangan secara kushus mendefinisikan

sanitasi sebagai penciptaan atau pemeliharaaan kondisi yang mampu mencegah

terjadinya kontaminasi makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan oleh

makanan. Karena keterlibatan manusia dalam proses pengolahan pangan sangat

besar, penerapan sanitasi pada personil yang terlibat di dalamnya perlu mendapat

perhatian kusus. Dalam hal ini pemahaman mengenai higyene perorangan yang

terlibat dalam pengolahan makanan, sangat penting.

Dalam Ensiklopedi Indonesia (1982) disebutkan bahwa pengertian higyene

adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta berbagai usaha

untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan. Hygiene juga mencakup

upaya perawatan kesehatan diri, termasuk ketetapan sikap tubuh.

1. Sanitasi Pekerja

Ada 3 kelompok penderita penyakit yang tidak boleh dilibatkan dalam

penanganan makanan, yaitu penderita penyakit infeksi saluran pernafasan,

pencernaan, dan penyakit kulit. Ketiga jenis penyakit ini dapat dipindahkan kepada

orang lain melalui makanan yang diolah atau disajikan penderita, Orang sehat pun

sebetulnya masih milyaran mikroorganisme di dalam mulut, hidung, kulit, dan

60
saluran pencernaannya. Akan tetapi kebanyakan mikroorganisme ini tidak

berbahaya, meskipun ada pula beberapa jenis bakteri yang dapat menimbulkan

penyakit kepada manusia. Dengan demikian, pekerja harus mengikuti prosedur

sanitasi yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang

ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja pengolahan makanan adalah

pencucian tangan, kebersihan, dan kesehatan diri.

a. Pencucian Tangan

Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan

virus patogen dari tubuh, feces, atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu

pencucian tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang

terlibat dalam penanganan makanan. Pencucian tangan, meskipun tampaknya

merupakan kegiatan ringan dan sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam

upaya mencegah kontaminasi pada makanan. Pencucian tangan dengan sabun

dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan mikroba yang terdapat pada

tangan. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan, dan

aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung

mikrobia.

Fasilitas yang diperlukan untuk pencucian tangan yang memadai adalah bak

cuci tangan yang dilengkapi dengan saluran pembuangan tertutup, kran air panas,

sabun, dan handuk kertas atau tissue atau mesin pengering. Bak air yang

digunakan untuk pencucian tangan harus terpisah dari bak pencucian peralatan

dan bak untuk preparasi makanan. Jumlah fasilitas cuci tangan disesuaikan

dengan jumlah karyawan. Satu bak pencuci tangan disediakan maksimal untuk

10 orang karyawan. Tempat cuci tangan harus diletakkan sedekat mungkin

dengan tempat kerja (Purnawijayanti, 2001).

61
b. Kebersihan dan Kesehatan Diri

Syarat utama pengolahan makanan adalah memiliki kesehatan yang baik.

Untuk itu disarankan pekerjaan melakukan tes kesehatan, terutama tes darah dan

pemotretan Rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran

pernapasan. Tes kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali,

terutama bagi pengolahan makanan di dapur rumah sakit. terutama bagi

pengolahan makanan di dapur rumah sakit.

Ada beberapa kebiasaan yang perlu dikembangkan oleh para pengolah

makanan, untuk menjamin keamanan makanan yang diolahnya. Beberapa

diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Berpakaian dan Berdandan

Pakaian pengolahan dan penyajian makanan harus selalu bersih. Apabila

tidak ada ketentuan khusus untuk penggunaan seragam, pakaian sebaiknya

tidak bermotif dan berwarna terang. Hal ini dilakukan agar pengotoran pada

pakaian mudah dilihat. Pakaian kerja sebaiknya dibedakan dari pakaian harian.

Disarankan untuk mengganti dan mencuci pakaian secara periodik, untuk

mengurangi risiko kontaminasi.

Pekerja harus mandi setiap hari. Pengunaan make-up dan deodoran yang

berlebihan harus dikurangi. Kuku pekerja harus selalu bersih, dipotong pendek,

dan sebaiknya tidak dicat. Perhiasan dan asesoris misalnya cincin, kalung,

anting, dan jam tangan sebaiknya dilepas, sebelum pekerja memasuki daerah

pengolahan makanan. Kulit di bagian bawah perhiasan sering sekali menjadi

tempat yang subur untuk tumbuh dan berkembang biak bakteri.

Celemek (apron) yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak boleh

digunakan sebagai lap tangan. Setelah tangan menyantuh celemek, sebaiknya

62
segera dicuci menurut menurut prosedur yang telah dijelaskan. Celemek harus

ditanggalkan bila pekerja meninggalkan ruangan pengolahan. Pekerja juga

harus memakai sepatu yang memadai dan selalu alam keadaan bersih.

Sebaiknya dipilih sepatu yang tidak terbuka pada bagian jari-jari kakinya.

Sepatu boot disarankaan untuk dipilih (Purnawijayanti, 2001).

2) Rambut

Rambut pekerja harus selalu dicuci secara periodik. Selama mengolah atau

menyajikan makanan harus dijaga agar rambut tidak terjatuh kedalam makanan.

Meskipun rambut yang jatuh bukan penyebab utama kontaminasi bakteri, tetapi

adanya rambut dalam makanan amat tidak disukai oleh konsumen. Oleh karena

itu pekerja yang berambut panjang harus mengikat rambutnya, dan disarankan

menggunakan topi /tutup kepala atau jala rambut. Setiap kali tangan

menyentuh, menggaruk, menyisir, atau menyikat rambut, harus segera dicuci

sebelum digunakan lagi untuk menangani makanan. Untuk pekerja laki-laki

yang memiliki kumis atau jenggot selalu menjaga kebersihan dan kerapiannya.

Tetapi akan lebih baik jika kumis atau jengot tersebut dicukur bersih

(Purnawijayanti, 2001).

2. Kondisi Sakit

Pekerja yang sedang sakit flu, demam, atau diare sebaiknya tidak dilibatkan

terlebih dahulu dalam proses pengolahan makanan sampai gejala-gejala penyakit

tersebut hilang. Pekerja yang memiliki luka pada tubuhnya harus menutup luka

tersebut dengan menutup pelindung dengan pelindung yang kedap air, misalnya

plester, sarung tangan plastik atau karet, untuk menjamin tidak terpindahnya

mikrobia yang terdapat pada luka ke dalam makanan.

63
Selain hal-hal tersebut di atas, berikut ini ada beberapa hal yang harus

diperhatikan oleh pekerja yang terlibat dalam pengolahan makanan, sebagai berikut:

a. Tidak merokok, makan, atau mengunyah (misalnya permen karet, tembakau, dan

lain-lain) selama melakukan aktivitas penanganan makanan.

b. Tidak meludah atau membuang ingus di dalam daerah pengolahan.

c. Selalu menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau bersin. Sedapat mungkin

batuk dan bersin tidak di dekat makanan.

d. Tidak mencicipi atau menyentuh makanan dengan tangan atau jari.

e. Gunakan sendok bersih, spatula, penjepit atau peralatan lain yang sesuai.

f. Sedapat mungkin tidak sering menyentuh bagian tubuh misalnya mulut, hidung,

telinga, atau menggaruk bagianbagian tubuh pada waktu menangani makanan.

g. Seminimal mungkin menyentuh makanan yang siap disajikan dengan mengunakan

tangan. Pada waktu memegang gelas minum pun dilarang untuk menyentuh bibir

gel.

3. Sanitasi Peralatan

Peralatan dapur harus segera dibersihkan dan disanitasi desinfeksikan

(dibersihkan agar tidak terkontaminasi kembali) untuk mencegah kontaminasi

silang pada makanan, baik pada tahap persiapan, pengolahan, penyimpanan

sementara, maupun penyajian. Diketahui bahwa pada peralatan dapur seperti alat

pemotong, papan pemotong (talenan), dan alat saji merupakan sumber kontaminan

potensial bagi makanan.

Frekuensi pencucian dari alat dapur tergantung pada jenis alat yang digunakan.

Alat saji dan alat masak harus dicuci, dibilas, dan disanitasi segera setelah

digunakan. Peralatan bantu yang tidak secara langsung bersentuhan dengan

makanan harus dibersihkan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya akumulasi

64
debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta kotoran lain. Kadang-kadang

untuk membantu proses pembersihan peralatan diperlukan bantuan kain lap/serbet.

Serbet makan yang digunakan bersamaan dengan penyajian makanan harus

bersih, kering dan tidak digunakan untuk keperluan lain. Serbet atau spon yang

digunakan untuk melap peralatan dapur yang secara langsung bersentuhan dengan

makanan harus bersih dan sering dicuci serta disanitasi dengan bahan sanitaiser

yang sesuai. Serbet atau spon tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan lain.

Pencucian dan sanitasi peralatan dapur dapat dilakukan secara manual maupun

secara mekanis dengan menggunakan mesin. Pencucian manual juga diterapkan

pada pan, baskom adonan, pengaduk, serta pisau Pembersihan menyeluruh

dilakukan setiap kali setelah pemakaian. Peralatan kemudian dicuci dengan larutan

deterjen, setelah semua kotoran dihilangkan, peralatan kemudian dibilas,

dikeringkan, dan disimpan dira lemari (Purnawijayanti, 2001).

65
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup pengawasan mutu pangan.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif, yaitu untuk

mengetahui gambaran penerapan HACCP pada hidangan lauk hewani ikan

goreng tepung pada menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD

Dr. Moewardi.

C. Lokasi Pengamatan

Pengamatan HACCP dilakukan di ruang penerimaan bahan makanan, ruang

penyimpanan bahan makanan, unit pengolahan makanan biasa dan ruang

distribusi makanan di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.

D. Waktu Pengamatan

Pengamatan HACCP dilakukan pada hari Rabu, 17 Januari 2019.

E. Jenis Data

1. Data Primer

a. Data penerimaan bahan makanan meliputi data penerimaan fillet ikan nila.

b. Data penyimpanan bahan makanan yang digunakan dalam pengolahan ikan

goreng tepung meliputi penyimpanan fillet ikan nila, telur ayam, bawang merah,

bawang putih, jahe, ketumbar, garam dan tepung beras.

c. Data proses persiapan bahan makanan meliputi persiapan fillet ikan nila dan

bumbu

66
d. Data proses pengolahan ikan goreng tepung meliputi penggorengan.

2. Data Sekunder

Data standar bumbu, standar resep atau prosedur pengolahan ikan goreng

tepung, data siklus menu kelas II dan III, data spesifikasi bahan makanan dan

SPO.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara dan observasi langsung mulai

dari proses penerimaan bahan hingga proses distribusi makanan menu kelas II dan

III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.

67
BAB IV

HASIL

A. Analisis Masalah

Gambaran Situasi Pada Pengolahan Ikan Goreng Tepung

Ikan Goreng Tepung merupakan salah satu menu lauk hewani untuk makan siang

pasien kelas II dan III di unit Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi yang digunakan pada

siklus menu ke-7. Bahan untuk membuat menu ikan goreng tepung yaitu fillet ikan nila,

telur ayam, bawang merah, bawang putih, ketumbar, cabai merah, kunyit, garam, dan

tepung beras. Tahapan proses pembuatan ikan goreng tepung dimulai dari persiapan

bahan. Persiapan bahan diawali dengan proses thawing di dalam bak stainless steel

yang dialiri dengan air mengalir selama 25 menit dilanjutkan dengan proses

pemotongan fillet ikan nila menggunakan talenan warna kuning dan pisau warna putih.

Fillet ikan yang telah dipotong kemudian dimasukkan dalam sebuah wadah stainless

steel dan didiamkan beberapa saat sebelum dibawa ke ruang pengolahan makanan

biasa.

Pengolahan fillet ikan nila diawali dengan proses pencelupan fillet ikan pada telur,

pembaluran dengan bumbu, dilanjutkan dengan pelumuran fillet ikan dengan tepung

beras. Fillet ikan yang telah dilumuri tepung beras kemudian digoreng dalam minyak

panas hingga berwarna kuning keemasan. Fillet ikan yang telah matang disimpan pada

wadah stainless steel dan dibiarkan terbuka dalam suhu ruang hingga semua fillet ikan

matang. Setelah semua matang, ikan goreng tepung dimasukkan dalam au bain marie

yang dibiarkan terbukapada suhu ruang kemudian dilanjutkan dengan pemorsian dan

distribusi.

APD yang digunakan pada saat persiapan adalah celemek, penutup kepala dan

sepatu safety, sedangkan APD yang digunakan pada penggorengan fillet ikan nila

68
adalah sarung tangan, celemek, penutup kepala, sepatu safety, dan masker, akan tetapi

masker tidak digunakan dengan benar (hanya dikalungkan) karena suhu di ruang

pengolahan makanan biasa cukup panas. APD yang digunakan pada saat pemorsian

sudah lengkap, meliputi sarung tangan, celemek, penutup kepala sepatu safety dan

masker.

B. Penentuan HACCP

1. Tim HACCP (tim keamanan pangan)

a. Eny Kuswantini, S.SiT

b. Riska Dwi Cahyaningtyas

c. Erina Novita Putri

2. Deskripsi produk atau gambaran umum produk

No Nama Produk Ikan Goreng Tepung

1 Deskripsi produk Ikan goreng tepung adalah salah satu menu

lauk hewani makan siang ruang rawat inap

menu makanan biasa kelas II dan III pada

siklus menu ke 7. Produk ini terbuat dari

fillet ikan nila yang dibaluri bumbu

kemudian digoreng dengan pembaluran

kembali menggunakan tepung beras hingga

matang dan berwarna kuning keemasan.

2 Deskripsi proses Penyimpanan, thawing, pencucian dan

pemotongan ikan, persiapan dan

penghalusan bumbu, pengolahan dan

69
pemorsian, serta pendistribusian masakan.

3 Komposisi Bahan Bahan utama : fillet ikan nila

Bahan pelengkap/bumbu: bawang merah,

bawang putih, ketumbar, cabai merah,

kunyit , garam, dan tepung beras.

4 Karakteristik B = bebas dari mikroorganisme patogen

F = bebas dari benda asing seperti rambut,

kerikil dan pasir

K = bebas dari cemaran logam berat.

5. Umur simpan ≤5 jam setelah pengolahan karena jangka

waktu makan pasien adalah 5 jam.

6. Kondisi penyimpanan Setelah ikan goreng tepung matang,

sementara ditempatkan dalam wadah stainless steel

yang bagian bawahnya dialasi kertas nasi

kemudian dibiarkan terbuka pada suhu

ruang.

7. Kemasan Menggunakan plato stainless yang tertutup

dan menggunakan piring yang ditutup

menggunakan cling wrap

8 Informasi Pada Label -

9 Metode Distribusi Sentralisasi

70
10 Rencana Penggunaan Siap saji

11. Target Pasien Pasien kelas II dan kelas III yang

mendapatkan makanan biasa dengan bentuk

makanan nasi.

71
Verifikasi Diagram Alir Ikan Goreng Tepung
Penerimaan

Pengecekan Spesifikasi Bahan Tidak Sesuai

Sesuai
Supplier

Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan


Cold Room B Cold Room C Cold Room A Gudang Kering (20-
(-5 s/d -100C) (50C s/d 100C) (50C s/d 100C) 250C)

Kunyit Jahe
Fillet Ikan Nila Telur Ketumbar Tp. Bumbu Minyak
Bawang Putih Garam kupas kupas
dan Merah Kupas kuny

Thawing 25 mnt Pengocokan


Penghalusan Pencucian

Pemotongan
Penggorengan Ikan
pada Holding time
Pencucian Pencelupan Pembaluran Pelumuran Goreng penyimpanan dlm Sortasi Pemorsian
fillet ikan nila dengan bumbu dengan Tepung OK
Suhu ikan suhu ruang
tepung beras 95,60C dilanjutkan
Penyimpanan dlm NOT Distribusi
Suhu minyak au bain marie
117,20C 620C

Waste
37
Keterangan :

= Bahan = Produk Akhir

= Proses = Produk Yang Tidak Terpakai

= CCP

Januari 2019

Telah diverifikasi oleh

Eny Kuswantini, S.SiT


NIP. 196506011989022003

38
Diagram Alir Ikan Goreng Tepung
Penerimaan

Pengecekan Spesifikasi Bahan Tidak Sesuai

Sesuai Supplier

Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan Gudang


Cold Room B (- Cold Room C Cold Room A Kering (20-250C)
50C s/d -100C) (50C s/d 100C) (50C s/d 100C)

Telur Garam Ketumbar Jahe Tp. Bumbu


Fillet Ikan Nila Bawang Putih dan Kunyit Minyak
Ayam Merah Kupas kuny
Pengupasan
Thawing Pengocokan
Penghalusan Pencucian

Pemotongan
Ikan Penyimpanan
Penggorengan
Pembaluran Goreng sementara Sortasi Pemorsian
Pencucian Pencelupan Pencampuran pada suhu
1340C menggunakan OK
Tepung
au bain marie
NOT Distribusi
630C

Waste
Keterangan :

= Bahan = Produk Akhir


39
= Proses = Produk Yang Tidak Terpakai

= CCP
Tabel Identifikasi Bahaya dan Tindakan Pencegahan pada Bahan Baku Ikan Goreng Tepung

Potensi Bahaya Pohon Keputusan


Bahaya Cara
Bahan Sumber Tingkat
No (B/M/K/ Jenis Bahaya Kemungkinan Pencegahaa
Baku Bahaya PRP/OPRP/C
F) Kepar Resiko n Q1 Q2
terjadi CP
ahan
1 Ikan nila Biologi E.Colli, vibrio Dari bahan L (1) H (3) H (9) Penyimpanan Y Y OPRP
parahaemolyti baku pada suhu -5̊C
cus - (-10) ̊C
Kimia Alergen Dari bahan L (1) H (3) H (9) Tidak Y Y OPRP
baku mengonsumsi
2 Telur Biologi Sallmonella Dari bahan L(1) H(3) H(9) Pencucian Y Y OPRP
Ayam sp baku sebelum
penyimpanan,
Penyimpanan
pada suhu 5 ̊C
– 10 ̊C
Kimia Alergen Dari bahan L (1) H(3) H(9) Tidak Y Y OPRP
baku mengonsumsi
2 Bawang Biologi Jamur Dari bahan L (1) H (3) H (9) Penyimpanan Y Y OPRP
Merah (Fusarium baku pada suhu
kupas sp) 5 ̊C – 10 ̊C
3 Bawang Biologi Jamur Dari bahan L (1) H (3) H (9) Penyimpanan Y Y OPRP
Putih (Aspergill baku pada suhu
kupas us) Cold Room
A
4 Ketumbar Biologi Salmonella Dari bahan L (1) H (3) H (9) Pengecekan Y Y OPRP
sp, suhu

40
Staphyloc baku penggorenga
occus n
aureus,
coliform
Fisik Serpihan Dari bahan L (1) L (1) L (1) Penyiangan dan - - PRP
tangkai, baku pencucian
kerikil,
debu dan
pasir
5 Garam Fisik Kemasan Dari bahan L (1) L (1) L (1) Penyortiran - - PRP
rusak, baku bahan,
perubahan ditempatkan
tekstur, ditempat
warna dan yang kering,
aroma, wadah yang
pasir bersih dan
tertutup
rapat.
10 Jahe Biologi Kapang dan Dari bahan L (1) H (3) H (9) Penyimpanan Y Y OPRP
kamir baku pada suhu 22
o
C-25oC dalam
suasana kering
Dari bahan L (1) L (1) L (1) - - PRP
Fisik Tanah, kerikil Pencucian
baku
Tepung Dari bahan L (1) H (3) H (9) Suhu Y Y OPRP
beras Biologi Kapang baku penyimpanan
22 oC -25 oC
Kutu pada Dari bahan L (1) L (1) L (1) Pengecekan - - PRP
tepung, baku incoming
Fisik serpihan material dan
plastik penyortiran
10 Minyak Kimia Peroksida Dari bahan L (1) L (1) L (1) 2-3 kali - - PRP
baku

41
goreng penggunaan
minyak goreng

Fisik Berbau Bahan baku L (1) L (1) L (1) Penerimaan PRP


tekngik, sesuai
warna spesifikasi dan
minyak tidak penyimpanan
kuning minyak pada
bening,
tempat tertutup
kemasan
rusak

Tabel Identifikasi Bahaya dan Tindakan Pencegahan pada Proses Ikan Goreng Tepung

Sumber Bahaya Hazard Assesment Tingkat


Pencegahan
Pohon Keputusan
(Penurunan
No Proses
Katego Tingkat Tingkat bahaya)
Bahaya Penyebab Risiko Penurunan PRP/O
ri Keseringan Keparahan
(Penghilangan) Q1 Q2 Q3 Q4 PRP/C
bahaya CP
1 Pemotongan B Coliform, Sumber L(1) H(3) H(9) Penggunaan alat Y N Y Y OPRP
Staphylococcu peralatan, yang sesuai
s aureus dan dengan standar
personil dan higiene
personal setiap
hari
2 Thawing B Coliform, Proses L(1) H(3) H(9) Proses thawing Y N Y Y OPRP
Fillet ikan salmonella sp, thawing dilakukan sesuai
kakap Staphylococcu yang tidak dengan SOP
s aureus sesuai

42
3 Penyimpanan B Coliform, Kondisi L(1) H(3) H(9) Pengecekan Y N Y N CCP
bahan kering salmonella sp, ruangan kebersihan
suhu ruang Staphylococcu penyimpa ruangan
T= 24oC s aureus nan yang penyimpanan
tidak setiap hari
bersih

4 Penyimpanan B Koliform, Suhu L(1) H(3) H(9) Pemantauan suhu Y N Y N CCP


fillet ikan nila salmonella sp freezer ruang
cold room B, tidak penyimpanan
(T = -5,60C) sesuai secara berkala
setiap datang dan
pulang

5 Penyimpanan B Salmonella Bahan L(1) H(3) H(9) Jaminan mutu Y N Y N CCP


thyposa
telur di cold baku dari pemasok
room C 9,80C

6 Penyimpanan B Koliform, Suhu L(1) H(3) H(9) Pemantauan Y N Y N CCP


bumbu (cold salmonella sp ruang ruang
room A dan penyimpa penyimpanan
C T = 90C) nan secara berkala
setiap awal dan
pertengahan
produksi

7 Penghalusan B Coliform, Sumber L(1) H(3) H(9) Pengecekan Y N Y Y OPRP


bumbu salmonella sp, bahan kebersihan
Staphylococcu baku, peralatan dan
s aureus peralatan, higiene personal
dan setiap hari

43
personil
8 Pencampuran B Coliform, Sumber L(1) H(3) H(9) Pengecekan Y N Y Y OPRP
salmonella sp, bahan kebersihan
Staphylococcu baku, peralatan dan
s aureus peralatan, personal higiene
dan setiap hari
personil
9 Penggorengan B Coliform, Bahan L(1) H(3) H(9) Pengecekan suhu Y N Y N CCP
0 salmonella sp, baku dan pemasakan
95,6 C
penjamah

10 Holding time B Coliform, Penangan L(1) H(3) H(9) Penyimpanan Y N Y Y OPRP


salmonella sp, an yang makanan matang
kurang sesuai standar
tepat

11 Sortasi B Coliform, Sumber L(1) H(3) H(9)Pengecekan Y N Y Y OPRP


Staphylococcu bahan incoming bahan
s aureus baku baku sesuai
spesifikasi
12Pemorsian B Coliform, Kontam- L(1) H(3) H(9) Pengecekan Y N Y Y OPRP
salmonella sp, nasi dari kebersihan
Staphylococcu peralatan peralatan dan
s aureus, kerja yang personal
Escherichia kotor dan hygiene setiap
coli personil hari

44
C. Pohon Keputusan
a. Pohon Keputusan untuk Proses Pengolahan Ikan Goreng Tepung
(1) Penyimpanan cold room B dengan suhu -5,60C
Adakah tindakan pengendalian pada tahap
penyimpanan di cold room B?
YA
Apakah tahapan penyimpanan pada cold room B dirancang spesifik untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai
tingkat yang dapat diterima?

Tidak

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi


melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini meningkat
sampai tingkatan yang tidak dapat diterima?

Ya

Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya yang teridentifikasi


sampai level yang dapat diterima?
Tidak

CCP
Gambar 4 Pohon Keputusan CCP untuk Proses Penyimpanan Bahan Baku di Cold Room B

45
(2) Penyimpanan cold room C dengan suhu 9,80C

Adakah tindakan pengendalian pada tahap


penyimpanan di cold room C?

YA

Apakah tahapan penyimpanan pada cold room C dirancang spesifik


untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi
sampai tingkat yang dapat diterima?

Tidak

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi


melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini
meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima?

Ya

Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya


yang teridentifikasi sampai level yang dapat diterima?

Tidak

Gambar 5 Pohon Keputusan CCP untuk Proses Penyimpanan Bahan Baku di Cold Room C CCP

46
(3) Penyimpanan cold room A dengan suhu 90C
Adakah tindakan pengendalian pada tahap
penyimpanan di cold room A?

YA

Apakah tahapan penyimpanan pada cold room A dirancang spesifik


untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi
sampai tingkat yang dapat diterima?

Tidak

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi


melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini
meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima?

Ya

Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya


yang teridentifikasi sampai level yang dapat diterima?

Tidak

CCP
Gambar 6 Pohon Keputusan CCP untuk Proses Penyimpanan Bahan Baku di Cold Room

47
(4) Penyimpanan gudang kering dengan suhu 240C
Adakah tindakan pengendalian pada tahap
penyimpanan di gudang kering?

YA

Apakah tahapan penyimpanan pada gudang kering dirancang spesifik


untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi
sampai tingkat yang dapat diterima?

Tidak

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi


melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini
meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima?

Ya

Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya


yang teridentifikasi sampai level yang dapat diterima?

Tidak

CCP

Gambar 7 Pohon Keputusan CCP untuk Proses Penyimpanan di gudang kering

48
(5) Penggorengan Fillet Ikan Nila

Adakah tindakan pengendalian pada


penggorengan fillet ikan nila

YA

Apakah tahapan penggorengan fillet ikan nila dirancang spesifik untuk


menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai
tingkat yang dapat diterima?

Tidak

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang diidentifikasi terjadi


melebihi tingkatan yang dapat diterima atau dapatkah ini
meningkat sampai tingkatan yang tidak dapat diterima?

Ya

Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau mengurangi bahaya


yang teridentifikasi sampai level yang dapat diterima?

Tidak

CCP
Gambar 7 Pohon Keputusan CCP untuk Proses penggorengan

49
D. Penerapan HACCP
Nama Produk : Ikan Goreng Tepung
Tanggal Produksi : 17 Januari 2019

Tabel Matriks Penerapan HACCP pada Proses Pengolahan Ikan Goreng Tepung

No Tanggung Validasi
Batas Koreksi Tindakan Jawab & Dokumen/
Tindakan Kritis Langsung Koreksi Wewenang Catatan
CCP Bahaya Pengendalian Pemantauan Verifikasi
Penyimp Kolifor Pemantauan Suhu Apa : Suhu Melakukan Pengeceka Pelaksana : staf Kartu Evaluasi Melakukan
an m, suhu saat penyimpa penyimpana pemesanan n gudang suhu Kartu pemeriksaan
an fillet penyimpana n n sesuai alat ukur Koreksi di bagian suhu mikrobiologi
salmon
ikan nila n pada cold an -50C ikan nila kebutuhan suhu yang langsung : cold room ruang terhadap
ella sp room B s/d Siapa : dan berkoordin kepala Adlog B penyimpa produk akhir
sebanyak 2x -(-10)0C petugas langsung as Tindakan nan 1 yang
sehari setiap gudang dilakukan i dengan koreksi : bulan dihasilkan.
datang dan basah pengolahan bagian kepala Adlog + sekali
pulang Dimana: Di IPFNM Kepala IPFNM.
ruang Verifikasi :
penyimpana kepala
n Adlog
bahan
makanan
Kapan : 2x
sehari (pagi
dan
siang)
Bagaimana :
Pengecekan
dan
pencatatan
suhu
penyimpanan

50
No Tanggung Validasi
Batas Koreksi Tindakan Jawab & Dokumen/
Tindakan Kritis Langsung Koreksi Wewenang Catatan
CCP Bahaya Pengendalian Pemantauan Verifikasi
Penyim Salmon Pemantauan Suhu Apa : Suhu Melakukan Pengeceka Pelaksana : staf Kartu Evaluasi Melakukan
pan ella suhu saat penyimp penyimpana pemindaha n gudang suhu Kartu pemeriksaan
an telur thyposa penyimpana an n n bahan alat ukur Koreksi di bagian suhu mikrobiologi
n pada cold an 50C telur ayam makanan suhu yang langsung : cold room ruang terhadap
room C s/d Siapa : ke berkoordin kepala Adlog C penyimpa produk akhir
sebanyak 2x -100C petugas tempat lain as Tindakan nan 1 yang
sehari setiap gudang i dengan koreksi : bulan dihasilkan.
datang dan basah bagian kepala Adlog + sekali
pulang Dimana: Di IPFNM Kepala IPFNM.
ruang Verifikasi :
penyimpana kepala
n Adlog
bahan
makanan
Kapan : 2x
sehari (pagi
dan
siang)
Bagaimana :
Pengecekan
dan
pencatatan
suhu
penyimpanan

No Batas Koreksi Tindakan Dokumen/ Validasi


Tindakan Kritis Langsung Koreksi Tanggung Catatan
CCP Bahaya Pengendalian Pemantauan Jawab & Verifikasi

51
Wewenang

Penyimp Kolifor Pemantauan Suhu Apa : Suhu Melakukan Pengeceka Pelaksana : staf Kartu Evaluasi Melakukan
an m, suhu saat penyimp penyimpana pemindaha n gudang suhu Kartu pemeriksaan
an penyimpana an n n bahan alat ukur Koreksi di bagian suhu mikrobiologi
salmon
bumbu n pada cold an 50C bumbu makanan suhu yang langsung : cold room ruang terhadap
ella sp room A s/d Siapa : ke berkoordin kepala Adlog A penyimpa produk akhir
sebanyak 2x -100C petugas tempat lain as Tindakan nan 1 yang
sehari setiap gudang i dengan koreksi : bulan dihasilkan.
datang dan basah bagian kepala Adlog + sekali
pulang Dimana: Di IPFNM Kepala IPFNM.
ruang Verifikasi :
penyimpana kepala
n Adlog
bahan
makanan
Kapan : 2x
sehari (pagi
dan
siang)
Bagaimana :
Pengecekan
dan
pencatatan
suhu
penyimpanan

No Tanggung Validasi
Batas Koreksi Tindakan Jawab & Dokumen/
Tindakan Kritis Langsung Koreksi Wewenang Catatan
CCP Bahaya Pengendalian Pemantauan Verifikasi
Penyimp Colifor Pemantauan Suhu Apa : Suhu Melakukan Pengeceka Pelaksana : staf Kartu Evaluasi Melakukan
an m, suhu gudang penyimp penyimpana pemindaha n gudang suhu Kartu pemeriksaan
an bahan kering an n n bahan alat ukur Koreksi di bagian suhu mikrobiologi
salmon
kering sebanyak 2x an 200C bahan kering makanan suhu yang langsung : gudang ruang terhadap
(tepung ella sp, sehari setiap s/d Siapa : ke berkoordin kepala Adlog kering penyimpa produk akhir

52
terigu, Staphyl datang dan 250C petugas tempat lain as Tindakan nan 1 yang
garam, ococcus pulang gudang i dengan koreksi : bulan dihasilkan.
jahe, kering bagian kepala Adlog + sekali
aureus
ketumbar Dimana: Di IPFNM Kepala IPFNM.
, kunyit ruang Verifikasi :
dan penyimpana kepala
minyak n Adlog
goreng) bahan
makanan
Kapan : 2x
sehari (pagi
dan
siang)
Bagaimana :
Pengecekan
dan
pencatatan
suhu
penyimpanan

No Tanggung Validasi
Batas Koreksi Tindakan Jawab & Dokumen/
Tindakan Kritis Langsung Koreksi Wewenang Catatan
CCP Bahaya Pengendalian Pemantauan Verifikasi
Penggoren Colifor Pemantauan Suhu Apa : Suhu Pengecekan Pelaksana : Pencatatan Evaluasi Membandi
gan m, suhu saat penggore penggorengan suhu minyak staf oleh petugas ngkan
ikan digoreng ngan fillet ikan nila dan suhu gudang suhu
salmon fillet ikan pengolaha
dan Siapa : Koreksi
ella sp, pemantauan petugas nila langsung : n dengan
suhu pramuboga kepala standar
Dimana: Di produksi
ruang Tindakan
produksi koreksi :
Kapan : kepala
ketikafillet produksi +
ikan nila Kepala

53
digoreng IPFNM.
Bagaimana : Verifikasi :
Pengecekan kepala
dan produksi
pencatatan
suhu
penggorengan

54
BAB V

PEMBAHASAN

Hidangan lauk hewani pada siklus menu ke-7 menu makan siang

untuk kelas II dan III adalah Ikan Goreng Tepung yang menjadi objek

pengamatan HACCP di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi. Pembuatan

Ikan Goreng Tepung ini melalui serangkaian proses yang telah diamati,

mulai dari penerimaan, penyimpanan bahan makanan, pendistribusian

makanan ke pasien, hingga pengamatan terkait dengan higiene dan

sanitasi pengolahan makanan.

1. Penerimaan

Penerimaan untuk bahan makanan basah dilakukan setiap

hari. Fillet ikan nila yang diterima, ditimbang dan dicocokkan

dengan jumlah pemesanan serta spesifikasi, untuk bahan basah

berupa ikan tidak dilakukan pengecekan suhu dan ditimbang karena

fillet ikan nila datang dalam kondisi beku dan masih berada di

dalam kotak kardus yang sudah diketahui beratnya.

Fillet ikan nila terakhir datang pada tanggal 16 Januari 2019

sedangkan pada saat pengamatan yang dilakukan tanggal 17 Januari

2019 tidak ada penerimaan ikan nila sehingga tidak dapat dilakukan

pengamatan langsung pada proses penerimaan fillet ikan nila.

63
Penggunaan bahan makanan basah menggunakan prinsip

FIFO (First In First Out) yaitu barang yang pertama kali datang

adalah barang yang pertama digunakan.

2. Penyimpanan

a. Penyimpanan ikan nila fillet

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan ikan yang diterima

terutama bahan pangan hewani disimpan dalam cold room B dengan

suhu ruang -5 ̊C – (-10) ̊C. Suhu -5 ̊C – (-10) ̊C dapat menghambat

pertumbuhan bakteri koliform, salmonella sp, staphylococcus

aureus yang terdapat dalam ikan nila. Pembuatan Ikan Goreng

Tepung menggunakan stok ikan nila yang terdapat di gudang ya,ng

datang pada tanggal 11 Januari 2019 dengan jumlah stok yang

tersisa sebanyak 4 karton dengan berat per karton 4,54 kg – 5 kg,

berdasarkan SOP penyimpanan ikan sudah sesuai standar

penyimpanan bahan makanan basah yaitu dalam waktu ≤1 minggu.

b. Penyimpanan Telur

Telur disusun pada tray telur yang kemudian disimpan

dalam cold room C dengan suhu ruang 5-10 ̊C. Pada saat

pengamatanm suhu cold room C menunjukkan angka 9,8 0C

sehingga telur masih dapat mengalami kontaminasi bakteri

salmonella sp. Pada tahap ini penyimpanan telur dirancang untuk

menghilangkan atau mengurangi bahaya namun kontaminasi

dalam ruangan penyimpanan dapat meningkatkan bahaya dan

64
tahapan berikutnya tidak mengurangi atau menghilangkan

bahaya sampai level yang dapat diterima.

c. Penyimpanan Bumbu

Bumbu yang digunakan dalam pembuatan Ikan Goreng

Tepung disimpan di gudang basah dan gudang kering. Bahan

yang disimpan di gudang basah yaitu bawang putih, bawang

merah dan cabai merah. Bawang putih dan bawang merah yang

dipesan sudah dalam bentuk dikupas sehingga penyimpanan

dilakukan di cold room A dengan suhu ruang 5 – 10 ̊C untuk

mencegah terjadinya kebusukan/ kerusakan pada bawang putih

dan merah.

Bahan yang disimpan di gudang kering yaitu garam,

ketumbar, kunyit, jahe, salam dan laos. Pada gudang kering

standar suhu penyimpanannya adalah 20-25°C. Bahan makanan

di gudang kering disimpan pada kontainer plastik dan wadah

stainless steel yang diletakkan di rak penyimpanan dengan jarak

15 cm dari lantai dan 5 cm dari dinding. Pada gudang kering

digunakan sistem pengeluaran FEFO (First Expired First Out)

yaitu barang dengan tanggal kadaluwarsa terlebih dahulu akan

dikeluarkan lebih dulu.

3. Persiapan

Untuk persiapan bumbu seperti bawang putih, bawang merah

kupas, laos, cabai merah dan kunyit dicuci kemudian dihaluskan

65
bersama ketumbar. Bumbu dihaluskan menggunakan blender

dengan ditambahkan sedikit air. Lingkungan saat proses persiapan

tetap bersih, dikarenakan setelah selesai melakukan proses

persiapan, ada petugas kebersihan yang selalu membersihkan area

persiapan dan pengolahan.

Ikan yang akan digunakan dikeluarkan dari cold room di

thawing dengan merendam dalam bak cuci stainless steel yang

dialiri air selama kurang lebih 25 menit sampai ikan dapat dipotong.

Kemudian ikan di potong menggunakan pisau berwana putih dialasi

talenan plastik berwana kuning, sedangkan menurut SOP pisau dan

talenan yang digunakan adalah pisau dan talenan yang berwarna

kuning.

Ikan dipotong menjadi 4-6 bagian dengan pemotongan

melintang mengikuti duri kemudian potongan ikan dimasukkan

dalam wadah stainless steel sebelum dibawa ke tempat pengolahan.

Cara thawing yang aman pada yaitu menempatkan fillet ikan yang

masih dikemas dalam wadah yang berisi air dengan mengganti air

setiap 30 menit sampai ikan tersebut dapat dipotong.

Ruang persiapan berada di dalam medium risk zone dengan

perlengkapan yang harus digunakan yaitu, celemek, hairnet, masker

dan sepatu karet. Rata-rata pramuboga dalam ruang persiapan

menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yang kurang lengkap. APD

66
yang digunakan oleh pramuboga pada proses persiapan adalah

celemek, hairnet dan sepatu karet.

4. Pengolahan

Ikan yang sudah siap diolah dibaluri bumbu dan dibiarkan

beberapa saat dalam wadah stainless steel di ruang terbuka

dikarenakan alat untuk menggoreng ikan sedang digunakan untuk

menggoreng tahu. Sebelum proses penggorengan, pramuboga

memanaskan minyak sembari melumuri ikan dengan tepung beras

kemudian dilanjutkan dengan proses penggorengan. Pramuboga

melumuri bumbu dan tepung beras menggunakan kedua tangan

bersarung tangan, tetapi hanya tangan kanan yang memakai sarung

tangan. Tangan kiri digunakan untuk mengambil ikan yang sudah

dibaluri bumbu dan tangan kanan digunakan untuk mencampur ikan

dengan tepung beras. Suhu pengolahan ikan menurut SOP adalah 63̊C,

sedangkan suhu pengolahan ikan menurut pengukuran langsung adalah

95,6 ̊C lebih tinggi daripada suhu pengolahan minimal bahan makanan.

Pada tahap ini termasuk dalam CCP karena ada tahapan yang

bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai

tingkat yang aman yaitu dengan pengecekan suhu ketika proses

penggorengan ikan.

APD yang harus digunakan pada area pengolahan (high risk zone)

adalah hairnet, celemek, masker, sarung tangan, dan sepatu safety.

Petugas pramuboga pada pengolahan ikan goreng tepung tidak

67
menggunakan masker dengan benar karena suhu ruang produksi cukup

tinggi yaitu mencapai 31,30C.

5. Holding Time

Holding time adalah titik control/ titik kritis dimana waktu

yang diperlukan agar makanan tetap aman dari segi tekstur, suhu

dan nilai gizinya hingga sampai ke konsumen atau disebut waktu

tunggu sebelum makanan di distribusikan ke konsumen.

Ikan pertama kali matang pada pukul 09.42 WIB dan terakhir

kali matang pada pukul 10.19 WIB, kemudian setelah proses

penggorengan selesai, Ikan Goreng Tepung tidak langsung

diletakkan pada aubain marie, tetapi diletakkan dulu di dalam

wadah stainless steel dalam kondisi terbuka dengan subu ruang

31,30C selama 39 menit. Lalu pada pukul 10.21 WIB Ikan Goreng

Tepung diletakkan pada aubain marie dalam kondisi terbuka dengan

suhu 62oC dan langsung dilakukan pemorsian, sedangkan menurut

SOP penyimpanan makanan matang dalam keadaan tertutup pada

suhu 60 oC -80 oC.

Pendistribusian Ikan Goreng Tepung pertama kali yaitu di

bangsal Flamboyan 6 dilakukan pada pukul 11.07 WIB. Waktu

tunggu mulai ikan goreng tepung matang sampai didistribusikan

adalah 87 menit.

6. Sortasi

68
Sebelum Ikan Goreng Tepung didistribusikan kepada pasien,

Ikan Goreng Tepung disortir terlebih dahulu. Apabila ikan goreng

tepung dengan kualitas baik seperti masih utuh atau tidak hancur

akan dilanjutkan ke bagian distribusi untuk dilakukan

penyajian/plating dan distribusi kepada pasien.

7. Pemorsian

Pemorsian Ikan Goreng Tepung dilakukan pada pukul 10.21

WIB. Pemorsian pertama kali dilakukan pada piring saji untuk pasien

kelas II dan dilanjutkan proses wraping pada pukul 10.25 WIB. Ikan

goreng tepung diberikan kepada pasien kelas II dan III, namun yang

membedakan hanya tempat penyajiannya, yaitu pasien kelas II

menggunakan piring dan pasien kelas III menggunakan plato stainless

steel.

APD yang harus digunakan pada area distribusi (high risk zone)

adalah hairnet, celemek, masker, sarung tangan, dan sepatu safety.

Petugas pramuboga pada area distribusi ikan goreng tepung

pramuboga telah menggunakan APD dengan benar.

8. Distribusi

Ikan Goreng Tepung yang sudah di plating kemudian di letakkan

di kereta makan (trolly) untuk dibawa oleh pramusaji ke ruangan

pasien kelas II dan III. Pada tahap ini kecil kemungkinan terjadi

kontaminasi karena alat makan dalam keadaan tertutup.

69
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bahaya dan risiko pada proses pemasakan ikan goreng tepung

dapat ketahui melalui proses HACCP

2. Titik kendali kritis (CCP) pada proses pengolahan ikan goreng

tepung yang termasuk kedalam CCP yaitu pada penyimpanan ikan

goreng tepung, penyimpanan bawang merah, bawang putih, cabai

merah, ketumbar, kunyit, jahe, garam, lengkuas, daun salam,

minyak goreng dan tepung beras, serta penggorengan ikan.

3. Batas kritis pada proses penyimpanan ikan yaitu pada suhu -50C

s/d -100C, untuk suhu penyimpanan basah (bumbu) 50C s/d 100C,

untuk suhu penyimpanan kering 220C s/d 250C dan suhu saat

pengolahan ikan yaitu >90oC.

4. Sistem pemantauan penyimpanan bahan baku (ikan) pada gudang

basah dengan pemantauan suhu saat penyimpanan pada cold room

B sebanyak 2 kali sehari setiap datang dan pulang, penyimpanan

bumbu pada gudang basah dengan pemantauan suhu saat

penyimpanan pada cold room A sebanyak 2 kali sehari setiap

datang dan pulang, dan pemantauan suhu pengolahan secara

berkala.

5. Tindakan koreksi pada titik kendali kritis (CCP) pada proses

pengolahan yang dilakukan setiap datang dan pulang termasuk

70
kedalam CCP, yaitu pada penerimaan ikan yang dicegah dengan

pengembalian ikan bila tidak sesuai serta melaporkan

ketidaksesuaian suhu saat penerimaan untuk dilakukan tindakan

penyortiran/ complain dan pengecekan alat ukur suhu yang

berkoordinasi dengan bagian IPFNM. CCP di bagian penyimpanan

pada cold room A yaitu dengan pengecekan alat ukur suhu yang

berkoordinasi dengan bagian IPFNM, dan pemasakan Ikan Goreng

Tepung dengan bumbu yang dapat dikendalikan dengan

melakukan briefing ulang kepada petugas pengolahan tentang suhu

dan SOP pemasakan, mengecek thermohigro dan membuat jadwal

perbaikan alat masak.

6. Prosedur verifikasi dalam proses penerimaan, penyimpanan dan

penggunaan bahan makanan dilakukan dengan evaluasi cardex

selama ±1 bulan sekali.

7. Dokumentasi yang didapat berupa siklus menu, catatan penerimaan

bahan makanan, kartu suhu penerimaan, penyimpanan, dan

pemasakan, dokumentasi proses pembuatan ikan goreng tepung.

B. Saran

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka sebaiknya

pramuboga menggunakan APD dengan lengkap pada saat melakukan

pengolahan, selain itu mempertahankan proses yang sudah memenuhi

syarat harus dipertahankan agar kualitas masakan terjamin.

71
Lampiran

Pemotongan ikan di ruang persiapan pembaluran fillet ikan nila

Proses memasukkan ikan ke wajan Penggorengan Ikan Goreng Tepung

Proses penirisan Ikan Goreng Tepung Ikan Nila Goreng Tepung yang sudah matanG
diletakkan pada wadah stainless steel
beralaskan kertas nasi

72
Pemorsian Ikan Goreng Tepung Sotil yang digunakan untuk menggoreng

Pemorsian Ikan Goreng Tepung yang sudah di garnish

73
74
56

Anda mungkin juga menyukai