Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi (SPMI) Rumah Sakit
Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi
Disusun Oleh :
Erina Novita Putri P07131116012
Riska Dwi Cahyaningtyas P07131116022
37
LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan Penerapan
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)
PADA HIDANGAN IKAN GORENG TEPUNG MENU MAKANAN
SORE KELAS II DAN III
DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. MOEWARDI
Atas Nama :
Mengetahui
Pembimbing
38
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala Rahmat dan hidayah-Nya
sehingga tugas penyusunan Laporan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
pada hidangan Ikan Goreng Tepung sebagai lauk hewani makan siang untuk pasien kelas
II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi dapat selesai dengan tepat waktu.
Laporan penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi (SPMI). Laporan ini dapat
terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan laporan HACCP ini
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik diharapkan guna kesempurnaan
laporan ini.
Penulis
39
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV HASIL
40
A. Analisis HACCP ......................................................................................... 33
B. Penentuan HACCP...................................................................................... 34
C. Diagram Alir Ikan Goreng Tepung Verifikasi ............................................ 37
D. Diagram Alir Ikan Goreng .......................................................................... 39
E. Identifikasi bahaya dan Resiko ................................................................... 40
F. Pohon Keputusan CCP ................................................................................ 46
G. Tabel Matriks Penerapan HACCP .............................................................. 51
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 63
B. Saran ........................................................................................................... 64
LAMPIRAN ............................................................................................................ 67
41
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
42
jenis bakteri yang mudah menyebar dengan cara mencemari air dan mengkontaminasi
bahan-bahan yang bersentuhan langsung, bakteri Escherichia coli ini
mengkontaminasi alat-alat yang digunakan dalam proses pengolahan fillet ikan nila.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan HACCP pada lauk hewani ikan goreng tepung untuk menu
makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui penerapan HACCP pada lauk hewani ikan goreng tepung untuk
menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.
2. Tujuan Khusus
untuk menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Moewardi.
b. Mengetahui Critical Control Pointss (CCP) pada Ikan Goreng Tepung untuk
menu makanan biasa untuk menu kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Moewardi.
c. Mengetahui batas kritis untuk setiap Ikan Goreng Tepung untuk menu makanan
d. Mengetahui sistem atau tindakan pemantauan setiap Ikan Goreng Tepung untuk
menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.
Tepung untuk menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr.
Moewardi.
makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi.
43
g. Mengetahui dokumentasi penerapan HACCP hidangan ikan goreng tepung untuk
menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD Dr. MoewardI
D. Manfaat Penelitian
Sebagai bahan evaluasi bagi Instalasi Gizi di RSUD Dr. Moewardi dalam
rangka untuk meningkatkan mutu dan pelayanan makanan bagi pasien, khususnya
untuk produk ikan goreng tepung.
2. Bagi Peneliti
44
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian HACCP
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) adalah suatu sistem jaminan
mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau perhatian bahwa hazard (bahaya) akan
timbul pada berbagai titik atau tahap produksi, tetapi pengendaliannya dapat dilakukan
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Kunci utama HACCP adalah
antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan
merupakan sistem jaminan keamanan pangan tanpa resiko, tetapi dirancang untuk
meminimumkan risiko bahaya keamanan pangan. Sistem HACCP juga dianggap sebagai
alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai pasokan pangan dan proses
pengetahuan spesifik dan keahlian yang berkaitan dengan produk dan proses
produksi.
45
c. Identifikasi rencana penggunaan
konsumsi produk merupakan hal yang penting untuk diketahui misalnya apakah
produk akan langsung dikonsumsi atau harus dimasak terlebih dahulu. Konsumen
produk tersebut juga perlu diketahui terutama jika konsumen termasuk kelompok
berisiko tinggi meliputi bayi, ibu hamil, lansia, orang sakit, orang yang menjalani
Pada tahap verifikasi diagram alir, tim HACCP mengecek ulang alur
dan pendistribusian. Metode yang digunakan dalam verifikasi diagram alir antara
Penetapan bahaya dan resiko berkaitan dengan bahan pangan. Dimulai dari
panen. Selanjutnya pemilihan bahan baku dan bahan tambahan, penyimpanan bahan
merupakan evaluasi spesifik terhadap produk pangan, bahan mentah dan bahan
tambahan yang berguna untuk menentukan bahaya dan penilaiannya dengan cara
sebagai berikut.
46
MATRIKS ANALISIS BAHAYA
(a) High occurance Apabila produk sangat sering terjadi kasus atau terjadi lebih
(b) Medium occurance Apabila produk pernah terjadi satu kasus dalam satu
(c) Low occurance Apabila produk tidak pernah terjadi satu kasus dalam satu
(a) High severity Apabila dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan sakit
(b) Medium severity Apabila dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan sakit
(c) Low severity Apabila dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan sakit
47
3) Kemungkinan terjadi (Likely to occure)
(a) Low probabylity Bahaya yang kemungkinannya sangat kecil atau bahkan tidak
(b) Medium probabylity Bahaya yang kemungkinan bisa terjadi atau kadang-
(c) High probabylity Kemungkinan bahaya sangat besar terjadi pada proses
dalam proses dimana apabila tidak terawasi dengan baik, kemungkinan dapat
menimbulkan tidak amannya pangan, kerusakan dan resiko kerugian ekonomi. CCP
ini dideterminasikan setelah tata alir proses yang sudah teridentifikasi potensi
hazard pada setiap tahap produksi dan tindakan pencegahannya. CCP dapat
semua potensi bahaya dan signifikasi bahaya dari analisa bahaya serta tindakan
pencegahan yang ditetapkan. Namun demikian penetapan lokasi CCP hanya dengan
keputusan dari analisa signifikansi bahaya dapat menghasilkan CCP yang lebih
deviasi yang menyebabkan terlalu sedikitnya CCP yang justru dapat membahayakan
Bukan
Ya
CCP
48
Tidak CCP
Gambar 2. Diagram Pohon Keputusan CCP Bahan Baku
Tidak
Ya Tidak CC
P
Bukan CCP Berhenti
49
h. Menetapkan Batas Kritis
kesehatan cermat dan efektif. Batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat
pencegah timbulnya bahaya antara lain adalah suhu dan waktu maksimal untuk
proses thermal, suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan, suhu dan waktu
observasi yang dicatat oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan ini
untuk menjamin bahwa critical limit tidak terlampaui. Untuk menyusun prosedur
kapan harus terjawab yakni apa yang harus dievaluasi, dengan metode apa, siapa
yang melakukan, jumlah dan frekuensi yang diterapkan. Pemantauan dapat berupa
pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan
suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim
serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
tingkat resiko produk, apabila resiko produk semakin tinggi maka harus dilakukan
tindakan koreksi.
50
k. Melakukan Prosedur Verifikasi
HACCP, untuk membuktikan bahwa sistem HACCP yang ditetapkan bekerja secara
l. Menetapkan Dokumentasi
HACCP dengan cara menyusun catatan yang diteliti, mengenai seluruh sistem dan
Ikan goreng tepung merupakan salah satu lauk hewani pada siklus menu ke-7
yang disajikan di siang hari untuk pasien kelas II dan III. Ikan goreng tepung terbuat
dari ikan nila yang dibumbui dengan bawang merah, bawang putih, ketumbar, cabai
merah, kunyit dan garam yang dilumuri dengan telur dan tepung beras sebelum
digoreng. Penilaian mutu dan keamanan ikan goreng tepung dilihat dari bahan dan
Ikan nila merupakan salah satu sumber bahan pangan hewani yang
yang lengkap, kandungan asam asam lemak tidak jenuh yang sangat
dibutuhkan, kandungan vitamin dan mineral yang cukup serta daya cernanya
yang tinggi. Mutu ikan harus dipertahankan dan ditangani dengan hati-hati dan
disimpan pada ruangan dingin karena ikan merupakan produk yang rentan
51
terkena cemaran mikrobiologi diantaranya bakteri E.colli, Vibrio
berlangsung dengan cepat. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan
setelah mati meliputi pre rigor mortis, rigor mortis, dan post rigor mortis. Faktor
penyimpanan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah 0°C setelah ikan mati dapat
2. Bawang Merah
bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Berdasarkan data dari
gula, asam lemak, protein dan mineral lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh
Fusarium sp pada bawang merah kupas yang dapat dicegah dengan proses
penyimpanan yang benar yaitu dengan memasukkan bawang merah yang sudah
3. Bawang Putih
sebagai bumbu masakan daging yang dikalengkan, saus, sup, dan lainnya.
Bawang putih mengandung minyak volatil kurang lebih 0.2% yang terdiri dari
52
60% dialil disulfit, 20% dialil trisulfit, 6% alil propil disulfit, dan sejumlah kecil
dietil disulfit, dialil polysulfit, allinin, dan allisin. Minyak ini berwarna kuning
fisik, dan mikrobiologi. Bahaya fisik seperti kotoran, debu, tanah dan kotoran
lain yang menempel pada bawang putih. Bahaya fisik dapat diminimalisir
hiemalis, Monilia sp dan Botrytis sp. Kapang dapat dicegah dengan penanganan
4. Ketumbar
cm yang terdiri akar, batang, daun, bunga dan buah. Buahnya berbentuk bulat
komponen minyak atsiri, salah satu senyawa aktifnya berasal dari senyawa
cemaran fisik dan biologi meliputi bahaya bakteri Salmonella sp, Staphylococus
53
5. Kunyit
banyak terdapat di benua Asia yang secara ekstensif dipakai sebagai zat
utama kunyit adalah kurkumin dan minyak atsiri yang berfungsi unutk
6. Garam
dan Calsium Chlorida Sumber garam yang didapat di alam berasal dari air laut,
air danau asin, deposit dalam tanah, tambang garam sumber air dalam tanah
(Burhanuddin S 2001).
bumbu. Bahaya yang kemungkinan terdapat pada garam adalah bahaya fisik,
kimia dan mikrobiologi. Bahaya fisik meliputi kotoran seperti debu, pasir, atau
kerikil kecil, dan bahaya ini dapat diminimalisir dengan cara sortasi garam
berdasarkna spesifikasi yang telah ditentukan. Bahaya kimia yaitu adanya zat
pengawet pada garam dan bahaya ini dapat diminimalisir dengan cara
54
halofilik yang tahan pada suasana garam tinggi, bahaya ini dapat dicegah
7. Cabai merah
yang rasa buah pedas yang disebabkan oleh kandungan capsaicin. Secara umum
cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein,
Cabai merah memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini dipengaruhi
oleh kadar air dalam cabai yang sangat tinggi sekitar 90% dari kandungan cabai
merah itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat menjadi penyebab
kadar air dalam cabai masih dalam keadaan besar, sehingga menyebabkan
pembusukan
8. Jahe
sebagai bahan penyedap masakan dan obat-obatan. Jahe merupakan salah satu
penghasil minyak atsiri yang dapat mengatasi sakit gigi, malaria, rematik serta
9. Telur ayam
Telur merupakan bahan pangan hewani yang kaya akan manfaat karena
kandungan gizi dan sifat fungsionalnya, beberapa bakteri patogen yang mungkin
55
terdapat pada kulit telur adalah Salmonella, Campylobacter dan Listeria. Bakteri
hingga matang.
1) Daya Koagulasi
bentuk cairan (sol) menjadi padat (gel). Perubahan struktur molekul protein
ini dapat disebabkan oleh pengaruh panas, mekanik, asam, basa, garam,
Buih adalah bentuk dispersi koloida gas dalam cairan. Apabila putih
cair dan membentuk busa. Semakin banyak udara yang terperangkap busa
yang terbentuk akan semakin kaku dan kehilangan sifat alirnya. Kestabilan
telur).
Emulsi adalah campuran antara dua jenis cairan yang secara normal
tidak dapat bercampur, dimana salah satu fase terdispersi dalam fase
Kuning telur mengandung bagian yang bersifat surface active yaitu lesitin,
56
minyak dalam air, sedangkan kolesterol cenderung untuk membentuk
4) Kontrol Kristalisasi
5) Pemberi Warna
Sifat ini hanya dimiliki oleh kuning telur, yaitu pigmen kuning dari
xantofil, lutein, beta karoten dan kriptoxantin. Sifat ini tidak banyak
1) Pilih telur yang utuh, bersih, berat sesuai dengan besar, tidak kocok, bentuk
dicuci akan kehilangan pelindung kulit, sehingga telur tidak tahan lama
disimpan. Telur yang masih baru belum kehilangan uap airnya, sehingga
berat telur masih utuh dan akan terasa lebih berat dibandingkan telur yang
2) Pilih telur yang berukuran kecil atau sedang saja, karena telur yang
berukuran besar biasanya dihasilkan oleh induk yang sudah tua. Telur yang
57
seperti itu kurang mempunyai zat pelindung kulit, sehingga telur mudah
menguapkan air dan akan menyebabkan telur tidak tahan disimpan lama.
3) Bentuk telur yang bulat lonjong menandakan letak kuning telur tersusun
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau
hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya
jagung, kedelai, dan kanola. Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3
a. Ketengikan terjadi bila komponen cita rasa dan bau yang mudah menguap
yaitu minyak sebaiknya disimpan pada ruang antara 25-27°C ditempat yang
Setiap hal pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu pula di dalam
penerapan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Poinst) bagi sebuah industry
a. Keuntungan HACCP
58
Penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan pangan dapat memberikan
b. Kerugian HACCP
Beberapa kerugian dari HACCP adalah tidak cocok bila diaplikasikan untuk
bahaya atau proses yang hanya sedikit diketahui, tidak melakukan kuantifikasi
Akan tetapi karena pada dasaranya HACCP ini diciptakan untuk tujuan
kemaslahatan manusia dalam kaitannya dengan pangan dan pemenuhan kebutuhan akan
makanan maka ada baiknya jika setiap perusahaan maupun industri di bidang pangan
menerapkan HACCP ini sebagai system kendali mutu pangan dari produk-prosuk yang
dihasilkan.
Agar tercipta suatu kondisi pangan masyarakat yang kondusif, tanpa terjadi
D. Manfaat HACCP
59
E. Higiene dan Sanitasi
luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan
besar, penerapan sanitasi pada personil yang terlibat di dalamnya perlu mendapat
perhatian kusus. Dalam hal ini pemahaman mengenai higyene perorangan yang
adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta berbagai usaha
1. Sanitasi Pekerja
pencernaan, dan penyakit kulit. Ketiga jenis penyakit ini dapat dipindahkan kepada
orang lain melalui makanan yang diolah atau disajikan penderita, Orang sehat pun
60
saluran pencernaannya. Akan tetapi kebanyakan mikroorganisme ini tidak
berbahaya, meskipun ada pula beberapa jenis bakteri yang dapat menimbulkan
a. Pencucian Tangan
virus patogen dari tubuh, feces, atau sumber lain ke makanan. Oleh karena itu
pencucian tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pekerja yang
merupakan kegiatan ringan dan sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam
dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan mikroba yang terdapat pada
mikrobia.
Fasilitas yang diperlukan untuk pencucian tangan yang memadai adalah bak
cuci tangan yang dilengkapi dengan saluran pembuangan tertutup, kran air panas,
sabun, dan handuk kertas atau tissue atau mesin pengering. Bak air yang
digunakan untuk pencucian tangan harus terpisah dari bak pencucian peralatan
dan bak untuk preparasi makanan. Jumlah fasilitas cuci tangan disesuaikan
dengan jumlah karyawan. Satu bak pencuci tangan disediakan maksimal untuk
61
b. Kebersihan dan Kesehatan Diri
Untuk itu disarankan pekerjaan melakukan tes kesehatan, terutama tes darah dan
pemotretan Rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran
tidak bermotif dan berwarna terang. Hal ini dilakukan agar pengotoran pada
pakaian mudah dilihat. Pakaian kerja sebaiknya dibedakan dari pakaian harian.
Pekerja harus mandi setiap hari. Pengunaan make-up dan deodoran yang
berlebihan harus dikurangi. Kuku pekerja harus selalu bersih, dipotong pendek,
dan sebaiknya tidak dicat. Perhiasan dan asesoris misalnya cincin, kalung,
anting, dan jam tangan sebaiknya dilepas, sebelum pekerja memasuki daerah
Celemek (apron) yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak boleh
62
segera dicuci menurut menurut prosedur yang telah dijelaskan. Celemek harus
harus memakai sepatu yang memadai dan selalu alam keadaan bersih.
Sebaiknya dipilih sepatu yang tidak terbuka pada bagian jari-jari kakinya.
2) Rambut
Rambut pekerja harus selalu dicuci secara periodik. Selama mengolah atau
menyajikan makanan harus dijaga agar rambut tidak terjatuh kedalam makanan.
Meskipun rambut yang jatuh bukan penyebab utama kontaminasi bakteri, tetapi
adanya rambut dalam makanan amat tidak disukai oleh konsumen. Oleh karena
itu pekerja yang berambut panjang harus mengikat rambutnya, dan disarankan
menggunakan topi /tutup kepala atau jala rambut. Setiap kali tangan
yang memiliki kumis atau jenggot selalu menjaga kebersihan dan kerapiannya.
Tetapi akan lebih baik jika kumis atau jengot tersebut dicukur bersih
(Purnawijayanti, 2001).
2. Kondisi Sakit
Pekerja yang sedang sakit flu, demam, atau diare sebaiknya tidak dilibatkan
tersebut hilang. Pekerja yang memiliki luka pada tubuhnya harus menutup luka
tersebut dengan menutup pelindung dengan pelindung yang kedap air, misalnya
plester, sarung tangan plastik atau karet, untuk menjamin tidak terpindahnya
63
Selain hal-hal tersebut di atas, berikut ini ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh pekerja yang terlibat dalam pengolahan makanan, sebagai berikut:
a. Tidak merokok, makan, atau mengunyah (misalnya permen karet, tembakau, dan
c. Selalu menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau bersin. Sedapat mungkin
e. Gunakan sendok bersih, spatula, penjepit atau peralatan lain yang sesuai.
f. Sedapat mungkin tidak sering menyentuh bagian tubuh misalnya mulut, hidung,
tangan. Pada waktu memegang gelas minum pun dilarang untuk menyentuh bibir
gel.
3. Sanitasi Peralatan
sementara, maupun penyajian. Diketahui bahwa pada peralatan dapur seperti alat
pemotong, papan pemotong (talenan), dan alat saji merupakan sumber kontaminan
Frekuensi pencucian dari alat dapur tergantung pada jenis alat yang digunakan.
Alat saji dan alat masak harus dicuci, dibilas, dan disanitasi segera setelah
64
debu, serpihan bahan atau produk makanan, serta kotoran lain. Kadang-kadang
bersih, kering dan tidak digunakan untuk keperluan lain. Serbet atau spon yang
digunakan untuk melap peralatan dapur yang secara langsung bersentuhan dengan
makanan harus bersih dan sering dicuci serta disanitasi dengan bahan sanitaiser
yang sesuai. Serbet atau spon tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan lain.
Pencucian dan sanitasi peralatan dapur dapat dilakukan secara manual maupun
dilakukan setiap kali setelah pemakaian. Peralatan kemudian dicuci dengan larutan
65
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Jenis Penelitian
goreng tepung pada menu makanan biasa kelas II dan III di Instalasi Gizi RSUD
Dr. Moewardi.
C. Lokasi Pengamatan
D. Waktu Pengamatan
E. Jenis Data
1. Data Primer
a. Data penerimaan bahan makanan meliputi data penerimaan fillet ikan nila.
goreng tepung meliputi penyimpanan fillet ikan nila, telur ayam, bawang merah,
c. Data proses persiapan bahan makanan meliputi persiapan fillet ikan nila dan
bumbu
66
d. Data proses pengolahan ikan goreng tepung meliputi penggorengan.
2. Data Sekunder
Data standar bumbu, standar resep atau prosedur pengolahan ikan goreng
tepung, data siklus menu kelas II dan III, data spesifikasi bahan makanan dan
SPO.
Pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara dan observasi langsung mulai
dari proses penerimaan bahan hingga proses distribusi makanan menu kelas II dan
67
BAB IV
HASIL
A. Analisis Masalah
Ikan Goreng Tepung merupakan salah satu menu lauk hewani untuk makan siang
pasien kelas II dan III di unit Instalasi Gizi RSUD Dr. Moewardi yang digunakan pada
siklus menu ke-7. Bahan untuk membuat menu ikan goreng tepung yaitu fillet ikan nila,
telur ayam, bawang merah, bawang putih, ketumbar, cabai merah, kunyit, garam, dan
tepung beras. Tahapan proses pembuatan ikan goreng tepung dimulai dari persiapan
bahan. Persiapan bahan diawali dengan proses thawing di dalam bak stainless steel
yang dialiri dengan air mengalir selama 25 menit dilanjutkan dengan proses
pemotongan fillet ikan nila menggunakan talenan warna kuning dan pisau warna putih.
Fillet ikan yang telah dipotong kemudian dimasukkan dalam sebuah wadah stainless
steel dan didiamkan beberapa saat sebelum dibawa ke ruang pengolahan makanan
biasa.
Pengolahan fillet ikan nila diawali dengan proses pencelupan fillet ikan pada telur,
pembaluran dengan bumbu, dilanjutkan dengan pelumuran fillet ikan dengan tepung
beras. Fillet ikan yang telah dilumuri tepung beras kemudian digoreng dalam minyak
panas hingga berwarna kuning keemasan. Fillet ikan yang telah matang disimpan pada
wadah stainless steel dan dibiarkan terbuka dalam suhu ruang hingga semua fillet ikan
matang. Setelah semua matang, ikan goreng tepung dimasukkan dalam au bain marie
yang dibiarkan terbukapada suhu ruang kemudian dilanjutkan dengan pemorsian dan
distribusi.
APD yang digunakan pada saat persiapan adalah celemek, penutup kepala dan
sepatu safety, sedangkan APD yang digunakan pada penggorengan fillet ikan nila
68
adalah sarung tangan, celemek, penutup kepala, sepatu safety, dan masker, akan tetapi
masker tidak digunakan dengan benar (hanya dikalungkan) karena suhu di ruang
pengolahan makanan biasa cukup panas. APD yang digunakan pada saat pemorsian
sudah lengkap, meliputi sarung tangan, celemek, penutup kepala sepatu safety dan
masker.
B. Penentuan HACCP
69
pemorsian, serta pendistribusian masakan.
ruang.
70
10 Rencana Penggunaan Siap saji
makanan nasi.
71
Verifikasi Diagram Alir Ikan Goreng Tepung
Penerimaan
Sesuai
Supplier
Kunyit Jahe
Fillet Ikan Nila Telur Ketumbar Tp. Bumbu Minyak
Bawang Putih Garam kupas kupas
dan Merah Kupas kuny
Pemotongan
Penggorengan Ikan
pada Holding time
Pencucian Pencelupan Pembaluran Pelumuran Goreng penyimpanan dlm Sortasi Pemorsian
fillet ikan nila dengan bumbu dengan Tepung OK
Suhu ikan suhu ruang
tepung beras 95,60C dilanjutkan
Penyimpanan dlm NOT Distribusi
Suhu minyak au bain marie
117,20C 620C
Waste
37
Keterangan :
= CCP
Januari 2019
38
Diagram Alir Ikan Goreng Tepung
Penerimaan
Sesuai Supplier
Pemotongan
Ikan Penyimpanan
Penggorengan
Pembaluran Goreng sementara Sortasi Pemorsian
Pencucian Pencelupan Pencampuran pada suhu
1340C menggunakan OK
Tepung
au bain marie
NOT Distribusi
630C
Waste
Keterangan :
= CCP
Tabel Identifikasi Bahaya dan Tindakan Pencegahan pada Bahan Baku Ikan Goreng Tepung
40
Staphyloc baku penggorenga
occus n
aureus,
coliform
Fisik Serpihan Dari bahan L (1) L (1) L (1) Penyiangan dan - - PRP
tangkai, baku pencucian
kerikil,
debu dan
pasir
5 Garam Fisik Kemasan Dari bahan L (1) L (1) L (1) Penyortiran - - PRP
rusak, baku bahan,
perubahan ditempatkan
tekstur, ditempat
warna dan yang kering,
aroma, wadah yang
pasir bersih dan
tertutup
rapat.
10 Jahe Biologi Kapang dan Dari bahan L (1) H (3) H (9) Penyimpanan Y Y OPRP
kamir baku pada suhu 22
o
C-25oC dalam
suasana kering
Dari bahan L (1) L (1) L (1) - - PRP
Fisik Tanah, kerikil Pencucian
baku
Tepung Dari bahan L (1) H (3) H (9) Suhu Y Y OPRP
beras Biologi Kapang baku penyimpanan
22 oC -25 oC
Kutu pada Dari bahan L (1) L (1) L (1) Pengecekan - - PRP
tepung, baku incoming
Fisik serpihan material dan
plastik penyortiran
10 Minyak Kimia Peroksida Dari bahan L (1) L (1) L (1) 2-3 kali - - PRP
baku
41
goreng penggunaan
minyak goreng
Tabel Identifikasi Bahaya dan Tindakan Pencegahan pada Proses Ikan Goreng Tepung
42
3 Penyimpanan B Coliform, Kondisi L(1) H(3) H(9) Pengecekan Y N Y N CCP
bahan kering salmonella sp, ruangan kebersihan
suhu ruang Staphylococcu penyimpa ruangan
T= 24oC s aureus nan yang penyimpanan
tidak setiap hari
bersih
43
personil
8 Pencampuran B Coliform, Sumber L(1) H(3) H(9) Pengecekan Y N Y Y OPRP
salmonella sp, bahan kebersihan
Staphylococcu baku, peralatan dan
s aureus peralatan, personal higiene
dan setiap hari
personil
9 Penggorengan B Coliform, Bahan L(1) H(3) H(9) Pengecekan suhu Y N Y N CCP
0 salmonella sp, baku dan pemasakan
95,6 C
penjamah
44
C. Pohon Keputusan
a. Pohon Keputusan untuk Proses Pengolahan Ikan Goreng Tepung
(1) Penyimpanan cold room B dengan suhu -5,60C
Adakah tindakan pengendalian pada tahap
penyimpanan di cold room B?
YA
Apakah tahapan penyimpanan pada cold room B dirancang spesifik untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai
tingkat yang dapat diterima?
Tidak
Ya
CCP
Gambar 4 Pohon Keputusan CCP untuk Proses Penyimpanan Bahan Baku di Cold Room B
45
(2) Penyimpanan cold room C dengan suhu 9,80C
YA
Tidak
Ya
Tidak
Gambar 5 Pohon Keputusan CCP untuk Proses Penyimpanan Bahan Baku di Cold Room C CCP
46
(3) Penyimpanan cold room A dengan suhu 90C
Adakah tindakan pengendalian pada tahap
penyimpanan di cold room A?
YA
Tidak
Ya
Tidak
CCP
Gambar 6 Pohon Keputusan CCP untuk Proses Penyimpanan Bahan Baku di Cold Room
47
(4) Penyimpanan gudang kering dengan suhu 240C
Adakah tindakan pengendalian pada tahap
penyimpanan di gudang kering?
YA
Tidak
Ya
Tidak
CCP
48
(5) Penggorengan Fillet Ikan Nila
YA
Tidak
Ya
Tidak
CCP
Gambar 7 Pohon Keputusan CCP untuk Proses penggorengan
49
D. Penerapan HACCP
Nama Produk : Ikan Goreng Tepung
Tanggal Produksi : 17 Januari 2019
Tabel Matriks Penerapan HACCP pada Proses Pengolahan Ikan Goreng Tepung
No Tanggung Validasi
Batas Koreksi Tindakan Jawab & Dokumen/
Tindakan Kritis Langsung Koreksi Wewenang Catatan
CCP Bahaya Pengendalian Pemantauan Verifikasi
Penyimp Kolifor Pemantauan Suhu Apa : Suhu Melakukan Pengeceka Pelaksana : staf Kartu Evaluasi Melakukan
an m, suhu saat penyimpa penyimpana pemesanan n gudang suhu Kartu pemeriksaan
an fillet penyimpana n n sesuai alat ukur Koreksi di bagian suhu mikrobiologi
salmon
ikan nila n pada cold an -50C ikan nila kebutuhan suhu yang langsung : cold room ruang terhadap
ella sp room B s/d Siapa : dan berkoordin kepala Adlog B penyimpa produk akhir
sebanyak 2x -(-10)0C petugas langsung as Tindakan nan 1 yang
sehari setiap gudang dilakukan i dengan koreksi : bulan dihasilkan.
datang dan basah pengolahan bagian kepala Adlog + sekali
pulang Dimana: Di IPFNM Kepala IPFNM.
ruang Verifikasi :
penyimpana kepala
n Adlog
bahan
makanan
Kapan : 2x
sehari (pagi
dan
siang)
Bagaimana :
Pengecekan
dan
pencatatan
suhu
penyimpanan
50
No Tanggung Validasi
Batas Koreksi Tindakan Jawab & Dokumen/
Tindakan Kritis Langsung Koreksi Wewenang Catatan
CCP Bahaya Pengendalian Pemantauan Verifikasi
Penyim Salmon Pemantauan Suhu Apa : Suhu Melakukan Pengeceka Pelaksana : staf Kartu Evaluasi Melakukan
pan ella suhu saat penyimp penyimpana pemindaha n gudang suhu Kartu pemeriksaan
an telur thyposa penyimpana an n n bahan alat ukur Koreksi di bagian suhu mikrobiologi
n pada cold an 50C telur ayam makanan suhu yang langsung : cold room ruang terhadap
room C s/d Siapa : ke berkoordin kepala Adlog C penyimpa produk akhir
sebanyak 2x -100C petugas tempat lain as Tindakan nan 1 yang
sehari setiap gudang i dengan koreksi : bulan dihasilkan.
datang dan basah bagian kepala Adlog + sekali
pulang Dimana: Di IPFNM Kepala IPFNM.
ruang Verifikasi :
penyimpana kepala
n Adlog
bahan
makanan
Kapan : 2x
sehari (pagi
dan
siang)
Bagaimana :
Pengecekan
dan
pencatatan
suhu
penyimpanan
51
Wewenang
Penyimp Kolifor Pemantauan Suhu Apa : Suhu Melakukan Pengeceka Pelaksana : staf Kartu Evaluasi Melakukan
an m, suhu saat penyimp penyimpana pemindaha n gudang suhu Kartu pemeriksaan
an penyimpana an n n bahan alat ukur Koreksi di bagian suhu mikrobiologi
salmon
bumbu n pada cold an 50C bumbu makanan suhu yang langsung : cold room ruang terhadap
ella sp room A s/d Siapa : ke berkoordin kepala Adlog A penyimpa produk akhir
sebanyak 2x -100C petugas tempat lain as Tindakan nan 1 yang
sehari setiap gudang i dengan koreksi : bulan dihasilkan.
datang dan basah bagian kepala Adlog + sekali
pulang Dimana: Di IPFNM Kepala IPFNM.
ruang Verifikasi :
penyimpana kepala
n Adlog
bahan
makanan
Kapan : 2x
sehari (pagi
dan
siang)
Bagaimana :
Pengecekan
dan
pencatatan
suhu
penyimpanan
No Tanggung Validasi
Batas Koreksi Tindakan Jawab & Dokumen/
Tindakan Kritis Langsung Koreksi Wewenang Catatan
CCP Bahaya Pengendalian Pemantauan Verifikasi
Penyimp Colifor Pemantauan Suhu Apa : Suhu Melakukan Pengeceka Pelaksana : staf Kartu Evaluasi Melakukan
an m, suhu gudang penyimp penyimpana pemindaha n gudang suhu Kartu pemeriksaan
an bahan kering an n n bahan alat ukur Koreksi di bagian suhu mikrobiologi
salmon
kering sebanyak 2x an 200C bahan kering makanan suhu yang langsung : gudang ruang terhadap
(tepung ella sp, sehari setiap s/d Siapa : ke berkoordin kepala Adlog kering penyimpa produk akhir
52
terigu, Staphyl datang dan 250C petugas tempat lain as Tindakan nan 1 yang
garam, ococcus pulang gudang i dengan koreksi : bulan dihasilkan.
jahe, kering bagian kepala Adlog + sekali
aureus
ketumbar Dimana: Di IPFNM Kepala IPFNM.
, kunyit ruang Verifikasi :
dan penyimpana kepala
minyak n Adlog
goreng) bahan
makanan
Kapan : 2x
sehari (pagi
dan
siang)
Bagaimana :
Pengecekan
dan
pencatatan
suhu
penyimpanan
No Tanggung Validasi
Batas Koreksi Tindakan Jawab & Dokumen/
Tindakan Kritis Langsung Koreksi Wewenang Catatan
CCP Bahaya Pengendalian Pemantauan Verifikasi
Penggoren Colifor Pemantauan Suhu Apa : Suhu Pengecekan Pelaksana : Pencatatan Evaluasi Membandi
gan m, suhu saat penggore penggorengan suhu minyak staf oleh petugas ngkan
ikan digoreng ngan fillet ikan nila dan suhu gudang suhu
salmon fillet ikan pengolaha
dan Siapa : Koreksi
ella sp, pemantauan petugas nila langsung : n dengan
suhu pramuboga kepala standar
Dimana: Di produksi
ruang Tindakan
produksi koreksi :
Kapan : kepala
ketikafillet produksi +
ikan nila Kepala
53
digoreng IPFNM.
Bagaimana : Verifikasi :
Pengecekan kepala
dan produksi
pencatatan
suhu
penggorengan
54
BAB V
PEMBAHASAN
Hidangan lauk hewani pada siklus menu ke-7 menu makan siang
untuk kelas II dan III adalah Ikan Goreng Tepung yang menjadi objek
Ikan Goreng Tepung ini melalui serangkaian proses yang telah diamati,
1. Penerimaan
fillet ikan nila datang dalam kondisi beku dan masih berada di
2019 tidak ada penerimaan ikan nila sehingga tidak dapat dilakukan
63
Penggunaan bahan makanan basah menggunakan prinsip
FIFO (First In First Out) yaitu barang yang pertama kali datang
2. Penyimpanan
b. Penyimpanan Telur
dalam cold room C dengan suhu ruang 5-10 ̊C. Pada saat
64
tahapan berikutnya tidak mengurangi atau menghilangkan
c. Penyimpanan Bumbu
merah dan cabai merah. Bawang putih dan bawang merah yang
dan merah.
3. Persiapan
65
bersama ketumbar. Bumbu dihaluskan menggunakan blender
dialiri air selama kurang lebih 25 menit sampai ikan dapat dipotong.
kuning.
Cara thawing yang aman pada yaitu menempatkan fillet ikan yang
masih dikemas dalam wadah yang berisi air dengan mengganti air
66
yang digunakan oleh pramuboga pada proses persiapan adalah
4. Pengolahan
dengan tepung beras. Suhu pengolahan ikan menurut SOP adalah 63̊C,
Pada tahap ini termasuk dalam CCP karena ada tahapan yang
penggorengan ikan.
APD yang harus digunakan pada area pengolahan (high risk zone)
67
menggunakan masker dengan benar karena suhu ruang produksi cukup
5. Holding Time
yang diperlukan agar makanan tetap aman dari segi tekstur, suhu
Ikan pertama kali matang pada pukul 09.42 WIB dan terakhir
31,30C selama 39 menit. Lalu pada pukul 10.21 WIB Ikan Goreng
adalah 87 menit.
6. Sortasi
68
Sebelum Ikan Goreng Tepung didistribusikan kepada pasien,
tepung dengan kualitas baik seperti masih utuh atau tidak hancur
7. Pemorsian
WIB. Pemorsian pertama kali dilakukan pada piring saji untuk pasien
kelas II dan dilanjutkan proses wraping pada pukul 10.25 WIB. Ikan
goreng tepung diberikan kepada pasien kelas II dan III, namun yang
steel.
APD yang harus digunakan pada area distribusi (high risk zone)
8. Distribusi
pasien kelas II dan III. Pada tahap ini kecil kemungkinan terjadi
69
BAB VI
A. Kesimpulan
3. Batas kritis pada proses penyimpanan ikan yaitu pada suhu -50C
s/d -100C, untuk suhu penyimpanan basah (bumbu) 50C s/d 100C,
untuk suhu penyimpanan kering 220C s/d 250C dan suhu saat
berkala.
70
kedalam CCP, yaitu pada penerimaan ikan yang dicegah dengan
pada cold room A yaitu dengan pengecekan alat ukur suhu yang
B. Saran
71
Lampiran
Proses penirisan Ikan Goreng Tepung Ikan Nila Goreng Tepung yang sudah matanG
diletakkan pada wadah stainless steel
beralaskan kertas nasi
72
Pemorsian Ikan Goreng Tepung Sotil yang digunakan untuk menggoreng
73
74
56