TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
1) Autoimun
2) Idiopatik
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
4) Endokrinopati
6) Infeksi
7) Imunologi
8
9
d. DM Gestasional
Diabetes gestasional adalah jenis diabetes yang bisa terjadi selama masa
2. Patofisiologi
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas
diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti:
Menurut Perkeni (2015) secara garis besar pathogenesis diabetes mellitus tipe
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea,
b. Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini
c. Otot
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan
tiazolidindion.
d. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)
mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu
sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai
e. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4,
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat
11
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam
individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glucagon atau menghambat
g. Ginjal
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari
glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium
Glucose co- Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10%
sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan
asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM
terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-
glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
h. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat
yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.
3. Gambaran Klinis
d. Gangguan penglihatan.
e. Kadar gula yang tinggi dalam darah akan menarik cairan dalam sel keluar,
4. Penegakan Diagnosa
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
b. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam
<140 mg/dl
jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100
mg/dl
mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri (Perkeni, 2015).
bahan makanan.
natrium dalam bentuk garam dapur seperti orang sehat yaitu <2300 mg/hari.
Sebagai pedoman dipakai jenis diet diabetes melitus sebagaimana bisa dilihat
pada tabel 2.2. penetapan diet ditentukan oleh keadaan pasien, jenis diabetes
Tabel 2.2 Jenis diet diabetes melitus menurut kandungan energi, protein, lemak
dan karbohidrat.
16
Jenis diet Energi (kkal) Protein (gr) Lemak (g) Karbohidrat (g)
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51.5 36.5 235
IV 1700 55.5 36.5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396
B. Dispepsia
1. Definisi
tidak nyaman atau nyeri pada abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Salah
dispepsia, gejala regurgitasi atau flatus. Dispepsia berasal dari bahasa yunani yaitu
duis bad dan peptein to digest yang berarti gangguan pencernaan (Rani, 2011).
sindrom dispepsia tetapi langsung dimasukkan dal1am alur atau algoritme dari
sensitivitas dan spesivitas dari keluhan tersebut yang tinggi untuk adanya proses
Dispepsia dapat terjadi meskipun tidak ada perubahan struktural pada saluran
pencernaan yang biasanya dikenal sebagai dispepsia fungsional. Gejalanya dapat berasal
dari psikologis atau akibat intoleransi terhadap makanan tertentu. Dispepsia juga dapat
17
merupakan gejala dari gangguan organik pada saluran pencernaan dan juga dapat
Gambar 3. Lambung, Esofagus, dan Duodenum Sumber : Tortora & Grabowski, 2000
Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada 591 kasus dispepsia ditemukan adanya lesi pada
esophagus, gastritis, gaster, duodenum, dan lain-lain. Sebagian besar ditemukan kasus
Mangunkusumo Jakarta.
mukosa dan submukosa lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Berdasarkan pada manifestasi klinis,
18
gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik akan tetapi gastritis kronik bukan
merupakan kelanjutan dari gastritis akut. Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas
mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Ulkus peptikum dapat terletak di
bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung yaitu esofagus, lambung,
Bentuk utama ulkus peptikum adalah ulkus duodenum dan ulkus lambung. Ulkus
peptikum terjadi bila efek-efek korosif asam dan pepsin lebih banyak daripada efek
gastritis dan ulkus peptikum dengan gejala khas dispepsia adalah pola makan atau
kebiasaan makan dan sekresi asam lambung. Pola makan atau kebiasaan makan yang
buruk dengan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia (Reshetnikov,
2007).
Pola makan atau kebiasaan makan sangat berkaitan dengan produksi asam
lambung. Fungsi asam lambung adalah untuk mencerna makanan yang masuk ke dalam
lambung dengan jadwal yang teratur. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung
meskipun dalam kondisi tidur. Pola makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam
sehingga produksi asam lambung terkontrol. Pola makan yang tidak teratur akan
membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini berlangsung lama, produksi asam
lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung
(Nadesul, 2005).
19
dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik adalah apabila
penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya ada ulkus peptikum. Dispepsia organik jarang
ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Rani,
2011).
2009).
3. Patofisiologi
(Djojoningrat, 2009).
20
Sel kelenjar lambung mensekresikan sekitar 2500 ml getah lambung setiap hari. Getah
lambung ini mengandung berbagai macam zat. Asam hidroklorida (HCl) dan pepsinogen
merupakan kandungan dalam getah lambung tersebut. Konsentrasi asam dalam getah
lambung sangat pekat sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang
normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi karena sebagian cairan lambung
mengandung mukus, yang merupakan faktor pelindung lambung (Ganong, 2008). Kasus
terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut (Djojoningrat, 2009).
Peningkatan sensitivitas mukosa lambung dapat terjadi akibat pola makan yang tidak
teratur. Pola makan yang tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi
dalam pengeluaran sekresi asam lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang
lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding
b. Dismotilitas Gastrointestinal
akomodasi lambung saat makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini
dapat ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia fungsional. Perlambatan
pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus dispepsia fungsional dengan keluhan
seperti mual, muntah, dan rasa penuh di ulu hati (Djojoningrat, 2009).
pengosongan lambung dan fungsi motorik pencernaan terjadi pada sub kelompok pasien
fungsional memiliki pengosongan lebih lambat 1,5 kali dari pasien normal (Chan &
Burakoff, 2010).
c. Hipersensitivitas viseral
mempunyai ambang nyeri yang lebih rendah. Peningkatan persepsi tersebut tidak terbatas
pada distensi mekanis, tetapi juga dapat terjadi pada respon terhadap stres, paparan asam,
kimia atau rangsangan nutrisi, atau hormon, seperti kolesitokinin dan glucagon-like
populasi dispepsia fungsional sudah timbul rasa nyeri atau rasa tidak nyaman di perut
pada inflasi balon dengan volume yang lebih rendah dibandingkan volume yang
Dalam keadaan normal, waktu makanan masuk lambung terjadi relaksasi fundus dan
korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam lambung. Akomodasi lambung ini
dimediasi oleh serotonin dan nitric oxide melalui saraf vagus dari sistem saraf enterik.
e. Helicobacter pylori
dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia
fungsional dan tidak berbeda pada kelompok orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan
22
untuk melakukan eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif
f. Diet
Faktor makanan dapat menjadi penyebab potensial dari gejala dispepsia fungsional.
Pasien dengan dispepsia fungsional cenderung mengubah pola makan karena adanya
dikaitkan dengan dispepsia. Intoleransi lainnya dengan prevalensi yang dilaporkan lebih
besar dari 40% termasuk rempah-rempah, alkohol, makanan pedas, coklat, paprika, buah
g. Faktor psikologis
fungsional dengan gangguan psikologis. Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi
penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului mual setelah stimulus stres sentral.
Tetapi korelasi antara faktor psikologik stres kehidupan, fungsi otonom dan motilitas
4. Diagnosis
menggunakan kriteria diagnosis Rome III. Berdasarkan kriteria diagnosis Rome III,
sindroma dispepsia di diagnosis dengan gejala rasa penuh yang mengganggu, cepat
kenyang, rasa tidak enak atau nyeri epigastrium, dan rasa terbakar pada epigastrium. Pada
kriteria tersebut juga dinyatakan bahwa dispepsia ditandai dengan adanya satu atau lebih
pemeriksaan radiologis dan 29 endoskopi. Pada anamnesis, ada tiga kelompok besar pola
a. Dispepsia tipe seperti ulkus (nyeri di epigastrium terutama saat lapar / epigastric
hunger pain yang reda dengan pemberian makanan, antasida, dan obat antisekresi
asam).
b. Dispepsia tipe dismotilitas (dengan gejala yang menonjol yaitu mual, kembung, dan
anoreksia).
c. Dispepsia non spesifik, dimana tidak ada keluhan yang dominan (Djojoningrat,
2009).
atau alarm sign seperti penurunan berat badan, timbulnya anemia, muntah yang
prominen, maka hal tersebut merupakan petunjuk awal akan kemungkinan adanya
endoskopi dan banyak pasien yang dapat ditatalaksana dengan baik dan diagnosis secara
klinis dengan baik kecuali bila ada alarm sign, seperti terlihat pada Tabel 3. Bila terdapat
salah satu atau lebih pada tabel tersebut ada pada pasien, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan endoskopi.
24
C. Hepatomegaly
1. Definisi Hepatomegaly
disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam
Keluhan dari hepatomegali ini gangguan dari sistem pencernaan seperti mual dan
muntah, nyeri perut kanan atas, kuning bahkan buang air besar hitam. Pengobatan
2. Anatomi Fisiologi
iga kanan. Hati normal kenyal dengan permukaannya yang licin (Chandrasoma,
2006). Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dengan berat 1000-1500
gram. Hati terdiri dari dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior, lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel kupffer berfungsi sebagai pertahanan hati
(Price, 2006).
kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekililing sel hati. Kanalikulus biliaris
a. Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah. Ada dua macam
aliran darah pada hati, yaitu darah portal dari usus dan darah arterial, yang
keduanya akan bertemu dalam sinusoid. Darah yang masuk sinusoid akan
2006).
3. Etiologi
a. Alkoholisme
b. Hepatitis A
c. Hepatitis B
e. Leukemia
f. Neuroblastoma
g. Karsinoma hepatoseluler
j. Tumor metastatic
l. Sarkoidosis
m. Sindroma hemolitik-uremik.
4. Patofisiologi
Faktor-faktor resiko seperti rokok jamur, kelebihan zat dan infeksi virus
hepatitis B serta alcohol yang mengakibatkan sel-sel pada hepar rusak serta
27
keluar ke ekstrasel dan mengakibatkan udema. Menutupnya vena porta juga dapat
mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang melepas mediator radang yang
merangsang nyeri.
pembesarannya hebat, bisa menyebabkan rasa tidak nyaman di perut atau perut
terasa penuh. Jika pembesaran terjadi secara cepat, hati bisa terasa nyeri bila
b. Pembesaran perut
e. Ikterus
6. Pemeriksaan Diagnostik
pemeriksaan fisik. Jika hati teraba lembut, biasanya disebabkan oleh hepatitis
akut, infiltrasi lemak, sumbatan oleh darah atau penyumbatan awal dari saluran
empedu. Hati akan teraba keras dan bentuknya tidak teratur, jika penyebabnya
a. Rontgen perut
b. CT scan perut
7. Penatalaksanaan Terapi
a. Terapi umum
1) Istirahat
2) Diet
3) Medikamentosa
4) Obat pertama
5) Obat alternative
b. Terapi komplikasi
1) Ruptur : pembedahan
c. Pembedahan
1) Pembedahan
5) Transplantasi hati
a. Tujuan Diet :
b. Prinsip Diet :
5) Rendah garam bila ada edema / bengkak pada punggung, kaki dan perut
(asites).
6) Makanan mudah cerna dan tidak banyak memakai bumbu-bumbu yang tajam
3) Sayuran yang berserat dan menimbulkan gas, seperti kol, sawi, lobak, daun
4) Buah-buahan yang berserat dan tinggi lemak seperti : nangka, nanas, durian,
alpukat.
6) Minuman yang mengandung soda dan alkohol seperti : arak, bir , soft drink.
31
membakar.
untuk menumis.
9. Komplikasi
(hepatoma).
D. Pneumonia
1. Definisi
pneumonia yang terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit , sedangkan pneumonia
nosokomial adalah pneumonia yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di
rumah sakit, baik di ruang rawat umum ataupun di ICU tetapi tidak sedang
72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di pusat
yangdirawat oleh perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam
waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal dirumah perawatan (nursing home atau
perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik
2. Etiologi
a. Bakteri
1) Typical organisme
awal menuju ke paru-paru. Kuman ini memiliki daya taman paling kuat,
apabila suatu organ telah terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas,
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien
sakit, di rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan dilakukan
atau tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu yaitu
2) Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. ,chlamedia sp. ,
b. Virus
Chalene J, 2000).
c. Fungi
dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme
3. Patofisiologi
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada di orofaring,
kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber patogen yang
35
mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor risiko pada inang dan terapi
yaitu pemberian antibiotik, penyakit penyerta yang berat, dan tindakan invansif
pada saluran nafas (Dahlan Zul, 2000). Faktor resiko kritis adalah ventilasi
mekanik >48jam, lama perawatan di ICU. Faktor predisposisi lain seperti pada
(Alwi, 2010). Proses infeksi dimana patogen tersebut masuk ke saluran nafas
bagian bawah setelah dapat melewati mekanisme pertahanan inang berupa daya
sawar-udara alveoli) sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler
masuk. Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen
menurun (Alwi, 2010). Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan
dipenuhi sel radang dan cairan , dimana sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk
membunuh patogen, akan tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru menurun
4. Manifestasi Klinik
Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau
produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit
dada karena pleuritis dan sesak (Fauci, Braunwald, Kasper et al, 2012). Gejala
umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan
36
lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau
penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural
5. Klasifikasi
a. Community-Acquired Pneumonia.
strains) and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri
tersebut dijumpai hampir 85% kasus CAP. CAP biasanya menular karena masuk
melalui inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke segmen paru atau lobus paru-
penyebab dari tipikal bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen paru.
Tetapi apabila terjadi konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas
bronkial. Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H.
Pneumonia . Angka kesakitan dan kematian infeksi CAP tertinggi pada lanjut usia
dan pasien dengan imunokompromis. Resiko kematian akan meningkat pada CAP
b. Hospital-Acquired Pneumonia.
akan mempengaruhi biaya rawat di rumah sakit dan lama rawat di rumah sakit.
selama 4 hari perawatan di rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah
lebih dari 5 hari perawatan di rumah sakit). Pada early onset pneumonia
klinis, serta dibantu dengan kultur bakteri; termasuk kultur semikuantitatif dari
c. Ventilator-Acquired pneumonia
setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea.17 Ventilator adalah alat yang
38
dimasukan melalui mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher. Infeksi
dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru.
6. Komplikasi
e. Sepsis
h. Abses paru
i. Efusi pleura
E. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya
mengandung cairan sebanyak 10-20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan
cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga
pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah
tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini,
sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria
ini:
3) LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-
malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat
efusi.
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari
rongga pleura.
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat
yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
kebocoran kapiler.
42
tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup
abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai
pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4
para pneumonik:
d. Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada
nilai pH bakteri.
43
yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam
saja.
Skleroderma.
parapneumonik.
pleura berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis
yang saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu
terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan
diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura viseralis dengan kecepatan yang
kapiler
c. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura.
44
paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak , berupa rasa penuh
dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak, berupa
nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab
seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi
trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan