Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social

mungkin setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis,

pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan

gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan

perawatan (WHO, World Health Organization, 2014).

Beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran penyebab kematian dari

penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, Indonesia saat ini tengah

menghadapi transisi epidemologi dalam masalah kesehatan, dimana penyakit

menular belum seluruhnya dapat teratasi, sementara tren penyakit tidak

menular cenderung terus meningkat. (Longo DL,2010). Pada tahun 2020

WHO memprediksi, proporsi angka kematian karena penyakit tidak menular

akan meningkat menjadi 73% dan proporsi kesakitan menjadi 60% didunia,

sedangkan untuk Negara SEARO (South East Asian Regional Office) pada

tahun 2020 diprediksi angka kematian dan angka kesakitan karena penyakit

tidak menular akan meningkat menjadi 50% dan 42%. Dispepsia saat ini

menjadi kasus penyakit yang diprediksi akan meningkat dari tahun ke tahun

(WHO, 2007, dalam Lusisusanti, 2012).

Dispepsia merupakan salah satu penyakit tidak menular yang mempunyai

angka kejadian tinggi didunia. Dalam praktek sehari – hari dispepsia termasuk

1
2

masalah kesehatan yang sering ditemui. Diperkirakan hampir 30% kasus yang

dijumpai pada praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterology

merupakan dispepsia. Dari data pustaka Negara Barat didapatkan angka

prevalensinya berkisar 7 – 41%, tapi hanya 10 – 20% yang mencari

pertolongan (Djojoningrat D, 2009, dalam Muya, Y, dkk. 2011).

Secara global terdapat sekitar 15-40% penderita dispepsia. Setiap tahun

gangguan ini mengenai 25% populasi dunia. Prevalensi dispepsia di Asia

berkisar 8-30%.( Purnamasari Lina. 2017 ).

Menurut profil data kesehatan Indonesia tahun 2010 yang diterbitkan oleh

Depkes RI pada tahun 2011, dispesia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat

inap pada urutan ke – 5 dengan kejadian kasus sebesar 9.594 kasus pada pria

dan 15.122 kasus pada wanita. Sedangkan untuk penyakit rawat jalan tahun

2010, dyspepsia berada pada urutan ke – 6 dengan angka kejadian kasus

sebesar 34.981 kasus pada pria dan 53.618 kasus pada wanita, jumlah kasus

baru sebesar 88.599 kasus.

Adanya perubahan pada gaya hidup dan perubahan pada pola makan

masih menjadi salah satu penyebab tersering terjadinya gangguan pencernaan,

termasuk dispepsia. Pola makan yang tidak teratur dan gaya hidup yang

cenderung mudah terbawa arus umumnya menjadi masalah yang timbul pada

masyarakat. Kecenderungan mengkonsumsi makanan cepat saji dan makanan

instan, gaya hidup menjadi lebih sedentary, stres, dan polusi telah menjadi

bagian dari kehidupan sehari-hari. Gaya hidup dan kebiasaan makan yang

salah akan secara langsung akan mempengaruhi organ-organ pencernaan dan


3

menjadi pencetus penyakit pencernaan (Susilawati, 2013). Jika tidak segera

ditangani, maka dispepsia dapat memicu beragam komplikasi serius yakni

perdarahan saluran cerna bagian atas ( Halodoc, 2018).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 73 remaja putri di SMA Plus

Al-Azhar Medan didapat angka kejadian sindroma dispepsia fungsional

sebesar 64,4%, hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa besarnya angka

kejadian sindroma dispepsia pada remaja sesuai dengan kebiasaan makan

yang sebagian tidak teratur (Annisa, 2009).

Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan oleh Khotimah (2012) pola

makan yang tidak teratur dapat memicu timbulnya gejala dispepsia. Kebiasaan

mengkonsumsi makanan dan minuman, seperti makan pedas, asam,

minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi dapat meningkatkan resiko

munculnya gejala dispepsia (Susanti. 2011). Besarnya angka kejadian

sindroma dispepsia pada remaja sesuai dengan pola makannya yang sebagian

besar tidak teratur. Dispepsia dapat disebabkan oleh banyak hal (Harahap,

2009). Penelitian yang dilakukan Rinda Fithriyana (2018) terhadap 51 orang

pasien yang pola makan teratur terdapat 40 orang (78.4%) tidak mengalami

dispepdia dan terdapat 11 orang (21.6%) yang mengalami dispepsia.

Sedangkan dari 82 pasien yang pola makanan yang tidak teratur terdapat 70

orang (85.4%) mengalami dispepsia dan terdapat 12 orang (14.6%) tidak

mengalami dispepsia. Dimana pola makan pasien yang tidak teratur

mempunyai resiko 21 kali lebih banyak akan mengalami dispepsia.


4

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Hidayat (2019) dapat

diketahui dari 27 remaja yang menderita dispepsia terdapat 17 remaja yang

pengetahuan gizinya kurang. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan gizi dengan kejadian dispepsia pada remaja Wilayah Kerja

Puskesmas Martapura Timur.

Berdasarkan laporan yang diperoleh dari data Dinas Kesehatan Kabupaten

Tanah Bumbu penyakit dispepsia mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Pada tahun 2016 penyakit dispepsia tidak masuk dalam 10 besar penyakit

tertinggi yang ada dikabupaten tanah bumbu dengan banyak sekitar 1.000

kasus. Pada tahun 2017 penyakit dispepsia menempati peringkat 8 dari 10

penyakit tertinggi di kabupaten tanah bumbu dengan banyak 3.667 kasus dan

pada tahun 2018 peyakit dispepsia mengalami peningkatan dari peringkat 8

menjadi peringkat 5 dari 10 penyakit tertinggi dikabupaten tanah bumbu

sebanyak 5.292 kasus (Dinkes Tanah Bumbu, 2018).

Di Kabupaten Tanah Bumbu pada tahun 2018 dari 14 puskesmas

prevalensi terbesar berada di wilayah kerja puskesmas Pulau Tanjung yakni

dengan prevalensi sebesar 20,07% dengan sebanyak 939 kasus. Studi

pendahuluan berdasarkan data terbaru Puskesmas Pulau Tanjung terdapat 451

kasus yang terjadi pada bulan januari sampai juli tahun 2019. (Puskesmas

Pulau Tanjung, 2019). Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan pola makan dan

pengetahuan gizi dengan kejadian dispepsia pada remaja di Wilayah Kerja

Puskesmas Pulau Tanjung.


5

B. Rumusan Masalah

“Apakah ada Hubungan Pola Makan dan Pengetahuan Gizi dengan Kejadian

Dispepsia Di Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Tanjung tahun 2020?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pola makan dan pengetahuan gizi dengan kejadian

dispepsia di wilayah kerja puskesmas pulau tanjung tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteritis penderita dispepsia ( umur, jenis kelamin,

pendidikan ).

b. Mengidentifikasi pola makan ( jadwal makan, jenis makanan dan jumlah

makanan ) pada penderita penyakit dispepsia pada remaja.

c. Mengidentifikasi pengetahuan gizi pada penderita penyakit dispepsia pada

remaja.

d. Menganalisis hubungan jadwal makan pada penyakit dispepsia pada

remaja.

e. Menganalisis hubungan jenis makanan pada penyakit dispepsia pada

remaja.
6

f. Menganalisis hubungan jumlah makanan pada penyakit dispepsia pada

remaja.

g. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi pada penyakit dispepsia pada

remaja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Instansi Terkait

Memberikan informasi terhadap faktor resiko terjadinya dispepsia sehingga

diharapkan dapat menyusun perencanaan kesehatan untuk pencegahan dan

untuk menanggulangi kejadian dispepsia agar lebih baik ke depannya.

2. Manfaat Bagi Pasien Dispepsia

Memberikan informasi kepada pasien dispepsia tentang kebiasaan makan,

pengetahuan gizi dan status gizi terhadap penderita dispepsia pada remaja.

3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan informasi atau sebagai sumber referensi dan pengetahuan

untuk melakukan penelitian selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

N Penelitia Judul Perbedaan Persamaa


o n Penelitian n
1 Novita Hubungan Perbedaan Variabel
Kurniati pola makan pada variabel yang
7

Nasution dengan bebas yaitu terikat


(2015) kejadian pengetahuan kejadian
sindrom gizi dispepsia
dispepsia
mahasiswa Tempat
fakultas fakultas
kesehatan kesehatan
masyarakat masyarakat
universitas universitas
sumatera sumatera utara
utara. sedangkan
yang diteliti di
wilayah kerja
puskesmas
pulau tanjung

Analisis data
menggunakan
uji chi square
sedangkan
yang di teliti
menggunakan
uji rank
spearman
2 Norma Hubungan Perbedaan Metode
Budi pola makan pada variabel yang
Aryati dengan terikat yaitu digunakan
(2007) kekambuhan kejadian cross
pada dispepsia sectional
penderita
sindrom Sasaran remaja
dispepsia dispepsia di
fungsional di wilayah
poliklinik puskesmas
penyakit pulau tanjung
dalam RSUP
Dr. Sardjito Perbedaan
Yogyakarta pada variabel
bebas yaitu
pola konsumsi
3 Rahmat Hubungan Perbedaan Variabel
Hidayat pengetahuan variabel bebas yang
(2019) gizi dan yaitu kebiasaan terikat
kebiasaan makan kejadian
makan dyspepsia
dengan Tempat
8

kejadian wilayah kerja


dispepsia puskesmas
pada remaja martapura
di wilayah timur utara
kerja sedangkan
puskesmas yang diteliti di
martapura wilayah kerja
timur puskesmas
pulau tanjung

Anda mungkin juga menyukai