Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENGAMATAN PENERAPAN HACCP (Hazard and

Critical Control Point) PADA PRODUK OSENG JANTEN


DI CATERING HANIF SOLO BARU

Disusun Oleh :
1. ISMUNITA WIDYA R (2015030075)
2. RIZKI ROMODHONA F (2015030097)
3. VENY ANDESTA (2015030100)

PROGRAM STUDI S1 GIZI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENGAMATAN PENERAPAN HACCP (Hazard and Critical


Control Point) PADA PRODUK OSENG JANTEN DI CATERING HANIF
SOLO BARU

Diterima dan disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Menyetujui,

Pemilik Institusi Pembimbing Lahan

Siti Sofiah Sri Maryani, S.Gz

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Akademik

Dewi Marfuah, S. Gz., MPH Agung Setya Wardana, STP., M.Si


NIDN.0613048802 NIDN.0606127701

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga Laporan PKL Pelayanan Gizi
Institusi Non Rumah Sakit pada tanggal 24 Maret-13 April 2019 telah
diselesaikan dengan baik tanpa halangan suatu apapun. Terselesaikannya laporan
ini tidak lepas dari bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Siti Sofiah selaku pemilik catering Hanif Solo Baru.
2. Sri Maryani, S.Gz selaku Pembimbing Lahan di catering Hanif Solo Baru.
3. Dewi Marfuah, S.Gz., MPH selaku pembimbing akademik PKL Pelayanan
Gizi Institusi Non Rumah Sakit.
4. Agung Setya Wardana, S.TP., M.Si selaku pembimbing akademik PKL
Pelayanan Gizi Institusi Non Rumah Sakit.
5. Karyawan yang ada di catering Hanif yang telah banyak membantu kami
disana.
6. Teman-teman S1 Gizi Angkatan 2015 yang selalu memberikan doa dan
semangat.
Penyusun menyadari nahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan,
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi penyusun dan siapa saja
yang membacanya.

Surakarta, April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL...........................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................................iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3
D. Manfaat 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................4
A. HACCP 4
B. Definisi Produk 8
C. Bahan Makanan 8
D. Proses 12
E. Penjamah Makanan 13
F. Holding Time 14
BAB III METODE PENGAMATAN..........................................................................16
A. Tempat16
B. Waktu 16
C. Jenis Data 16
D. Cara Pengumpulan Data 16
BAB IV HASIL PENERAPAN HACCP.....................................................................18
A. Analisis Masalah 18
B. Penerapan Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis 27
BAB V PEMBAHASAN.............................................................................................29
A. Penerimaan Bahan Makanan 29
B. Penyortiran Bahan Makanan 29
C. Pemotongan bahan dan bumbu 29
D. Pencucian bahan makanan 29
E. Penirisan bahan makanan 30
F. Pengolahan Oseng Janten 30
G. Pemorsian Oseng Janten 30
H. Pendistribusian Bahan Makanan 30
I. Hygiene Personal 31
J. Peralatan 31
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................32
A. KESIMPULAN 32
B. SARAN 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengelompokkan Bahaya Biologis..........................................................5


Tabel 2. Pengelompokkan Bahaya Kimia..............................................................6
Tabel 3. Sumber bahaya fisik dan cara pencegahannya........................................7
Tabel 4. Kategori risiko makanan..........................................................................8
Tabel 5. Deskripsi Produk....................................................................................19
Tabel 6. Bahaya bahan makanan mentah.............................................................20
Tabel 7. Identifikasi bahaya proses......................................................................22
Tabel 8. Penetapan CCP pada proses pengolahan oseng janten..........................28

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Oseng Janten................................24


Gambar 2. Diagram Alir Penetapan CCP Proses Pengolahan Oseng Janten......25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berkembangnya era globalisasi saat ini, semakin mendorong untuk
pangan yang dihasilkan harus bermutu, aman, dan bebas dari bahan
berbahaya untuk dikonsumsi. Kemanan pangan adalah persyaratan penting
dari seluruh parameter yang ada. Manejemen pengawasan pangan pada
produk akhir saja belum cukup untuk mengimbangi kemajuan industri
pangan dan belum bisa menjamin keamanan pangan. Penggunaan bahan
baku serta pengolahan yang baik diperlukan untuk menghasilkan pangan
yang aman untuk konsumen (Kemenperin, 2010).
Indonesia memiliki industri penyelenggaraan makanan jasa boga di
yang semakin berkembang sangat pesat. Berbagai tempat catering muncul
menawarkan berbagai menu makanan yang beraneka ragam. Indikator lain
yang menjadi daya tarik konsumen selain variasi menu yaitu kandungan
gizi didalamnya juga menjadi indikator bagi kesehatan konsumen. Kini
konsumen lebih banyak berminat pada makanan yang tidak hanya dari
variasi dan kandungan gizi yang baik tetapi juga harus memiliki keamanan
pangan yang jelas. Keadaan pangan yang tidak aman dapat menyebabkan
penyakit yang disebut dengan foodborne illness yaitu gejala penyakit yang
timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa
beracun atau organisme patogen (Anwar, 2004).
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia. Pangan yang aman dan sehat berperan penting bagi pertumbuhan
dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Rakyat, 2012). Salah satu
cara untuk menjamin keamanan produk yaitu dengan sistem jaminan
keamanan pangan yang disebut Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik
Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point /HACCP). HACCP
berperan sangat strategis untuk menjamin keamanan produk pangan yang
dihasilkan industri pangan sebagai acuan dalam pengelolaan keamanan
pangan di dunia (Panlov, 2003).
Di negara-negara Asia pada tahun 2003 dan 2004 terjadi
peningkatan kasus penyakit yang disebabkan karena keracunan pangan.
Hal ini disebabkan krena adanya penyediaan pangan dari industri jasa boga
untuk keperluan-keperluan seperti di kantin sekolah, kantin perusahaan,
dan untuk keperluan sosial (Embarek, 2004). Penyebab keracunan pangan
dari produk jasa boga atau catering kemungkinan dapat disebabkan adanya
mikroba patogen, kondisi sanitasi dan higiene, serta tempat mengolah
makanan yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya
keamanan pangan pada industri penyelenggaraan makanan.
Penelitian yang dilakukan pada 43 katering di wilayah Jakarta
menunjukkan ditemukannya kuman Eschericia coli dan Staphylococcus
aureus pada sampel makanan, yang menunjukkan perlu pengecekan
kebersihan dan sanitasi pada usaha catering (Pracoyo dan Harjining,
2008). Semua jenis produk pangan mempunyai risiko menjadi bahaya jika
penanganan produknya tidak dilakukan dengan baik. Diperlukan
pengawasan dan pemantauan ekstra dimulai dari penerimaan bahan baku
hingga produk aman sampai ke tangan konsumen. Hal ini sesuai dengan
peraturan yang mengatur bahwa produsen produk pangan harus mampu
untuk memenuhi berbagai persyaratan produksi sehingga dapat
memberikan jaminan dihasilkannya produk pangan yang aman dan
bermutu bagi konsumen (DPR RI, 2006).
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan pengamatan lanjut
mengenai mutu keamanan pangan oseng janten dengan menggunakan
prinsip HACCP di penyelenggaraan makanan di Catering Hanif
Pengamatan ini diperlukan untuk menjamin kualitas makanan di Catering
Hanif.
B. Rumusan Masalah
Permasalaan yang diamati adalah penerapan HACCP pada pengolahan
oseng janten di Catering Hanif.

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui penerapan HACCP dan menilai mutu keamanan pangan pada
pengolahan oseng janten di Catering Hanif.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mendiskripsikan produk oseng janten di Catering
Hanif.
b. Mahasiswa mampu mendiskripsikan prosedur oseng janten di Catering
Hanif.
c. Mahasiswa mampu menganalisis potensi bahaya pada oseng janten di
Catering Hanif.
d. Mahasiswa mampu menganalisis kategori risiko bahaya pada
pembuatan oseng janten di Catering Hanif.
e. Mahasiswa mampu menetapkan titik kendali kritis pada pengolahan
oseng janten di Catering Hanif.

D. Manfaat
1. Bagi pihak Catering Hanif
Sebagai bahan evaluasi bagi Catering Hanif dalam rangka
meningkatkan mutu dan pelayanan makanan bagi konsumen.
2. Bagi peneliti
a. Menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam
penerapan HACCP pada produk oseng janten.
b. Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah di dapatkan tentang
HACCP Catering Hanif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HACCP
HACCP adalah suatu sistem manajemen yang memfokuskan
perhatian pada keamanan pangan melalui analisis dan pengendalian
bahaya biologis, kimia dan fisik mulai tahap produksi bahan baku sampai
akhir. Untuk keberhasilan penerapan HACCP, manajemen harus
mempunyai komitmen yang kuat terhadap konsep HACCP. Suatu konsep
manajemen puncak yang kuat terhadap HACCP akan menumbuhkan
pengertian karyawan perusahaan tentang pentingnya memproduksi
makanan yang aman (Wahono, 2006). HACCP dapat diterapkan pada
rantai produksi makanan yang dapat dilakukan mulai dari pemilihan bahan
makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan,
pengolahan, sampai penyajian (Thaheer, 2008).
Pedoman HACCP dilaksanakan dengan langkah-langkah sistematis
yang terbagi dalam 12 langkah, dari 5 langkah awal persiapan dan diikuti
dengan 7 langkah berikutnya yang merupakan tujuh prinsip HACCP.
Langkah-langkah tersebut digambarkan sebagai suatu alur tahap penerapan
HACCP sebagai berikut :
Tahap 1 Menyusun tim HACCP
Tahap 2 : Mendeskripsikan produk.
Tahap 3 : Mengidentifikasi tujuan penggunaan.
Tahap 4 : Menyusun diagram alir.
Tahap 5 : Mengkonfirmasi diagram alir di lapang.
Tahap 6 : Melakukan analisis bahaya.
Tahap 7 : Menentukan titik-titik pengendalian kritis CCP.
Tahap 8 : Menentukan batas-batas kritis untuk masing-masing CCP.
Tahap 9: Menentukan suatu sistem monitoring atau pemantauan untuk
masing masing CCP.
Tahap 10 : Menentukan tindakan koreksi jika ada penyimpangan dari batas
kritis.
Tahap 11 : Menentukan prosedur verifikasi.
Tahap 12: Menentukan sistem dokumentasi dan sistem penyimpanan
catatan atau rekaman (Koswara, 2009).
Dalam penyelenggaraan makanan, jenis bahaya yang
membahayakan konsumen dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Bahaya Biologis
Makanan sangat rentan terhadap kontaminasi bahaya, salah
satunya adalah bahaya biologis seperti parasit, bakteri, jamur, virusa
dan bahaya biologis lainnya. Beberapa patogen ini sebagian besar
sudah terdapat dalam bahan makanan sebelum diolah maupun terkena
kontaminasi dari lingkungan sekitar makanan. Pertumbuhan bahaya
biologis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor intrinsik,
seperti pH, kadar air/aktivitas air (aw), nutrisi, senyawa anti mikroba,
struktur biologis. Beberapa faktor ekstrinsik yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan bahaya biologis yaitu suhu, kelembaban,
gas (karbon dioksida, ozon, sulfur dioksida).

Tabel 1. Pengelompokkan Bahaya Biologis


No Jenis Bahaya Biologis Contoh
1 Bakteri - Salmonella spp
- Clostridium perfringens
- Listeria monocytogenes
- Campylobacter jejuni
- Staphylococcus aureus
- Vibrio cholera
- Bachillus cereus
- Staphylococcus aureus
- Vibrio cholera
- Bachillus cereus
2 Fungi - Aspergillus flavus
- Fusarium spp
3 Virus - Hepatitis A
- Rota virus
4 Parasit, protozoa dan - Protozoa (Giardia lamblia)
cacing - Cryptosporidium parvum
- Cacing bulat (ascaris
lumbricoides)
- Cacing pita (Taenia saginata)
- Cacing pipih (Fasciola hepatica)
5 Algae (ganggang) - Dinofalgelata
- Ganggang biru-hijau
- Ganggang coklat emas

2. Bahaya Kimia
Kontaminasi bahan kimia pada makanan dapat terjadi pada
setiap tahap produksi. Bahaya kimia dalam bahan makanan dapat
berasal dari bahan makanan karena perlakuan kimia selama proses
penanamannya dan proses pengolahannya. Pengaruh kontaminasi
kimia terhadap konsumen memiliki dampak jangka panjang (akut)
seperti pengaruh makanan yang mengandung alergen.

Tabel 2. Pengelompokkan Bahaya Kimia


No Bahan Kimia
1 Bahan-bahan kimia pembersih: deterjen
2 Residu peptisida: fungisida, insektisida, herbisida, rodentisida
3 Alergen
4 Logam beracun
5 Nitrit, nitrat dan senyawa N-nitroso
6 Polychlorinated biphenyls (PCBs)
7 Migrasi komponen plastic dan bahan pengemas
8 Residu antibiotika dan hormone
9 Aditif kimia
10 Filotoksi-sianida, estrogen
11 Zootoksin

3. Bahaya Fisik
Umumnya kontaminasi bahaya fisik berasal saat proses
pengolahan dan pendistribusian bahan makanan ataupun makanan
secara tidak benar. Bahaya fisik umumnya yang terdapat pada
makanan adalah batu, pasir, rambut, pecahan gelas, logam, daun,
ranting, kayu, perhiasan. Berikut ini adalah beberapa sumber bahaya
fisik dan kemungkinan cara pencegahannya.

Tabel 3. Sumber bahaya fisik dan cara pencegahannya


Bahaya fisik Sumber Tindakan
pencegahannya
Serangga Bahan baku, tempat, Gunakan pemasok
pengolahan, lingkungan terdidik dan diakui, juga
kotor lingkungan makanan
tetep bersih. Pasang
kawat kasa jendela, jaga
pintu selalu tertutup.
Buang limbah secara
teratur, jaga wadah
makanan selalu tertutup,
bersihkan percikan pada
produk sesegera
mungkin, bersihkan
lingkungan secara
teratur.
Serpihan kaca Bahan baku, wadah, lampu, Gunakan pemasok yang
peralatan inspeksi, alat sudah dididik dan
pengolahan diakui, penutup lampu
bahan tanah pecah,
melarang adanya gelas
didaerah pengolahan.
Logam Bahan baku, alat kantor, Gunakan pemasok yang
wadah, peralatan, peralatan sudah dididik dan
pembersih diakui, melarang adanya
logam di daerah
pengolahan,
menggunakan detekteor
logam
Batu, ranting, Bahan baku (tanaman), Gunakan pemasok yang
daun lingkungan sekitar, sudah di didik dan
pengolahan pangan diakui juga lingkungan
pangan tetap bersih, juga
pintu selalu tertutup
Perhiasan Manusia Pelatihan karyawan
mengenai GMP dan
melarang penggunaan
perhiasan pada saat
pengolahan pangan.

Setiap produk diidentifikasi terhadap kemungkinan


mengandung bahaya A sampai F, dikelompokkan berdasarkan kategori
risiko dapat dilihat pada tabel 4

Tabel 4. Kategori risiko makanan

Kategori Kategori bahaya Katerangan


risiko
0 0 (tidak ada) Tidak mengandung bahaya A sampai F
I Bahaya Mengandung satu bahaya B sampai F
II (+) Mengandung bahaya dua B sampai F
III (++) Mengandung bahaya tiga B sampai F
IV (+++) Mengandung bahaya empat B sampai F
V (++++) Mengandung bahaya lima B sampai F
VI (+++++) Kategori risiko paling tinggi (semua
A + (kategori makanan yang mengandung bahaya A,
khusus) baik dengan/ tanpa bahaya B sampai F)

B. Definisi Produk
Oseng janten merupakan sayur dari bahan baku janten, sawi, kacang
panjang, bawang merah, bawang putih, cabai, garam, gula jawa, penyedap
rasa (motto) dan minyak goreng. Proses pembuatan oseng janten yaitu
bahan baku dan bumbu disortir, dipotong, dicuci, ditiriskan, menumis
bumbu lalu memasukkan bahan baku, setelah setengah matang gula merah,
garam dan motto dimasukkan, diaduk dan ditunggu hingga matang
kemudian diangkat dan siap dipersikan.

C. Bahan Makanan
1. Janten/Jagung Muda
Jagung merupakan komoditas palawija dan termasuk dalam famili
rumput-rumputan, genus Zea dan spesies Zea mays Saccharata.
Menurut Arief dan Asnawi (2009), komponen kimia terbesar dalam biji
jagung adalah karbohidrat (72% dari berat biji) yang sebagian besar
berisi pati. Pati terdiri atas dua jenis yaitu amilosa 25-30% dan
amilopektin 70-75%.
2. Sawi
Sawi merupakan tanaman hortikultura yang dapat memperbaiki
dan memperlancar pencernaan. Sawi termasuk tanaman sayuran daun
dari keluarga Cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi
dan banyak digemari banyak orang. Dalam 100 g sawi memiliki nilai
gizi sebagai berikut protein 2,3 g, lemak 0,3 g, karbohidrat 4,0 g, Ca
220,0 mg, P 38,0 mg, Fe 2,9 mg, vitamin A 1940 mg, vitamin B 0,09
mg dan vitamin C 102 mg (Manurung, 2011).
Selain dikonsumsi secara langsung, sawi juga digunakan untuk
sayur – sayuran, sehingga peluang komoditas sawi ini sangat baik untuk
dibudidayakan dengan baik. Konsumsi sawi pada tiap tahunnya
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan taraf
kehidupan masyarakat serta kesadaran mengenai pentingnya sayuran
dalam asupan makannnya (Rukmana, 2007).
3. Kacang panjang
Kacang panjang merupakan tanaman sayuran semusim yang
tumbuh membelit, batang tanaman berukuran panjang, bertekstur liat,
dan sedikit berbulu (Budi samahadi 2003). Kacang panjang merupakan
jenis sayuran yang dapat di kosumsi dalam bentuk segar maupun diolah
menjadi sayur. Tanaman kacang panjang memiliki kandungan gizi yang
cukup lengkap (protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi,
vitamin B dan C). Kandungan protein nabati pada sayuran kacang
panjang berkisar 17-21% (Rasyid Panji, 2012).
4. Bawang merah
Bawang merah merupakan salah satu komoditi hortikultura
yang termasuk ke dalam sayuran rempah yang digunakan sebagai
pelengkap bumbu masakan guna menambah cita rasa dan kenikmatan
masakan. Di samping itu,tanaman ini juga berkhasiat sebagai obat
tradisional, misalnya obat demam, masuk angina, diabetes mellitus,
disentri dan akibat gigitan serangga (Samadi danCahyono,2005).
Wibowo (2005) menyatakan bahwa, bawang merah mengandung
protein 1,5 g, lemak 0,3 g, kalsium 36 mg, fosfor 40 mg, vitamin C 2 g,
kalori 39 kkal, dan air 88 g serta bahan yang dapat dimakan sebanyak
90%. Komponen lain berupa minyak atsiri yang dapat menimbulkan
aroma khas dan memberikan cita rasa gurih pada makanan.

5. Bawang putih
Bawang putih (Allium sativum) adalah herba semusim
berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini
banyak ditanam di ladang-ladang di daerah pegunungan yang cukup
mendapat sinar matahari (Syamsiah dan Tajudin, 2003). Bawang putih
memiliki setidaknya 33 komponen sulfur, beberapa enzim, 17 asam
amino dan banyak mineral, contohnya selenium. Bawang putih
memiliki komponen sulfur yang lebih tinggi dibandingkan dengan
spesies Allium lainnya. Komponen sulfur inilah yang memberikan bau
khas dan berbagai efek obat dari bawang putih (Londhe, 2011).
6. Cabai
Cabai (Capsicum annum L) merupakan salah satu komoditi
hortikultura yang menpunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia, karena selain sebagai penghasil gizi, cabai juga digunakan
sebagai bahan campuran makanan dan obat-obatan. Di indonesia
tanaman cabai mempunyai nilai ekonomi penting dan menduduki
tempat kedua setelah kacang-kacangan (Rompas, 2001). Cabai
mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%) rasa pedas.
Rasa pedas tersebut terutama disebabkan oleh kandungan capsaicin dan
dihidrocapsaicin (Lukmana, 2004).
Buah cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang
banyak mengandung nutrisi penting. Setiap 100 g bahan cabai merah
diperkirakan mengandung 90% air, 32 kal energi, 0,5 g protein, 7,8 g
karbohidrat, 0,3 g lemak, 0,5 g abu, 1,6 g serat, 29 mg kalsium, 45 mg
fosfor, 0,5 mg besi, 470 IU vitamin A, 0,05 mg tiamin, 0,06 g
riboflavin,0,9 mg niasin dan 18,0 mg asam askorbat (Ashari, 2006).
7. Minyak goreng
Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk
dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari
lemak hewan. Penggunaan minyak goreng berfungsi sebagai medium
penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan
kalori dalam makanan. Minyak goreng tersusun dari beberapa senyawa
seperti asam lemak dan trigliserida (Ketaren, 2008). Berdasarkan ada
atau tidak ikatan ganda dalam struktur molekulnya, minyak goring
terbagi menjadi minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty
acids) dan minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal
(monounsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk
(polyunsaturated fatty acids/PUFA) (Ketaren, 2008).
8. Gula jawa
Gula merah atau sering dikenal dengan istilah gula jawa adalah
gula yang memiliki bentuk padat dengan warna yang coklat kemerahan
hingga coklat tua. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3743-
1995) gula merah atau gula palma adalah gula yang dihasilkan dari
pengolahan nira pohon palma yaitu aren (Arenga pinnata Merr), nipah
(Nypafruticans), siwalan (Borassus flabellifera Linn) dan kelapa (Cocos
nucifera Linn). Gula merah biasanya dijual dalam bentuk setengah elips
yang dicetak menggunakan tempurung kelapa, ataupun berbentuk
silindris yang dicetak menggunakan bambu (Kristianingrum, 2009).
9. Garam
Garam adalah benda padat berwarna putih berbentuk kristal yang
merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium
Chlorida (>80%) serta senyawa lainnya, seperti magnesium chlorida,
magnesium sulfat, dan calsium chlorida. Sumber garam yang didapat
dialam berasal dari air laut, air danau asin, deposit dalam tanah,
tambang garam, sumber air dalam tanah (Burhanuddin S 2001).
Komponen –komponen tersebut mempunyai peranan yang penting bagi
tubuh manusia, sehingga diperlukan konsumsi garam dengan ukuran
yang tepat untuk menunjang kesehatan manusia. Konsumsi garam per
orang per hari diperkirakan sekitar 5 –15 gram atau 3 kilogram per
tahun per orang. Garam konsumsi merupakan jenis garam dan kadar
NaCl sebesar 97% atas dasar bahan kering (dry basis), kandungan
impurities (sulfat, magnesium dan kalsium) sebesar 2% dan kotoran
lainnya (lampu, pasir) sebesar 1% serta kadar air maksimal sebesar 7%.
Kelompok kebutuhan garam konsumsi antara lain untuk konsumsi
rumah tangga, industry makanan, industry minyak goreng, industry
pengasinan dan pengawetan ikan Zaelaniat (2013).
10. Motto/penyedap rasa
MSG (monosodium glutamat) yang berbentuk butiran putih
mirip garam. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa, tetapi bila
ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas
yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan
rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih
(Ardyanto, 2004).
Bahan penyedap rasa biasa disebut sebagai flavor enhancer
dengan bahan dasar berupa asam amino L dan garamnya. Flavor
enhancer yang paling dikenal adalah MSG. Sand (2005),menyebutkan
bahwa MSG merupakan garam natrium dari asam glutamat dan
merupakan senyawa dengan rasa yang gurih akibat MSG yang terkena
air (ludah) akan terdisosiasi secara cepat menjadi ion-ion sodium dan
glutamat bebas. MSG merupakan sumber natrium yang tinggi.
Natrium yang dihasilkan MSG mampu memenuhi kebutuhan 20-30%
akan garam, oleh karena itu penggunaan MSG yang berlebihan akan
meningkatkan konsentrasi garam dalam darah dan bersifat
karsinogenik.
D. Proses
Cara membuat oseng janten sebagai berikut:
1. Menyortir bahan baku (Janten, kacang panjang, sawi), bumbu dan
bahan lainnya.
2. Memotong bahan baku dan bumbu, khusus janten dipotong pada hari
sebelum pemasakan dan disimpan didalam chiller. Bahan baku lain
langsung dipotong pada hari yang sama dengan pemasakan.
3. Mencuci dan meniriskan bahan baku beserta bumbu yang telah
dipotong.
4. Menumis bumbu hingga harum, lalu memasukkan bahan baku dan
diberi garam, motto dan gula jawa.
5. Mengoreksi rasa
6. Setelah matang, oseng janten siap untuk diporsikan.

E. Penjamah Makanan
Penjamah makanan yaitu orang yang terlibat secara langsung
mengelola makanan mulai dari penerimaan bahan mentah atau makanan
terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan,
pengangkutan dan penyajian (Permenkes No. 1096 Tahun 2011). Pada
usaha tata boga baik di catering maupun di instalasi gizi rumah sakit,
penjamah makanan adalah ujung tombak penyelenggaraan
pangan.Berdasarkan dari lokasi kerjanya, penjamah makanan dibagi
menjadi dua yaitu penjamah makanan rumah dan penjamah makanan
professional. Penjamah makanan indvidu adalah individu yang
menyiapkan makanan untuk keluarga, sedangkan penjamah makanan
professional adalah individu yang bekerja di suatu perusahaan yang
menyelenggarakan pangan dalam jumlah yang banyak.
Berbagai penyakit dapat timul akibat makanan yang tidak aman.
dimana peran manusia sebagai agen pembawa kuman sangat tinggi
(Depkes, 2006). Personal higiene merupakan suatu indikator keberhasilan
dari setiap individu, yang mengarah kepada kebiasaan dan kebersihan
pribadi (Depkes, 2006).
Seorang penjamah makanan harus memenuhi beberapa syarat
seperti yang tercantum dalam Permenkes RI No. 1096 Tahun 2011 sebagai
berikut :
1. Seorang penjamah makanan memiliki sertifikat kursus higiene
sanitasi makanan.
2. Berbadan sehat dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
3. Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh.
Pengetahuan dari penjamah makanan berperan penting dalam
menjamin mutu makanan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh seroang
penjamah makanan antara lain mengenai hak dan tanggung jawabnya,
penyakit yang ditularkan melalui makanan, kebersihan pribadi, kebiasaan
yang berkaitan dengan pengolahan makanan serta cara-cara pengolah
makanan yang sehat (Depkes, 2006).
Penjamah makanan dianjurkan untuk mengikuti pelatihan meliputi:
1. Pengetahuan dasar mengenai praktek sanitasi
2. Informasi mengenai makanan yang sehat
3. Teknik penangganan peralatan dan perlengkapan pengolahan makanan
4. Pengawasan selama bertugas

F. Holding Time
Holding Time adalah titik kontrol atau titik kritis dimana waktu yang
diperlukan untuk makanan tetap aman dari segi tekstur, suhu, dan nilai
gizinya sampai ke konsumen atau waktu tunggu sebelum makanan di
distribusikan ke konsumen (Yuanita, 2014). Holding time atau waktu tunggu
merupakan jarak waktu antara makanan yang telah selesai diolah sampai saat
disajikan kepada konsumen (Atiq, 2014). Holding time memiliki prinsip
sebagai berikut :
1. Makanan masak yang telah diolah memiliki suhu yang masih cukup
panas yaitu diatas 800C dan merupakan suhu yang aman.
2. Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam suhunya diabaikan.
3. Segera menghidangkan makanan dalam waktu tunggu yang memiliki
suhu dibawah 600C.
4. Makanan yang disajikan panas harus tetap dipanaskan pada suhu diatas
600C.
5. Makanan yang disajikan dingin disimpan dalam keadaan dingin pada
suhu dibawah 100C.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan yaitu
tempat penyajian, waktu penyajian, cara penyajian dan prinsip penyajian.
Lama waktu tunggu makanan mulai dari selesai proses pengolahan dan
menjadi makanan matang sampai dengan disajikan dan dikonsumsi tidak
boleh lebih dari 4 jam dan harus segera dihangatkan kembali terutama
makanan yang mengandung protein tinggi, kecuali makanan yang disajikan
tetap dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh dan
berkembang biaknya bakteri pada makanan yang dapat menyebabkan
gangguan pada kesehatan (Kemenkes, 2014).
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan yaitu
tempat, waktu, cara dan prinsip dari penyajian makanan. Lamanya waktu
tunggu makanan mulai dari selesai proses pengolahan hingga makanan
matang dan disajikan kepada konsumen tidak boleh lebih dari 4 jam dan
harus dihangatkan kembali terutama yang makanan protein tinggi. Hal ini
dilakukan untuk menghindari tumbuh dan berkembang biaknya bakteri pada
makanan yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan konsumen
(Permenkes, 2014).
BAB III
METODE PENGAMATAN

A. Tempat
Penelitian penerapan HACCP dilakukan di Catering Hanif Solo Baru.

B. Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian HACCP dilakukan pada tanggal 27
Maret mulai pukul 13.00 hingga tanggal 28 Maret pukul 12.00.
C. Jenis Data
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara pengamatan
langsung proses pembuatan oseng janten meliputi :
a. Data penerimaan bahan makanan
b. Data persiapan bahan makanan
c. Data hasil pengolahan
d. Data hasil penyajian
e. Data hasil distribusi
f. Data higiene, sanitasi alat dan tenaga pengolah
2. Data sekunder diperoleh dengan cara mencatat buku yang telah ada meliputi:
a. Data siklus menu
b. Data standar resep
c. Data cara pengolahan
d. Data pola distribusi
D. Cara Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan adalah :
1. Pengumpulan data secara langsung
a. Wawancara
Melalukan wawancara secara langsung selama proses
pengolahan mulai bahan baku sampai menjadi produk akhir.
b. Observasi
Melakukan pengamatan secara langsung selama proses
pembuatan oseng janten.
2. Pengumpulan data secara tidak langsung
Mencari dan mempelajari pustaka mengenai permasalahan
yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan.
BAB IV
HASIL PENERAPAN HACCP

A. Analisis Masalah

HACCP perlu diterapkan dan dilakukan agar makanan untuk


konsumen aman dan terhindar dari penyebaran kuman, penyakit maupun
penjamah makanan. Catering Hanif menyediakan makanan untuk beberapa
jenis konsumen yang terdiri dari karyawan dan dokter Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta, karyawan hotel Brother, karyawan Brother Inn,
Asuransi Jasindo, PT Alam Wijaya, Rumah Bersalin PKU Sampangan,
Pandawa Water World, Yayasan Al-Firdaus, Yayasan Al-Azhar, bengkel
Metalindo yang terdiri dari makanan pokok, lauk nabati, lauk hewani,
sayur, buah dan khusus anak-anak sekolah mendapatkan snack.
Salah satu menu sayur yang terdapat di Catering Hanif adalah
oseng janten. Penerapan HACCP dilakukan pada oseng janten yang
merupakan sayur untuk karyawan Hotel Brother. Bahan mentah pada
oseng janten serta pada saat pembuatan biasanya terdapat potensi bahaya
yaitu bahaya fisik (pasir, tanah, logam dan rambut), kimia (allergen,
pestisida dan mikrotoksin) dan biologi (bakteri, virus, kapang, protozoa
dan serangga).
Bahan baku pembuatan oseng janten terdiri dari janten, sawi,
kacang panjang, bawang merah, bawang putih, cabai, garam, gula jawa,
minyak goreng, motto dan air yang merupakan bahan makanan yang
sensitif terhadap bahaya, sehingga memerlukan pengamatan lebih untuk
bahaya dan keaman dari makanan tersebut.

1. Deskripsi Produk
Tabel 5. Deskripsi Produk

Nama Produk Oseng Janten


Definisi Produk Oseng Janten merupakan salah satu menu sayur
karyawan Hotel Brother.
Komposisi Bahan :
1. Janten
2. Sawi
3. Kacang panjang
4. Bawang merah
5. Bawang putih
6. Cabai
7. Minyak goreng
8. Gula jawa
9. Garam
10. Motto
11. Air
Proses Pembuatan 1. Menyortir bahan baku (Janten, kacang panjang,
sawi), bumbu dan bahan lainnya.
2. Memotong bahan baku dan bumbu, khusus janten
dipotong pada hari sebelum pemasakan dan
disimpan didalam chiller. Bahan baku lain langsung
dipotong pada hari yang sama dengan pemasakan.
3. Mencuci dan meniriskan bahan baku beserta
bumbu yang telah dipotong.
4. Menumis bumbu hingga harum, lalu memasukkan
bahan baku dan diberi garam, motto dan gula jawa.
5. Mengoreksi rasa
6. Setelah matang, oseng janten siap untuk
diporsikan.
Proses Penggunaan Untuk karyawan Hotel Brother
Produk
Pengemasan Cara Oseng janten ditaruh dalam box bulat plastik yang
Distribusi terdapat sekat-sekat kemudian ditutup dengan tutup
khusus box yang terbuat dari plastik juga.
Waktu Maksimal 1 hari
Konsumsi
Konsumen Untuk Karyawan Hotel Brother.
Cara Penyajian Oseng janten ditaruh dalam box bulat plastik yang
terdapat sekat-sekat kemudian ditutup dengan tutup
khusus box yang terbuat dari plastik juga.

2. Bahaya Bahan Makanan Mentah


Tabel 6. Bahaya bahan makanan mentah

No. Bahan Bahaya Jenis Identifikasi Cara Pencegahan


Mentah K/F/B Bahaya
1. Janten F Tanah, - a. Pengecekan
rambut, intensif pada saat
serangga penerimaan
bahan dan
B Salmonella Tidak di pencucian dengan
dan E. Coli identifikasi air mengalir
b. Disimpan
didalam kulkas
K Residu Tidak di yang bersih dan
pestisida identifikasi tertutup rapat
c. Pencucian pada
air mengalir
2. Sawi F Tanah, - a. Pengecekan
rambut, intensif pada saat
serangga penerimaan bahan
dan pencucian
dengan air
mengalir

B Salmonella Tidak di b. Disimpan didalam


dan E. Coli identifikasi kulkas yang
bersih dan
tertutup rapat

K Residu Tidak di c. Pencucian pada


pestisida identifikasi air mengalir
3. Kacang F Tanah, - a. Pengecekan
panjang rambut, intensif pada saat
serangga penerimaan bahan
dan pencucian
dengan air
mengalir
B Salmonella Tidak di b. Disimpan
dan E. Coli identifikasi didalam kulkas
yang bersih dan
tertutup rapat
K Residu Tidak di c. Pencucian pada
pestisida identifikasi air mengalir

4. Bawang F Tanah, - a. Pengecekan


merah B rambut, intensif pada saat
K serangga penerimaan bahan
dan pencucian
dengan air
mengalir
Salmonella Tidak di b. Disimpan
dan E. Coli identifikasi didalam kulkas
yang bersih dan
tertutup rapat
Residu Tidak di c. Pencucian pada
pestisida identifikasi air mengalir

5. Bawang F Tanah, - a. Pengecekan


putih rambut, intensif pada saat
serangga penerimaan bahan
dan pencucian
dengan air
mengalir
B Salmonella Tidak di b. Disimpan didalam
dan E. Coli identifikasi kulkas yang
bersih dan
tertutup rapat
K Residu Tidak di c. Pencucian pada
pestisida identifikasi air mengalir
6. Cabai F Tanah, - a. Pengecekan
rambut, intensif pada saat
serangga penerimaan bahan
dan pencucian
dengan air
mengalir
B Salmonella Tidak di b. Disimpan didalam
dan E. Coli identifikasi kulkas yang
bersih dan
tertutup rapat
K Residu Tidak di c. Pencucian pada
pestisida identifikasi air mengalir
7. Garam F Kerikil, batu, - Disimpan ditempat
pasir yang kering, tertutup
dan tidak terkena
paparan sinar
matahari langsung
8. Gula F Kotoran - Disimpan dengan
jawa tertutup jika masih
digunakan dengan
jangka lama dan
tidak terkena paparan
sinar matahari
langsung
9. Minyak F Kotoran - Pengamatan intensif
goreng ketika penerimaan
bahan
10. Penyeda F Pasir, kerikil - Disimpan ditempat
p rasa yang kering, tertutup
dan tidak terkena
paparan sinar
matahari langsung
11. Air F Keruh, - Disimpan ditempat
mineral berbau penyimpanan yang
tetutup dan dilakukan
pengecekan secara
berkala.

3. Identifikasi Bahaya Proses


Tabel 7. Identifikasi bahaya proses
No. Proses Bahaya Jenis Identifikasi Cara Pencegahan
K/F/B Bahaya
1. Penerimaan F Rambut, - a. Menggunakan APD
bahan kotoran, lengkap
kerikil, b. Diletakan diwadah yang
debu bersih dan terhindar dari
kotoran.
2. Penyortiran F Rambut, - a. Menggunakan APD
kotoran, lengkap
kerikil, b. Diletakan diwadah yang
debu bersih dan terhindar dari
kotoran.
3. Pemotonga F Kontamina - a. Memakai APD lengkap
n (janten, si alat b. Mencuci tangan
sawi, pemotong, sebelum memotong
kacang talenan bahan makanan
panjang, yang kotor c. Mencuci peralatan
bawang dengan sabun dan
merah, kemudian dikeringkan
bawang sebelum dan sesudah
putih, digunakan
cabai)
4. Penirisan F Kontamina - Menggunakan peralatan
si silang yang bersih dan memakai
peralatan APD lengkap
yang kotor
5. Penumisan F Rambut, - a. Memakai APD lengkap
kontaminas b. Membersihkan
i peralatan peralatan terlebih
dahulu dengan air
mengalir sebelum
digunakan
6. Pemorsian F Rambut, - a. Memakai APD lengkap
kotoran, b. Membersihkan
kerikil, lap peralatan terlebih
B yang kotor dahulu sebelum
Mikroorgan digunakan
isme, jamur
pada
peralatan
7. Pendistribu - - - -
sian
Janten Sawi Kacang Bawang Bawang Cabai Air Minyak Garam Gula jawa Penyedap
panjang merah putih goreng rasa

Penyortiran

Pemotongan

Pencucian

Penirisan

Penumisan

Pemorsian

Distribusi

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Oseng Janten


Janten Sawi Kacang Bawang Bawang Cabai Air Minyak Garam Gula jawa Penyedap
panjang merah putih goreng rasa

Penyortiran

Pemotongan

Pencucian

Penirisan

Penumisan
CCP

Pemorsian

CCP Distribusi

Gambar 2. Diagram Alir Penetapan CCP Proses Pengolahan Oseng Janten


GAMBAR DAN SIMBOL DALAM DIAGRAM ALIR

BAHAN DASAR

TAHAPAN PROSES

ARAH ALIRAN

BAHAN BAKU YANG MUNGKIN TERCEMAR

TERCEMAR DARI PERMUKAAN PERALATAN

CCP TITIK KENDALI KRITIS

B. Penerapan Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis


Pertanyaan Penerapan CCP untuk Bahan Baku
P1 : apakah mungkin bahan mentah mengandung bahaya pada tingkat
yang berbahaya?
Ya tidak

P2 Bukan CCP
P2 : apakah pengolahan (termasuk cara penggunaan oleh konsumen), dapat
menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang aman?
Ya tidak

Bukan CCP CCP


Pertanyaan penerapan CCP Untuk Tahap Pengolahan
P3 : apakah formulasi atau komposisi produk antara / akhir penting untuk
mencegah meningkatnya bahaya?
Ya tidak

P4 bukan CCP
P4 : apakah kontaminasi ulang dapat muncul? Apakah bahaya yang
mungkin ada akan bertambah ?
Ya tidak

P5 : apakah pengolahan P6 : apakah tahap pengolahan


selanjunya (termasuk cara ini bertujuan untuk
penggunaan oleh konsumen), menghilangkan bahaya sampai
dapat menghilangkan bahaya ? tingkat yang aman ?

Tidak Ya
Ya Bukan CCP Tidak
Tidak CCP Ya

Penetapan CC pada Proses pembuatan

Tabel 8. Penetapan CCP pada proses pengolahan oseng janten

No. Bahan makanan Pertanyaan diagram pohon CCP Batas


dan Proses P1 P2 P3 P4 P5 P6 kritis
1. Penerimaan bahan Ya Ya Ya - #CC -
P
2. Penyortiran bahan Ya Ya Ya - #CC -
P
3 Pemotongan bahan Ya Ya Ya - #CC -
dan bumbu P
.4. Pencucian Ya Ya Ya - #CC -
P
5. Penirisan Ya Ya Ya - #CC -
P
6. Penumisan Ya Tid - Ya CCP Suhu
ak 95°C
7. Pemorsian Ya Ya Ya - #CC -
P
8. Pendistribusian Ya Tid - Ya CCP -
ak

BAB V
PEMBAHASAN

A. Penerimaan Bahan Makanan


Barang (khusus janten) datang ke catering pada tanggal 27 Maret
sedangkan barang lainnya datang pada tanggal 28 Maret 2019. Sehari
sebelum penerimaan bahan baku dilakukan pemesanan oleh owner/pemilik
catering dengan menulis pemesan di form pemesanan barang. Kemudian
barang yang sudah diterima dicek kembali dengan cara ditimbang dan
dihitung jumlahnya sesuai atau tidak dengan form pemesanan. Apabila
barang ada yang rusak/cacat dikembalikan ke bagian store. Penerimaan
bahan makanan di catering Hanif termasuk bukan CCP karena penerimaan
bahan makanan berdekatan dengan tempat produksi, tempat pencucian alat
serta bahan.
B. Penyortiran Bahan Makanan
Bahan baku mentah yang digunakan untuk membuat oseng janten
adalah kacang panjang, bawang merah, bawang putih, cabai, minyak
goreng, garam, gula jawa, penyedap rasa/motto dan air. sebelum bahan
makanan diolah dilakukan penyortiran terlebih dahulu untuk memisahkan
bahan yang baik dan buruk. Penggunaan APD didalam ruang catering
belum dilakukan dengan baik oleh petugas catering. Proses penyortiran
bahan makanan termasuk bukan CCP karena pada proses ini masih ada
kemungkinan munculnya bahaya.
C. Pemotongan bahan dan bumbu
Proses pemotongan bahan dan bumbu dilakukan diruang produksi
yang berdekatan dengan ruang pencucian alat dan bahan. Pada proses ini
tidak menggunakan APD dengan lengkap. Proses pemotongan bahan dan
bumbu termasuk bukan CCP karena terjadinya kontaminasi silang bahaya
yang berasal dari peralatan yang digunakan untuk pemotongan.
D. Pencucian bahan makanan
Proses pencucian bahan dan bumbu dilakukan ditempat pencucian
yang berdekatan dengan ruang produksi dan tidak menggunakan air
mengalir. Pada proses ini termasuk tidak CCP karena masih ada
kemungkinan munculnya bahaya.
E. Penirisan bahan makanan
Setelah bahan dan bumbu mengalami proses pencucian, bahan
makanan dimasukkan dalam ceting bolong dan diletakkan dilantai ruang
produksi yang kurang bersih. Proses penirisan bukan termasuk CCP karena
masih ada kemungkinan munculnya bahaya.
F. Pengolahan Oseng Janten
Proses pembuatan oseng janten menyortir bahan baku (janten,
kacang panjang, sawi), bumbu dan bahan lainnya, memotong bahan baku
dan bumbu, khusus janten dipotong pada hari sebelum pemasakan dan
disimpan didalam chiller. Bahan baku lain langsung dipotong pada hari
yang sama dengan pemasakan, mencuci dan meniriskan bahan baku
beserta bumbu yang telah dipotong, menumis bumbu hingga harum dan
suhunya 95°C, lalu memasukkan bahan baku dan diberi garam, motto dan
gula jawa, mengoreksi rasa, setelah matang, oseng janten siap untuk
diporsikan.
Tenaga pengolah sebagian besar belum menerapkan APD seperti
masker, clemek, sepatu yang tidak licin, hand glove dalam oseng janten.
Proses pengolahan merupakan CCP atau batas kritis dapat dihilangkan
karena pada proses pembuatan oseng janten sudah dilakukan pemanasan
(penumisan) sehingga dapat dihilangkan. Penumisan oseng janten di
catering Hanif termasuk CCP karena pada proses ini bahaya dapat
dihilangkan.
G. Pemorsian Oseng Janten
Oseng janten ditaruh dalam box bulat plastik yang terdapat sekat-
sekat kemudian ditutup dengan tutup khusus box yang terbuat dari plastik
juga. Penjamah makanan sebagian besar belum menggunakan APD seperti
clemek dan masker. Pemorsian oseng janten di catering Hanif termasuk
bukan CCP.
H. Pendistribusian Bahan Makanan
Oseng janten setelah dilakukan pemorsian dalam box plastik
bersekat dibawa menggunakan keranjang untuk diangkut kedalam mobil
box tertutup untuk di distribusikan. Setelah sampai di Hotel Brother box
diangkut dan diturunkan lalu diletakan di rak bagian kantin dari Hotel
Brother. Proses pendistribusian makanan di catering Hanif termasuk CCP
karena dalam proses pendistribusian makanan menggunakan mobil box
tertutup, sehingga makanan tidak dapat terkontaminasi lagi.
I. Hygiene Personal
Penjamah makanan di catering Hanif sebagian besar belum
menerapkan penggunaan APD secara lengkap seperti menggunakan
masker, clemek, hands glove, penutup kepala (hair net) jika tidak berhijab,
sarung tangan disposible dan sepatu.
J. Peralatan
Peralatan yang digunakan pada proses pengolahan janten yaitu
wajan, pisau, talenan/bangku untuk memotong sayur, baskom, keranjang,
sutil/erok, dibersihkan setiap habis penggunaan alat tersebut. Pemakaian
keranjang digunakkan sesuai dengan fungsinya yaitu untuk meniriskan
bahan makanan yang sudah dicuci. Tempat pencucian alat tidak dipisah
dengan ruang produksi.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Oseng janten adalah sayur yang di produksi oleh Catering Hanif dan
diperuntukan Hotel Brother. Oseng janten di produksi pada tanggal 28
Maret pada setiap bulan dengan berbahan dasar janten, sawi, kacang
panjang, bawang merah, bawang putih, cabai, minyak goreng, garam,
gula jawa, motto/penyedap rasa dan air. Bahan baku pembuatan oseng
janten merupakan bahan baku yang mungkin dapat tercemar.
2. Prosedur pembuatan oseng janten dimulai dari menyortir bahan baku
(janten, kacang panjang, sawi), bumbu dan bahan lainnya, memotong
bahan baku dan bumbu, khusus janten dipotong pada hari sebelum
pemasakan dan disimpan didalam chiller. Bahan baku lain langsung
dipotong pada hari yang sama dengan pemasakan, mencuci dan
meniriskan bahan baku beserta bumbu yang telah dipotong, menumis
bumbu hingga harum, lalu memasukkan bahan baku dan diberi garam,
motto dan gula jawa, mengoreksi rasa dan pemorsian setelah oseng
janten matang.
3. Potensi bahaya yang dapat mengkontaminasi bahan makanan terdiri
dari bahaya fisik, kimia dan biologi.
4. Potensi bahaya yang dapat ditimbulkan ketika proses pengolahan dapat
terjadi berasal dari penjamah makanan/karyawan catering, rambut,
kerikil/pasir, mikroorganisme, jamur/bakteri, cemaran bahan kimia dan
kontaminasi alat yang digunakan.
5. Pada penetapan titik kendali kritis pada proses penumisan dan distribusi
merupakam CCP artinya dalam tahap tersebut bahaya dapat
dihilangkan.

B. SARAN

1. Perlu tindakan pengawasan mutu pada proses pembuatan produk agar


makanan tetap aman untuk dikonsumsi oleh konsumen.
2. Perlunya diadakan sosialisasi terkait penggunaan APD lengkap serta
bahaya yang dapat muncul jika tidak menggunakan/melepas APD
dengan lengkap.
3. Diharapkan penjamah makanan lebih patuh dalam penggunaan APD
dengan benar pada proses produksi dan pemorsian makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, F. (2004) Keamanan Pangan. Editor: Baliwati, Y.F., A. Khomsan, C.


M. Dwiriani. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ardyanto, T. D. 2004. MSG dan Kesehatan: Sejarah, Efek, dan Kontroversinya.


Pathology Department. Tottori University School of Medicine Japan.

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia.

Atiq, Y., Indah, W., Aranta, G. F. 2014. Gambaran Waktu Tunggu, Suhu dan
Total Bakteri Makanan Cair di RSUD Dr. Kariadi Semarang. Jurnal
Med Hosp 2014 2(2): 110-114.

Burhanuddin. 2001. Strategi Pengembangan Industri Garam di Indonesia.


Yogyakarta: Kanisius.
Depkes RI. 2006. Kumpulan Modul Kursus Higiene Sanitasi Makanan dan
Minuman. Jakarta.

Kemenkes RI. 2014. Buku Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Perindustrian RI. 2012. Buku Petunjuk Teknis: Penilaian,


Klasifikasi Dan Pembinaan Produk OVOP. Jakarta: Kementerian
Perindustrian RI.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta:


Universitas Indonesia Press.

Koswara, S. 2009. HACCP dan Penerapannya Pada Produk Bakeri. Ebook


Pangan. Jakarta.

Kristianingrum, S. 2009. Analisis Nutrisi Dalam Gula Semut. Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
Yogyakarta.

Londhe, 2011, Role of Garlic (Allium sativum) In Various Diseases, An


Overview. Journal of Pharmaceutical Research and Opinion 4: 129-
134.
Manurung, R. F. H. 2011. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi
(Brassica juncea L) Terhadap Penggunaan Pupuk Anorganik Cair.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Pracoyo, N. E dan Harjining. 2008. Penelitian Kuman-Kuman Patogen dalam


Makanan Catering di Jakarta. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran 83: 1-
4.

Rompas, J. P. 2001. Efek Isolasi Bertingkat Colletotrichum capsici Terhadap


Penyakit Antraknosa Pada Buah Cabai. Prosiding Kongres Nasional
XVI dan Seminar Ilmiah. Bogor, 22-24 Agustus 2001. Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia.

Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Yogyakarta: Kanisius.

Samadi, B. 2003.Usaha Tani Kacang Panjang. Yogyakarta: Kanisius.

Samadi, B. dan Cahyono, B., 2005. Bawang Merah Intensifikasi Usaha Tani.
Yogyakarta: Kanisius.

Sand, J. 2005. Short History of MSG: Good Science, Bad Science, and Taste
Cultures. Journal of Nutrition. 5 (4): 38– 49.
Syamsiah, I. S dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

Thaheer, H. 2008. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahono, T. 2006. Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan. Fakultas


Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Wibowo, S. 2005. Budi Daya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Jakarta:
Penebar Swadaya.

Yuanita, I., L. 2014. Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan
Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda. Jurnal Ilmu
Hewani Tropika. 3(1): 1-5.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai