Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN-B (PMM-B)

“CCP dan Pengendaliannya”

Dosen Pembimbing :
1. Narwati, S.Si, M.Kes
2. A.T. Diana N, SKM, M.Kes
3. Deddy Adam, SST

Disusun Oleh
Sub Kelompok C2
D-IV Semester 5 :
1. Nurisya Maharani (P27833318003)
2. Isnaini Indriawati (P27833318011)
3. Rany Amelia (P27833318025)
4. Achmad Hilal Rusydi (P27833318033)

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah PMM-B dengan judul
“CCP dan Pengendaliannya”
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai mata kuliah Penyehatan Makanan dan
Minuman-B. Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Ibu
Narwati, S.Si, M.Kes, Ibu A.T. Diana N, SKM, M.Kes, bapak Deddy Adam,SST dan tak lupa
pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini sehingga bisa selesai tepat pada waktunya.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat maupun
inspirasi kepada pembaca.

Surabaya, 14 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
C. Tujuan............................................................................................................................2
BAB II ISI.................................................................................................................................3
A. Identifikasi Analisis Bahaya.........................................................................................3
B. Analisis Risiko.............................................................................................................10
C. Pengendalian dan pencegahan bahaya terhadap bahaya-bahaya yang
teridentifikasi......................................................................................................................15
D. Contoh tabel penilaian HACCP dalam analisis bahaya............................................16
E. Identifikasi Titik Kendali Kritis...................................................................................17
BAB III PENUTUP................................................................................................................22
A. Kesimpulan..................................................................................................................22
B. Saran.............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah keamanan pangan masih merupakan maslah penting dalam
bidang pangan di Indonesia, dan perlu mendapat perhatian khusus dalam program
pengawasan pangan. penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan
di Indonesia sampai saat ini masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip pengendalian
untuk berbagai penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui. Pengawasan
pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi
kemajuan yang pesat dalam industry pangan, dan tidak dapat menjamin keamanan
makanan yang beredar di pasaran. Pendekatan tradisionil yang selama ini
dilakukan dapat dianggap telah gagal untuk mengatasi masalah tersebut.
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen, keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan
terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai
gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik, juga lezat rasanya,
tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya. Hal ini
membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya pengawasan,
pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi jaminan mutu
secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari bahwa mutu pangan
khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin dengan hasil uji produk
akhir dari laboratorium.
Mereka berkeyakinan bahwa produk yang aman didapat dari bahan
baku yang ditangani dengan baik, diolah dan didistribusikan dengan baik akan
menghasilkan produk akhir yang baik. Suatu langkah yang tepat untuk
mengantisipasi hal tersebut, serta adanya tuntutan dalam pasar bebas telah
dikembangkan suatu sitem jaminan mutu oleh Komite Standard Internasional/
Codex Allimentarius Commission yang telah diakui secara internasional yaitu
system jaminan mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan sutau system jaminan mutu
yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak bahan baku
hingga produk akhir.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menganalisis bahaya sesuai dengan HACCP?
2. Bagaimana cara menganalisis risiko sesuai dengan HACCP?
3. Bagaimana cara mencegah dan mengandalikan bahaya terhadap bahaya-
bahaya yang teridentifikasi ?
4. Apa pengertian CCP atau titik kendali kritis?
5. Bagaimana cara mengidentifikasi dan menentukan titik kendali ktitis?

1
C. Tujuan
1. Dapat menganalisis bahaya sesuai dengan HACCP
2. Dapat menganalisis risiko sesuai dengan HACCP
3. Dapat mencegah dan mengendalikan bahaya terhadap bahaya-bahaya yang
teridentifikasi
4. Dapat mengetahui tentang CCP
5. Dapat mengidentifikasi dan menentukan titik kendali kritis

2
BAB II

ISI
A. Identifikasi Analisis Bahaya
Analisis bahaya merupakan bagian dari kajian HACCP, yaitu tim mengamati
setiap langkah dalam proses, mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan ada,
mengevaluasi signifikansinya, dan memastikan bahwa tindakan yang tepat untuk
pengendaliannya memang sudah siap tersedia (Mortimore & Wallace, 2004). Bahaya
dapat berupa kontaminan biologis, kimiawi, maupun fisik. Bahaya ini dapat berasal dari
bahan mentah, kemasan, proses, dan penanganan yang berlangsung dalam rantai
makanan ataupun dari lingkungan. Bahaya-bahaya tersebut dapat menimbulkan kondisi
risiko gangguan kesehatan kepada konsumen (Hui, et al., 2004). Dalam analisis bahaya
tersebut harus diidentifikasi dan dicatat hal-hal sebagai berikut (Surono, Sudibyo, &
Waspodo, 2016):

a. Bahaya aktual dan potensial yang terkait dengan setiap tahapan dalam proses.
b. Potensi sumber bahaya (bahaya biologis, kimia, dan fisik) pada setiap tahapan proses.
Apakah tahapan proses tertentu dapat menimbulkan potensi bahaya, atau
meningkatkan potensi bahaya. Misalnya, berasal dari peralatan yang kurang bersih.
c. Potensi sumber bahaya (bahaya biologis, kimia, dan fisik) pada setiap bahan (bahan
baku, bahan tambahan, bahan pembantu) yang digunakan.
d. Tingkat kemungkinan terjadinya bahaya, misalnya sangat mungkin terjadi, bisa
terjadi, jarang terjadi, sangat jarang terjadi.
e. Tingkat keparahan bahaya (efek kesehatan), apabila ancaman bahaya tersebut terjadi
f. Rincian bahaya-bahaya yang dapat mendukung kelangsungan hidup atau
perbanyakan organisme atau terbentuknya toksin tertentu pada setiap tahapan proses
g. Kondisi-kondisi tertentu yang dapat menyebabkan kontaminasi atau pembentukan
senyawan kimia berbahaya.
h. Langkah-langkah pengendalian apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi bahaya ke tingkat yang dianggap aman.

Tahapan pembuatan alur proses diawali dengan membuat diagram yang detil yang
berisi operasi-operasi dasar proses tersebut. Langkah kedua adalah mempertimbangkan
urutan operasi-operasi dasar untuk menentukan apakah ada beberapa operasi dasar dapat
dikelompokkan kembali dalam sebuah tahapan proses. Untuk melakukan
pengelompokan, pertimbangkan urutan berikutnya dan definisikan berapa banyak
tahapan yang harus disebutkan dalam diagram alir. Bila ada beberapa oprasi dasar yang
dapat dikelompokkan menjadi satu tahapan, berilah nama tahapan tersebut, misal
penerimaan bahan pangan, pencucian bahan pangan, sortasi bahan pangan, pembekuan
bahan pangan, pengemasan, pelabelan atau penyimpanan sementara. Bilamana perlu,
dapat ditambahkan informasi pelengkap berupa :

1) Masukan selama proses berlangsung : Masukan dapat berupa bahan mentah,


bahan baku, atau produk antara selama proses.

3
2) Karakteristik pada tiap proses. Karakteristik yang dimaksud dapat berupa
parameter atau kendala. Karakteristik dapat berupa :
a. Urutan,
b. Aliran internal, termasuk tahap daur ulang,
c. Parameter suhu dan waktu.
d. Kondisi antar muka, yaitu perubahan dari satu tahap ke tahap yang lain.

3) Kontak produk dengan lingkungan. Kontak tersebut dapat berupa kemungkinan


terjadinya kontaminasi dan/atau kontaminasi silang.
4) Prosedur pembersihan, desinfeksi
5) Kondisi penyimpanan dan distribusi untuk peralatan atau produk.
6) Petunjuk bagi konsumen mengenai penggunaan produk.

Selain alur proses, perlu juga dibuat skema pabrik untuk menggambarkan aliran
bahan baku dan lalu lintas pekerja selama menghasilkan produk yang sedang dipelajari.
Diagram tersebut harus berisi aliran seluruh bahan baku dan bahan pengemas mulai dari
saat bahan- bahan tersebut diterima, disimpan, disiapkan, diolah, dikemas/digunakan
untuk mengemas, disimpan kembali hingga didistribusikan.

Alur proses pekerja harus menggambarkan pergerakan pekerja di dalam pabrik


termasuk ruang ganti, ruang cuci, dan ruang makan siang. Lokasi tempat cuci tangan dan
cuci kaki (jika ada) juga harus dicatat. Skema ini harus dapat membantu mengidentifikasi
wilayah yang memungkinkan terjadinya kontaminasi silang di dalam proses produksi.
Diantara semua informasi yang harus dikumpulkan, informasi-informasi berikut ini wajib
diperoleh :

1) Bangunan : sifat, konstruksi, pengaturan


2) Sifat, fungsi dan jumlah tahapan proses
3) Kemungkinan terdapatnya wilayah yang dilindungi
4) Sifat sambungan dan peralatan
5) Aliran internal :
a. Gerakan udara
b. Penggunaan air
c. Penggantian staf

Identifikasi adanya bahaya dapat dilakukan pada setiap tahapan dalam proses.
Tim HACCP harus mampu menganalisis bahaya yang ada. Bahaya yang ada harus
ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima, sehingga produksi
pangan tersebut dinyatakan aman. Penentuan adanya bahaya didasarkan pada tiga
pendekatan, yaitu keamanan pangan, sanitasi dan penyimpangan secara ekonomi.
Pendekatan keamanan pangan didasarkan pada karakter fisik, kimia, dan biologis.
Pendekatan sanitasi didasarkan pada adanya mikroba pathogen, bahan pencemar, atau
fasilitas sanitasi. Penyimpanan secara ekonomi didasarkan adanya penipuan atau
penggunaan bahan yang tidak dibenarkan atau tidak sesuai dengan aljur proses. Tindakan
illegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen, seperti pemalsuan bahan
4
baku, penggunaan bahan tambahan secara berlebihan, berat tidak sesuai dengan label,
overglazing dan jumlah yang kurang dalam kemasan.

Bahaya adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat
diterima karena merupakan penyebab timbulnya masalah keamanan pangan. Bahaya
keamanan pangan tersebut meliputi keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar
biologis (Gambar 3.19.), kimiawi, atau fisik pada bahan mentah. Bahaya biologis
termasuk bakteri , virus, atau parasite berbahaya, seperti Salmonella, hepatitis A, dan
Tricinella. Demikian pula dengan kandungan senyawa kimia dalam bahan baku pangan,
keberadaan potongan tubuh serangga, rambut, atau filth. Pertumbuhan atau kelangsungan
hidup mikroba dan hasil perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki (misal, nitrosamine)
pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi; atau kontaminasi atau
kontaminasi silang (cross contamination) pada produk antara atau jadi, atau pada
lingkungan produksi.

Menurut National Advisory Committee on Microbiology Criteria for Food,


bahaya biologi dapat dikelaompokkan menjadi :

Bahaya A : Bahaya yang dapat menyebabkan produk yang ditujukan untuk kelompok
berisiko menjadi tidak steril. Kelompok berisiko antara lain bayi, lanjut usia, orang sakit
atau orang dengan daya tahan tubuh rendah;

Bahaya B : Produk yang mengandung bahan yang sensitive terhadap bahaya


mikrobiologis;

Bahaya C : Proses yang tidak dikuti dengan langkah pengendalian terhadap mikroba
berbahaya;

Bahaya D : Produk yang terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum


pengepakan;

Bahaya E : Bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi atau penanganan saat
distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk menjadi
berbahaya apabila dikonsumsi;

Bahaya F : Bahaya yang timbul karena tidak adanya proses pemanasan akhir setelah
proses pengepakan atau ketika dimasak di rumah.

Berdasarkan tingkat bahaya yang ada, dapat ditentukan tingkat bahaya sebagai
berikut:

a. Kategori 6 : Jika bahan pangan mengandung bahaya A atau ditambah dengan


bahaya yang lain;
b. Kategori 5 : Jika bahan pangan mengandung lima karakteristik bahaya B, C, D, E,
dan F;
c. Kategori 4 : Jika bahan pangan mengandung empat karakteristik bahaya antara B
– F;
5
d. Kategori 3 : Jika bahan pangan mengandung tiga karakteristik bahaya antara B –
F;
e. Kategori 2 : Jika bahan pangan mengandung dua karakteristik bahaya antara B –
F;
f. Kategori 1 : Jika bahan pangan mengandung satu karakteristik bahaya antara B –
F;
g. Kategori 0 : Jika tidak terdapat bahaya;

Bahaya kimiawi termasuk bahaya yang disebabkan oleh senyawa kimia yang
dapat menyebabkan sakit atau luka karena eksposure dalam waktu tertentu. Beberapa
komponen yang dapat menyebabkan bahaya kimia antara lain pestisida, zat pembersih,
antibiotic, logam berat, dan bahan tambahan makanan, sebagaimana disajikan pada
Gambar 3.20. Bahaya fisik termasuk keberadaan benda asing dalam makanan yang
berbahaya bila termakan, seperti potongan kaca, batu, atau logam (Gambar 3.21.).
Bahaya fisik dapat menimbulkan luka di mulut, gigi patah, tercekik ayaupun perlukaan
pada saluran pencernaan.

Analisis bahaya dilakukan pada setiap tahapan alur proses, misal pembelian,
pengantaran, penyimpanan, penyiapan, pemasakan, pendinginan, dan lain-lain. Apakah
ada Salmonella pada produk ayam (bahaya biologis), apakah ada deterjen (bahaya
kimiawi), atau pecahan gelas (bahaya fisik) dalam makanan. Sebaiknya, kegiatan analisis
bahaya mencakup hal berikut : a) kemungkinan timbulnya bahaya dan pengaruh yang
merugikan terhadap kesehatan; b) evaluasi secara kualitatif dan/atau kuantitatif dari
keberadaan bahaya; c) perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme-
mikroorganisme tertentu; d) produksi terus-menerus toksin- toksin pangan, unsur-unsur
fisik dan kimiawi; dan e) kondisi- kondisi yang memacu keadaan di atas.

Secara garis besar bahaya utama dalam makanan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Bahaya biologis

Bahaya biologi muncul dalam bentuk mikroorganisme patogen yang dapat


memberikan pengaruh baik langsung, akibat tumbuh dalam atau mengontaminasi
makanan yang kemudian tertelan (infeksi bawaan makanan), maupun tidak langsung,
akibat produksi racun (keracunan makanan). Mikrooganisme memiliki kebutuhan dasar
yang berhubuangan dengan suhu optimum pertumbuhan, kelembapan, pH, dan sumber
makanan (Mortimore & Wallace, 2004).

Organisme Sumber Makanan Terkait Karakteristik


6
Pertumbuhan
Optimum

Bacillus cereus Tanah, sereal, debu, Bumbu, bahan- Aerob 30


tumbuhan, rambut bahan sereal
hewan, air tawar, dan - 40℃
Sedimen pH 6,0 – 7,0

aw 0,995

Campylobacter jejuni Usus hewan Unggas, daging, air Mikroaerofilik 42


yang tidak diolah, dan - 43℃
susu yang tidak di
pasterisasi dengan pH 6,5 – 7,5

baik aw 0,997

Clostridium botulinum Spora ditemukan di Dapat muncul dalam Anaerob obligat


tanah, pantai, usus ikan semua makanan 25 - 30℃
dan hewan, serta
sedimen danau dan pH 7,0

laut aw 0,99 – 0,995

Clotridium perfringens Tanah, debu, Makanan mentah, yang Aerob 43


dikeringkan, dan
tumbuhan, usus makanan matang - 47℃ pH 7,2
hewan dan manusia
aw 0,995

Listeria monocytogenes Tanah, silase pakan Semua lingkungan Aerob fakultatif


ternak, tinja hewan dan pengolahan makanan 37℃
manusia, air kotor
pH 6,0 – 7,0

aw 0,995

E. coli O157:H7 Usus halus Daging sapi matang, Aerob fakultatif 30 -


susu mentah, produk 40℃
mentah, jus buah
yang terinfeksi pH 6,0 – 7,0

aw 0,995

Salmonella spp. Usus manusia Daging babi, Aerob fakultatif 35 -


dan hewan, unggas, telur, susu 43℃

7
air kotor mentah, air, kerang pH 7,0 – 7,5

aw 0,99

Shigella spp. Tangan Air, susu, salad, Aerob 35


tercemar
tinja, lalat kentang olahan, - 43℃
nasi, hamburger
pH 5,5 – 7,5

Staphylococcus Membran Semua makanan Anaerob 37℃


aureus mukosa dan matang
kulit pH 6,0 – 7,0
hewan aw 0,98
berdarah panas dan
manusia

Vibrio Laut berperairan Kerang dan ikan Aerob 37℃


parahaemolytic us hangat
pH 7,8 – 8,6

aw0,981

Aspergillus Lingkungan Kacang tanah, biji- 33℃


Bijian mengandung
(aflatoksin) minyak pH 5,0 – 8,0

aw 0,98 -

> 0,99

Virus (mis., Penjamah makanan Kerangdua Virus tidak tumbuh dalam


Norwalk, Hepatitis yang terinfeksi, air cangkang transfer makanan
A kotor, air yang pasif ke makanan

Enterovirus) Tercemar siap santan

Sumber : (Mortimore & Wallace, 2004)


2. Bahaya kimia

Bahaya kimia adalah bahaya yang timbul secara kimiawi yang dapat mengancam
kesehatan dan keselamatan manusia. Kontaminasi zat kimia pada bahan makanan dapat
terjadi melalui bahan-bahan, saat produksi atau selama distribusi/penyimpanan, dan
damaknya pada konsumen bisa berupa jangka panjang (mis., karsinogenik), jangka
pendek (mis., reaksi alergi). Tim HACCP perlu mengkaji ulang setiap zat kimia toksik
yang ada pada bangunan juga mempertimbangkan semua kontaminan potensial dalam

8
bahan mentah dan kemasan. Berikut ini contoh kontaminasi zat kimia (Mortimore &
Wallace, 2004).

a. Bahan mentah : pestisida/herbisida, racun (alami atau dihasilkan oleh


mikroba), alergen, antibiotik, residu hormon, logam berat.
b. Proses : agens pembersih, pelumas, zat pendingin, zat kimia pengendali hama,
toksin, alergen.
c. Kemasan : bahan plastik dan zat aditif, tinta, zat perekat, peluruhan logam dari
kaleng.

3. Bahaya Fisik

Bahaya fisik pada makanan adalah adanya benda yang keberadaannya dalam
makanan dapat mencelakakan konsumen, seperti misalnya dapat melukai mulut, gigi,
saluran pernafasan, saluran pencernaan, atau bahkan yang dapat melukai anggota badan
(tangan) konsumennya (Surono, Sudibyo, & Waspodo, 2016). Bahaya fisik merupakan
zat atau benda asing yang dapat mengontaminasi bahan makanan kapan saja selama
berlangsungnya produksi. Zat asing dapat dipandang sebagai bahaya pada keamanan
makanan jika zat tersebut masuk dalam kategori berikut (Mortimore & Wallace, 2004):

a. Sesuatu yang tajam dan menyebabkan nyeri dan cedera, mis., serpihan kayu,
pecahan gelas.
b. Sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan gigi yang parah, mis., logam, batu.
c. Sesuatu yang dapat menyebabkan tersedak, mis., tulang atau plastik.

Alasan lain untuk mengatasi kontaminasi zat asing adalah bahwa zat itu dapat
bertindak sebagai sarana untuk kontaminasi silang mikrobiologi. Contohnya adalah
keberadaan lalat dalam kue krim yang baru matang. Disini bahaya muncul akibat
perpindahan mikroorganisme patogen dari lalat ke dalam kue, bukan lalat itu sendiri yang
menjadi bahaya (Mortimore & Wallace, 2004).

Mengenai kategori benda berbahaya FSIS (Food Safety and Inspection Service)
FDA 1995 dalam (Surono, Sudibyo, & Waspodo, 2016) membuat kesimpulan bahwa
(Surono, Sudibyo, & Waspodo, 2016):

Benda keras dan tajam berukuran panjang 7 – 25 mm adalah berbahaya.

a. Benda keras dan tajam berukuran < 7 atau > 25 mm berbahaya untuk kelompok
konsumen tertentu.
b. Potongan tulang atau duri dengan ukuran < 1 cm tidak berbahaya
c. Potongan tulang atau duri 1 – 2 cm berisiko rendah
d. Potongan tulang atau duri > 2 cm berpotensi bahaya dan dapat melukai

9
B. Analisis Risiko
Analisa potensi bahaya secara kualitatif dilakukan dengan mengkombinasikan
antara peluang (probability) dan keakutan/keparahan (severity). Bahaya potensial yang
memiliki resiko tinggi harus/wajib dilakukan tindakan koreksi, sedangkan tindakan
pencegahan pada bahaya potensial dengan resiko menengah.

Analisis bahaya meliputi kegiatan :

1. Mengidentifikasi bahaya
2. Menentukan kepentingan (signifikansi) bahaya
3. Mengidentifikasi tindakan pencegahan

1. Identifikasi bahaya

Dengan merujuk pada diagram alir proses, tim HACCP mendaftarkan semua bahaya
yang nyata atau potensial yang mungkin diperkirakan layak terjadi pada setiap tahap
proses. Bahaya tersebut meliputi bahaya Biologi atau mikrobiologis, bahaya kimia dan
bahaya fisik.

2. Menentukan kajian resiko (signifikan) bahaya

a. Kemungkinan yang akan terjadi : tim HACCP perlu mempertimbangkan peluang


bahaya yang kemungkinan dapat terjadi dan telah diidentifikasi. Pemeriksaan ini dapat
berdasarkan pada : pengetahuan dari Tim HACCP; pustaka mengenai mikrobiologi
pangan, HACCP, produk pangan, dan pengolahan pangan, makalah ilmiah penelitian;
jurnal; pemasok; produsen pangan atau prosesor lain; informasi mengenai penarikan
produk; keluhan konsumen; daerah-daerah proses, bahan baku, atau produk yang telah
diidentifikasi merupakan daerah bermasalah. Dan penilaian bahaya dapat dikategorikan
menjadi bahaya tinggi, sedang, dan rendah.

Produk-produk Kategori I (Risiko Tinggi)


I Produk-produk yang mengandung ikan, telur, sayur, serelia dan/atau
berkomposisi susu yang perlu direfrigrasi
II Daging segar, ikan mentah dan produk-produk olahan susu
III Produk-produk dengan nilai pH 4,6 atau lebih yang disterilisasi dalam
wadah yang ditutup secara hermetis
Produk-produk Kategori II (Risiko Sedang)
I Produk-produk kering atau beku yang mengandung ikan, daging, telur,
sayuran atau serelia atau yang berkomposisi/penggantinya dan produk lain
yang tidak termasuk dalam regulasi hygiene pangan
II Sandwich dan kue pie daging untuk konsumsi segar
III Produk-produk berbasis lemak misalnya coklat, margarin, spreads,
mayonis, dan Dressing
Produk-produk Kategori III (Risiko Rendah)

10
I Produk asam (nilai pH < 4,6) seperti acar, buah-buahan, konsentrat
buah, sari buah dan minuman asam
II Sayuran mentah yang tidak diolah dan tidak dikemas
III Selai, marinade, dan conserves
IV Produk-produk konfeksionari berbasis gula
V Minyak dan lemak makan
Table 1 : Daftar Kategori Risiko Produk Pangan

b. Tingkat keseriusan bahaya : keseriusan bahaya dapat ditetapkan dengan melihat


dampaknya terhadap kesehatan konsumen, dan juga dampak terhadap reputasi bisnis
keseriusan bahaya juga dapat dinilai : rendah, sedang atau tinggi.

Kelompok Bahaya Karakteristik Bahaya

A Produk-produk pangan yang tidak steril dan dibuat untuk


konsumsi kelompok berisiko (lansia, bayi,
immunocompromised)
B Produk mengandung ingredient sensitive terhadap bahaya
biologi, kimia, atau fisik.
C Proses tidak memiliki tahap pengolahan terkendali yang secara
efektif
membunuh mikroba berbahaya atau menghilangan bahaya
kimia dan/atau fisik.
D Produk mungkin mengalami rekontaminasi setelah pengolahan
sebelum pengemasan.
E Ada potensi terjadinya kesalahan penanganan selama distribusi
atau oleh
konsumen yang menyebabkan produk berbahaya.
F Tidak ada tahap pemanasan akhir setelah pengemasan atau di
tangan konsumen atau tidak ada pemanasan akhir atau tahap
pemusnahan mikroba setelah pengemasan sebelum memasuki
pabrik (untuk bahan baku) atau tidak ada cara apapun bagi
konsumen untuk mendeteksi, menghilangkan,
atau menghancurkan bahaya kimia atau fisik.
Table 2 : Karakteristik Bahaya

3. Mengidentifikasi tindakan pencegahan

Tahap selanjutnya setelah menganalisis bahaya adalah mengidentifikasi tindakan


pencegahan yang mungkin dapat mengendalikan setiap bahaya. Tim kemudian harus
mempertimbangkan apakah tindakan pencegahan, jika ada, dapat diterapkan untuk setiap
bahaya. Tindakan pencegahan adalah semua kegiatan dan aktivitas yang dibutuhkan
untuk menghilangkan bahaya atau memperkecil pengaruhnya atau keberadaannya pada
tingkat yang dapat diterima. Lebih dari satu tindakan pencegahan mungkin dibutuhkan
11
untuk pengendalian bahaya-bahaya yang spesifik dan lebih dari satu bahaya mungkin
dikendalikan oleh tindakan pencegahan yang spesifik. Tindakan pencegahan dapat berupa
tindakan yang bersifat kimia, fisik atau lainnya yang dapat mengendalikan bahaya
keamanan pangan. Tindakan pencegahan dalam mengatasi bahaya dapat lebih dari satu
bila dibutuhkan.

Tahap ini merupakan tahap penting setelah analisis bahaya. Tindakan pencegahan
didefinisikan sebagai setiap tindakan yang dapat menghambat timbulnya bahaya ke
dalam produk dan mengacu pada prosedur operasi yang diterapkan pada setiap tahap
pengolahan. Oleh karena konsep HACCP bersifat pencegahan, maka dalam mendesain
sistem HACCP tindakan pencegahan harus selalu menjadi perhatian. Berikut beberapa
contoh tindakan pencegahan : • Pemisahan bahan baku dengan produk akhir dalam
penyimpanan • Menggunakan sumber air yang sudah memiliki persyaratan keamanan. •
Kalibrasi timbangan dan alat pengukur suhu. • Menggunakan truk yang dilengkapi
fasilitas pengatur suhu, dll.

No Parameter Contoh penerapan


1. Lingkungan  Lingkungan sarana pengolahan yang terawat
dan lokasi baik, bersih dan bebas sampah
 System pembuangan dan penanganan limbah
System saluran pembuangan lancer
 Terletak dipinggir jalan, dekat danau dan areal
persawahan
 Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
 Bebas banjir, polusi asap, belum bebas debu,
bau, dan kontaminan lain
 Tidak bebas dari sarang hama seperti hewan
pengerat dan serangga
 Tidak berada dekat dengan industry logam dan
kimia, pembuangan sampah atau limbah

12
2. Bangunan dan  Desain kontruksi dan tata ruang
fasilitas unit  Bangunan luas untuk yang dapat melakukan
usaha pembersihan secara intensif
 Tidak terpisah antara ruang bersih dan ruang
kotor
 Lantai dan dinding tidak terbuat dari bahan
kedap air, kuat dan mudah dibersihkan, serta
sudut pertemuannya tidak berbentuk lengkung
 Tidak ada sarana pencucian tangan dan kaki
dilengkapi sabun dan pengering atau
desinfektan
 Tidak ada gudang penyimpanan

3. Fasilitas dan  tersedia program sanitasi meliputi: sarana


kegiatan penyediaan air, sarana pembuangan air dan
sanitasi limbah, sarana pembersihan/pencucian, sarana
toilet/jamban, saran hygiene sanitasi

4. System  ada system pengawasan atas barang/bahan


pengendalian yang masuk
hama ada penerapan/praktek hygiene sanitasi yang baik,
menutup lubang dan saluran yang
memmungkinkan masuknya hama, memasang
kawat kasa pada jendela dan ventilasi,
mencegah hewan piaraan
berkeliaran dilokasi usaha

13
5 Hygiene  ada program persyaratan dan pemeriksaan rutin
karyawan kesehatan karyawan, menjaga kebersihan
badan, mengenakan pakaian kerja dan
perlengkapannya, menutup luka, selalu
mencuci tangan dengan sabun, melatih
kebiasaan karyawan

6 Pengendalian  ada proses pengendalian pre produksi


proses (persyaratan bahan baku, kompoisi bahan, cara
pengolahan bahan baku, persyaratan
distribusi/transportasi, penyiapan produk
sebelum dikonsumsi)
 ada program pengendalian proses produksi,
pengendalian pasca produksi (jenis dan jumlah
bahan yang digunakan produksi, bagan alir
proses pengolahan, keterangan produk,
penyimpanan produk, jenis kemasan, jenis
produk pangan yang dihasilkan

7 Manajemen  ada proses pengawasan terhadap jalannya


pengawasan proses produksi dan perbaikan bila terjadi
penyimpangan yang menurunkan mutu dan
kemasan produk
 ada proses pengawasan rutin untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi
proses
produksi

14
8 Pencatatan  ada program pencatatan yang berisi catatan
dan tentang proses pengolahan, termasuk tanggal
dokumentasi produksi dan kadaluarsa, distribusi dan
penarikan produk karena kadaluarsa
 ada program dokumen yang baik akan
meningkatkan jaminan mutu keamanan produk

C. Pengendalian dan pencegahan bahaya terhadap bahaya-bahaya yang


teridentifikasi
Terdapat beberapa salah satu pengendalian bahaya terhadap makanan :
Contoh Jenis Pengendalian
Pasteurisasi susu Membunuh sel vegetative
Penggunaan wadah yang tepat pada
Mencegah keracunan logam
makanan berasam tinggi
Mengurangi pencemaran produk
Pencucian dan sanitasi peralatan
selama pengemasan
Sortasi kacang tanah denga peralatan Mengurangi cemaran mikotoksin pada
yang trekontrol produk-produk kacang tanah

Tabel 2 : contoh pengendalian bahaya makanan


NO Parameter

1. Kemanan air proses dan es yang digunakan terumtama yang kontak


langsung dengan ikan
2. Kondiis dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan produk

3. Pencegahan “cross contamination”


4. Perawatan cuci tangan ( bak cuci tangan), sanitizer ( bahan sanitasi ) dan
fasilitas toilet
5. Perlindungan produk selama pengemasan
6. Pelabeblan dan penyimpanan
7. Pengawasan kesehatan karyawan
8. Pencegahan dengan pengawasan pest hama

15
D. Contoh tabel penilaian HACCP dalam analisis bahaya

Tim HACCP

Fungsi Jabatan
Nama Bidang
dalam Tim dalam Keahlian
HACCP Perusahaan
Koordinator Tim
Anggota Tim
Anggota Tim
Anggota Tim
Anggota Tim

DESKRIPSI PRODUK DAN IDENTIFIKASI PENGGUNA

Jenis Produk
:
……………………………………………………………
………………………………………

Kategori Proses
:
……………………………………………………………
………………………………………

Uraian Produk
Komposisi
Pengemas Primer
Pengemas Sekunder
Kondisi Penyimpanan
Distribusi (Cara dan Kondisi)
Waktu Simpan (Kadaluarsa)
Label (terutama adanya
pernyataan/klaim dan catatan
khusus pada label)
Persiapan oleh Konsumen
(perlu persiapan khusus atau
langsung digunakan)
Standar menurut SNI
Kelompok Konsumen
Pengguna Produk

16
Evaluasi Bahaya Tindakan
Tahap Justifikasi
Jenis Bahaya (Signifikansi Pencegahan
Proses Bahaya
Bahaya)
Severity Risk Sign
Kimia :

Biologi :

Fisik :

Kimia :

Biologi :

Fisik :

Kimia :

Biologi :

Fisik :

Kimia :

Biologi :

Fisik :

E. Identifikasi Titik Kendali Kritis

Titik kendali kritis (TKK) yaitu suatu langkah dimana pengendalian dapat dilakukan dan
mutlak diterapkan untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan, atau
menguranginya sampai pada tingkat yang dapat diterima. Setiap titik, tahap atau prosedur
pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat mengakibatkan resiko
kesehatan yang tidak diinginkan atau setiap titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan
dengan baik dan benar dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya.

Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses Produksi Titik
kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap langkah/tahap dalam
proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi) dengan baik, kemungkinan dapat
menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan (spoilage), dan resiko kerugian ekonomi.
CCP ini ditentukan setelah diagram alir proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi
bahaya pada setiap tahap produksi dengan menjawab pertanyaan ”Apakah
pengawasan/pengendalian kritis dari bahaya (hazard) terjadi pada tahap ini atau yang lain;
apabila pengawasan/pengendalian pada tahap tertentu gagal apakah langsung menghasilkan

17
bahaya yang tak diinginkan, kerusakan dan kerugian secara ekonomi”. Harus diperhatikan
titik kendali (CP) tidaklah sama dengan titik kendali kritis (CCP). Secara sistematis untuk
mengidentifikasi dan mengenali setiap titik kendali kritis (CCP) dapat dilakukan dengan
metode alur keputusan atau CCP Decission Tree seperti terlihat pada Gambar 1.

18
Pohon keputusan memiliki 4 pertanyaan yang disusun secara berurutan dan dirancang
untuk menilai secara obyektif CCP yang ada dan tahapan proses mana yang diperlukan untuk
mengendalikan potensi bahaya yang telah teridentifikasi.

19
Titik pengendalian kritis dapat berupa bahan mentah/baku, lokasi, tahap pengolahan,
praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:

1. Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/ baku.


2. Standar higienis dalam ruangan pemasakan /dapur
3. Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang untuk produk
jadi/masak.

Kriteria yang sering digunakan untuk menentukan batas kritis adalah suhu, waktu,
kelembaban, pH, water activity (aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam,
viskositas, adanya zat klorin, dan parameter sensorik.

Cara penggunaan pohon keputusan untuk mengidentifikasi CCP adalah dengan


menjawab pertanyaan secara berurutan. Jawaban atau keputusan untuk masing-masing
operasi pada diagram proses dicatat pada lembar identifikasi CCP. Jawaban harus dikaitkan
dengan masing-masing penyebab potensi bahaya yang teridentifikasi.

Pertanyaan Q1 : Apakah ada pengendalian yang telah dilakukan?

Jawaban yang diberikan dapat menentukan cara pengendalian potensi bahaya yang
teridentifikasi, baik pada tahap proses ini maupun pada tahap yang lain dalam industri pangan
tersebut. Upaya pengendalian harus dijelaskan dalam formulir “Potensi Bahaya yang Tidak
Dikendalikan oleh Operator”

Pertanyaan Q2 : Apakah tahap ini terutama dirancang untuk menghilangkan atau


mengurangi munculnya potensi bahaya hingga ke tingkat yang dapat diterima?

Adapun pengertian ”dirancang” adalah prosedur dirancang secara khusus untuk


mengatasi potensi bahaya yang teridentifikasi. Misalnya : tahap sanitasi untuk membersihkan
permukaan yang bersentuhan dengan produk.

Pertanyaan Q3 : Mungkinkan kontaminasi dengan potensi bahaya yang


teridentifikasi ada pada konsentrasi yang berlebihan atau dapatkah meningkat hingga ke
tingkat yang tidak dikehendaki?

Pertanyaan Q4 : Apakah tahap berikutnya dapat menghilangkan potensi bahaya yang


teridentifikasi hingga ke tingkat yang dapat diterima?

Lanjutkan dengan pengamatan pada tahap selanjutnya dari alur proses. Ulangi
pertanyaan Q1 sampai Q4. CCP harus teridentifikasi secara numerik dengan kategori

« B », bahaya Biologis

« C », bahaya Kimia

« P » bahaya Fisik secara berturut-turut.

Tahapan penentuan titik pengendalian kritis (CCP) berisi 3 kegiatan utama :

20
1. Menggunakan pohon keputusan untuk mengidenifikasi CCP dan mencatat hasil
analisisnya
2. Mendaftar CCP pada sebuah dokumen berjudul Rencana HACCP
3. Mengkaji ulang pengendalian potensi bahaya yang telah diidentifikasi

BAB III

21
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahaya dapat berupa kontaminan biologis, kimiawi, maupun fisik. Bahaya
dapat berasal dari bahan mentah, kemasan, proses, dan penanganan yang berlangsung
dalam rantai makanan atau dari lingkungan. Dalam analisis bahaya tersebut harus
teridentifikasi dan dicatat. Penentuan adanya bahaya didasarkan pada tiga pendekatan
yaitu keamanan pangan, sanitasi, dan penyimpangan secara ekonomi. Analisis bahaya
dilakukan pada setiap tahapan alur proses, misal pembelian, pengantaran,
penyimpanan, penyiapan, pemasakan, pendinginan, dan lain-lain.
Analisa potensi bahaya secara kualitatif dilakukan dengan mengkombinasikan antara
peluang (probability) dan keakutan/keparahan (severity). Bahaya potensial yang
memiliki risiko tinggi wajib dilakukan tindakan koreksi, sedangkan tindakan
pencegahan pada bahaya potensial dengan risiko menengah.
Titik kendali kritis (TKK) yaitu suatu langkah dimana pengendalian dapat dilakukan
dan mutlak diterapkan untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan,
atau menguranginya sampai pada tingkat yang dapat diterima. CCP ini ditentukan
setelah diagram alir proses produksi yang sudah teridentifikasi potensi bahaya pada
setiap tahapan produksi. Titik pengendalian kritis dapat berupa bahan mentah,
lokasi,tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja. Kriteria yang sering digunakan
untuk menentukan batas kritis adalah suhu, waktu, kelembaban, pH, water activity
(Aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam, viskositas, adanya zat klorin,
dan parameter sensorik.

B. Saran
1. Menerapkan HACCP dan meningkatkan mutu sumber daya manusia
2. Sebaiknya pemilik usaha makanan dapat meinimalkan adanya kontaminasi silang
3. Sebaiknya menjaga sanitasi baik pada makanan ataupun lingkungan

22
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. (2009). Keracunan Makanan. Jakarta: EGC

Hui, Y. H., Cornillon, P., Lim, M. H., Murrell, K. D., & Nip, W.-K. (2004).

Handbook of Frozen Foods. New York: Marcel Dekker, Inc. Koswara, sutrisno. 2009. Haccp
dan penerapannya pada produk bakery Mortimore, S., & Wallace, C. (2004). HACCP Sekilas
Pandang. Jakarta: EGC.

SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP)
serta Pedoman Penerapannya.

Sugiono. (2013). Petunjuk Praktis Penerapan Sistem Jaminan Keamanan Pangan Berbasis
HACCP di Rumah Makan dan Restoran. Jakarta: LIPI.

Surono, I. S., Sudibyo, A., & Waspodo, P. (2016). Pengantar Keamanan Pangan untuk
Industri Pangan. Yogyakarta: Deepublish.

Yusra. 2016. kajian penerapan gmp dan ssop pada pengolahan ikan nila (oreochromis
niloticus) asap di kecamatan tanjung raya kabupaten agam. Universitas bung hatta padang.
Sumatra barat

Daulay, S. S. (2013). HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)


DAN IMPLEMENTASINYA DALAM INDUSTRI PANGAN. Widyaiswara Madya
Pusdiklat Industri, 22.

SNI 01-4852-1998

Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya

23

Anda mungkin juga menyukai