Anda di halaman 1dari 21

MMPM

“HACCP PADA BAKSO SAPI”

Dosen Pembimbing

Ni Putu Agustini,SKM,Msi

Disusun oleh

Kelompok 1 Kelas B Semester 6

Nama Kelompok :

1. Diah Lisadilla Puthu Sanjungan (P07131217052)


2. A.A Istri Mahadewi Saraswati (P07131217053)
3. Ni Nyoman Putri Meiyastini (P07131217056)
4. Ni Kadek Ary Suryaniti (P07131217060)
5. Ni Made Sri Martini (P07131217064)
6. Ni Kadek Mulyaningsih (P07131217068)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN
GIZI DAN DIETETIKA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-
Nya makalah yang berjudul “HACCP Pada Bakso Sapi” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan semester VI
dalam mata kuliah MMPM.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menemukan banyak hambatan yang penulis
hadapi. Namun berkat dukungan, bimbingan dan partisipasi berbagai pihak, hambatan-
hambatan tersebut dapat penulis atasi sedikit demi sedikit. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Ibu Dosen Pembimbing Akademik beserta staf pegawai Poltekkes Kemenkes


Denpasar yang telah banyak membantu penulis sehingga mempermudah penulis
dalam penyusunan laporan ini.
2. Ni Putu Agustini,SKM,Msi selaku Pembimbing yang telah dengan sabar membina
dan tiada hentinya memberi semangat pada penulis dalam menyusun laporan ini.
3. Seluruh pihak yang turut serta memberikan motivasi dan dukungan bagi penulis
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Di samping itu, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan di dalam penulisan
makalah ini. Akhir kata, dengan selesainya makalah ini, seberapapun sederhananya makalah
ini, penulis berharap makalah ini memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca makalah ini.

Denpasar, 17 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4
2.1 Definisi dan Prinsip HACCP.......................................................................................4
2.2 Jenis Bahaya Biologi, Kimia, dan Fisika HACCP......................................................5
2.3 Analisis Bahaya (Hazard Analysis).............................................................................6
2.4 Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses Produksi.....6
2.5 Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP..................................7
2.6 Penyusunan Prosedur Pemantauan dan Persyaratannya Untuk Memonitor CCP.......8
2.7 Prosedur Corective Action..........................................................................................9
2.8 Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data dalam Sistem Dokumentasi HACCP. 10
2.9 Prosedur untuk Memverifikasi bahwa Sistem HACCP Bekerja dengan Benar........11
2.10 CP dan CCP...............................................................................................................12
2.11 Contoh Penerapan HACCP Pada Bakso Sapi...........................................................12
BAB III PENUTUP..................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan................................................................................................................18
3.2 Saran..........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menjelang pelaksanaan liberalisasi di sektor industri dan perdagangan, Menteri
Perindustrian dan Perdagangan pernah mengisyaratkan bahwa di masa mendatang industri
pangan nasional akan menghadapi tantangan persaingan yang makin berat dan kendala yang
dihadapi pun semakin besar. Globalisasi ekonomi negara, industri, penguasaan teknologi
canggih, persaingan terbuka dan proteksi ekonomi dalam blok-blok perdagangan
internasional mengharuskan reorientasi dalam strategi pembinaan dan pengembangan industri
pangan nasional. Oleh karena itu, wajar juga apabila industri pangan nasional berusaha
mencari upaya-upaya terobosan dan inovasi-inovasi baru dengan tujuan agar industri pangan
nasional tersebut sanggup bertahan dan mandiri sehingga mampu bersaing untuk menghadapi
kemungkinan perubahan serta mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh konsumen
internasional. Salah satu tantangan dan kendala utama yang dihadapi oleh industri pangan
nasional tersebut adalah selain produk pangan yang dihasilkan harus bermutu juga ”aman”
untuk dikonsumsi serta tidak mengandung bahan-bahan yang membahayakan terhadap
kesehatan manusia.
Seperti kita ketahui bersama bahwa dewasa ini masalah jaminan mutu dan keamanan
pangan terus berkembang sesuai dengan tuntutan dan persyaratan konsumen serta dengan
tingkat kehidupan dan kesejahteraan manusia. Bahkan pada beberapa tahun terakhir ini,
konsumen telah menyadari bahwa mutu dan keamanan pangan tidak hanya bisa dijamin
dengan hasil uji pada produk akhir di laboratorium saja. Mereka berkeyakinan bahwa dengan
pemakaian bahan baku yang baik, ditangani atau di ”manage” dengan baik, diolah dan
didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk akhir pangan yang baik pula. Oleh
karena itu, berkembanglah berbagai sistem yang dapat memberikan jaminan mutu dan
keamanan pangan sejak proses produksi hingga ke tangan konsumen serta ISO-9000, QMP
(Quality Management Program), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan lain-
lain.
Sebagai konsekwensi logis, strategi pembinaan dan pengawasan mutu pada industri
pangan nasional harus bergeser ke strategi yang juga wajib memperhatikan aspek keamanan
pangan tersebut, disamping aspek sumber daya manusia, peningkatan keterampilan serta
penguasaaan dan pengembangan teknologi. Salah satu konsep dan strategi untuk menjamin

1
keamanan dan mutu pangan yang dianggap lebih efektif dan ”safe” serta telah diakui
keandalannya secara internasional adalah sistem manajemen keamanan pangan HACCP.
Filosofi sistem HACCP ini adalah pembinaan dan pengawasan mutu dan keamanan pangan
berdasarkan pencegahan preventif (preventive measure) yang dipercayai lebih unggul
dibanding dengan cara-cara tradisional (conventional) yang terlalu menekankan pada
sampling dan pengujian produk akhir di laboratorium. Sistem HACCP lebih menekankan
pada upaya pencegahan preventif untuk memberi jaminan keamanan produk pangan.
Adanya beberapa kasus penyakit dan keracunan makanan serta terakhir adanya issue
keamanan pangan (food safety) di negara-negara maju, maka sejak tahun 1987 konsep
HACCP ini berkembang, banyak dibahas dan didiskusikan oleh para pengamat, pelaku atau
praktisi pengawasan mutu dan keamanan pangan serta oleh para birokrat maupun kalangan
industriawan dan ilmuan pangan. Bahkan karena tingkat jaminan keamanannya yang tinggi
pada setiap industri pangan yang menerapkannya, menjadikan sistem ini banyak diacu dan
diadopsi sebagai standar proses keamanan pangan secara internasional. Codex Alimentarius
Commission (CAC) WHO/FAO pun telah menganjurkan dan merekomendasikan
diimplementasikannya konsep HACCP ini pada setiap industri pengolah pangan. Begitu pula
negara-negara yang tergabung dalam MEE melaui EC Directive 91/493/EEC juga
merekomendasikan penerapan HACCP sebagai dasar pengembangan sistem manajemen mutu
dinegara-negara yang akan mengekspor produk hasil perikanan dan udangnya ke negara-
negara MEE tersebut.
Dalam tulisan pada makalah ini akan disajikan/diinformasikan tentang sejarah
perkembangan perumusan HACCP, pemahaman sistem HACCP dan definisinya termasuk
bahaya yang dimaksud dalam HACCP, prinsip dasar dalam sistem HACCP serta pola
penerapan dan pengembangan sistem HACCP dalam industri pangan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah Definisi Dan Prinsip Dari HACCP?
2. Bagaimana Bahaya Biologi, Kimia Dan Fisik Pada HACCP Bakso Sapi?
3. Bagaimana Analisis (Hazard) Dan Kategori Resiko Pada HACCP Bakso
Sapi?
4. Bagaimana Penentuan Titik Pemantauan Kritis Pada CCP?
5. Bagaimana Cara Menetapkan Titik Kritis Pada CCP?
6. Bagaimana Cara Memonitor Batas CCP?

2
7. Sebutkan Prosedur Corrective Action!
8. Bagaimana Dokumentasi Pada HACCP?
9. Jelaskan Ferifikasi Program HACCP!
10. Apa Saja Perbedaan CP Dan CCP
11. Contoh Penerapan HACCP Pada Bakso Sapi!

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan antara lain :
1. Mahasiswa Dapat Mengetahui Definisi Dan Prinsip Dari HACCP
2. Mahasiswa Dapat Mengetahui Bahaya Biologi, Kimia Dan Fisik Pada HACCP
Bakso Sapi
3. Mahasiswa Dapat Mengetahui Dan Menjelaskan Analisis (Hazard) Dan Kategori
Resiko Pada HACCP Bakso Sapi
4. Mahasiswa Dapat Mengetahui Dan Menjelaskan Penentuan Titik Pemantauan Kritis
Pada CCP
5. Mahasiswa Dapat Mengetahui Dan Menjelaskan Cara Menetapkan Titik Kritis Pada
CCP
6. Mahasiswa Dapat Mengetahui Dan Menjelaskan Cara Memonitor Batas CCP
7. Mahasiswa Dapat Mengetahui Dan Menjelaskan Prosedur Corrective Action
8. Mahasiswa Dapat Mengetahui Dan Menjelaskan Dokumentasi Pada HACCP
9. Mahasiswa Dapat Mengetahui Dan Menjelaskan Ferifikasi Program HACCP
10. Mahasiswa Dapat Mengetahui Dan Menjelaskan Perbedaan CP Dan CCP
11. Mahasiswa Dapat Menerapkan Contoh HACCP Pada Bakso Sapi

1.4 Manfaat Penulisan


Mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai HACCP pada bahan
pangan dan dapat menerapkan pada kehidupan di rumah tangga.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Prinsip HACCP


 Definisi
HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan
pangan secara preventif yang bersifat ilmiah, rasional dan sistematis dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku,
selama proses produksi/pengolahan, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan
pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi (MOTARKEMI
et al, 1996 ; STEVENSON, 1990). Dengan demikian dalam sistem HACCP, bahan/materi
yang dapat membahayakan keselamatan manusia atau yang merugikan ataupun yang dapat
menyebabkan produk makanan menjadi tidak disukai; diidentifikasi dan diteliti dimana
kemungkinan besar terjadi kontaminasi/pencemaran atau kerusakan produk makanan mulai
dari penyediaan bahan baku, selama tahapan proses pengolahan bahan sampai distribusi dan
penggunaannya. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik kendali
kritis.
Menurut BRYAN (1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu manajemen untuk
menjamin keamanan produk pangan dalam industri pengolahan pangan dengan menggunakan
konsep pendekatan yang bersifat logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh
(komprehensif) dan bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya
yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan produk pangan.
Sistem HACCP dapat dikatakan pula sebagai alat pengukur atau pengendali yang
memfokuskan perhatiannya pada jaminan keamanan pangan, terutama sekali untuk
mengeliminasi adanya bahaya (hazard) yang berasal dari bahaya mikrobiologi (biologi),
kimia dan fisika ; dengan cara mencegah dan mengantisipasi terlebih dahulu daripada
memeriksa/menginspeksi saja.
 Prinsip Dasar Sistem HACCP
Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan sistem HACCP pada
industri pangan seperti yang direkomendasikan baik oleh NACMCP (National Advisory
Committee on Microbilogical Criteria for Foods, 1992) dan CAC (Codex Alintarius
Commission, 1993).

4
Ketujuh prinsip dasar penting HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut
adalah:
1. Analisis bahaya (Hazard Analysis) dan penetapan resiko beserta cara
pencegahannya.
2. Identifikasi dan penentuan titik kendali kritis (CCP) di dalam proses produksi.
3. Penetapan batas kritis (Critical Limits) terhadap setiap CCP yang telah
teridentifikasi.
4. Penyusunan prosedur pemantauan dan persyaratan untuk memonitor CCP.
5. Menetapkan/menentukan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi
penyimpangan (diviasi) pada batas kritisnya.
6. Melaksanakan prosedur yang efektif untuk pencatatan dan penyimpanan datanya
(Record keeping).
7. Menetapkan prosedur untuk menguji kebenaran.

2.2 Jenis Bahaya Biologi, Kimia, dan Fisika HACCP


Jenis bahaya yang mungkin terdapat di dalam makanan dibedakan atas tiga kelompok
bahaya, yaitu :
1. Bahaya Biologis/Mikrobiologis, disebabkan oleh bakteri pathogen, virus atau
parasit yang dapat menyebabkan keracunan, penyakit infeksi atau infestasi,
misalnya: E. coli pathogenik, Listeria monocytogenes, Bacillus sp., Clostridium sp.,
Virus hepatitis A, dan lain
2. Bahaya Kimia, karena tertelannya toksin alami atau bahan kimia yang beracun,
misalnya: aflatoksin, histamin, toksin jamur, toksin kerang, alkoloid pirolizidin,
pestisida, antibiotika, hormon pertumbuhan, logam-logam berat (Pb, Zn, Ag, Hg,
sianida), bahan pengawet (nitrit, sulfit), pewarna (amaranth, rhodamin B, methanyl
jellow), lubrikan, sanitizer, dan sebagainya
3. Bahaya Fisik, karena tertelannya benda-benda asing yang seharusnya tidak boleh
terdapat di dalam makanan, misalnya: pecahan gelas, potongan kayu, kerikil, logam,
serangga, potongan tulang, plastik, bagian tubuh (rambut), sisik, duri, kulit dan lain-
lain

5
2.3 Analisis Bahaya (Hazard Analysis)
Pendekatan pertama pada konsep HACCP adalah analisis bahaya yang berkaitan
dengan semua aspek produk yang sedang diproduksi. Pemeriksaan atau analisis terhadap
bahaya ini harus dilaksanakan, sebagai tahap utama untuk mengidentifikasi semua bahaya
yang dapat terjadi bila produk pangan dikonsumsi. Analisis bahaya harus dilaksanakan
menyeluruh dan realistik, dari bahan baku hingga ke tangan konsumen.
Agar analisis bahaya ini dapat benar-benar mencapai hasil yang dapat menjamin semua
informasi mengenai bahaya dapat diperoleh, maka analisis bahaya harus dilaksanakan secara
sistematik dan terorganisasi.
Ada tiga elemen dalam analisis bahaya, yaitu :
1. Menyusun Tim HACCP
2. Mendefinisikan produk: cara produk dikonsumsi dan sifat-sifat negatif produk yang
harus dikontrol dan dikendalikan
3. Identifikasi bahaya pada titik kendali kritis dengan mempersiapkan diagram alir
proses yang teliti sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, untuk menghasilkan
suatu produk

2.4 Identifikasi dan Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP) di dalam Proses Produksi
Titik kendali kritis (CCP) didefinisikan sebagai suatu titik lokasi, setiap langkah/tahap
dalam proses, atau prosedur, apabila tidak terkendali (terawasi) dengan baik, kemungkinan
dapat menimbulkan tidak amannya makanan, kerusakan (spoilage), dan resiko kerugian
ekonomi. CCP ini ditentukan setelah diagram alir proses produksi yang sudah teridentifikasi
potensi bahaya pada setiap tahap produksi.
Secara sistematis untuk mengidentifikasi dan mengenali setiap titik kendali kritis (CCP)
dapat dilakukan dengan metode alur keputusan atau CCP Decission Tree.

6
2.5 Penetapan Batas Kritis (Critical Limits) Terhadap Setiap CCP
Setelah semua CCP dan parameter pengendali yang berkaitan dengan setiap CCP
teridentifikasi, Tim HACCP harus menetapkan batas kritis untuk setiap CCP. Biasanya batas
kritis untuk bahaya biologis/mikrobiologis, kimia dan fisika untuk setiap jenis produk
berbeda satu sama lainnya.
Batas kritis didefinisikan sebagai batas toleransi yang dapat diterima untuk
mengamankan bahaya, sehingga titik kendali dapat mengendalikan bahaya kesehatan secara
cermat dan efektif. Batas kritis yang sudah ditetapkan ini tidak boleh dilanggar atau
dilampaui nilainya, karena bila suatu nilai batas kritis yang dilanggar dan kemudian titik
kendali kritisnya lepas dari kendali, maka dapat menyebabkan terjadinya bahaya terhadap
kesehatan konsumen. Beberapa contoh batas kritis yang perlu ditetapkan sebagai alat
pencegah timbulnya bahaya, misalnya yaitu:
1. suhu dan waktu maksimal untuk proses thermal
2. suhu maksimal untuk menjaga kondisi pendinginan
3. suhu dan waktu tertentu untuk proses sterilisasi komersial

7
4. jumlah residu pestisida yang diperkenankan ada dalam bahan pangan
5. pH maksimal yang diperkenankan, bobot pengisian maksimal, viskositas maksimal
yang diperkenankan dan sebagainya
Selain batas kritis untuk residu pestisida yang berasal dari komoditas pertanian, batas
kritis bahan kimia lain yang berpotensi sebagai bahaya kimia juga harus ditetapkan. Dalam
hal ini tim HACCP harus menggunakan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan sebagai
panduan dalam menetapkan batas kritis untuk semua Bahan Tambahan Makanan (BTM),
termasuk bahan kimia yang digunakan dalam bahan pengemas yang bersentuhan dengan
produk pangan.
Batas kritis untuk setiap CCP perlu didokumentasikan. Dokumentasi ini harus dapat
menjelaskan bagaimana setiap batas kritis dapat diterima dan harus disimpan sebagai bagian
dari rencana formal HACCP.

2.6 Penyusunan Prosedur Pemantauan dan Persyaratannya Untuk Memonitor CCP


Monitoring merupakan rencana pengawasan dan pengukuran berkesinambungan untuk
mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali dan menghasilkan catatan (record) yang
tepat untuk digunakan dalam verifikasi nantinya. Kegiatan monitoring ini mencakup:
1. Pemeriksaan apakah prosedur penanganan dan pengolahan pada CCP dapat
dikendalikan dengan baik
2. Pengujian atau pengamatan terjadwal terhadap efektifitas sustu proses untuk
mengendalikan CCP dan batas kritisnya
3. Pengamatan atau pengukuran batas kritis untuk memperoleh data yang teliti, dengan
tujuan untuk menjamin bahwa batas kritis yang ditetapkan dapat menjamin keamanan
produk (CORLETT, 1991)
Cara dan prosedur monitoring untuk setiap CCP perlu diidentifikasi agar dapat
memberi jaminan bahwa proses pengendalian pengolahan produk pangan masih dalam batas
kritisnya dan dijamin tidak ada bahayanya. Dalam hal ini, metode, prosedur dan frekuensi
monitoring serta kemampuan hitungnya harus dibuat daftarnya pada lembaran kerja HACCP.
Prosedur dan metode monitoring harus efektif dalam memberi jaminan keamanan
terhadap produk pangan yang dihasilkan. Idealnya, monitoring pada CCP dilakukan secara
kontinyu hingga dicapai tingkat kepercayaan 100 persen. Namun bila hal ini tidak
memungkinkan, dapat dilakukan monitoring secara tidak kontinyu dengan syarat terlebih
dahulu harus ditetapkan interval waktu yang sesuai sehingga keamanan pangan benar-benar
terjamin. Biasanya agar pengukurannya dapat dilakukan secara cepat dan tepat, monitoring
8
dilakukan dengan cara pengujian yang bersifat otomatis dan tidak memerlukan waktu yang
lama. Oleh karena itu, pengujian dengan cara analisis mikrobiologis jarang digunakan
sebagai prosedur monitoring. Beberapa contoh pengukuran dalam pemantauan (monitoring)
adalah: observasi secara visual dan pengamatan langsung (contohnya: kebersihan lingkungan
pengolahan, penyimpanan bahan mentah), pengukuran suhu dan waktu proses, pH, kadar air.

2.7 Prosedur Corective Action


Meskipun sistem HACCP sudah dirancang untuk dapat mengenali kemungkinan
adanya bahaya yang berhubungan dengan kesehatan dan untuk membangun strategi
pencegahan preventif terhadap bahaya, tetapi kadang-kadang terjadi pula penyimpangan yang
tidak diharapkan. Oleh karena itu, jika dari hasil pemantuan (monitoring) ternyata
menunjukkan telah terjadi penyimpangan terhadap CCP dan batas kritisnya, maka harus
dilakukan tindakan koreksi (corrective action) atau perbaikan dari penyimpangan tersebut.
Tindakan koreksi adalah prosedur proses yang harus dilaksanakan ketika kesalahan
serius atau kritis diketemukan dan batas kritisnya terlampaui. Dengan demikian, apabila
terjadi kegagalan dalam pengawasan pada CCP-nya, maka tindakan koreksi harus segera
dilaksanakan. Tindakan koreksi ini dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat resiko produk,
yaitu semakin tinggi resiko produk semakin cepat tindakan koreksi harus dilakukan.
Tabel.
Tindakan Koreksi yang harus dilakukan jika ditemukan penyimpangan dari batas pada CCP

Tingkat Resiko Tindakan Koreksi

 Produk tidak boleh diproses/diproduksi


sebelum semua penyimpanan
dikoreksi/diperbaiki
 Produk ditahan/tidak dipasarkan, dan diuji
Produk Beresiko Tinggi keamanannya
 Jika keamanan produk tidak memenuhi
persyaratan, perlu dilakukan tindakan
koreksi/perbaikan yang tepat.

 Produk dapat diproses, tetapi


penyimpangan harus diperbaiki dalam
waktu singkat (dalam beberapa

9
Produk Beresiko Sedang hari/minggu)
 Diperlukan pemantauan khusus sampai
semua penyimpangan dikoreksi /diperbaiki

 Produk dapat diproses


 Penyimpangan harus
dikoreksi/diperbaiki jika waktu
memungkinkan
Produk Beresiko Rendah
 Harus dilakukan pengawasan rutin untuk
menjamin bahwa status resiko rendah
tidak berubah menjadi resiko sedang atau
tinggi

Tindakan koreksi di sini harus dapat mengurangi atau mengeliminasi potensi bahaya
dan resiko yang terjadi, ketika batas kritis terlampaui pada CCP-nya sehingga dapat
menjamin bahwa disposisi produk yang tidak memenuhi, tidak mengakibatkan potensi
bahaya baru. Setiap tindakan koreksi dilaksanakan, harus didokumentasikan dengan tujuan
untuk modifikasi suatu proses atau pengembangan lainnya.

2.8 Prosedur Pencatatan dan Penyimpanan Data dalam Sistem Dokumentasi HACCP
Sistem doumentasi dalam sistem HACCP bertujuan untuk:
1. Mengarsipkan rancangan program HACCP dengan cara menyusun catatan yang
teliti dan rapih mengenai seluruh sistem dan penerapan HACCP
2. Memudahkan pemeriksaan oleh manager atau instansi berwenang jika produk yang
dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab kasus keracunan makanan.
Berbagai keterangan yang harus dicatat untuk dokumentasi sistem dan penerapan
HACCP mencakup :
1. Judul dan tanggal pencatatan
2. Keterangan produk (kode, tanggal dan waktu produksi)
3. Karakteristik produk (penggolongan resiko bahaya)
4. Bahan serta peralatan yang digunakan, termasuk : bahan mentah, bahan tambahan,
bahan pengemas dan peralatan penting lainnya
5. Tahap/bagan alir proses, termasuk : penanganan dan penyimpanan bahan,
pengolahan,pengemasan, penyimpanan produk dan distribusinya

10
6. Jenis bahaya pada setiap tahap
7. CCP dan batas kritis yang telah ditetapkan
8. Penyimpangan dari batas kritis
9. Tindakan koreksi/perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan, dan
karyawan/petugas yang bertanggung jawab untuk melakukan koreksi/ perbaikan

2.9 Prosedur untuk Memverifikasi bahwa Sistem HACCP Bekerja dengan Benar
Prosedur verifikasi dibuat dengan tujuan:
1. Untuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan
rancangan HACCP yang ditetapkan
2. Untuk menjamin bahwa rancangan HACCP yang ditetapkan masih efektif dan
benar. Hasil verifikasi ini dapat pula digunakan sebagai informasi tambahan dalam
memberikan jaminan bahwa program HACCP telah terlaksana dengan baik
Verifikasi mencakup berbagai kegiatan evaluasi terhadap rancangan dan penerapan
HACCP, yaitu :
1. Penetapan jadwal verifikasi yang tepat
2. Pemeriksaan kembali (review) rancangan HACCP
3. Pemeriksaan atau penyesuaian catatan CCP dengan kondisi proses sebenarnya
4. Pemeriksaan penyimpangan terhadap CCP dan prosedur koreksi/perbaikan yang
harus dilakukan
5. Pengampilan contoh dan analisis (fisik, kimia dan/atau mikrobiologis) secara acak
pada tahap-tahap yang dianggap kritis
6. Catatan tertulis mengenai : kesesuaian dengan rancangan HACCP, penyimpangan
terhadap rancangan HACCP, pemeriksaan kembali diagram alir dan CCP
7. Pemeriksaan kembali modifikasi rancangan HACCP (CORLETT, 1991)
Sementara itu, jadwal kegiatan verifikasi dapat dilakukan pada saat-saat tertentu, yaitu:
1. Secara rutin atau tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih
dapat dikendalikan
2. Jika diketahui bahwa produk tertentu memerlukan perhatian khusus karena
informasi terbaru tentang keamanan pangan
3. Jika produk yang dihasilkan diketahui atau diduga sebagai penyebab keracunan
makanan
4. Jika kriteria yang ditetapkan dalam rancangan HACCP dirasakan belum mantap,
atau jika ada saran dari instansi yang berwenang

11
2.10 CP dan CCP
 Titik Kendali (Control Point = CP)
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang dapat
mengendalikan faktor bahaya biologi/mikrobiologi, kimia atau fisika.
 Titik Kendali Kritis (Critical Control Point = CCP)
Setiap titik, tahap atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak
terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan atau setiap titik,
tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah,
menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya.

2.11 Contoh Penerapan HACCP Pada Bakso Sapi


Menurut SNI -01-3819-1995 (BSN 1995b) bakso daging adalah produk makanan
berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak
kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan
makanan yang diizinkan. Daging yang dapat digunakan untuk membuat daging diantaranya
daging sapi, daging babi, daging kelinci, daging ayam, daging ikan, udang dan cumi.
(Diana :2011).
Bakso yang populer dan digemari sebagai makanan jajanan di Indonesia adalah bakso
yang dibuat dari daging sapi. Kandungan gizi daging sapi yang tinggi protein dan kaya asam
amino esensial, asam lemak, vitamin dan mineral diharapkan menjadikan bakso sapi dapat
menjadi sumber gizi bagi masyarakat khususnya anak-anak dan remaja. Mineral yang
banyak terdapat dalam daging sapi antara lain kalsium, fosfor, besi, natrium, dan kalium,
sedangkan vitaminnya antara lain vitamin A, C, D, tiamin, riboflavin, piridoksin,
sianokobalamin, niasin dan asam pantotenat.

Kandungan protein bakso menurut SNI minimal 9,0% b/b dan lemak maksimal 2,0%
b/b. Nilai gizi bakso ditentukan oleh kandungan dagingnya dibandingkan dengan bahan
pengisi (pati)nya. Semakin tinggi kadar dagingnya maka nilai gizinya semakin baik. Bakso
yang baik, kandungan patinya tidak boleh lebih dari 15% dari berat daging. Kandungan pati
akan mempengaruhi mutu dan harga bakso tersebut. (Diana. 2011).

12
Cara paling mudah untuk menilai mutu bakso menurut adalah dengan menilai mutu
sensorisnya. Ada lima parameter utama yang perlu dinilai, yaitu penampakan, warna, bau,
rasa dan tekstur, seperti yang tercantum pada Tabel 4 .

Tabel 4. Kriteria mutu sensoris bakso daging.

Parameter Kriteria

Penampakan Bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan cemerlang,


tidak kusam, sedikitpun tidak tampak berjamur atau berlendir.
Warna Cokelat muda cerah atau sedikit kemerahan atau cokelat muda
agak keputihan atau abu-abu. Warna tersebut merata tanpa
warna lainnya yang mengganggu.
Bau Bau khas daging segar rebus dominan tanpa bau tengik,
masam (basi) atau busuk. Bau bumbu cukup tajam.
Rasa Rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu cukup
menonjol tetapi tidak berlebihan. Tidak terdapat rasa asing
yang mengganggu.
Tekstur Tekstur kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat atau
membal, tidak ada serat daging, tidak lembek, tidak
basah berair dan tidak rapuh.
Bahan baku untuk pembuatan bakso terdiri dari bahan utama yaitu daging dan bahan
tambahan yaitu bahan pengisi ( tepung-tepungan), garam, es atau air es, bumbu -bumbu
seperti lada dan bahan penyedap.
Diagram alir proses pembuatan bakso sapi
secara garis besar dapat dilihat pada diagram

1. Daging sapi

2. Standarisasi

Proses 1-4 dilakukan


Ditempat penggilingan
3. Penghancuran kasar
Daging dipasar

4. Pencampuran dan penggilingan


13
(Es, bahan pengisi, bumbu -
bumbu, garam, BTM)
5. Pembentukkan bulatan bakso

6. Perbusan 70 0C selama 10 menit


(hingga naik ke permukaan )

Proses 5 -8 dilakukan dirumah


 Identifikasi Bahaya Pada Proses Pembuatan Bakso Sapi
Jenis bahaya: 100 0C, 10-15 menit
7. Perebusan
(hingga bakso matang )
1. Biologis (mikrobiologis)
2. Kimia
3. 8. Pendinginan dan penyimpanan
Fisik
- Pembelian dan penarimaan bahan baku
Bahan baku yang dibeli atau diterima harus dalam kondisi segar dan bermutu bagus,
biasanya pada bahan baku sering terjadi bahaya fisik, bahaya kimia dan bahaya
biologi.
- Pengggilingan
Bahan baku yaitu daging sapi harus digiling dahulu dengan menggunakan mesin
mixer, jika tidak digiling adonan yang dihasilkan menjadi kurang sempurna.
Kemungkinan bahaya yang terjadi yaitu bahaya fisik dan bahaya biologis.
- Perebusan
Bakso yang sudah dicetak direbus dalam air panas dengan suhu 700C. Api yang
dipakai sebaiknya tidak terlalu besar. Perebusan hanya dilakukan beberapa menit
sesuai dengan ukuran bakso, bahaya yang mungkin terjadi dalam proses perebusan ini
adalah bahaya biologis. (Rusyada at all: 2013)

Analisis Bahaya pada proses pembuatan bakso sapi :

Tahap Bahaya Sumber Bahaya Pencegahan


Pembelian daging • Daging yang Udara (mikroba) • Pengetahuan tentang
dibeli berasal dari ciri-ciri danging
daging sapi sakit yang berasal dari
atau sehat. sapi sakit atau sapi
• Kontaminasi dari sehat
udara (debu, • Daging sebaiknya
bakteri yang dibungkus dengan
plastik putih yang
tidak diperlukan)

14
bersih
Pengecekan dan
pembersihan/sterilisasi
Penggilingan daging Kontaminasi alat Alat yang digunakan
alat yang akan
yang digunakan
Digunakan
Pencampuran dengan • Bumbu yang Kebersihan pekerja • Penerapan
bumbu-bumbu dibeli dari pasar dan sterilisasi alatalat hygiene pekerja dan
pembuatan bakso rawan terkena yang digunakan sanitasi peralatan
bahaya fisik, kurang diperhatikan, yang digunakan
kimia dan begitu juga saat • Bumbu yang
biologis pembelian bumbu dipakai hendaknya
• Pada proses yang sudah jadi, diracik sendiri.
pencampuran biasanya telah

kontaminasi para dicampur dengan

pekerja dan alat bahan-bahan kimia

alat yang dipakai

Kebersihan pekerja Penerapan hygiene


Proses pencetakan Kontaminasi Pekerja
dan sterilisasi alat- pekerja dan sanitasi
bakso sapi dan alat
alat yang digunakan peralatan yang
kurang diperhatikan digunakan

Sterilisasi alat yang


Perebusan bakso Kontaminasi alat Alat yang digunakan akan digunakan untuk
perebusan bakso sapi
Suhu tempat
Kontaminasi udara penyimpanan bakso
Udara dan kebersihan
Penyimpanan dan tempat disesuaikan agar tidak
tempat penyimpanan
penyimpanan Berkembang
mikroorganisme

15
 Tahapan-tahapan CCP pengolahan bakso daging sapi

No
Batas Monitoring
Tahap CC Jenis Bahaya Tindakan koreksi
Kritis Metode Frekuensi
P
Sterilisasi alat 1 Biologi Suhu: Pengukuran Setiap Lanjutkan proses
dan wadah (Mikroorganisme) 121˚C (air suhu dan proses bila masih kurang
yang akan mendidih) waktu waktunya.
digunakan ketika Langsung angkat
sterilisasi dan tiriskan segera
dengan alat dan
wadah yang akan
digunakan (untuk
wadah segera
dibalikan)
Pengolahan 2 Kebersihan H-S alat, Sterilisasi Setiap Pengawasan rutin
produk pekerja ruang, alat dan proses harus dilakukan
tenaga mencuci untuk menjamin
tangan saat status resiko tidak
sebelum berubah menjadi
mengolah resiko sedang atau
bakso tinggi.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem jaminan mutu dan keamanan pangan pola HACCP sekarang mulai diakui dan
diterapkan di seluruh dunia termasuk Uni Eropa, bahkan telah diadopsi Codex Almentarius
Commision sebagai acuan dalam pengembangan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan
industri pangan.
HACCP ini pun dapat diterapkan pada seluruh rantai produk makanan, mulai dari
produksi primer sampai ke konsumen akhir. Selain meningkatkan jaminan keamanan pangan
(food safety assurance), keuntungan lain dari HACCP adalah penggunaan sumber daya secara
lebih baik dan pemecahan masalah dapat lebih cepat. Penerapan HACCP juga sesuai dengan
implementasi sistem manajemen mutu, misalnya seri ISO-9000, dan merupakan sistem
terpilih dalam manajemen keamanan pangan.
Penerapan HACCP pada pembuatan bakso daging sapi, maka dapat disimpulkan bahwa
bahaya setiap pembuatan bakso daging sapi diidentifikasi tahap pertahap, dimulai dari proses
pemilihan daging sapi, diidentifikasi apakah berasal dari sapi sakit atau sapi sehat, hingga
sampai proses pembuatan daging sapi yang yang menggunakan alat-alat yang telah
disterilisasi atau tidak. Penerapan HACCP pada proses pembuatan bakso daging sapi ini
sangat penting mengingat sebagian masyarakat Indonesia menyukai makanan yang berbentuk
bulat ini, sehingga proses pembuatannya juga harus dilindungi dari bahaya, baik dari bahaya
biologis, kimia maupun fisik.

3.2 Saran
Bagi para pembaca diharapkan dapat menerapkan prinsip dari HACCP ini dalam
mengolah bahan pangan untuk menghindari bahaya - bahaya yang akan ditimbulkan

17
DAFTAR PUSTAKA

https://kemenperin.go.id/download/6761/HACCP-dan-Implementasinya-Dalam-Industri-
Pangan diakses pada tanggal 24 Oktober 2019 pukul 19.20 wita
Suciyanti, Henny. 2014. Haccp Pengolahan Bakso Sapi.
https://www.scribd.com/doc/245186062/HACCP-Pengolahan-Bakso-Sapi-pdf diakses pada
tanggal 24 Oktober 2019 pukul 19.50 wita

18

Anda mungkin juga menyukai